SINAR HARAPAN, Rabu, 07 September 2005
Tiga Tahun Penjara Karena Mengajar Sekolah Minggu
Oleh Web Warouw
JAKARTA - For the first time ever in Indonesia's history a case has been brought to
court charging Christians with the criminal act of christianizing children. Demikian
komentar beberapa media asing di luar negeri menyusul vonis tiga tahun penjara
Pengadilan Negeri (PN) Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/9) siang terhadap tiga guru
sekolah minggu Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD), yakni dr. Rebecca Laonita,
Ratna Mala Bangun serta Ety Pangesti.
Mereka dituduh telah melakukan pemurtadan dan kristenisasi di Kecamatan
Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tuduhan itu dilancarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) setempat. Vonis yang dijatuhkan PN Indramayu, Jawa Barat,
tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam
sidang tersebut.
Tudingan pemurtadan dan kristenisasi terhadap tiga guru sekolah minggu di
Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat itu berawal dari pelayanan
mereka dalam sekolah minggu "Minggu Ceria" pada 9 September 2003 yang
dilakukan di rumah dr Rebecca Laonita yang dihadiri oleh 10-20 anak Kristen setiap
minggunya. Dalam perkembangannya beberapa anak beragama non-Kristen ikutserta
dalam permainan di sekolah minggu tersebut.
Sekolah Minggu "Minggu Ceria" ini sempat ditutup sebelum Natal, 24 Desember 2004
dengan alasan tidak dizinkan kebaktian rumah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Hargeulis. Padahal, seperti biasanya Natal di tempat lain, anak-anak tersebut
dibagikan hadiah Natal berupa tas dan buku tulis. Karena ditutup, kebaktian umum
gereja akhirnya diputuskan untuk berpindah-pindah tempat. Jemaat pernah juga
kebaktian di GBI Efrata, sedangkan Minggu Ceria akhirnya diputuskan dilakukan di
rumah Ety Pangesti.
Pada 26 Maret 2005, anak-anak sekolah minggu "Minggu Ceria" pergi ke Taman Mini
Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur dalam sebuah acara Paskah. Beberapa dari
orangtua/wali dari anak-anak sekolah minggu, termasuk yang non-Kristen ikut
bersama-sama ke TMII. Namun sejak 14 April 2005 "Minggu Ceria" ditutup.
Sementara kebaktian umum setiap minggu sore dipindahkan ke Pamanukan.
Tanggal 3 Mei 2005 diadakan pertemuan antara pelayan "Minggu Ceria" dengan
Musyawarah pimpinan kota (Muspika) yang dihadiri oleh Camat Haurgeulis Moh
Hayat, Majelis Ulama Indonesia dan Kantor Urusan Agama setempat, petugas Polsek
dan Koramil Haurgeulis. Camat Moh Hayat berjanji akan memberikan hasil tertulis
dari pertemuan itu dan selanjutnya akan ditandatangani dr Rebecca Laonita. Namun,
hingga kini tidak ada berita acara pertemuan tersebut. Yang ada hanya laporan MUI
ke Polsek Haergeulis pada 3 Mei 2005 tersebut dan diproses secara hukum.
Pada 9 Mei 2005 dr Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti
memenuhi panggilan Polsek Haurgeulis sebagai tersangka. Belakangan berkas
perkara ketiga guru sekolah minggu tersebut dilimpahkan ke Polres Indramayu.
Tanggal 14 Mei 2005 ketiga guru sekolah minggu tersebut memenuhi panggilan
Polres Indramayu sebagai saksi sesuai dengan surat panggilan polisi yang
ditandatangani oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Indramayu, Ajun
Komisaris Polisi (AKP) Suryanto. Namun, pada waktu ketiganya diperiksa, penyidik
langsung menyatakan Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti
sebagai tersangka dengan tuduhan pemurtadan serta kristenisasi di Kecamatan
Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Di Mapolres Indramayu, ketiga diperiksa mulai dari pukul 09.00 WIB hingga pukul
16.00 WIB dan diizinkan pulang esok harinya. Pada Senin (16/5) pagi sekitar pukul
08.00 WIB, Rabecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti diberitahu telah
muncul surat penahanan dan diminta untuk menandatangani serta langsung
berkemas karena akan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Indramayu.
Mereka dikenakan tuduhan pasal 86 Undang Undang No.23/2002 tentang
Perlindungan Anak yang bunyinya: "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain
bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak
tersebut belum berakal dan belum bertanggungjawab sesuai dengan agama yang
dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)."
Dalam kasus ini polisi mengamankan barang bukti berupa satu Alkitab dan enam
kaos biru bertuliskan "Minggu Ceria". Padahal, hingga kini anak-anak non-Kristen
yang mengikuti sekolah minggu "Minggu Ceria" tersebut tidak ada yang pindah
agama.
Pembelaan Gus Dur
Sebelumnya, KH Abdurrahman Wahid telah meminta Kapolres Indramayu, Ajun
Komisaris Besar Polisi (AKBP) Johni Soeroto agar melepas ketiga ibu rumah tangga
yang juga mengajar guru sekolah minggu tersebut. "Penahanan atas diri dr. Rebecca
Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti dengan berdasarkan sangkaan mereka
memberikan keterangan salah kepada anak-anak, maka penahanan atas diri mereka
(yang didasarkan pada pengaduan masyarakat) adalah tidak tepat," tegas Gus Dur
dalam suratnya tertanggal 26 Mei 2005.
Gus Dur melanjutkan, "Karena itu, saya harapkan kesediaan Anda (Kapolres
Indramayu-red) untuk meme-rintahkan mereka dilepaskan dari tahanan, dan
pengaduan terhadap mereka di Pengadilan dibatalkan. Masalah ini hendaknya
diselidiki secara lebih mendalam, sehingga orang yang tidak bersalah tidak menjadi
korban," tegasnya lagi.
Surat Gus Dur ini mendapatkan balasan dari MUI Kecamatan Haurgeulis pada 27 Mei
2005 yang menegaskan bahwa kasus ini pidana murni sesuai dengan KUHP pasal
156a, dan Pasal 86 Undang Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak. "Dr.
Rabecca dalam kasus ini telah melakukan pemurtadan terhadap anak-anak Islam di
Kecamatan Hargeulis," demikian surat yang ditandatangani oleh Ketua MUI
setempat, KH Mundzir Mahmud, Sekretaris Asyrofin THS dan Ketua Tim Advokasi
MUI setempat H. Eri Isnaeni, SH
Akibat vonis itu, menurut laporan Maranatha Christian Jurnal yang beredar di Eropa
dan Amerika Serikat bahwa ketiga ibu rumah tangga tersebut harus berpisah dengan
anak-anak mereka. Bangun has sent her children to live with their grandfather on
Sumatra Island. Pangesti and Zakaria's children will also be moved to another location
in the near future to protect them from possible attacks or intimidation during the trial.
Demikian sebuah media asing melansir perihal nasib guru sekolah minggu "Minggu
Ceria" itu.
Vonis sudah dijatuhkan dan dr Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety
Pangesti, ketiga guru sekolah minggu "Minggu Ceria" itu kini menghuni Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Indramayu, Jawa Barat. Setidaknya hal itu sama persis apa
yang dialami Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba Allah yang dilempar ke
dalam dapur api oleh Raja Nebukadnezar. Namun, di balik peristiwa itu ada berkat
yang melimpa dan nama Tuhan dimuliakan! n
Copyright © Sinar Harapan 2003
|