SINAR HARAPAN, Jum'at, 09 September 2005
"Kipas Lenso", Bangkitlah Ambonku!
Oleh Izaac Tulalessy
AMBON—Ribuan warga Kota Ambon memadati pelataran Balai Kota Ambon,
menyaksikan detik-detik memasuki tanggal 7 September 2005 (Rabu kemarin) saat
HUT ke-430 Kota Ambon. Acara ditandai dengan pemukulan toleng-toleng
(kentongan) oleh Wali Kota Ambon Jopie Papilaja dan Wali Kota Vlissingen, Belanda,
Anneke Van Dok, serta seluruh Wali Kota se-Kawasan Timur Indonesia.
Sejenak kita teringat masa lalu, kala orang selalu mengibaratkan Ambon seperti
semerbak harumnya cengkih dan pala. Namun keharuman itu sempat sirna tercampur
aroma mesiu akibat konflik antarkomunitas sejak tahun 1999. Memasuki tahun 2004,
aroma mesiu tersebut lambat laun mulai hilang.
Cengkih dan pala memang merupakan masa lalu, namun Ambon masih memiliki
pohon kelapa dan pasir putih sebagai sumber daya alam yang dapat dikembangkan.
Sejak tahun 2004 telah banyak yang dilakukan seluruh warga untuk memperbaiki tali
persaudaraan. Mereka telah saling mengunjungi dan silaturahmi sesama saudara
segandong dan sepela, maupun sesama rekan kerja pada hari-hari besar keagamaan.
Pertambahan penduduk di Ambon meningkat dari 233.319 jiwa tahun 2003 menjadi
244.890 pada tahun 2004. Bahkan jumlah uang beredar terus meningkat hingga tahun
2005, dan aktivitas perekonomian warga penduduk asli semakin bergairah.
Contohnya, kalau sebelum konflik hanya sebagian kecil penduduk asli yang menjadi
pedagang di pasar, maka kini jumlah mereka lebih banyak.
Dulu sebelum konflik, juga tak ada penduduk asli Ambon maupun Provinsi Maluku
yang mau menjadi tukang becak, namun kini seluruh tukang becak merupakan putera
daerah. Begitu pula jika dulu pembangunan ruko-ruko dan pusat perbelanjaan lebih
terfokus ke pusat kota, maka kini lebih banyak dialihkan ke pinggiran kota.
Kini yang dibutuhkan masyarakat adalah ketenangan dan kedamaian, bukan konflik
dan permusuhan. Pemkot Ambon pun telah menetapkan tujuh isu pokok dalam
rangka menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2005,
yaitu penanganan pengungsi; penataan kota, rehabilitasi, rekonstruksi dan
pengembangan infrastruktur; birokrasi kepemerintahan; lingkungan bisnis; keamanan
lingkungan dan perkuatan masyarakat sipil, serta pemberdayaan masyarakat.
Pada sisi lain, kondisi ini telah mencerminkan adanya kesadaran dari seluruh
masyarakat untuk kembali membangun Ambon yang telah tertinggal dari
daerah-daerah lain akibat konflik.
Kedewasaan rakyat ini telah ditunjukkan dengan tidak mudah lagi mereka
terprovokasi oleh berbagai isu termasuk ketika ada bom yang meledak di tengah
perkotaan. Terbukti pula, saat dilaksanakan pesta demokrasi pada Pemilu Legislatif
dan Pemilihan Presiden tahap I dan II, Ambon tetap aman. Ini menandakan Ambon
telah bangkit untuk mengejar ketertinggalan.
Kipas Lenso! Kipas Lenso! Kipas Lenso! Senandungkanlah nyanyian Pela dan
Gandong, Tarikanlah tarian kebersamaan. Dengan semangat Bersatu Manggurebe
Maju, kita bangun Kota Ambon dari keterpurukan yang menghimpit sukma. Kita buat
hidup ini jauh lebih berarti agar dalam tatapan mata satu nan berseri. Kita tetap
tersenyum menatap Kota Ambon Manise yang dulu hilang sesaat dalam kekelaman
kembali Bangkit. (*)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|