SINAR HARAPAN, Rabu, 15 Juni 2005
Presiden Perintahkan Gubernur Maluku Bentuk Desk Anti Teroris
Ambon, Sinar Harapan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Gubernur Maluku, Karel
Ralahalu untuk membentuk Desk Anti Teroris sebagai upaya penanggulangan
meningkatnya aksi kejahatan di Maluku.
"Perintah presiden tersebut didasarkan pada fakta bahwa akibat tindakan teroris
maka dunia internasional terus menyudutkan Indonesia" jelas Gubernur Maluku, Karel
Ralahalu di Ambon, Rabu (15/6) siang.
Menurut Ralahalu, perintah pembentukan desk anti teroris oleh presiden juga
merupakan hasil pertemuan Gubernur se-Indonesia yang diikutinya, pekan lalu di
Jakarta. "Pertemuan dengan presiden yang dibicarakan tentang masalah
penanggulangan terorisme secara nasional maupun di daerah. Sebab, terorisme telah
menghancurkan kemanusiaan, sarana prasarana infrastruktur dan hubungan
internasional yakni ketidakpercayaan dunia luar terhadap Indonesia, serta korban jiwa
manusia yang tidak berdosa, itu akibat dari terorisme. Untuk itulah presiden
menyampaikan bahwa ke depan kita harus membentuk desk anti teroris baik di
tingkat pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," paparnya.
Dia menjelaskan, lima komponen akan dilibatkan dalam Desk Anti Teroris yang akan
dibentuk yakni Intelijen, Polri, TNI, Pemerintah Daerah termasuk komponen
masyarakat. Sehingga ikut menanggulangi berbagai tindakan yang dapat mengancam
keamanan.
"Desk ini terdiri dari lima komponen, yakni Intelijen, Polri, TNI, Pemerintah Daerah
dan masyarakat yang harus diikutsertakan dalam upaya penanggulangan terorisme
ini. Sebab, banyak Terorisme yang berada di sekitar masyarakat, tapi masyarakat
tidak pernah melaporkan keberadaan mereka, akibatnya yang rugi masyarakat
sendiri," jelasnya.
Terancam Pecat
Sementara itu, menyikapi terlibatnya salah satu pegawai Balai Pendidikan dan
Pelatihan Perikanan (BP3) Ambon, Rusli Amiludin, SPi yang terlibat dalam kelompok
teroris yang melakukan aksi penyerangan Vila Karaoke, tanggal 14 Februari 2005
lalu, Ralahalu
mengaku statusnya masih tetap sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) walaupun
Amiludin kini berstatus sebaga tersangka dan menjadi tahanan Polres Pulau Ambon
dan Pulau-pulau Lease.
Amiludin menjadi tersangka karena terlibat dalam penyerangan yang mengakibatkan
dua warga meninggal yakni pramuria Sri Ratna Dewi (24) dan salah satu tamu,
Yongky Puturuhu (21), serta pemilik vila Janes Tanisiwa (51) mengalami luka terkena
tembakan pada bagian paha kiri.
Ralahalu menegaskan pada prinsipnya jika ada PNS yang terlibat dalam kasus-kasus
seperti itu maka tentunya akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku dan jika
putusan pengadilan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, maka akan dilihat lagi
hukumannya dan bila perlu dipecat."Akan kita tindak sesuai dengan hukum yang
berlaku, nanti kalau sudah ada putusan pengadilan dia bersalah, kita akan lihat
hukumannya bila perlu dipecat kalau memang hukuman pidana," tandasnya.
Ralahalu juga berjanji tetap memberikan dukungan kepada aparat Kepolisian Daerah
Maluku atas kinerjanya selama ini untuk membongkar berbagai kasus yang terjadi di
Maluku belakangan ini. "Dukungan yang diberikan tersebut baik dalam bentuk dana
maupun apa saja yang diperlukan, sehingga diharapkan Maluku sudah harus pulih
lagi seperti sediakala dan kita akan membangun kembali Maluku," jelasnya. (izc)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|