SINAR HARAPAN, Jumat, 16 September 2005
Penyelesaian Pengungsi Maluku Belum Jelas
Ambon—Pembagian peran dari Pemprov Maluku kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk menyelesaikan masalah pengungsi belum jelas, karena Memorandum of
Understanding (MoU) hingga saat ini belum ditandatangani. Bahkan pihak DPRD tidak
pernah diajak koordinasi dalam hal ini, sehingga belum bisa menyetujui pelimpahan
kewenangan dari pemprov ke pemerintah kabupaten/kota.
"Hampir satu bulan terakhir, ide pelimpahan kewenangan penanganan pengungsi ke
pemerintah kabupaten/kota hanya retorika belaka. Pertanyaannya, apa yang menjadi
penghambat utama pelimpahan kewenangan itu, hanya Tuhan yang tahu," ungkap
Koordinator Koalisi Pengungsi Maluku (KPM), Piet Pattiwaelapia, di Ambon, Kamis
(15/9).
Menurutnya, faktor krusial yang menghambat penanganan pengungsi, versi Pemprov
Maluku adalah masalah validitasi data, padahal untuk pemutakhiran data pengungsi
menghabiskan dana miliran rupiah. "Kalau pemutakhiran dan validitasi data saja tidak
bisa dilakukan, lalu bagaimana bisa mengembalikan pengungsi dengan tuntas,"
katanya.
Pattiwaelapia mempertanyakan dana Rp 170 miliar telah dikucurkan oleh pemerintah
pusat melalui rekening Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Maluku. Ia
menambahkan, seluruh kebijakan Pemprov Maluku dalam pengembalian pengungsi
ke tempat asal, terkesan tanpa dilakukan perencanaan dan penanganan yang
komprehensif. "Sebagian besar pengungsi yang sudah kembali ke tempat asalnya
kini berhadapan dengan masalah kesehatan, sanitasi, pendidikan, sosial,
keperdataan, keamanan dan pemberdayaan ekonomi. Akhirnya pengungsi hidup
dalam ketidakpastian. Bahkan terkesan pemerintah sementara melakukan upaya
pemiskinan baru bagi pengungsi yang kembali ke tempat asal mereka," lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Maluku, Chris Hehanussa,
saat bertemu dengan perwakilan pengungsi yang berunjuk rasa di kantornya berjanji
akan menyelesaikan masalah yang masih menimpa 15.788 Kepala Keluarga (KK)
pengungsi. "Batas waktu tanggal 15 September 2005 hanyalah rencana pemerintah
untuk menyelesaikan masalah pengungsi, namun yang punya kuasa untuk
menentukan adalah Tuhan. Jika saat ini belum selesai maka batas waktunya akan
diperpanjang lagi," paparnya.
Unjuk Rasa
Pekan lalu ratusan pengungsi di Ambon berunjuk rasa di Kantor Dinas Kesejahteraan
Sosial Provinsi Maluku karena belum mendapat bantuan Bahan Bangunan Rumah
(BBR). Mereka adalah pengungsi di lokasi Taman Hiburan Rakyat (THR) Waihaong.
Para pengungsi yang kebanyakan ibu rumah tangga itu mengaku sudah enam tahun
hidup di pengungsian namun janji yang pernah dilontarkan pemerintah tidak pernah
terealisir.
Fatma Ngaja (60), pengungsi asal Kelurahan Benteng, Kecamatan Nusaniwe sejak
Januari 1999, mengaku selama menjadi pengungsi ia belum mendapat bantuan dalam
bentuk BBR maupun rumah jadi. Padahal Fatma memilih untuk tidak kembali ke
tempat asalnya tetapi memilih direlokasi Desa Waiheru, Kecamatan Baguala. (izaac
tulalessy)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|