SINAR HARAPAN, Sabtu, 18 Juni 2005
Anhar, Anggota Komisi III DPR RI: Vonis Adiguna Sangat Ironis
dan Kontroversi
Jakarta, Sinar Harapan - Putusan atau vonis Pengadilan terhadap Adiguna Sutowo
dalam kasus pembunuhan terhadap Johanes Chaerudy Natong alias Rudy Natong
dinilai sangat ironis dan kontroversi sehingga hal ini tidak bisa dibiarkan. Demikian
disampaikan Anggota Komisi III DPR RI, Anhar SE yang dihubungi SH, Sabtu pagi
(18/6) melalui ponselnya.
Menurutnya, dalam pekan ini, ada dua peristiwa besar yang menyakiti rasa keadilan
hati rakyat yang mengakibatkan timbulnya pesimistis dan apatisme di kalangan
masyarakat kecil tentang masih adanya hukum yang berlaku dan rasa keadilan di
Repbulik ini.
Peristiwa besar itu adalah putusan bebas terhadap Nurdin Halid oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan yang dituntut 20 tahun dan putusan 7 tahun penjara terhadap
Adiguna Sutowo dalam kasus pembunuhan dan kepemilikan senjata api yang
seharusnya dihukum seumur hidup.
Untuk itu, Anhar meminta kepada MA untuk secepatnya melakukan evaluasi ulang
terhadap kinerja Pengadilan Jakarta Selatan dan Pengadilan Jakarta Pusat dan
meminta pula kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan upaya banding agar
kejadian ini tidak menjadi preseden buruk terhadap penegakkan supremasi hukum,
karena antara tuntutan dan putusan terlalu kontroversi.
Secara khusus ia menyoroti putusan terhadap Adiguna yang dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum seumur hidup namun divonis hanya 7 tahun penjara.
"Ini adalah sebuah ironis dan kontroversi, serta tidak bisa dibiarkan. Saya menduga
ini ada permainan, baik persuasif antara pihak keluarga Adiguna dengan korban yang
melibatkan aparatur penegak hukum, maupun intervensi dari penguasa," ungkap
Anhar.
Menyinggung soal pertim-bangan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat bahwa
keluarga Johanes Chaerudy Natong (Rudy Natong) lewat surat orang tuanya
memaafkan Adiguna sehingga hukumannya diringankan, menurut Anhar, kasus
tindakan pembunuhan dan kepemilikan senjata api tidak cukup bisa diringankan oleh
kata maaf dari pihak keluarga. Adiguna sudah melanggar hukum.
Sementara itu, pengacara asal Maumere Flores, Servatius Sadipun, amat
menyayangkan vonis 7 tahun yang dijatuhkan kepada Adiguna Sutowo. "Mestinya
Adiguna dihukum 20 tahun penjara. Dan lebih menyedihkan, harga nyawa orang
Flores cuma 25 juta rupiah," tambah pengacara senior dari Maumere, Flores, NTT itu.
Dari kaca mata hukum pidana, kalau pembunuhan terencana itu diancam hukuman
mati, pembunuhan dengan alasan kelalaian, konon demikian tingkat kesalahan
Adiguna, harus sedikitnya dihukum 20 tahun penjara.
"Siapa saja yang membawa senjata, bagi orang itu secara inheren risiko lalai, alpa,
sudah selalu diperhitungkan, karenanya secara hukum faktor kelalain ini tidak bisa
dipandang enteng, apalagi risikonya nyawa orang melayang," tambahnya.
Penegakan Hukum Terabaikan
Uang duka untuk keluarga korban, lanjut Sadipun, tentu tidak hanya 25 juta rupiah
seperti yang diketahui masyarakat umum itu, sebab angka itu tentu sengaja dibuat
kecil supaya tidak terkesan ada ganti-rugi.
"Tapi berapa pun besarnya, nyawa telah dibayar, hal yang sangat disayangkan
karena bukan begitu jiwa orang Flores," kata dosen Universitas Jayabaya itu.
Di sisi lain, lanjutnya, momentum bagi negeri ini untuk menegakkan hukum secara
konsisten tanpa pandang bulu telah terabaikan.
"Lagi-lagi uang berkuasa, sehingga kebenaran selalu jatuh ke tangan orang-orang
kaya, seperti kemenangan Adiguna dengan hukuman sangat ringan itu," tandas
Sadipun.
"Saya khawatir kasus ini pun telah 'di-86-kan', itu kode KHUHP untuk denda (baca:
uang) sehingga buahnya ialah hukuman sangat ringat itu," tambanya.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lewat ketuanya
Lilik Mulyadi, memvonis 7 tahun penjara Adiguna Sutowo, padahal Jaksa Penuntut
Umum Andi Herman menuntut hukuman seumur hidup.
Kuasa Hukum Adiguna Sutowo, M.Assegaf, mengatakan hukuman 7 tahun itu dirasa
masih terlalu berat. Karena itu sesuai permintaan kliennya, pihaknya langsung naik
banding.
"Adiguna pernah omong ke kita bahwa apapun keputusannya dia akan langsung
banding. Namun keputusan ini bukan harga mati, jika dalam waktu 7 hari ke depan
Adiguna tiba-tiba menyatakan bersedia menerima vonis, pengajuan banding ini pun
akan kami batalkan," ungkap Assegaf (SH,17/6). (edl/jul)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|