SINAR HARAPAN, Senin, 30 Mei 2005
Sulteng Siaga I, Pintu Keluar-masuk Diperketat
Jakarta, Sinar Harapan
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) mulai Senin (30/5) pagi
menetapkan status siaga I untuk wilayah Sulteng menyusul insiden peledakan bom di
Pasar Sentral Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sabtu (28/5)
pagi. Kepolisian setempat juga memperketat pintu keluar-masuk ke wilayah Provinsi
Sulteng.
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar
Polisi (AKBP) Rais Adam yang dihubungi SH Senin pagi, upaya tersebut dilakukan
untuk mempersempit gerak tersangka pelaku peledakan bom di Pasar Sentral
Tentena. Dia mengatakan, kemungkinan besar tersangka pelaku peledakan bom
masih berada di wilayah Tentena dan sekitarnya. "Tapi kami juga tidak menampik
anggapan kemungkinan ada juga tersangka pelaku yang tewas dalam kejadian
tersebut," katanya.
Rais Adam menambahkan, meski status siaga I diterapkan, namun situasi daerah
Tentena dan sekitarnya Senin (30/5) pagi pascaledakan bom telah kembali normal.
Warga sudah mulai beraktivitas seperti sebelumnya. Meski begitu, puluhan petugas
keamanan tetap bersiaga di kawasan tersebut untuk keperluan olah tempat kejadian
perkara (TKP). Sementara 55 warga yang luka akibat kejadian itu masih dirawat di
rumah sakit setempat.
Pihak tim penyidik Polda Sulteng hingga kini telah meminta keterangan 12 saksi
mata kejadian tersebut."Dari pemeriksaan saksi itu diharapkan dapat diketahui
tersangka pelaku peledakan bom di Pasar Sentral Tentena," ujarnya. Dia
menambahkan, korban meninggal akibat kejadian tersebut hingga Senin pagi masih
tetap sebanyak 20 orang dengan 55 orang mengalami luka-luka meliputi 11 luka
parah dan 44 luka ringan.
"Pada hari ini anggota Polsek Tentena yakni Ajun Brigadir Mujampa yang luka parah
diterbangkan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati di Jakarta Timur. Sedangkan, Bripda
Supandi Nasir yang juga terluka masih dirawat di RSUD Poso," ungkapnya.
Sementara itu, Ny Yanti Balanda-Pandey, warga Tentena ketika dihubungi SH, Senin
pagi ini menyatakan warga pagi ini memakamkan sedikitnya lima jenazah korban
peledakan di Pasar Sentral Tentena di sebuah pemakaman umum di daerah Tentena.
"Kami sibuk memakamkan warga yang tewas dalam kejadian tersebut. Pagi ini
sekitar pukul 09.00 Wita salah seorang korban yang luka parah dan dirawat di Rumah
Sakit GKST diketahui telah meninggal dunia," katanya.
Dia menambahkan, situasi Tentena dan sekitarnya Senin pagi telah pulih kembali
meski di sejumlah jalan puluhan aparat kepolisian tetap bersiaga penuh melakukan
razia.
Tiga Kemungkinan
Sumber SH di kalangan aparat keamanan Sulteng mengungkapkan, fokus
penyelidikan insiden peledakan di Pasar Sentral Tentena diarahkan kepada tiga
dugaan kemungkinan. Pertama, insiden tersebut dilatarbelakangi oleh upaya
pengalihan perhatian menyusul pemeriksaan sejumlah pejabat intelijen terkait kasus
tewasnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir. Kedua, pengeboman tersebut
juga bisa terkait upaya pengalihan pengungkapan kasus korupsi puluhan miliar rupiah
dana jaminan dan biaya hidup pengungsi pascakerusuhan di Poso yang diduga kuat
melibatkan sejumlah pejabat teras di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng .
Sedangkan, kemungkinan ketiga aksi peledakan bom di Pasar Sentral Tentena itu
terkait jaringan yang telah dibentuk dua buronan kelas kakap Mabes Polri yakni Dr
Azahari dan Noordin M Top di daerah konflik seperti di Poso dan sekitarnya.
Mengenai kemungkinan keterlibatan Dr Azahari dan Noordin M Top dalam kasus
peledakan bom di Pasar Sentral Tentena juga diungkapkan Koordinator Desk
Antiterorisme Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Irjen
(Purn) Ansyaad Mbai. Dalam sebuah wawancara dengan harian The Sunday Times,
Singapura, Ansyaad Mbai menduga kemungkinan aksi peledakan bom di Pasar
Sentral Tentena dilakukan kelompok Dr Azahari dan jaringan Jamaah Islamiah (JI).
Dia menyebutkan, JI telah merekrut beberapa kelompok muslim garis keras dari
wilayah Indonesia lainnya untuk melakukan pengeboman dalam beberapa bulan
mendatang.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika ditanya tentang kemungkinan
keterlibatan kelompok JI terutama Dr Azahari dan Noordin Moh.Top, menyatakan
belum tahu sebelum orangnya ditangkap. Tetapi dari polanya, setidaknya dari cara
bertindak, sama dengan sistem itu.
"Kita tidak tahu siapa Jamaah Islamiah. Tapi polanya mengebom orang, khususnya di
daerah konflik lari bersembunyi di tengah masyarakat. Persis pola yang dipakai di
Ambon, Mamasa (Sulawesi Barat)," lanjut Kalla di VIP Room pangkalan udara Halim
Perdanakusuma, Minggu (29/5) malam, sekembali dari Makassar.
Ia mengungkapkan pola di daerah konflik, pertama, masih adanya kelompok garis
keras yang tidak mau menyerah dan pahamnya sudah tidak terkendali. Kedua,
gabungan antara orang luar yang bersembunyi karena diburu kemungkinan dari Jawa,
lari ke daerah bekas konflik dan bergabung dengan sisa-sisa yang lama. "Itu polanya
selalu. Ada sedikit sisa orang lama, masuk kembali orang baru yang diburu dari
daerah lain bergabung ke situ. Persis yang terjadi di Ambon, kalau kita lihat
siklusnya," jelas Wapres.
Pendapat sama juga dikemukakan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Ia
menduga pengeboman dilakukan oleh kelompok-kelompok yang dulu berkonflik dan
kini sudah bersatu. Ia juga menjelaskan, rapat koordinasi bidang politik dan
keamanan memutuskan Poso masih dalam status normal. "Pasukan TNI yang
disiagakan juga cukup yang sekarang ada saja, yang jumlahnya sekitar 1.300-an,"
tambahnya
Dugaan Korupsi
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus Poso, Azlaini Agus, menilai bom Tentena bukan
karena kasus SARA, tetapi usaha untuk mengalihkan isu dugaan korupsi dana
bantuan pengungsi di Poso sebesar Rp 40 miliar yang melibatkan sejumlah pejabat
setempat. "Ada sekitar Rp 40 miliar dana kemanusiaan itu tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Dari hasil audit BPKP Sulsel tahun 2003, sekitar Rp 7,7
miliar dari dana sebesar Rp 13,7 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Sekarang saya kira sudah tidak kurang dari Rp 40 miliar yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Ini usaha elite lokal untuk mengelabui persoalan yang
sebenarnya. Saya yakin tidak ada masalah SARA di sana. Ini kerja elite lokal,"
katanya. Karena itu pula, ia meminta agar laporan dugaan korupsi yang telah
diberikan ke Kejaksaan Agung atas Andi Azikin Suyuti segera diproses.
"Saya sama sekali tidak yakin karena masalah SARA. Mereka memang pandai
manfaatkan kesempatan dan tempat yang ada. Ini masalah elite lokal mau
mengalihkan isu korupsi seperti pada tahun 1998. Kebetulan memang di Tentena
mayoritas Kristen dan mereka yang paling banyak tidak mendapat dana bantuan
yang dikorupsi tersebut," tegasnya.
Evaluasi Kinerja Aparat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam lawatan di Hanoi, Vietnam, menegaskan
akan mengevaluasi kinerja aparat kepolisian, intelijen dan TNI di daerah-daerah,
termasuk kemungkinan melakukan penggantian. Namun evaluasi itu tidak akan
dilakukan secara terburu-buru, karena belum tentu ledakan bom di Tentena adalah
kesalahan mereka.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi waktu satu minggu kepada Polri
untuk menangkap pelaku pemboman Pasar Tentena. Ia menjelaskan Kapolri Jenderal
Da'i Bachtiar telah membentuk tim khusus untuk memburu pelakunya. "Ada dua
jenderal (polisi) khusus ditugaskan di situ," kata Kalla.
Namun anggota Komisi I DPR Abdillah Toha mengatakan yang seharusnya dievaluasi
sehubungan bom di Tentena adalah pihak intelijen, bukan polisi. "Intelijenlah yang
harus beri informasi awal tentang apa yang akan terjadi, sedangkan polisi tugasnya
menjaga keamanan. Kalau terjadi sesuatu polisi akan lakukan investigasi dan
menangkap pelaku," kata Abdillah yang mendampingi Presiden Yudhoyono ke Hanoi,
Senin (30/5).
Hukuman Berat
Ketua DPR Agung Laksono mendesak Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar mengungkapkan
dan menangkap pelaku peledakan bom di Tentena. "Saya tadi pagi menghubungi
Kapolri via telepon dan meminta agar segera diungkap pelaku peledakan bom.
Mereka juga harus segera diproses pengadilan dengan hukuman yang berat," kata
Agung kepada wartawan di Gedung DPR, Senin (30/5) pagi.
Ia meminta secepatnya Kapolri memerintahkan seluruh jajaran kepolisian
mengungkap kasus yang bisa mencoreng nama baik negara Indonesia. "Kepolisian
tidak boleh main-main dalam kasus ini, karena korban di pihak rakyat kecil begitu
banyak sehingga kasus ini harus diungkap tuntas," katanya.
Menjawab tentang tanggung jawab Kapolri dalam kasus ini, Agung Laksono mengaku
kepolisian telah kecolongan dalam kasus ini sehingga masih saja terjadi teror di
daerah konflik. Ketika ditanya apakah perlu segera dilakukan pergantian Kapolri,
Agung menyatakan, memang sudah saatnya dilakukan pergantian pimpinan Polri,
apalagi calon-calon pengganti Bachtiar memang sudah siap melaksanakan tugas.
Namun demikian, pihaknya masih tetap mengutamakan pengungkapan kasus bom
Poso ketimbang penggantian Kapolri. (nor/ega/ino/emy/ant/sur/fel)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|