SuaraKarya, Jumat, 15 Juli 2005
Bom Kuningan
Agus Ahmad Dituntut 5 Tahun
JAKARTA (Suara Karya): Terdakwa kasus peledakan bom di depan Kedutaan Besar
Australia di Jakarta pada 9 September 2004, Agus Ahmad bin Engkos Kosasih
dituntut hukuman lima tahun penjara.
"Terdakwa terbukti melakukan permufakatan jahat percobaan dan membantu tindak
pidana terorisme, karena itu kami menuntut terdakwa agar dijatuhi hukuman lima
tahun penjara dipotong masa tahanan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Jaya Sakti
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.
JPU juga meminta majelis hakim yang diketuai oleh Johanes Suhadi untuk
menjadikan barang bukti dalam persidangan itu sebagai barang bukti untuk kasus
yang sama dengan terdakwa yang berbeda dan memerintahkan agar terdakwa
membayar biaya persidangan.
Jaksa menyatakan bahwa berdasarkan fakta di persidangan terdakwa pada 22 Juli
2004 dihubungi oleh Rois (terdakwa dalam kasus yang sama dalam berkas
terpisah-red) dan dimintai bantuan untuk menyimpan empat buah kardus yang diakui
Rois adalah kristal.
Setelah itu terdakwa membawa kardus tersebut ke rumahnya di Cianjur dengan mobil
pick up B 9761 YM milik perusahaan tempat dia bekerja. "Kemudian terdakwa
membawa kardus berisi bahan peledak itu dari Cianjur dan dipindah ke daerah
Cikande di Sukabumi.
Pada 8 September 2004, terdakwa membawa bahan peledak itu untuk dipindahkan
lagi ke Cikampek untuk dirakit menjadi bom," kata Jaya Sakti. Jaksa menyatakan
terdakwa bersalah karena mengetahui bahwa kardus yang dibawanya adalah bahan
peledak tetapi tidak melaporkan ke pihak berwajib.
Atas tindakan itu, jaksa menilai bahwa dakwaan kesatu terdakwa melanggar pasal 9
jo pasal 15 Perppu No 1 Tahun 2002 sebagaimana ditetapkan menjadi UU No.15
Tahun 2003 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yaitu melakukan permufakatan jahat
percobaan dan membantu tindak pidana terorisme serta memiliki, membawa dan
menyimpan bahan peledak berbahaya dengan maksud melakukan aksi terorisme.
Meski demikian, jaksa menyatakan bahwa dakwaan kedua yaitu melanggar pasal 13
huruf b Perppu No 1 Tahun 2002 sebagaimana ditetapkan menjadi UU No.15 Tahun
2003 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang isinya setiap orang dengan sengaja
memberikan kemudahan pada pelaku tindak pidana terorisme dengan
menyembunyikan pelaku tersebut, tidak terbukti.
Sementara itu dalam persidangan terpisah, penasihat hukum Irun Hidayat, terdakwa
kasus peledakan bom di depan Kedutaan Australia menyatakan, tuntutan JPU
Sodikin membingungkan dan hanya mengulang surat dakwaan.
"Tuntutan JPU membingungkan karena hanya berisi pengulangan-pengulangan surat
dakwaan tanpa memperhatikan fakta di persidangan,"kata penasihat hukum Irun,
Ahmad Michdan saat menyampaikan pledoinya, Kamis.
Penasihat hukum terdakwa menyatakan, seharusnya tuntutan jaksa batal demi
hukum karena berita acara pemeriksaan (BAP) yang dijadikan dasar bagi dakwaan
dan tuntutan cacat hukum.
"Cacat hukum itu karena dalam keterangannya di persidangan terdakwa Irun
mencabut berita acara pemeriksaan, sebab keterangannya yang di dalam BAP itu di
bawah tekanan penyidik," kata Ahmad Michdan seperti dikutip Antara.
Tim penasihat hukum juga menyatakan alat bukti di tempat kejadian perkara tidak
pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan. Selain itu penasihat hukum
mempertanyakan apakah bisa dibuktikan bahwa ada pelaku peledakan bom yang
dibantu oleh terdakwa.
Penasihat hukum menyatakan bahwa perkara tersebut semata-mata titipan dan
pesanan. "JPU dalam hal ini juga telah memutarbalikkan fakta karena menyatakan
bahwa terdakwa pernah memberikan pelatihan militer. Padahal, yang betul terdakwa
hanya pernah memberikan pendidikan di bidang akidah," katanya. (Lerman S)
Copy Right ©2000 Suara Karya Online
|