The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Suara Merdeka


Suara Merdeka, Kamis, 07 Juli 2005

"Pengambilan" Aktivis Muslim oleh Detasemen 88

Oleh: M Issamsudin

HILANGNYA beberapa warga muslim di daerah Eks Karesidenan Surakarta yang diduga "diambil" oleh anggota Detasemen 88 menarik untuk dicermati. Dugaan tesebut menguat saat muncul pernyataan petinggi Polri yang menyebutkan Polri telah menangkap beberapa orang di daerah Surakarta. Mereka ditangkap dan ditahan karena disangka terkait dengan tindak terorisme di beberapa tempat selama ini.

Yang menjadi pertanyaan, benarkah Detasemen 88 melakukan penculikan (disappearance) ? Benarkah mereka diculik? Dapatkah dibenarkan "pengambilan" menurut hukum ? Kalau benar mereka melakukan tindakan teror, mengapa mereka terlibat tindakan teror ?

Detasemen 88

Detasemen 88 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah detasemen khusus yang dibentuk dengan tugas khusus mengantisipasi dan mengatasi terorisme. Anggotanya orang-orang pilihan yang telah lulus pendidikan khusus untuk menangani terorisme secara profesional.

Setiap anggota dituntut bisa bertindak cepat dan tepat dalam tugas sekaligus bisa meminimalisasi jatuhnya korban dari orang-orang yang tidak bersalah. Untuk itu jelas dibutuhkan sarana prasarana pendukung yang memadai di samping dukungan tindakan intelijen yang baik.

Tugas tersebut bagian integral dari tugas Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU No 2 Th 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Semua tugas tersebut harus diwujudkan dengan baik, benar dan penuh tanggung jawab oleh Polri, terlebih Detasemen 88 dengan setiap anggotanya. Konsekuensi dari prefesionalisme adalah mereka harus bisa menghormati aturan hukum yang ada. Termasuk dalam hal menyelidiki, menangkap, menyidik dan menahan orang-orang yang patut diduga terlibat dalam tindak terorisme.

Anggota Detasemen 88 tidak boleh bertindak melawan hukum, apalagi dengan berlindung di balik eksistensinya sebagai aparat hukum dan untuk tujuan hukum.

Menurut UU No 8 Th 1981 tentang KUHAP, segala tindak penyelidikan, penangkapan, penyidikan dan penahanan seseorang yang patut diduga terlibat dalam tindak pidana tidaklah boleh sembarangan. Ada aturan mainnya dan semua itu terkait dengan HAM.

Petugas yang menangkap harus dilengkapi surat tugas penangkapan dengan identitas diri yang jelas dari mereka yang akan ditangkap, alasan hukum dan ada pemberitahuan kepada keluarga. Terhadap tindakan penahanan juga demikian dan semuanya tidak boleh ada tindak kekerasan. Demikian halnya dalam penggeledahan badan atau rumah, penyegelan dan penyitaan barang, harus dilakukan sesuai KUHAP.

Bila ada orang yang patut diduga terlibat dalam tindak pidana terorisme, jika memang harus diadakan penangkapan dan penahanan terhadapnya jangan sampai bertentangan dengan cara penangkapan dan penahanan. Apalagi sampai berunsur penculikan, karena penculikan bukankan cara profesional dan bukan pula cara yang dibenarkan oleh hukum.

Aturan

KUHAP mengatur hal tersebut. KUHAP sebagai undang-undang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan perintah pimpinan institusi hukum dan mengharuskan setiap anggota institusi hukum dan siapa saja harus bertindak sesuai aturan KUHAP bila hendak melakukan penangkapan dan/atau penahanan. Jangan sampai ada anggota atau yang jadi pimpinan memerintahkan tindakan yang bertentangan dengan KUHAP atau undang-undang yang lain.

Mendasarkan kenyataan seperti itu, tentu patut disangsikan kalau sampai Detasemen 88 melakukan tindak penangkapan yang berunsur penculikan. Juga patut disangsikan kalau Detasemen 88 diperintahkan pimpinan untuk bertindak menyimpang dari aturan hukum.

Namun, kalau sampai hal seperti itu benar adanya, tentu hal itu jelas merupakan suatu kesalahan besar dan melawan hukum. Bukan sekadar KUHAP yang dilawan, tetapi juga Pasal 328 KUHPidana karena ada tindakan perampasan hak-hak orang yang diculik.

Menurut Pasal 328 KUHPidana, tindakan seperti itu diancam dengan sanksi pidana maksimal 12 tahun penjara.

Diancam pula pelakunya dengan pidana 8 tahun sesuai Pasal 333 (1) KUHPidana, karena perampasan kemerdekaan orang lain jo. Pasal 333 (2) KUHPidana bila yang dirampas kemerdekaannya mengalami luka dengan ancaman pidana paling banyak 9 tahun, jo Pasal 333 (3) KUHPidana dengan ancaman 12 tahun bila orang yang dirampas kemerdekaannya meninggal, jo. Pasal 355 KUHPidana bila penganiayaan atau penyiksaannya direncanakan.

Bila Diculik

Bila sekarang ini beberapa orang muslim di daerah eks Karesidenan Surakarta telah hilang dan ada yang menduga kalau mereka diculik oleh Detasemen 88, maka hal itu harus dibuktikan bersama benar tidaknya. Detasemen 88 harus bisa menjelaskan benar tidaknya dugaan tersebut. Keprofesionalan yang di dalamnya termasuk juga unsur kejujuran harus diperlihatkan oleh Detasemen 88 dalam hal tersebut. Kalau memang secara hukum penculikan sebagai bentuk penghilangan secara paksa seseorang adalah perbuatan melawan hukum, maka pihak keluarga yang anggota keluarganya diculik harus segera melaporkan ke pihak berwajib. Pemerintah, khususnya melalui Polri dalam hal ini harus berusaha maksimal membantu keluarga menemukan kembali orang diduga diculik tersebut dalam keadaan selamat.

Polri harus segera bertindak secara profesional. Polri harus bisa membantu masyarakat menemukan titik terang keberadaan beberapa orang yang dilaporkan hilang tersebut dan memberi informasi yang jujur pula kepada semua pihak. Bukankah Polri itu ada karena rakyat dan dibayar oleh rakyat untuk memberi yang terbaik bagi rakyat ?

Kalau memang ya, maka Polri harus bisa cepat dan tepat serta profesional dalam membantu rakyat sekaligus memberi yang terbaik bagi rakyat dengan tetap menjunjung tinggi aturan-aturan hukum yang ada. Bila memang beberapa orang tersebut sekarang ini berada dalam tahanan Polri, tentu harus dijelaskan bagaimana proses penahanan dan tindakan awalnya. Jangan ada kebohongan dan rekayasa.

Kalau memang ada unsur penculikan dengan dalih penangkapan di dalamnya, maka katakan itu penculikan dan itu adalah perbuatan melawan hukum. Demikian halnya bila ditahan, bila tidak sesuai prosedur, maka hal itu juga harus dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sekaligus memproses hal tersebut sebagai pelanggaran hukum KUHAP dan KUHPidana di samping aturan kedisiplinan Polri.

Polri harus pula dicermati siapa yang menyuruh melakukan tersebut. Yang menyuruh dan yang melakukan sama-sama diancam dengan pidana yang sama. Namun demikian, bila penculikan disertai penganiayaan dan melibatkan oknum aparat yang sedang menjalankan tugas, sesuai Pasal 356 KUHPidana ancaman pidananya ditambah sepertiga.

Bila aparatnya adalah anggota TNI, maka hal itu harus diserahkan ke Polisi Militer dan ancaman pidananya adalah maksimal 4 tahun penjara sesuai 422 KUHPidana dan Pasal 126 KUHPidana Militer tentang penyalahgunaan wewenang oleh anggota TNI.

Sesuai asas equality before law, hukum harus diterapkan dengan perlakuan yang sama atas diri setiap warga negara (siapa pun dia) dan tidak mengadakan perbedaan perlakuan. Bila memang ada aparat hukum yang salah, maka aturan hukum harus ditegakkan dan tidak ada kata kebal hukum bagi mereka.

Keberanian

Keberanian Polri bertindak profesional seperti itu adalah tuntutan bersama agar Polri tidak menjadi alat yang menyimpang dari tujuan pendiriannya. Bersamaan dengan hal tersebut, Polri juga harus lebih meningkat kualitas dan kuantitas pemahaman serta kualitas tindakannya dalam hal penegakan hukum. Hal ini penting agar bisa memberi pelayanan dan perlindungan yang baik kepada masyarakat.

Sedangkan bagi pemerintah, karena pemerintah wajib melindungi segenap warga negaranya, maka perlindungan harus diberikan secara maksimal. Kalau memang Deklarasi Tentang Perlindungan Bagi Semua Orang Dari Paksaan Untuk Menghilang (DTPB-SODPUM) yang disahkan oleh Resolusi Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) No.47/133 Tanggal 18 Desember 1992 telah diberlakukan, maka pemerintah Republik Indonesia harus meratifikasi aturan tersebut ke dalam undang-undang di Indonesia guna menekan munculnya tindak penculikan oleh siapa pun dan kepada siapa pun di negeri ini. Apalagi penculikan dengan dalih untuk hukum dan bermuatan kepentingan pihak asing.

Dalam Pasal 1 Deklarasi diatur secara tegas bila, setiap tindakan memaksa seseorang untuk menghilang (termasuk dengan cara menculik), atau menempatkan orang menjadi sasaran di luar perlindungan hukum dan menimbulkan penderitaan bagi mereka dan keluarganya, merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia.

Tindakan tersebut merupakan wujud pengingkaran terhadap tujuan Piagam PBB, sekaligus sebagai pelanggaran berat dan kasar terhadap hak-hak asasi manusia serta kebebasan dasar yang ditekankan dalam Deklarasi Universal HAM.

Konsekuensinya tidak satu negara pun boleh melakukan, memperbolehkan atau menoleransi adanya pemaksaan seseorang untuk menghilang, sehingga setiap negara harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan mengakhiri pemaksaan kepada seseorang untuk menghilang.

Terhadap yang bertindak memaksa kepada seseorang untuk menghilang pun, negara wajib memberi hukuman pidana yang setimpal. Untuk ini tentu dibutuhkan aturan hukum yang tepat dan harus segera diratifikasinya DTPBSODPUM.

Introspeksi

Mengingat negara kita sekarang ini tengah berusaha bangkit dan berusaha tidak menghalalkan segala cara dengan dalih kepentingan hukum, tentu hukum harus ditegakkan. Kalau memang benar dugaan beberapa orang yang hilang tersebut diculik oleh aparat hukum, hal itu adalah sebuah malapetaka hukum yang memberi tanda akan kembalinya Indonesia kepada praktik penghalalan segala cara dengan dalih hukum.

Kalau mereka memang patut menjadi tersangka dalam tindak terorisme, seharusnya pemerintah melalui aparat hukum khususnya Polri bisa bertindak sesuai aturan hukum dengan lebih profesional dan bertanggungjawab. Bukan menghalalkan segala cara dengan berdalih hukum karena hal itu hanya akan merusak cita dan citra aparat hukum serta hukum itu sendiri.

Sebaliknya, bila memang mereka tidak terbukti sebagai pelaku tindak terorisme sebagaimana yang disangkakan pemerintah, mereka harus segera dilepaskan dan dipulihkan nama baik. Jangan menunggu waktu lama atau memunculkan rekayasa baru seperti halnya melepas mereka di suatu tempat dan kemudian bermuara pada pesan khusus agar mereka tidak cerita kalau diculik dan ditahan oleh aparat.

Bersamaan dengan hal tersebut pemerintah mestinya juga mencermati, mengapa sekarang muncul banyak teror. Adakah hal itu merupakan jawaban atas ketidakpuasan para pelaku teror terhadap kenyataan yang ada di negeri ini dengan dominasi buruknya tauladan dari aparat ?

Hal demikian perlu menjadi perhatian dan menjadi alat introspeksinya pemerintah. Ketidakmampuan pemerintah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya selama ini bukan saja telah membuat susah masyarakat, tetapi juga membuat masyarakat berusaha memilih cara yang menurutnya baik karena pemerintah tidak mampu menjalankan kewajibannya. Termasuk kewajiban di bidang penegakan hukum.

Maraknya pelanggaran hukum, termasuk oleh aparat pemerintah sebenarnya merupakan tindak terorisme yang jauh lebih eksplosif dampak buruknya bagi hukum, masyarakat dan pemerintah. Kalau memang pemerintah ingin tindak terorisme di negeri ini berkurang, tentu pemerintah jangan hanya mengejar orang-orang yang disebut sebagai teroris (seperti pelaku bom atau kerusuhan) saja, tetapi juga harus mengejar dan menjatuhkan sanksi tegas kepada orang-orang yang bertindak jahat lain dan selama ini tidak tersentuh hukum. Termasuk para aparat sipil maupun militer yang sebenarnya juga teroris namun berkedok aparat. Lewat berbagai modus operandi kejahatannya, mereka telah merusak dan merugikan masyarakat dan negara. Hal itu justru lebih jahat atau minimal sama jahatnya dengan pelaku teror yang secara umum jelas batasan stigmanya. (11)

-Drs M.Issamsudin, SH, PNS Pemkota Semarang, peminat masalah hukum, tinggal di Semarang

Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/hoelaliejoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044