SUARA PEMBARUAN DAILY, 03 September 2005
FPI Dukung Pencabutan SKB
Pembaruan/Jurnasyanto Sukarno
BERSALAMAN - Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq bersalaman dengan
Pastor Frans Magniz Suseno, di Markas FPI, Jakarta, Sabtu (3/9).
JAKARTA - Front Pembela Islam (FPI) menegaskan, secara kelembagaan pihaknya
tidak pernah terlibat dalam aksi penutupan tempat ibadah di Jawa Barat. FPI
mendukung upaya yang dilakukan oleh komunitas Kristen di Indonesia yang
mendesak pemerintah agar mencabut surat keputusan bersama (SKB) menteri
agama dan menteri dalam negeri pada 1969 tentang pembangunan tempat ibadah di
Indonesia.
"Hanya saja FPI menilai sebetulnya SKB tersebut sangat netral dan tidak terkesan
menimbulkan sebagai pemicu konflik antaragama. Dan berdasarkan informasi yang
diperoleh oleh FPI yang ditutup adalah sejumlah rumah dan ruko yang dijadikan
gereja, bukan gereja," kata Wakil Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI) Pendeta Wienata Sarin yang bersama Romo Frans Magnis Soeseno
berinisiatif bersilaturahmi ke rumah Ketua FPI Habib Riziek, di Jakarta, Sabtu (3/9).
Menurut Wienata, pihaknya juga berusaha memberikan pengertian kepada FPI bahwa
sejumlah umat Kristen di Jawa Barat beribadah di ruko atau rumah karena pemerintah
daerah tidak segera memberikan perizinan sehingga bertahun-tahun mereka
beribadah di rumah atau ruko. "Ini yang kemudian dimengerti dan dipahami oleh FPI
persoalan dasar sesungguhnya," tuturnya.
Sedangkan Habib Riziek membantah keterlibatan FPI dalam aksi penutupan sejumlah
tempat ibadah. "Yang jelas, FPI menilai bahwa SKB dua menteri tahun 1969 yang
dipersoalkan dan teman-teman Kristen ingin mengajukan upaya hukum mencabut hal
itu dipersilakan," ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum PGI Pendeta Dr AA Jewangoe menegaskan, saat ini
pihaknya serta masyarakat internasional masih menunggu ketegasan sikap
pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan aksi
penutupan dan teror perusakan gereja di Jawa Barat.
"Kami beberapa waktu lalu memang sudah bertemu dengan Presiden dan
menjelaskan secara detail kronologis sejumlah penutupan tempat ibadah di Jawa
Barat. Saat ini kami masih menunggu ketegasan sikap Presiden dan komitmennya
untuk menghentikan aksi penutupan tempat ibadah dan teror dalam berbagi bentuk
oleh sekelompok orang yang ingin menyerang sejumlah tempat peribadahan,"
katanya dari Singapura sewaktu dihubungi Pembaruan, pagi tadi.
Dia baru saja berkunjung ke Amerika Serikat memenuhi undangan dari organisasi
gereja dunia untuk menjelaskan tentang kerukunan umat beragama di Indonesia.
Sudah Mengetahui
"Mengenai penutupan dan perusakan gereja di Indonesia, mereka sudah
mengetahuinya lebih dulu karena sekarang ini merupakan era globalisasi dan lewat
internet dan jaringan televisi dan radio yang sangat canggih, informasi apapun dari
belahan dunia manapun dapat dengan mudah diketahui," tutur Jewangoe.
Masyarakat internasional, lanjutnya, justru mendapatkan gambaran yang sangat baik
mengenai sejumlah kasus di Indonesia terkait dengan penutupan tempat ibadah dan
kerukunan umat beragama yang saat ini terasa semakin memburuk dengan sejumlah
kasus terkait dengan persoalan keagamaan di Indonesia.
"Dunia internasional mengecam segala bentuk kekerasan yang bernuansa
keagamaan di Indonesia. Penutupan tempat ibadah jelas merupakan kejahatan
terhadap kemanusiaan dan hak asasi manusia. Jika ada masjid di Indonesia yang
ditutup, kami juga akan mengecam karena hal itu jelas merupakan pelanggaran
HAM," ujarnya.
Mensikapi SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri 1969, PGI berpandangan,
kebijakan itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan Undang-Undang Dasar
1945. "SKB itu juga telah melahirkan sejumlah produk hukum di daerah yang sangat
diskriminatif terhadap pendirian tempat ibadah di Indonesia, yang merupakan negara
bhineka tunggal ika," tegasnya. (E-5)
Last modified: 3/9/05
|