SUARA PEMBARUAN DAILY, 29 Agustus 2005
KH Hasyim Muzadi: Jangan Merusak Gereja
Lagi, Gereja Ditutup Paksa di Bandung
LUMAJANG - Ketua Umum PBNU KH Drs Hasyim Muzadi mengingatkan, agar warga
NU (nahdliyin) jangan pernah ikut-ikutan menggunakan kekerasan dan merusak
rumah ibadah umat kristiani (gereja) mau pun umat beragama lain. Apapun
alasannya, kekerasan dan perusakan tempat ibadah sama sekali tidak dibenarkan
oleh hukum dan agama.
"Tindakan perusakan dan penutupan tempat ibadah umat kristiani di Bandung, Jawa
Barat oleh sekelompok orang belum lama ini adalah keliru. Sebab, jika ada
kekurangan atau kelalaian dari penyelenggara gereja, seharusnya dikembalikan
kepada aparat keamanan penegak hukum, bukan main hakim sendiri," ujar Hasyim,
di sela-sela acara Halaqah Manajemen Pengelolaan Pesantren di Ponpes Bustanul
Ulum, Krai, Yosowilangun, Lumajang, Sabtu (27/8) .
Lebih lanjut dikemukakan, masyarakat tidak bisa main hakim sendiri karena menilai
umat beragama lain (kristiani) tersebut melakukan kesalahan. "Mestinya mereka
tinggal mendesak aparat yang berwenang untuk menangani permasalahan itu dan
tidak main hakim sendiri," tegas Kiai Hasyim sambil menambahkan, bisa jadi pihak
pimpinan kristiani di kawasan itu sudah meminta izin ke pihak berwenang untuk bisa
menggunakan rumah warga sebagai tempat ibadah sementara.
Agar aksi perusakan belasan tempat ibadah di Bandung dan ditempat-tempat lain
tidak berlarut-larut, PBNU bersama-sama pihak Persekutuan Gereja-gereja se
Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) akan mendatangi Kapolri
Jenderal Polisi Sutanto agar mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Sementara itu dari Bandung dilaporkan, puluhan warga asal Cisewu Garut Selatan
yang diintimidasi oleh sekelompok orang tertentu , karena memeluk agama Kristen
masih berlindung dan sejak April lalu tidak berani kembali pulang ke kampung
halamannya.
Gembala Gereja Kristen Pasundan Pdt Chita R Baiin ketika dikonfirmasi Pembaruan,
Senin (29/8) mengatakan para jemaat tersebut telah memeluk Kristen sejak 1987 dan
mereka melakukan itu karena pencarian sendiri dan adanya keyakinan hak untuk
memilih agama.
"Dalam praktek ajarannya, GKP menghindari cara mengiming-imingi orang untuk
masuk Kristen dengan bantuan ekonomi atau apapun juga. Kami sangat hati-hati dan
selektif. Interaksi GKP dengan masyarakat Sunda sudah terjadi sejak tahun 1934 dan
kebanyakan dari mereka masuk Kristen karena keinginannya sendiri" ujarnya.
Selanjutnya ia mengatakan, jemaat tersebut memeluk Kristen karena masuk ada
pengalaman batiniah pribadi.
"Yang jelas sekarang saya prihatin, karena pada jemaat yang sederhana dan hidup
dari bertani itu sudah berbulan-bulan tidak bisa lagi melaksanakan kehidupan dengan
normal dan anak-anak terganggu masa depannya karena tidak sekolah. Belum lagi
gangguan psikologis yang menimpa mereka," katanya.
Pdt Chita mengatakan kasus ini sudah diajukan kepada Gus Dur dan Komnas HAM
dan pihak Komnas HAM sudah menanggapi antara lain mereka akan
mempertanyakan perlunya dilanjutkan atau tidak SKB yang 'merepotkan' dari segi
hukum dan perlindungan HAM untuk keperluan beribadah.
Penutupan Gereja
Sementara itu, Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) kembali melakukan aksi
penutupan gereja yaitu Gereja Katolik di Komplek Margahayu Raya Blok R-88,
Bandung pada Sabtu (27/8) lalu.
Romo Iwan dari Gereja Katolik Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria kepada
Pembaruan, Minggu (28/8) mengatakan aksi penutupan terhadap Cabamg gerejanya
tersebut dilakukan saat jemaatnya baru menyelesaikan ibadah.
Menurutnya, gereja yang dipimpinnya tersebut biasa melayani setiap Sabtu petang
Pk. 17.00 - 18.30 dengan jumlah jemaat sekitar 90-100 orang.
"Gereja ini sudah berdiri sejak tahun 1986 dan selama ini tidak ada masalah. Baru
sekarang kami mendapat protes tapi kebanyakan dari mereka bukan masyarakat
setempat. Mereka datang dari luar," ujarnya. Karena khawatir terjadi konflik yang
lebih jauh, maka pihaknya memilih mengalah untuk sementara waktu tidak
melaksanakan ibadah. 150/070)
Last modified: 29/8/05
|