basketball_diaries.jpg (3761 bytes) Basketball Diaries
Produksi/Sutradara : Island Pictures / Scott Kalvert
Pemain : Leonardo di Caprio(Jim Carroll), Lorraine Brocco(Jim’s mother), Juliette Lewis(Diane Moody), James Madio(Pedro), Patrick McGaw(Neutron), Mark Wahlberg(Mickey)
Jenis : Drama
Rating : * * *                          
Tahun : 1995

Sebuah film layaknya Transpotting sudah cukup untuk membuat para pecandu narkoba (junkies) atau calon pecandu terhenyak menyaksikan penderiataan hidup seorang pecandu. Namun perlu diketahui film produksi Ingris tersebut tidak muncul begitu saja, teapi diilhami oleh film garapan Amerika berteme sama yaitu "Basketball Diaries". Bahkan film ini adalah prototype dari genre film remaja yang menyuarakan semangat anti narkotika dan obat bius.

Menilik dari judulnya terlalu naif bila kita menyimpulkan ini hanyalah film mengenai basket. Ini film mengenai kehidupan para pencandu dan basket hanyalah salah satu segmen kecil dari kehidupan para tokoh dalam film ini. Di film ini, basket hanya dipakai sebagai simbol harapan, kebebasan, seorang Jim Carroll, yang pada mulanya menjadikan basket sebagai pusat eksistensinya. Kini Jim Carroll adalah penyair terkenal yang mencoba memaparkan autobiographi-nya melalui film ini. Adalah sesuatu yang menarik bahwa film ini adalah penggambaran kehidupan pencandu narkotik dari kacamata seorang penyair. Tak ayal lagi puisi-puisinya meluncur deras sebagai narasi yang mengantar alur cerita film ini.

Boleh dikata ada 2 fase hidup yang dipaparkan Jim Carroll dalam film ini. Fase sebelum menjadi pencandu (hidup yang bersih) dan saat menjadi pencandu. Yang menarik, keduanya adalah hidup yang tidak bertanggung jawab, "useless". Yang ingin ia tekankan adalah di fase hidupnya yang pertama yang penuh dengan kenakalan sebagai anak berandalan masih lebih baik daripada ketika ia mulai terlibat narkotika. Jim Carroll tak perlu repot menggurui tentang bahaya narkoba, cukup dengan pemaparan kesenjangan 2 fase sejarah hidupnya, karena seperti yang dikatakannya bahwa ia sendiri adalah "the living proof " dari bahaya narkotika.

Fase hidupnya yang pertama adalah fase hidup yang bersih dari narkoba. Walau hidupnya sebagai anak jalanan, dihiasi dengan kenakalan-kenakalan yang gila-gilaan, ia tak ada keinginan sedikitpun untuk mencicipi narkoba. Bahkan sebagai anak jalanan, ia masih memiliki mimpi, yaitu sebagai pemain basket terkenal dan penulis terkemuka. Ia pemain basket yang dijagokan oleh sekolahnya, serta puisi-puisinya pun meluncur dengan deras dari penanya terukir pada diari-nya. Di luar dari sikapnya yang urakan ia memiliki keteguhan hati untuk tidak terlibat hal-hal yang dipandangnya menjijikkan seperti menolak ajakan kencan Swiffy, pelatih basket yang homo, ataupun hinnaan yan ia berikan kepada Diane sebagai seorang junkies.

Namun karena pengaruh lingkungan akhirnya ia pun ikut mencicipi zat setan tersebut. Disini ia memasuki fase hidupnya sebagai pecandu. Hanya untuk mendapatkan heroin, ia sering terlibat tindak kriminal, hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya sebagai anak jalanan. Mimpi-mimpinya pun sirna sudah. Ia drop out dari sekolah yang otomatis keluar dari grup basket sekolah. Puisi-puisinya pun begitu sulit meluncur dari kepalanya, seperti yang dituturkannya: "semakin hari semakin sulit untuk menulis dan sekonyong-konyong ketidakmampuan menyerggapmu!" Prinsip-prinsip yang dipegangnya teguh mulai jatuh berguguran. Ia pun rela menjual tubuh untuk para gay demi mendapatkan uang membeli heroin. Ia pun harus mengemis zat laknat tersebut pada Diane, yang sebelumnya selalu diejeknya sebagai pelacur dan junkies. Tampak melalui film ini, Jim Carroll ingin menegaskan kehidupan yang dilalui dengan heroin adalah sebuah jalan raya kepada kesengsaraan tanpa ada kemampuan untuk menolong diri sendiri guna membanting stir ke arah yang berlawanan dengan kesengsaraan tersebut.

Tanpa ada parodi yang banyak menghiasi Trainspotting, film ini nampak lebih realistis. Dan sedikit perbedaan dengan Trainspotting film ini lebih menekankan penderitaan si pecandu. Akting leonardo di Caprio benar-benar mampu mengekspresikan hal tersebut. Bisa disaksikan bagaimana akting dia yang begitu menyayat hati. Mungkin di film inilah peran nya yang terbaik dari semua film yang dibintanginya. Selain itu film ini menampilkan adegan-adegan metafora yang menarik walau tak sekreatif Trainspotting. Seperti ketika leonardo sedang dalam krisis yang berat, harapan dan mimpinya yang hilang digambarkan dengan adegan dimana Jim melompat untuk memasukkan bola basket dalam keranjang namun sesampainya diudara sebuah peluru menembus dadanya. Pesan-pesan moral yang disampaikan pun tidak terkesan verbal karena semua itu disampaikan lewat narasi yang puitis. Mungkin yang sedikit mengganggu di film ini adalah alur cerita yang terlalu lama untuk sampai kepada tema utama. Apalagi hal tersebut tampak berlebihan ketika sebelum memasuki tema sang narator menimpali: "Pernahkah aku bercerita mengenai kehidupan narkotikaku?" Ini nampak seperti kata-kata pembuka sebuah paragraph dalam sebuah karya ilmiah. Namun selebihnya, ini film yang patut ditonton bagi generasi muda kita yang mulai dilanda narkoba. (HWD)