Home Up News

Tanya Jawab

 

 

Tanya Jawab Seminar HPPIA

28 April 2001

 

Makalah Iswandi Said:

 

Tanya

 

  1. Kenapa Garuda Indonesia memakai konsultan keuangan dari Lufthansa?

  2. Apakah Garuda Indonesia juga melakukan grouping/aliansi dengan maskapai penerbangan lain?

  3. Di mana bisa membeli saham Garuda?

 

Jawab (Iswandi Said)

 

  1. Lufthansa dipilih sebagai konsultan keuangan karena komitmen mereka yang bersifat menyeluruh.  Mereka juga tidak mau dibayar kalau hasil kerja mereka tidak memperlihatkan perbaikan.  Lebih dari itu, karena sama-sama dari Jerman, Lufthansa dan Deutsche Bank menjadi sangat kompak dalam hal proses peminjaman modal untuk pengembangan Garuda Indonesia.  Semula orang-orang Lufthansa memang menguasai personil Garuda dari atas sampai bawah.  Tepi sekarang keadaan itu sudah berubah karena semakin banyaknya orang kita yang sudah memiliki keahlian.

  2. Aliansi dengan maskapai penerbangan lain belum dilaksanakan.  Garuda juga harus tahu diri. Adalah tidak mungkin untuk saat ini bagi Garuda untuk masuk Star Alliance yang hanya mau dimasuki maskapai-maskapai terkenal seperti Qantas dan Singapore Airlines.  Tetapi, dalam jangka panjang, Garuda juga berkeinginan masuk program aliansi tersebut. Mungkin nanti setelah Garuda go public.  Sekarangpun Garuda sudah merintis bentuk kerjasama skala kecil dengan MAS (Malaysian Airlines), seperti dalam bidang catering.

  3. Kalau Bapak berminat, nanti akan saya beritahu Bapak kalau proses go publicnya sudah jalan.

 

Tanya

Selamat buat Garuda yang telah berhasil memperbaiki citranya.  Disamping komitmen internal, Garuda juga tentunya mempunyai komitmen eksternal seperti yang dilakukan Qantas sebagai sponsor penerbangan mahasiswa AusAID.  Apakah Garuda juga punya program seperti itu?  Misalnya dengan melakukan Mistery Flight di setiap provinsi di Indonesia?

 

Jawab (Iswandi Said)

 

Sejauh ini Garuda hanya melakukan komitmen eksternalnya dalam bentuk iklan di semua stasiun TV tanah air.  Iklan memperlihatkan bagaimana kerjasama seluruh crew, baik yang di darat ataupun yang di udara, sehingga Garuda bisa tepat waktu.  Kami tidak ingin muluk dengan janji.  Sudah terbukti dengan berjatuhannya maskapai penerbangan dalam negeri.  Padahal mereka semula tumbuh bagai jamur, akhirnya cuma tinggal nama.  Melaksanakan Mistery Flight masih sulit mengingat daerah Indonesia yang luas sekali, sehingga orang yang bersangkutan malah seperti tersesat saja.  Garuda di Perth juga mempunyai paket one-day-return (Perth-Denpasar) seharga $ 250.00, berdasarkan perhitungan bahwa penerbangan Perth-Denpasar masih ada yang kosong.

 

Tanya

 

Saya juga ikut senang dengan kenyataan Garuda sekarang ini.  Yang ingin saya tanyakan adalah, apakah ada aturan hukum tertentu yang mengatur tentang orang mabuk yang bikin onar di dalam pesawat yang terbang antar negara?  Saya pernah ditampar bule mabuk dalam perjalanan dari Denpasar-Perth.

 

Jawab (Iswandi Said)

 

  1. Berdasarkan hukum sebenarnya Garuda bisa menuntut orang tersebut, walaupun dia warga negara Australia.  Prinsipnya, penumpang yang masuk pesawat haruslah dalam keadaan sadar.  Hanya saja crew tidak bisa melakukan pemeriksaan pada waktu boarding.  Satu-satunya yang bisa dilakukan pada waktu penerbangan adalah mengamankan orang mabuk tersebut atau memindahkannya ke tempat lain.

  2. Garuda menerima masukan dari manapun untuk perbaikan di masa yang akan datang.   Jangan sungkan-sungkan menghubungi kami.  Garuda adalah milik kita semua.

 

 

Makalah Zifirdaus Adnan

 

Tanya

 

  1. Akademisi di Indonesia cenderung untuk meneliti karena kreditnya yang tinggi untuk kenaikan pangkat.  Sedangkan kredit untuk tulisan di jurnal lebih sedikit.  Itulah sebabnya budaya menulis masih jauh ketinggalan.  Sekarang DIKTI sudah menaikkan nilai kredit untuk tulisan di jurnal internasional.  Mudah-mudahan budaya menulis akan semakin meningkat di kalangan akademisi.

  2. Apakah assessment pada jurnal nasional berbeda dengan yang internasional?

 

Jawab (Zifirdaus Adnan):

 

  1. Karena hanya bersifat tambahan, saya tidak mengomentari pertanyaan pertama.

  2. Teori assessment itu memang ada.  Kalau saudara ingin tahu lebih jauh saya bersedia berdiskusi di luar forum ini.  Tentu kalau anda memerlukan.

 

Komentar (Pitono):

 

  1. Pengalaman menunjukkan bahwa hubungan pribadi dalam penerbitan suatu makalah juga ada, disamping ketentuan tertulis dari editor pada setiap jurnal.

  2. Tentang budaya Indonesia yang hanya masih dalam tahap lisan dan bukan lisan, kita harus menerima kenyataan ini.  Memang kita baru sampai tahap itu dan belum mampu untuk sampai pada tahap tulisan.  Rakyat kita masih banyak yang hanya bisa memikirkan keadaan dapurnya ketimbang aktualitas diri.  Kalau keadaan ekonomi sudah membaik kebutuhan aktualitas diri dengan sendirinya akan timbul.

  3. Sebut saja dengan program jaringan network antar universitas.  Tapi dengan kondisi negara kita seperti sekarang ini, dari mana kita akan mendapatkan dananya.  Belum lagi berbicara tentang jumlah PhD yang berdasarkan penelitian hanya berkisar antara 15-20% yang aktif bisa menulis dan publikasi.

 

Jawab (Zifirdaus Adnan):

 

Saya tidak akan berkomentar dengan tambahan Pak Pitono ini.

 

Tanya:

 

  1. Tentang penerbitan, saya hanya ingin memberi pengalaman kalau setiap penerbitan yang mempunyai latar belakang yang sama tetap saja mempunyai kebijakan yang berbeda dalam menerima artikel dari peneliti.

  2. Kemudian, tambahan bagi keadaan dosen kita, di Australia sini dosen universitas biasanya diberi tugas untuk mendata kegiatan-kegiatan pemerintah.  Sehingga bisa dikatakan dosen sudah pasti mempunyai pekerjaan dan penghasilan tambahan dari program tersebut.  Hal ini akan mengurangi keinginan dosen untuk melakukan bisnis luar yang cenderung mengabaikan kegiatan penelitiannya.  Mungkin hal ini bisa dicontoh oleh pemerintah Indonesia.

 

Jawab (Zifirdaus Adnan):

 

  1. Saya kira untuk hal yang satu ini faktor budaya juga akan berpengaruh.  Maksudnya, antara penerbitan dalam dan luar negeri.

  2. Kalau sudah berbicara tentang kebijakan pemerintah kita jadi tidak bisa apa-apa.  Melihat kenyataan di tanah air sekarang yang masih tidak karuan, kita jadi tidak bisa berbuat apa-apa.  Sekarang saja presiden hanya memperhatikan kesejahteraan para eksekutif.

 

Tanya

 

Menyinggung kebutuhan kita tidak lepas dari Hukum Maslow.  Yang jelas memang basic needs harus didahulukan.  Aktualitas diri akan menyusul.

 

Komentar (Iswandi Said):

 

Tapi kalau selalu memikirkan ekonomi, kapan nulisnya?

 

Tanggapan (Pitono):

 

Saya bukan anti dengan budaya tulis, tapi paling tidak kalau kita ingin bicara tentang budaya tulis, kondisi ekonomi kita sudah harus lebih baik dulu dari sekarang.

 

Tanggapan (Achmad Rochliadi)

 

Pendapat saya sekarang ini kita justru sudah lebih buruk dari pada budaya lisan.  Mungkin lebih cocok dikatakan berbudaya otot.  Lihat saja elit politik kita sekarang ini.  Saya lebih cenderung menyebut budaya otot.  Kerjanya ‘berantem’ melulu.

 

 

Makalah Umi Zakiyah dan Akhmad Syakhroza

 

Tanya:

 

  1. Tentang program SeaWIFTS, sepengetahuan saya satelit belum mampu melakukan pengukuran klorofil.  Yang saya tahu mereka hanya bisa mengukur perbedaan suhu.

  2. Apakah dengan perkembangan ilmu kelautan sekarang ini kita bisa memprediksi produktivitas perikanan, sehingga nelayan bisa merasakan manfaatnya?

  3. Pertanyaan saya kepada Pak Tom (Akhmad Syakhroza) lebih pada masalah otonomi yang menyangkut pada kebijakan masalah.  Dari dua metoda yang kita kenal (top down dan bottom up), bagaimana nantinya hubungan antara Bappenas dan Bappeda?  Apakah peran Bappenas akan mengecil dan Bappeda akan membesar?

 

Jawab (Umi Zakiyah):

 

  1. Sensor yang kebanyakan dimiliki satelit sekarang ini memang sensor suhu.  Tapi untuk SeaWIFTS memang menggunakan sensor perbedaan warna (color sensor) yang berdasarkan perbedaan warna pigment klorofil dari phytoplankton.

  2. Untuk maksud seperti itu dikenal faktor konversi.  Dengan faktor tersebut image warna bisa diinterpretasi menjadi produktivitas laut.

 

Jawab (Akhmad Syakhroza):

 

Ini juga belum jelas tolok ukurnya.  Otonomi kan artinya desentralisasi.  Menurut saya asal jelas tolok ukurnya, otonomi atau tidak, semua akan jelas kemana arahnya.  Lha ini tidak.  Dasarnya apa?  Kewajibannya apa?  Logisnya, didalam era otonomi ini, Bappenas dan Bappeda bisa diumpamakan sebagai sebuah orkestra.  Demikian pula dengan kabinet.  Kalau setiap unit jelas tugas, tujuan serta fungsinya, orkestra pasti enak kedengarannya.  Kekhawatiran saya adalah, proses desentralisasi ini hanyalah sebagai political move dari suatu rezim.

 

Tanya:

 

Menurut Pak Tom, dengan kondisi kita sekarang ini, bagaimana seharusnya visi kita?

 

Jawab (Akhmad Syakhroza):

 

Yang paling penting bagaimana dulu kita berdiri dengan gagah dengan visi yang masuk akal.  Tidak perlu malu dengan keadaan kita sekarang.  Misalkan Indonesia punya visi untuk menuju GNP $ 1,000.00/kapita.  Kalaupun harus kurang dari itu, kita tidak perlu dengan tetangga kita yang sudah lebih banyak GNPnya.  Kita harus berdiri gagah.

 

Contoh yang lain misalnya dalam hal KKN.  Kita perlu punya visi tidak adanya KKN di semua organisasi pemerintah.  Tentu saja definisi KKN itu perlu dirumuskan dulu.  Dengan demikian setiap orang merasa wajib menuju visi tersebut.

 

        

Home ] Up ]

Send mail to US with questions or comments about this web site.
Last modified: August 14, 2001