AMBISI MENJADI PEMIMPIN
Ambisi menjadi pemimpin dapat diartikan sebagai cinta atau suka menjadi
yang terdepan di antara orang lain. Bahkan kalau perlu, meminta dengan
terus terang untuk diangkat menjadi pemimpin. Rasulullah saw bersabda,
"Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan suatu jabatan kepada orang yang
meminta untuk diangkat dan tidak pula kepada orang yang berharap-
harap untuk diangkat." (HR Bukhari dan Muslim)
***
Faktor-faktor yang mendorong seseorang berambisi menjadi pemimpin
diantaranya yaitu menginginkan materi duniawi. Orang yang berambisi
menjadi pemimpin beranggapan bahwa jika ia menjadi pemimpin, maka
ia akan mendapatkan kekayaan materi dengan jalan menyalahgunakan
jabatan yang dimilikinya (korupsi). Faktor lainnya yang mendorong
seseorang berambisi menjadi pemimpin adalah tidak sadarnya seseorang
akan konsekuensi kelengahan seorang pemimpin. Kelengahan seorang
pemimpin membuka jalan bagi kebatilan dan pendukungnya untuk
menebarkan kerusakan di muka bumi, merusak tanaman dan ternak.
Di akhirat nanti, pemimpin seperti itu akan dilemparkan ke dalam neraka.
Rasulullah saw bersabda, "Seorang hamba yang dipercayai oleh Allah untuk
memimpin rakyatnya, tetapi dia menipu rakyat, maka jika ia mati, Allah
mengharamkan surga baginya." (HR Bukhari dan Muslim)
***
Sedangkan dampak buruk penyakit ambisi menjadi pemimpin diantaranya
yaitu tertutupnya taufik dan pertolongan Allah swt. Orang yang berambisi
menjadi pemimpin hanya mengandalkan kemampuan dan kekuatan yang
dimilikinya tanpa mengharapkan pertolongan Allah swt. Padahal,
sunatullah menggariskan bahwa orang-orang yang hanya mengandalkan
kemampuan dan kekuatannya sendiri tanpa bantuan dan kekuatan Allah swt,
hasilnya tidak akan maksimal dan tidak berkah. Rasulullah saw bersabda
kepada 'Abdurrahman bin Samurah, "Wahai 'Abdurrahman, janganlah engkau
meminta-minta jabatan. Jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu,
tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa
permintaan, engkau akan ditolong orang dalam tugasmu." (HR Muslim)
Dampak buruk lain dari ambisi menjadi pemimpin yaitu melipatgandakan
dosa. Rasulullah saw bersabda, " ... Dan barangsiapa mempelopori suatu
perbuatan buruk, ia akan menanggung dosanya, ditambah dosa orang-orang
yang ikut melaksanakan perbuatan buruk itu setelahnya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikitpun." (HR Muslim, Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad)
***
Salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit ambisi menjadi pemimpin
yaitu dengan selalu mengingat kedudukan dunia dibanding dengan akhirat
berdasarkan Al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw. Allah swt berfirman,
" ... Katakanlah, kesenangan di dunia itu sebentar. Dan akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa ... " (QS an-Nisa':77)
"Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah
lah tempat kembali yang baik." (QS Ali 'Imran: 14)
Rasulullah saw bersabda, "Dunia, dibanding akhirat, hanyalah seperti kalian
mencelupkan jari kalian di air laut, lalu perhatikanlah air yang menetes
kembali (itulah dunia)." (HR Muslim, Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad)
TIDAK MELAKUKAN TATSABBUT DAN TABAYYUN
Tabayyun dan tatsabbut digunakan untuk menunjukkan satu arti yaitu
hati-hati atau tidak tergesa-gesa, hal mana dilakukan dalam memutuskan
suatu perkara dan dalam mencari buktinya, bahkan juga dalam meneliti bukti
tersebut. Dengan demikian maka tidak melakukan tatsabbut dan tabayyun
berarti cepat-cepat atau tergesa-gesa dalam memutuskan suatu urusan tanpa
mencari buktinya terlebih dahulu atau tanpa meneliti bukti tersebut.
Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak melakukan tatsabbut
dan tabayyun diantaranya yaitu lingkungan keluarga. Orang tua yang jarang
melakukan tatsabbut dan tabayyun dalam mengambil suatu keputusan akan
mempengaruhi mempengaruhi anak untuk tidak melakukan tatsabbut dan
tabayyun pula dalam menyelesaikan suatu masalah. Jadi merupakan suatu
keharusan memberikan pendidikan akhlak yang islami kepada anak.
***
Faktor lainnya yaitu seseorang yang tertipu oleh kata-kata yang menarik.
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya kamu mengadukan suatu perkara
kepadaku (minta diadili). Barangkali sebagian dari kamu lebih pintar
memberikan alasan daripada yang lain. Maka, barangsiapa yang
kumenangkan untuk memiliki hak saudaranya berdasarkan alasan-
alasannya, janganlah ia mengambilnya, karena sesunguhnya aku
telah memberinya sepotong neraka." (HR Muslim)
***
Cara menyembuhkan diri dari penyakit tidak melakukan tatsabbut dan
tabayyun adalah menjadikan Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw sebagai
pedoman hidup. Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik yang membawa berita,
maka periksalah ... " (QS al-Hujurat: 6)
***
Membayangkan diri sendiri sebagai sasaran atau korban dari ulah orang
yang tidak melakukan tatsabbut dan tabayyun. Hal ini akan mendorong
seseorang untuk selalu melakukan tatsabbut dan tabayyun, karena apa yang
tidak disukai oleh diri sendiri tentu tidak disukai pula oleh orang lain.
***
Mendengar perkataan orang dengan sebaik-baiknya. Bahkan, kalau perlu
minta diulang apabila perkataan itu tidak jelas. Sebagai contoh adalah apa
yang dilakukan oleh 'Ali bin Abi Thalib ra ketika Rasulullah saw memberikan
kepadanya bendera pada perang Khaibar. Waktu itu, Rasulullah saw bersabda,
"Wahai 'Ali, pergilah dan berperanglah hingga Allah memberimu kemenangan
dan janganlah kamu berpaling." Baberapa waktu kemudian, 'Ali merasa bahwa
tugas yang akan ia jalankan belum begitu jelas baginya. Ia pun kembali
kepada Rasulullah saw dan bertanya, "Mengapa saya memerangi manusia?"
Rasulullah saw menjawab, "Perangilah mereka hingga mereka mengucapkan
kalimat la ilaha illa Allah wa anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluhu.
Jika mereka melakukan itu, maka haram bagi kita darah dan harta mereka
kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat. Adapun soal hati mereka
maka itu urusan Allah." (HR Bukhari, Muslim dan Turmudzi)
***
Mempertimbangkan semua sudut pandang secara adil, terutama dalam
perkara-perkara yang tidak boleh ditutup-tutupi atau didiamkan saja.
Rasulullah saw ketika mengutus 'Ali ke Yaman sebagai qadhi (hakim),
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk
di hatimu dan akan memantapkan lisanmu. Jika menghadap kepadamu dua
orang yang bersengketa, maka janganlah kamu memberi keputusan sebelum
kamu mendengarkan alasan pihak yang satu sebagaimana kamu
mendengarkan alasan pihak yang lain." (HR Abu Dawud)