Penyakit Hati 14

AMBISI MENJADI PEMIMPIN
 
Ambisi menjadi pemimpin dapat diartikan sebagai cinta atau suka menjadi

yang terdepan di antara orang lain. Bahkan kalau perlu, meminta dengan

terus terang untuk diangkat menjadi pemimpin. Rasulullah saw bersabda,

"Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan suatu jabatan kepada orang yang

meminta untuk diangkat dan tidak pula kepada orang yang berharap-

harap untuk diangkat." (HR Bukhari dan Muslim)

***

Faktor-faktor yang mendorong seseorang berambisi menjadi pemimpin

diantaranya yaitu menginginkan materi duniawi. Orang yang berambisi

menjadi pemimpin beranggapan bahwa jika ia menjadi pemimpin, maka

ia akan mendapatkan kekayaan materi dengan jalan menyalahgunakan

jabatan yang dimilikinya (korupsi). Faktor lainnya yang mendorong

seseorang berambisi menjadi pemimpin adalah tidak sadarnya seseorang

akan konsekuensi kelengahan seorang pemimpin. Kelengahan seorang

pemimpin membuka jalan bagi kebatilan dan pendukungnya untuk

menebarkan kerusakan di muka bumi, merusak tanaman dan ternak.

Di akhirat nanti, pemimpin seperti itu akan dilemparkan ke dalam neraka.

Rasulullah saw bersabda, "Seorang hamba yang dipercayai oleh Allah untuk

memimpin rakyatnya, tetapi dia menipu rakyat, maka jika ia mati, Allah

mengharamkan surga baginya." (HR Bukhari dan Muslim)

***

Sedangkan dampak buruk penyakit ambisi menjadi pemimpin diantaranya

yaitu tertutupnya taufik dan pertolongan Allah swt. Orang yang berambisi

menjadi pemimpin hanya mengandalkan kemampuan dan kekuatan yang

dimilikinya tanpa mengharapkan pertolongan Allah swt. Padahal,

sunatullah menggariskan bahwa orang-orang yang hanya mengandalkan

kemampuan dan kekuatannya sendiri tanpa bantuan dan kekuatan Allah swt,

hasilnya tidak akan maksimal dan tidak berkah. Rasulullah saw bersabda

kepada 'Abdurrahman bin Samurah, "Wahai 'Abdurrahman, janganlah engkau

meminta-minta jabatan. Jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu,

tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa

permintaan, engkau akan  ditolong orang dalam tugasmu." (HR Muslim)

Dampak buruk lain dari ambisi menjadi pemimpin yaitu melipatgandakan

dosa. Rasulullah saw bersabda, " ... Dan barangsiapa mempelopori suatu

perbuatan buruk, ia akan menanggung dosanya, ditambah dosa orang-orang

yang ikut melaksanakan perbuatan buruk itu setelahnya tanpa mengurangi

dosa mereka sedikitpun." (HR Muslim, Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad)

***

Salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit ambisi menjadi pemimpin

yaitu dengan selalu mengingat kedudukan dunia dibanding dengan akhirat

berdasarkan Al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw. Allah swt berfirman,

" ... Katakanlah, kesenangan di dunia itu sebentar. Dan akhirat itu

lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa
... " (QS an-Nisa':77)

"Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa

yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari

jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah

ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah

lah tempat  kembali yang baik
." (QS Ali 'Imran: 14)

Rasulullah saw bersabda, "Dunia, dibanding akhirat, hanyalah seperti kalian

mencelupkan jari kalian di air laut, lalu perhatikanlah air yang menetes

kembali (itulah dunia)." (HR Muslim, Turmudzi, Ibn Majah dan Ahmad)




TIDAK MELAKUKAN TATSABBUT DAN TABAYYUN
 
Tabayyun dan tatsabbut digunakan untuk menunjukkan satu arti yaitu

hati-hati atau tidak tergesa-gesa, hal mana dilakukan dalam memutuskan

suatu perkara dan dalam mencari buktinya, bahkan juga dalam meneliti bukti

tersebut. Dengan demikian maka tidak melakukan tatsabbut dan tabayyun

berarti cepat-cepat atau tergesa-gesa dalam memutuskan suatu urusan tanpa

mencari buktinya terlebih dahulu atau tanpa meneliti bukti tersebut.

Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak melakukan tatsabbut

dan tabayyun diantaranya yaitu lingkungan keluarga. Orang tua yang jarang

melakukan tatsabbut dan tabayyun dalam mengambil suatu keputusan akan

mempengaruhi mempengaruhi anak untuk tidak melakukan tatsabbut dan

tabayyun pula dalam menyelesaikan suatu masalah. Jadi merupakan suatu

keharusan memberikan pendidikan akhlak yang islami kepada anak.
 
***

Faktor lainnya yaitu seseorang yang tertipu oleh kata-kata yang menarik.

Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya kamu mengadukan suatu perkara

kepadaku (minta diadili). Barangkali sebagian dari kamu lebih pintar

memberikan alasan daripada yang lain. Maka, barangsiapa yang

kumenangkan untuk memiliki hak saudaranya berdasarkan alasan-

alasannya, janganlah ia mengambilnya, karena sesunguhnya aku

telah memberinya sepotong neraka." (HR Muslim)

***

Cara menyembuhkan diri dari penyakit tidak melakukan tatsabbut dan

tabayyun adalah menjadikan Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw sebagai

pedoman hidup. Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman,

jika datang kepadamu orang fasik yang membawa berita,

maka periksalah
... " (QS al-Hujurat: 6)

***

Membayangkan diri sendiri sebagai sasaran atau korban dari ulah orang

yang tidak melakukan tatsabbut dan tabayyun. Hal ini akan mendorong

seseorang untuk selalu melakukan tatsabbut dan tabayyun, karena apa yang

tidak disukai oleh diri sendiri tentu tidak disukai pula oleh orang lain.

***

Mendengar perkataan orang dengan sebaik-baiknya. Bahkan, kalau perlu

minta diulang apabila perkataan itu tidak jelas. Sebagai contoh adalah apa

yang dilakukan oleh 'Ali bin Abi Thalib ra ketika Rasulullah saw memberikan

kepadanya bendera pada perang Khaibar. Waktu itu, Rasulullah saw bersabda,

"Wahai 'Ali, pergilah dan berperanglah hingga Allah memberimu kemenangan

dan janganlah kamu berpaling." Baberapa waktu kemudian, 'Ali merasa bahwa

tugas yang akan ia jalankan belum begitu jelas baginya. Ia pun kembali

kepada Rasulullah saw dan bertanya, "Mengapa saya memerangi manusia?"

Rasulullah saw menjawab, "Perangilah mereka hingga mereka mengucapkan

kalimat la ilaha illa Allah wa anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluhu.

Jika mereka melakukan itu, maka haram bagi kita darah dan harta mereka

kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat. Adapun soal hati mereka

maka itu urusan Allah." (HR Bukhari, Muslim dan Turmudzi)

***

Mempertimbangkan semua sudut pandang secara adil, terutama dalam

perkara-perkara yang tidak boleh ditutup-tutupi atau didiamkan saja.

Rasulullah saw ketika mengutus 'Ali ke Yaman sebagai qadhi (hakim),

Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk

di hatimu dan akan memantapkan lisanmu. Jika menghadap kepadamu dua

orang yang bersengketa, maka janganlah kamu memberi keputusan sebelum

kamu mendengarkan alasan pihak yang satu sebagaimana kamu

mendengarkan alasan pihak yang lain." (HR Abu Dawud)



Copyright © 2000 - 2076