RIYA' DAN SUM'AH
Riya' dan Sum'ah merupakan salah satu penyakit hati yang membuat seseorang
ingin memperlihatkan amalnya kepada orang lain dengan tujuan mendapatkan
kehormatan, kedudukan, pujian atau hal-hal yang bersifat keduniaan dari
orang lain. Jika seseorang beramal dengan tujuan untuk dilihat orang lain
maka itu dinamakan riya'. Jika tidak dilihat oleh orang lain dan kemudian dia
menceritakan amalnya tersebut kepada orang lain maka itu dinamakan sum'ah.
Semua riya' adalah tercela sedangkan sum'ah ada yang tercela dan ada yang
terpuji. Sum'ah tercela yaitu jika tujuan menceritakan amalnya kepada
orang lain untuk mendapatkan penghormatan orang lain. Sedangkan sum'ah
yang terpuji yaitu jika tujuan menceritakan amalnnya kepada orang lain
untuk mendapatkan penghormatan Allah dan ridha-Nya.
***
Allah swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena pamer kepada manusia ..." (QS al-Baqarah: 264)
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa memperdengarkan (amalnya), Allah
pun akan memperdengarkan (keburukannya); barangsiapa memperlihatkan
(amalnya), Allah pun akan memperlihatkan (keburukannya)." (HR Bukhari)
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas
kamu adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah syirik kecil itu?" Rasulullah saw menjawab, "Riya'. Allah swt berfirman,
'Apabila hamba-hamba Allah bisa saling membalas dengan amal-amal
mereka pada hari kiamat, maka pergilah kamu kepada orang-orang
yang pernah kamu perlihatkan amalmu di hadapan mereka ketika di dunia.
Lihatlah, apakah kamu mendapatkan balasan dari mereka.'" (HR Ahmad)
Ketika Rasulullah saw mendengar seseorang mengeraskan suaranya
saat berzikir, beliau bersabda, "Sesunngguhnya dia itu banyak kembali
(amalnya banyak yang kembali, tidak diterima di sisi Allah)."
***
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang bersikap riya' diantaranya,
adalah lingkungan keluarga. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga
yang suka riya' dapat mempengaruhi anak untuk berbuat riya' juga.
Inilah salah satu sebab mengapa Rasulullah saw menganjurkan agar dalam
memilih calon istri, sebaiknya memilih berdasarkan agamanya.
Rasulullah saw bersabda, " ... Pilihlah wanita (untuk dinikahi) berdasarkan
agamanya, maka kamu akan berbahagia." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
"Jika datang (melamar) kepadamu seseorang yang kamu sukai akhlak dan
agamanya, maka nikahkanlah (terimalah) dia." (HR Turmudzi)
Seseorang bersikap riya' dapat juga disebabkan pengaruh dari pergaulan
dengan teman-temannya yang beramal hanya untuk pamer. Oleh karena itu,
dalam memilih teman, setiap muslim harus bersikap selektif dan mencari
teman yang baik, yang menghormati dan mengamalkan ajaran agamanya.
Seseorang yang tidak mengenal Allah swt dengan baik, dapat menyebabkan
seseorang bersikap riya'. Seseorang yang mengenal Allah swt dengan baik,
tentu tidak akan bersikap riya' karena dia yakin sikap riya' tidak akan
memberikan manfaat apapun kepada dirinya karena dia mengetahui bahwa
orang lain tidak dapat memberikan mudarat atau maslahat kepada dirinya.
Seseorang bersikap riya' dapat juga karena menginginkan harta. Rasulullah saw
bersabda, "Barangsiapa berperang karena menginginkan zakat onta, maka
baginya apa yang dia niatkan." (HR an-Nasa'i dan Ahmad)
***
Tanda-tanda orang yang bersikap riya' yaitu rajin dan melipatgandakan
amal saleh jika mendapat pujian atau berada di antara orang banyak tetapi
malas dan enggan beramal saleh jika tidak mendapat pujian atau tidak ada
orang lain yang melihatnya. Termasuk orang yang riya' yaitu tidak melanggar
larangan Allah swt jika berada di antara orang banyak dan melanggarnya
ketika sedang sendirian. Rasulullah saw bersabda, "Sungguh saya mengetahui
suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal-
amal baik yang banyak, bagai salju menutupi gunung. Tetapi Allah menjadikan
amal-amal tersebut seperti debu yang berterbangan. Padahal mereka itu adalah
saudara-saudaramu dan kulit mereka juga seperti kulitmu. Mereka beribadah
di waktu malam sebagaimana yang kamu lakukan juga. Tetapi mereka
melanggar larangan-larangan Allah ketika sedang sendirian." (HR Ibnu Majah)
***
Sikap riya' yang dilakukan dapat berakibat buruk bagi yang melakukannya,
diantaranya ialah tertutupnya hidayah dan taufik Allah swt. Firman Allah, Maka tatkala mereka berpaling, Allah memalingkan hati mereka. Dan Dia
tidak akan memberikan hidayah kepada kaum yang fasik. (QS as-Shaf: 5)
Seseorang yang riya' - dimana ia melakukan amal saleh karena mencari
keridhaan orang banyak dan mengharapkan imbalan materi - terkadang
harapan dan keinginannya tidak terwujud karena tidak sesuai dengan
ketetapan dan takdir Allah. Ketika harapan dan keinginannya tidak terwujud,
maka terasa sempitlah kehidupannya dan gelisahlah hatinya. Sebab, dia tidak
mendapatkan ridha Allah dan tidak memperoleh hasil yang diharapkan dari
orang banyak. Allah berfirman, Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. Dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS Thaha: 124)
Sikap riya' akan menghilangkan rasa hormat dari masyarakat kepada dirinya.
Hal ini karena Allah akan mencabut rasa hormat masyarakat kepada seseorang
yang bersikap riya'. Allah berfirman, " ... Dan barangsiapa dihinakan Allah,
maka tidak ada seorangpun yang memuliakannya ... " (QS al-Hajj: 18)
Dampak buruk lainnya dari sikap riya' yaitu orang yang melakukannya akan
mendapat malu di dunia dan di akhirat. Rasulullah saw bersabda kepada
'Abdullah bin 'Amar bin 'Ash yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang
jihad dan perang, "Hai 'Abdullah bin 'Amar, jika engkau berperang dalam
keadaan sabar dan mengharap pahala Allah, maka Allah akan membangkitkanmu
(di akhirat) dalam keadaan sabar dan mendapat pahala Allah. Tetapi jika engkau
berperang karena ingin pamer dan membanggakan diri, maka Allah akan
membangkitkanmu dalam keadaan pamer dan membanggakan diri.
Hai 'Abdullah bin 'Amar, dalam keadaan bagaimana kamu berperang atau gugur,
dalam keadaan seperti itu pula Allah membangkitkanmu." (HR Abu Daud)
Rasulullah saw juga bersabda, "Barangsiapa memperdengarkan (kebaikannya),
maka Allah juga akan memperdengarkan (keburukannya)." (HR Bukhari)
***
Seseorang yang riya' akan membatalkan amal ibadahnya karena orang yang riya'
orientasinya dalam beribadah adalah kepada makhluk bukan kepada Khaliq.
Allah swt telah mengisyaratkan dampak buruk ini dalam firman-Nya,
" ... Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud pamer (dengan shalatnya) dihadapan manusia.
Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS an-Nisa': 142)
Seseorang yang menyia-nyiakan amal ibadahnya dengan melakukan riya', maka
balasan yang dia peroleh di akhirat adalah siksaan yang berat. Rasulullah saw
bersabda, "Orang yang pertama-tama diadili kelak di hari kiamat adalah
orang yang mati syahid. Ia dihadapkan ke pengadilan, lalu diajukan kepadanya
nikmat-nikmat yang telah dia peroleh dan dia mengakuinya. Lalu Allah swt
bertanya kepadanya, 'Apa yang telah engkau perbuat dengan nikmat itu?'
Ia menjawab, 'Aku berperang di jalan-Mu hingga aku mati syahid.'
Allah swt berkata, 'Engkau berdusta! Sesungguhnya engkau berperang
supaya disebut pemberani dan sebutan itu telah engkau peroleh.'
Kemudian ia diseret dengan muka telungkup dan dilemparkan ke neraka.
***
Selanjutnya dihadapkan orang alim yang belajar dan mengajarkan ilmunya
serta membaca Al-Qur'an. Diajukan kepadanya nikmat-nikmat yang telah
diperolehnya dan dia mengakuinya. Lalu Allah swt bertanya kepadanya,
'Apa yang engkau perbuat dengan nikmat itu?' Ia menjawab, 'Aku belajar,
mengajar dan membaca Al-Qur'an karena Engkau.' Allah swt berkata,
'Engkau berdusta! Sesungguhnya engkau belajar supaya disebut sebagai
orang alim dan engkau membaca Al-Qur'an supaya disebut sebagai qari'
(ahli baca) dan sebutan itu telah engkau peroleh.' Kemudian ia
diseret dengan muka telungkup ke tanah dan dilemparkan ke neraka.
***
Sesudah itu dihadapkan orang yang diberi kekayaan oleh Allah dengan
berbagai macam harta. Diajukan kepadanya nikmat yang telah diperolehnya
dan dia pun mengakuinya. Lalu Allah swt bertanya, 'Apa yang engkau
perbuat dengan hartamu itu?' Ia menjawab, 'Aku tidak melewatkan satu
jalan pun yang Engkau sukai seseorang menginfakkan harta di dalamnya
kecuali aku melakukannya karena Engkau.' Allah swt berkata,
'Engkau berdusta! Sesunggguhnya engkau melakukan itu supaya disebut
pemurah dan sebutan itu telah engkau dapatkan.' Kemudian ia diseret
dengan muka telungkup ke tanah dan dilemparkan
ke neraka." (HR Muslim dan Nasa'i)
Rasulullah saw bersabda, "Kelak di hari kiamat, seseorang akan dihadapkan
dan dilemparkan ke neraka. Maka berserakanlah isi perutnya keluar, lalu
ia diputar-putar dengan itu seperti keledai memutari kilangan. Kemudian
penduduk neraka menghampirinya dan bertanya, 'Wahai fulan, apa dosamu?
Bukankah engkau suka beramar makruf nahi munkar?' Ia menjawab, 'Ya,
aku memang menyuruh yang makruf, tetapi aku sendiri tidak melakukannya;
aku melarang yang munkar, tetapi aku sendiri melanggarnya." (HR Muslim)
***
Penyakit riya' ini dapat dihilangkan atau dihindari dengan cara yaitu
selalu ingat akan dampak buruk penyakit ini bagi kehidupan di dunia dan
di akhirat; Menjauhkan diri bergaul dengan orang-orang yang suka riya' dan
bergaul dengan orang-orang yang benar dan ikhlas dalam beribadah; Mengenal
Allah swt dengan sebenar-benarnya. Mengenal Allah swt dapat dilakukan
dengan menjalani hidup di dunia ini berdasarkan Al-Qur'an dan sunah Nabi saw;
Kesungguhan hati untuk menghilangkan tindakan-tindakan yang mengarah pada
sikap riya'. Misalnya cinta kedudukan atau kehormatan, suka mendapat pujian
dari orang lain dan sebagainya; Bekerja sama dalam segala urusan;
Mengikuti adab (etika) Islam dalam pergaulan. Dengan demikian, tidak
berlebihan dalam memberikan pujian kepada orang lain dan tidak
meremehkan orang lain; Berlindung dan memohon pertolongan kepada
Allah swt. Barangsiapa berlindung dan memohon pertolongan kepada
Allah swt - dan dia berada dalam kebenaran - maka Allah swt akan
memantapkan hati dan menolong hamba-Nya; Menyadari bahwa segala
sesuatu di alam ini berjalan sesuai dengan takdir Allah swt.
Allah swt berfirman, "Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu melainkan telah tertulis dalam
kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu mudah bagi Allah." (QS al-Hadid: 22)
Sesungguhnya makhluk sekuat dan sekuasa apa pun, dia tidak mampu
memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya atau orang lain.
Allah swt berfirman, "Sesungguhnya makhluk-makhluk yang kamu seru
selain Allah itu adalah hamba-hamba yang serupa dengan kamu.
Maka serulah makhluk-makhluk itu dan biarkanlah mereka memperkenankan
permintaanmu jika kamu memang orang-orang yang benar." (QS al-A'raf: 19)
"Sesungguhnya mereka (Bani Israil) sekali-kali tidak akan dapat
menjauhkan (menolak)-mu dari siksaan Allah ... " (QS al-Jatsiah: 19)