6. WANITA YANG TIDAK BERSIH DAN SUCI ?
Hukum kaum Yahudi dan aturan mengenai wanita yang sedang haid sangatlah membatasi. Perjanjian Lama menganggap setiap wanita yang haid sebagai tidak bersih dan tidak suci. Lebih-lebih lagi ketidak suciannya itu "menulari" yang lainnya juga. Siapapun atau apapun yang dia jamah mendjadi tidak bersih sepanjang hari:
"Bila seorang wanita mengalami haid, ketidak sucian akibat haid itu akan berlangsung selama tujuh hari, dan siapapun yang menyentuhnya menjadi tidak bersih hingga sore hari. Apapun yang dia tiduri selama masa haid itu akan menjadi tidak bersih, dan apapun yang dia duduki menjadi tidak bersih. Siapapun yang menyentuh tempat tidurnya harus mencuci pakaiannya dan mandi dengan air, dan dia (laki-laki) tidak bersih hingga sore hari. Siapapun yang menyentuh apa-apa yang dia duduki harus mencuci pakaiannya dan mandi dengan air, dan dia (laki-laki) tidak bersih hingga sore hari. Apakah itu tempat tidur atau kursi yang dia duduki, bila siapapun menyentuhnya, dia (laki-laki) menjadi tidak bersih hingga sore hari." (Leviticus 15 : 19-23)
Karena "sifatnya yang menular" itu, seorang wanita yang sedang sedang haid kadang-kadang"disingkirkan" untuk menghindarkan kemungkinan berhubungan dengan dia. Dia dikirim ke suatu rumah khusus yang disebut "rumah ketidak bersihan" untuk selama masa ketidak suciannya. ( 9 Swidler, op. cit., p. 137). Kitab Talmud menganggap seorang wanita yang mendapat haid sebagai "fatal" bahkan meskipun tanpa singgungan fisik:
"Pendeta-pendeta kami beranggapan: … bila seorang wanita yang mendapat haid lewat di antara dua orang laki-laki, bila itu pada awal masa haidnya wanita itu akan membunuh salah satu di antaranya, dan bila itu pada akhir dari masa haidnya wanita itu akan menyebabkan percekcokan di antara kedua laki-laki itu" (bPes. 111a)
Selanjutnya suami dari wanita yang mendapat haid itu dilarang untuk memasuki synagogue (rumah ibadah orang Yahudi - penterjemah) bila dia telah dibuat menjadi tidak bersih bahkan oleh debu di bawah kaki wanita itu. Seorang pendeta yang isterinya, anak perempuannya, atau ibunya mendapat haid tidak dapat membawakan pemberkatan kependetaan di synagogue. ( 10 Ibid., p. 138). Tidaklah mengherankan bila banyak wanita Yahudi masih menunjuk datang bulan sebagai "kutukan". ( 11 Sally Priesand, Judaism and the New Woman (New York: Behrman House, Inc., 1975) p. 24).
Islam tidak menganggap wanita yang haid memiliki sifat "ketidak bersihan yang menular". Dia bukan "tidak dapat disentuh" atau "dikutuk". Dia melaksanakan kehidupan normalnya dengan hanya satu larangan, suami isteri dalam perkawinan tidak boleh melakukan sanggama selama masa haid. Hubungan fisik lainnya di antara mereka diizinkan. Seorang wanita yang haid dikecualikan daripada beberapa ritual seperti sholat lima waktu dan berpuasa selama masa haid tsb.