History of Zen

    Ajaran Shiddharta Gautama merupakan cikal bakal ajaran Buddha Zen yang sekarang berkembang di Jepang dan China. Beliau lahir di Kapilawastu, India, merupakan putra mahkota Raja Suddhodhana. Namung getaran mistik pada hati Siddharta ternyata lebih kuat yang menyebabkan Siddharta muda kemudian mengembara meninggalkan istana, beserta anak-istrinya.
    Siddharta mencari arti inti kebenaran sejati dan akhirnya menjadi menjadi seorang Buddha ('yang terbangun') setelah mendapatkan pencerahan di bawah pohon Boddhi. Ajaran-ajarannya terus berkembang ke seluruh India, Nepal, Tibet, China, Korea, Jepang dan Asia Tenggara.
    Pada tahun 527 menjelang berdirinya Dinasti Liang, Sesepuh Zen India yang ke-28, Boddhidharma berlayar ke China. Dalam sejarah, Boddhidharma adalah pendiri Zen di China dan disebut sebagai sesepuh Zen China yang pertama. Orang Jepang sendiri menyebutnya sebagai 'Daruma', berasal dari kata "Dharma".Setelah menyeberangi Sungai Yangtze (Sungai Kuning), Boddhidharma tiba di Kuil Shaolin, di pegunungan Song, dan menghabiskan waktunya bertapa menghadap dinding.
    Salah satu muridnya, Shenghuang, kemudian menjadi penerus kebijakan Boddhidharma sebagai sesepuh Zen Kedua. Salah satu kisahnya yang menarik ketika Shenghuang memotong lengannya untuk dapat diterima murid oleh Sang Boddhidharma.Shenghuang kemudian diberinama Huike oleh Boddhidharma.
    Setelah Huike wafat, sesepuh Zen diteruskan kepada Sengcan, salah satu murid Huike yang penderita kusta. Daoxin meneruskan sebagai sesepuh Zen yang keempat. Sesepuh Zen keempat Daoxin, digantikan oleh Sesepuh Zen kelima, Hongren, yang pada gilirannya mewariskan jubahnya pada sesepuh Zen keenam, Huineng, seorang yang buta huruf.
  
Sesepuh keenam Huineng bisa dianggap sebagai guru besar Zen di China, karena dibawahnyalah Zen berkembang jauh lebih subur dibanding sebelumnya. Juga salah satu Gatha-nya (puisi, sajak) yang terkenal telah memberikan inspirasi bagi ajaran Zen hingga sekarang.
    Huineng pada mulanya hanyalah seorang tukang giling di kuil Shaolin yang dipimpin Hongren. Pada suatu ketika Hongren ingin memberikan jubahnya untuk meneruskan kebijakan Zen dan mengumumkan agar setiap murid membuat suatu Gatha yamg mencerminkan pencapaian pencerahan dirinya. Shenxiu, biksu kepala Saholin, yang mempunyai kesempatan paling besar, menuliskan gathanya di dinding :

"Tubuh adalah pohon pencerahan.
Pikiran adalah tempat berdirinya cermin bersih kemilau.
Usaplah setiap hari dengan penuh perhatian dan tanpa henti,
agar tetap bersih dari debu keduniawian."

Keesokan harinya ternyata telah muncul gatha lain, yang ternyata ditulis oleh Huineng :

"Pada hakikatnya tidak ada pohon pencerahan.
Tidak juga ada cermin bersih kemilau dan tempat berdirinya.
Karena sejak semula semuanya kosong.
Dimana pula debu bisa melekat?"

    Gatha yang ditulis Huineng lebih dalam daripada gatha Shenxiu. Dalam gatha Shenxiu masih memberi kesempatan pada debu untuk melekat, tapi pada gatha Huineng apa yang bisa melekat?
    Akhirnya Huineng meneruskan menjadi sesepuh keenam. Kemudian dari dirinya muncul biksu-biksu Zen yang terkenal, Nanyue Huairang, Qingyuan Xingsi, Yongjia Xuanjue, Nanyang Huizon, dan Heze Shenhui. Demikianlah, akhirnya ajaran Zen menjadi tersebar luas sampai ke daratan Korean dan Jepang. Di Jepang sendiri Zen banyak dianut oleh kalangan samurai atau musashi.

(Silakan anda mengirim e-mail kepada saya tentang page ini. Saya membutuhkan masukan, saran, atau kritik dan jika saya membuat kesalahan, tolong beritahu saya. Saya termasuk awam tentang ajaran Buddha).
Sumber : Chung, Tsai Chih. 1994. Origin of Zen, Flowering of Zen in China. Asiapac Books & Educatinal Aids, Singapore.