Potensi yang dimiliki
Ikatan Alumni Fakultas Kehutanan Unmul demikian besarnya. Dari Profesor doktor
sampai eS Hut. Dari kuliah eS 2 di Amerika sampai Doktor di Pusat Industri,
Jerman. Demikian besarnya kualitas Sumber Daya Manusia sarjana-sarjana jebolan
Fahutan Unmul sehingga tiada hari tanpa sarjana kehutanan Unmul yang mengisi
koran-koran lokal Kaltim. Hal itu karena telah menyusupnya alumni fahutan
diberbagai bidang kehidupan, Sumber Daya Alam dan Alat. Dari Penguasa Hak
Penghancuran Hutan, pencuri kayu, Kepala Dinas Kertas -Kertas, pialang kayu liar,
manajer konsultan dadakan, pebisnis LSM, penjual beras hingga wartawan. Pun
alumni kehutanan ada yang meniti karir di bidang politik, menjadi pedagang
mobil, membuka pengetikan dan lain-lain. Dan yang tak mungkin dilupakan adalah
masih tersisanya alumni yang belum mendapatkan pekerjaan (fresh graduate)
maupun pengangguran (keluar dari pekerjaan atau lama tidak dapat kerja).
Dan tentunya sebuah kata “sibuk” layak dipanggul oleh begitu banyak
alumni Fahutan yang dengan tekun menjalani perintah atasan atau owner dalam
mengendalikan laju perusahaan. Saya pernah mendengar seorang alumni Fahutan
Unmul yang saat ini menjadi dosen “muda” di Jurusan Teknologi Hasil Hutan
mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menjadi Panitia Munas II IKA Fahutan Unmul
dengan berbagai alasan. Demikian sibuknya dia di “rumah kayu”nya, melebihi
dosen seniornya yang masih dapat menyempatkan waktu untuk membantu kerja
kepanitiaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa begitu banyak dana dan begitu sedikit
waktu yang dimiliki oleh sebuah komunitas alumni fahutan.
Hal tersebut juga yang menjadikan alasan kemandegan kepengurusan
alumni yang ada sekarang. “Untuk rapat Pengurus saja susahnya bukan main”,
keluh Maman Sutisna, ketua IKA Fahutan saat merencanakan membuat Munas II IKA
Fahutan Unmul.
Hal ini yang menjadi alasan saya dan beberapa teman untuk
menjadikan kepengurusan IKA Fahutan berikutnya menjadi sebuah kepengurusan
profesional. Kepengurusan yang bergaji. Kepengurusan yang memikul tanggung
jawab dari seluruh anggota IKA dan berhak menerima imbalan atas kerjanya.
Sebuah kepengurusan dari orang-orang yang memiliki potensi dana sangat besar di
wilayah Kaltim dan Indonesia umumnya.
Dan alangkah baiknya jika orang-orang yang “memiliki waktu relatif
banyak”, berminat melaksanakan tugas dan berinisiatif untuk memajukan alumni
sebagai sebuah komunitaslah yang pantas mendapatkan hak mengelola demikian
besar potensi. Sebuah timbal balik yang nyata perlu diwujudkan disini,
didunianya orang kerja yang memerlukan pelayanan untuk sebuah suasana nostalgia
dan kerjasama. Memerlukan jembatan untuk mengisi sempitnya waktu yang dimiliki.
Memerlukan orang-orang yang merelakan waktunya untuk memunguti Iuran anggota
dan Iuran Munas yang tak sempat dibayarkan meskipun sekretariat hanya berjarak
20 meter dari kantornya.
Lihat, betapa sibuknya alumni Fahutan Unmul hingga harus dilayani
sebagian besar keperluannya.
Namun diharapkan bukan sebuah cek kosong yang diberikan. Bukan
sebuah legitimasi tanpa dana. Bukan Janji tanpa realisasi. Karena yang
diharapkan adalah sebuah sinergi dari semua potensi. Siapapun dia.