Home > Artikel > LINUX 2004: Where are we and where we're going to

LINUX 2004:

Where are we and where we're going to

Tak terasa tahun 2004 sudah tiba, dan terlewat beberapa bulan. Banyak perkembangan di dunia TI yang menarik, terutama yang menyangkut Linux dan perangkat lunak bebas (open source software). Beberapa di antaranya:

  1. Kasus SCO: Sebuah perusahaan Unix (dan distributor Linux!) yang lepas kontrol dan berusaha menuntut semua perusahaan pengguna Linux akan royalti karena (konon katanya) sebagian kode Unix (yang mereka beli tahun 1995) sudah dimasukkan ke kode sumber Linux. Karena Linus Torvalds cs tidak mungkin mengakses kode sumber Unix (yang memang rahasia itu) maka sasaran tembaknya adalah IBM, yang mempunyai versi Unixnya sendiri (AIX) dan secara aktif membantu pengembangan Linux sejak tahun 1999. Sebuah tuduhan yang absurd, karena pihak SCO sendiri menolak memperlihatkan kode yang katanya dijiplak (dengan alasan kerahasiaan) dan IBM pun tentunya tidak sebodoh itu menyumbangkan kode yang berlisensi tertutup. Sebagai perbandingan, Sun Microsystem menghabiskan waktu dua tahun untuk menganalisis kode sumber StarOffice, yang dibelinya tahun 1999, sebelum merilisnya sebagai OpenOffice dengan lisensi GPL. Yang mengesalkan tentunya tindakan SCO yang bak preman 'memalak' perusahaan pengguna Linux untuk sesuatu yang belum terbukti!
  2. HaKI: Isu yang sempat meresahkan dunia TI (dan hiburan) di Indonesia pertengahan Juli 2003. Dampaknya pun langsung kelihatan: banyak rental dan toko penjual CD/VCD/DVD bajakan yang tutup, toko komputer tidak berani memajang dan memasang pernagkat lunak bajakan di komputer mereka, dan beberapa institusi pendidikan/pemerintah/swasta yang buru-buru menandatangani kerja sama dengan vendor perangkat lunak tertentu. Tapi, tunggu dulu, sekarang keadaan sudah normal kembali, penjual CD/VCD/DVD bajakan sudah kembali, bahkan semakin marak, rental-rental sudah buka kembali, dan pembicaraan soal HaKI pun lenyap ditelan berita Pemilu. Dan momentum penggunaan perangkat lunak bebas pun berlalu begitu saja...
  3. The Distros Saga: MandrakeSoft (pembuat distro terpopuler, Mandrake Linux) awal tahun lalu mengajukan kebangkrutan ke pemerintah Prancis, dan sempat memunculkan ketakutan akan berhentinya distro Mandrake Linux. Ternyata, distro Mandrake 9.2 tetap muncul di bulan Maret, disusul MandrakeMove (Live CD) dan baru-baru ini Mandrake 10.0, long live Mandrake! Di sisi lain, Trustix justru tumbang di pertengahan 2003, dan ucapkan selamat tinggal pada Trustix Linux (termasuk Trustix Merdeka). SuSE dibeli oleh Novell, masih ditunggu apakah kasus Caldera saat dibeli oleh SCO akan terulang lagi. Semoga saja menjadi lebih baik (SuSE jadi free downloadable mungkin?). RedHat menghentikan rilis RedHat Linux setelah versi 9.0, alih-alih mesponsori projek Fedora (fedora.redhat.com) yang mirip dengan Debian atau Cooker. Selanjutnya, RedHat hanya akan mendukung RedHat Enterprise Linux, sedangkan Fedora akan tersedia secara bebas, seperti Sun menjual StarOffice dan menggratiskan OpenOffice. Pilihan untuk distro bebas populer semakin sedikit, sementara kandidat lain agaknya masih sulit menyodok ke atas. Di sisi lain, distro Indonesia mulai bermunculan setelah terkuburnya Trustix Merdeka dan mandeknya WinBI, seperti Komura, LinuxSehat, RimbaLinux, De2, ROSe, dan DeAl.
  4. Welcome, Linux 2.6!: Kernel 2.6 akhirnya siap digunakan setelah tiga tahun dikembangkan. Tentunya banyak peningkatan kemampuan dan fasilitas yang ditambahkan sesuai tuntutan komputasi modern. Sebentar lagi, distro-distro baru akan bermunculan dengan mengadopsi kernel terbaru ini. Isu utama sekarang ini adalah komputasi 64-bit, yang sebenarnya sudah tersedia sejak dua tahun lalu. Ke depan, banyak standar pernagkat keras yang akan diperkenalkan seperti DDR2, PCI Express, Serial ATA, dan Wireless LAN. Kita berharap Linux akan tetap mengikuti perkembangan terbaru.
  5. The Classic War: Pertarungan Linux vs Windows akan tetap menjadi isu menarik yang 'menjual'. Popularitas Linux terus menanjak, dan Microsoft mulai terusik. Mereka terus meluncurkan program-program 'unik' seperti shared source, trustworthy computing, TCO comparison, See-The-Truth, dan mengutuk Linux sebagai 'ancaman bagi industri perangkat lunak dan hukum hak cipta'. Sejauh ini Microsoft belum menemukan cara untuk membendung musuh yang tidak tampak ini. Di berbagai negara, Microsoft bergerilya untuk membendung penggunaan Linux oleh pemerintah setempat (di Munich dan Thailand). Nampaknya Microsoft masih menggunakan siasat perang yang kuno, dengan perang harga, namun bagaimana memenangkan perang harga melawan sesuatu yang pada dasarnya gratis?
  6. Linux di Indonesia: Indonesia memang negara yang unik dalam soal TI, Made Wiryana menyebut Indonesia itu aneh, karena 'miskin tapi boros'. Para pengguna malas untuk menggunakan Linux dan perangkat lunak bebas (Linux), namun tidak mau membeli perangkat lunak komersial (Windows). Lebih parah lagi, pemerintah tidak punya program yang jelas dan berkesan tidak mendukung perkembangan TI: menetapkan UU Hak Cipta tapi malas menegakkannya, melestarikan monopoli telekomunikasi (secara diam-diam), mempersulit akses internet (kasus frekuensi Wireless LAN), menganggap komputer sebagai barang mewah (karenanya dibuat mahal, termasuk perangkat lunaknya). Sementara Thailand dan Malaysia (juga Vietnam) punya program PC nasional yang murah (padahal negaranya lebih kaya), India malah bikin PDA nasional (SimPuter) yang murah meriah (karena pakai Linux). Situasinya, PC di Indonesia populasinya sangat sedikit dan tidak merata (dibandingkan telepon seluler), Populasi Linux lebih sedikit lagi, dan pembajakan masih menguasai 90% perangkat lunak komersial yang beredar di Indonesia. Penetrasi internet pun tak kalah menyedihkan, karena masih kuatnya monopoli di bidang telekomunikasi (yang katanya sudah dihapuskan).

Artikel Terkait

back to index


Homepage ini seisinya © 2002-2007 oleh Imam Indra Prayudi