Kebejatan Sexualitas
Muhammad
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=4755
Sumbangan Tulisan NoMind
Untuk topik ini,
kita akan mempertanyakan nilai2 moral apa yang hendak
diajarkan oleh Nabi Besar kepada umat muslim dengan:
___________________
Sumbangan Tulisan otlhixch dibawah ini ______________________
Sumbangan Tulisan : otlhixch
Topic pembicaraan mengenai hal pernikahan Aisha dengan
Muhammad memang sudah banyak disinggung dan dibicarakan ,
malahan ada diforum situs-situs yang berorientasi Islam tidak mengizinkan atau
langsung mendelete thread yang membicarakan hal ini.
Tetapi memang hal tsb. sangat penting dalam menelaah moral dan etika seseorang
apalagi orang tsb. adalah Rasul yang paling
diagung-agungkan oleh umat muslim , perbuatan aib dan cela yang semacam ini
ditutupi rapat-rapat atau dibantah dan dijelaskan dengan 1001 macam dalil-dalil
yang tidak masuk akal.
Demikianpun dengan tingkah laku MUhammad dalam mengadopsi
kebiasaan Arab Jahiliyah seperti peperangan ,
kekejaman , pembunuhan , polygami , perbudakan dll....selalu ditutupi atau
dikemas sedemikan rupa dengan alasan-alasan yang absurd.
Pokok bahasan yang perlu dikedepankan adalah : Pantaskah
seseorang yang mempunyai watak , kebiasaan , sifat dan pemikiran sedemikan
tidak terpuji layak disebut sebagai Nabi besar , malahan disanjung sebagai
Rasul yang dijunjung dan dipuja-puja melebihi Nabi yang manapun sepanjang masa
oleh umat muslim.
Dan untuk langkah berikutnya ,
layak-kah ajaran yang dicetuskan dan dikarang oleh orang tsb. diterima oleh umat. Ini menjadi sangat penting
, mengingat baik buruknya suatu ajaran atau ideologi tergantung dari
teladan yang bersangkutan , dalam hal ini adalah Muhammad.
Memang sepatutnya semua Nabi mempunyai sisi buruk dan
sisi baiknya , dan itu dibicarakan dan diceritakan secara terbuka dalam Alkitab
Perjanjian Lama agama Kristen , mereka tidak menutup-nutupi keburukan Nabi-Nabi
itu , dan secara jelas diceritakan pula dosa dan hukuman yang dijatuhkan oleh
Tuhan kepada mereka. Semua Nabi tidak terlepas dari dosa dan
kedagingan mereka.
Hal tsb. tidak ada dalam kamus umat Islam , yang
menganggap semua nabi adalah orang suci yang terlepas dari segala dosa ,
apalagi mengenai Muhammad yang demikian disanjung dan diteladani , seakan-akan
Muhammadlah adalah Aulloh dari umat muslim.
Atau memang sebenarnya Muhammad sendirilah adalah Aulloh , karena beliaulah yang menciptakan eksistensi Islam
dengan Aullohnya.
_________________ Start NoMind Artikel
_________________________________
Sumbangan Tulisan : NoMind
Kalangan umat muslim
sendiri terpecah dua dalam hal perkawinan Muhammad (54 th) dengan Aisha (6 th).
Satu kalangan dengan gagah mengatakan bahwa memang benar Muhammad
mengawini Aisha pada umur 6 th menidurinya pada umur 9 th karena memang
tercatat demikian dalam beberapa hadist Sahih (Bukhari dan Muslim) dan berupaya
membela habis-habisan alasan Muhammad meniduri Aisha pada usia 9 th dengan
mengesampingkan seluruh nilai moral dan hati nurani yang ada, misalnya umur 9
th sudah matang secara fisik atau sudah mens yang artinya sudah siap utk
ditiduri tanpa memperhatikan sisi psikologisnya sama sekali.
Kalangan lain, mungkin karena lebih memperhatikan nilai2 moral dan hati
nurani, berupaya mati-matian menyanggah bahwa Muhammad menikahi Aisha pada usia 6 th dengan mengajukan hipotesa2 bahwa Aisha waktu itu
sudah berumur paling tidak 16 th, dan dengan sendirinya menyanggah kesahihan
hadist yang sudah dinyatakan sahih.
Kedua pendapat tersebut di atas sama2 merupakan upaya
untuk membersihkan "cacat" yang ada, tetapi upaya kedua kalangan tsb
tidak menolong.
Jika memang benar Muhammad mendiuri anak 9 th yang masih bermain dengan
bonekanya, maka nilai moral yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad sangat
"menjijikan" dan tidak bisa diterima oleh siapa saja yang masih
bermoral dan berhati nurani. Seorang Nabi selayaknya
memberikan standard nila moral yang tinggi dan bukan terbawa arus pada saat
itu.
Jika ternyata Muhammad mengawini Aisha bukan pada umur 6 th spt yang tercatat dalam hadist2 sahih, maka bagaimana
kesahihan hadist2 tsb dapat dipertanggunjawabkan. Dengan
sendirinya Al Quran juga layak dipertanyakan kesahihan, keaslian, dan
keabsahannya.