Paus
Menguduskan Mendiang Ibu Teresa
Vatican
City, Minggu - Mendiang Ibu Teresa dari Calcutta
telah dikuduskan oleh Paus Yohanes Paulus II, Minggu
(19/10). Di depan ratusan ribu orang yang memenuhi
Lapangan St Peter, Paus menobatkan Ibu Teresa sebagai
seorang beata (seseorang yang dianggap layak masuk
surga).
Dengan menjadi beata, secara resmi
hanya tinggal satu langkah lagi bagi Ibu Teresa
untuk menjadi Santa.
Tepuk tangan dan sorak sorai membahana dari ratusan
ribu orang yang berkumpul di Lapangan St Peter,
ketika sebuah permadani raksasa bergambar wajah
Ibu Teresa yang tersenyum digelar dari atas balkon
gereja St Peter.
"Saudara-saudaraku bahkan di
dalam hari-hari ini Tuhan menginspirasikan model-model
baru tentang kesucian," kata Paus kepada orang
yang berkerumun, yang juga terdiri dari orang-orang
non-Katolik.
"Beberapa di antara mereka membebankan
kepada diri mereka sendiri keradikalannya, seperti
yang ditawarkan Ibu Teresa dari Calcutta, yang hari
ini kami tambahkan ke dalam daftar orang-orang yang
diberkati," kata Paus lagi.
"Dengan kekuasaan kerasulan (apostolik-Red),
kami memberikan pelayan Tuhan yang dimuliakan, Teresa
dari Calcutta, sebutan orang kudus (yang terberkati-Red),"
papar Paus.
Banyak sekali biarawati dari ordo
Ibu Teresa yang berdiri di antara kerumunan orang
dengan kerudung putih yang pinggirannya bergaris
biru. Mereka tampak menyeka air mata ketika orang-orang
di situ menyatakan kegembiraannya atas penobatan
tersebut.
Di Calcutta, India, ribuan umat Katolik
memberi penghormatan kepada Ibu Teresa, yang menghabiskan
waktu lebih dari 60 tahun untuk mendampingi orang-orang
yang sakit dan sekarat.
Biarawati beretnis Albania yang memperoleh
penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1979 itu
merawat orang-orang yang sakit dan sekarat di wilayah
kumuh di Calcutta selama beberapa dekade, bersama-
sama ordo Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of
Charity) yang dibentuknya pada tahun 1950.
Ordo Misionaris Cinta Kasih yang didirikan
hanya dengan 12 biarawati itu kini memiliki 4.500
biarawati di 133 negara. Mereka mengelola tempat
tinggal, sekolah, dan rumah-rumah perawatan bagi
orang miskin dan sekarat.
Kontroversial
Paus Yohanes Paulus II memberikan
dispensasi agar prosedur bagi Ibu Teresa menjadi
orang suci (Santa) itu dapat dimulai dua tahun setelah
kematiannya.
Dalam keadaan normal, lima tahun setelah
kematian seseorang, barulah ia dapat diajukan untuk
diangkat sebagai beata (perempuan)-beato (laki-laki)
-dan prosesnya menuju penobatannya dimulai. Penetapan
waktu lima tahun itu dimaksudkan untuk menghindari
emosi memainkan peranan.
Dalam kaitan itulah, langkah Paus
tersebut dianggap sebagai kontroversial.
Apalagi salah satu persyaratan untuk
mendapat gelar beata/ beato adalah pernah melakukan
mukjizat dan Ibu Teresa dianggap banyak orang belum
pernah melakukan hal itu.
Seorang perempuan muda India, Monica
Besra, mengklaim bahwa tumor di perutnya hilang
setelah ia berdoa kepada Ibu Teresa. "Sekarang
saya berada dalam kondisi yang sangat baik. Ini
semua berkat rahmat yang diberikan oleh Ibu Teresa,"
kata Besra kepada kantor berita Inggris, Reuters,
tahun lalu di Danogram, sekitar 360 kilometer di
utara Calcutta.
Setelah mempelajarinya selama beberapa
bulan dan mengadakan wawancara yang panjang, Roma
memutuskan itu sebagai mukjizat.
Dilaporkan pula, tim dokter yang merawat
Besra mengatakan tidak ada penjelasan yang ilmiah
yang bisa diberikan atas kesembuhan Besra. Dokter
yang pertama mendiagnosis Monica Besra mengatakan,
yang menyembuhkan Besra adalah obat-obatan dan bukan
mukjizat. Karena itu, diperlukan mukjizat kedua
sebelum menjadikan Ibu Teresa sebagai seorang Santa.
Paus Yohanes Paulus II (83), yang
kini menderita penyakit parkinson dan radang sendi,
sangat mengagumi dedikasi Ibu Teresa dalam melakukan
pekerjaan kemanusiaannya yang seakan tidak ada batasnya.
Dalam kaitan itulah, ia menerabas aturan baku yang
berlaku dalam menetapkan seseorang sebagai orang
kudus.
Albania-Macedonia
Wartawan BBC Jane Little di Roma mengatakan,
Ibu Teresa juga menjadi sasaran kritik. Ia disebut
sebagai campuran dari seorang diktator dan seorang
Katolik garis keras.
Meskipun demikian, di luar Vatikan,
sangat banyak yang menempatkan Ibu Teresa sebagai
seorang yang sangat dikagumi, melampaui batas-batas
kelas, bangsa, dan agama. Ibu Teresa juga dihormati
oleh kalangan Hindu, Muslim, dan non-Katolik di
berbagai penjuru dunia.
Di Balkan, Albania, dan Macedonia
bertikai soal asal-usul Ibu Teresa.
Ibu Teresa dilahirkan di Skopje tahun
1910 dari orangtua beretnis Albania. Tahun 1910,
Albania dan Macedonia, berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Ottoman, Turki.
Albania mengklaim Ibu Teresa adalah
orang Albania karena orangtuanya beretnis Albania.
"Ibu Teresa sangat besar artinya bagi kami
karena ia adalah seorang putri tanah air kami, Albania.
Ia menyerahkan bendera kami (bendera Albania-Red)
dan bendera-bendera negara lain demi satu bendera,
yakni bendera cinta kasih," kata Dod Brokshi,
seorang Albania yang hadir di Vatikan bersama keluarganya.
Sementara itu, Macedonia mengatakan,
meragukan etnis ayah Ibu Teresa, tetapi kelahirannya
di Skopje, kini ibu kota Macedonia, menjadikan Ibu
Teresa seorang Macedonia.
Ketidaksepakatan mengenai hal itu
membuat Macedonia menghentikan rencananya untuk
menyumbang pembangunan patung Ibu Teresa di Roma.
Komunitas Irlandia
Ibu Teresa lahir dengan nama Agnes
Gonxha Bojaxhiu pada tanggal 26 Agustus 1910. Ia
ditugaskan ke India pada tahun 1928 sebagai seorang
biarawati muda dari Loreto, komunitas biarawati
Irlandia yang bertugas di Calcutta.
Ia mengajar selama dua dekade di sekolah
yang dimiliki ordo tersebut, sebelum memutuskan
untuk bekerja sendiri di daerah kumuh di Calcutta
yang pada waktu itu justru dihindari orang. Ia tidak
tahan melihat penderitaan orang-orang yang sakit
dan sekarat, yang dibiarkan tergeletak begitu saja.
Sebab itu, ia lalu turun tangan dan mendampingi
dan merawat orang-orang yang sakit dan sekarat sehingga
beberapa di antara mereka bisa sembuh, atau paling
tidak meninggal secara bermartabat.
(Sumber: Kompas Online Senin, 20
Oktober 2003 )