JAKARTA -- Sejumlah 16 duta besar negara-negara Timur Tengah
kemarin menemui Ketua MPR Prof Dr Amien Rais. Mereka mengingatkan agar
Indonesia hati-hati dengan rencana untuk menjalin hubungan dagang dengan
Israel. Sementara itu, Menlu Alwi Shihab tetap berkukuh pada rencananya
untuk bekerja sama dengan negara Zeonis itu.
Alwi Shihab bahkan kemarin menyatakan sebagai langkah untuk
memuluskan upaya pemerintah membangun hubungan dagang dengan Israel, ia
berencana bertemu dengan mantan Menlu Amerika Serikat (AS) kabinet
Presiden Richard Nixon, Henry Kissinger. ''Saya akan diterima oleh Henry
Kissinger,'' katanya seusai menemui Direktur Pelaksana IMF untuk wilayah
Asia Pasifik, Hubert Neiss, di ruang kerjanya, kemarin sore.
Henry Kissinger, kata Alwi, adalah seorang keturunan Yahudi yang
sangat berpengaruh di AS, tidak hanya di pemerintahan namun juga di
dunia bisnis.
Seusai bertemu dengan 16 dubes Arab, Amien menyatakan alasan
Indonesia membuka hubungan dagang dengan Israel untuk melobi negara
Yahudi bagi penyelesaian konflik Israel-Palestina, tidak terlalu kuat.
''Alasan-alasan agar bisa berperan aktif dalam pelaksanaan perdamaian
Israel-Palestina itu tidak terlalu kuat. Saya kira itu hanya sekadar
basa-basi diplomatik. '' kata Amien kepada wartawan di Gedung DPR/MPR
kemarin.
Amien malah mempertanyakan apa kekuatan Indonesia untuk melobi
Israel, sedangkan AS -- yang mbahnya Israel saja -- tidak bisa
menekan Israel. ''Apalagi Indonesia,'' ujar Amien yang juga dikenal
sebagai pengamat Timur Tengah ini. Menurutnya, tidak mungkin Indonesia
membuka hubungan diplomatik dengan Israel selagi negara Yahudi itu belum
menyerahkan seluruh wilayah Palestina.
Dubes Palestina Ribbhi Y Awad, salah seorang dubes yang menemui
Amien, menyatakan bahwa bagi orang-orang Palestina, Israel adalah
penjajah.
Pengamat masalah Timur Tengah, Riza Sihbudi, mempertanyakan apakah
pembukaan hubungan dagang RI dengan Israel itu benar-benar akan
menguntungkan. Jika dihitung-hitung untung dan ruginya, menurutnya,
mungkin akan lebih banyak rugi daripada untungnya.
''Belum jelas betul, apa memang menguntungkan. Sebab, jika dilihat
dari pertimbangan pasar, jelas pembukaan hubungan dagang itu akan lebih
menguntungkan Israel. Mereka hanya 12 juta orang, sementara Indonesia
punya 210 juta orang, jelas ini pasar yang sangat besar,'' kata Riza
kemarin.
Reaksi keras atas rencana RI itu juga ditentang Pengurus Besar
Pelajar Islam Indonesia (PB PII). Secara tegas PII menyatakan menolak
pembukaan hubungan itu. ''PII tidak melihat pembukaan hubungan dagang
dengan Israel dapat memberikan keuntungan bagi perbaikan perekonomian di
Indonesia,'' kata Ketua PB PII Achmad Marzoeki AM dalam siaran persnya
kemarin.
Menurut mereka, jika dengan membuka hubungan dagang dengan Israel
tersebut bisa mempercepat pencairan dana IMF, maka pada dasarnya
Indonesia sedang ''melepaskan diri dari mulut harimau untuk masuk ke
mulut buaya''.
Selain itu, pembukaan hubungan dagang dengan Israel dinilai PB PII
dapat mengganggu hubungan multilateral Indonesia dengan negara-negara
lainnya. ''Mengingat sampai saat ini Israel masih belum mematuhi
Resolusi PBB No 242 dengan tetap menguasai wilayah Palestina,'' kata
Achmad Marzoeki AM.
Reaksi juga datang dari Yayasan Siti Masyithoh. ''Apa untungnya
membuka hubungan dagang dengan Israel. Hubungan itu hanya mubazir,''
tandas Yunis Sofiyah, ketua yayasan itu kepada pers kemarin.
Ia menyatakan sulit memahami keinginan pemerintah itu. Sebab, apa
yang bisa diekspor ke Israel. ''Kalau jadi broker, bagaimana
sistem pembagiannya. Kemudian, mengapa harus dengan Israel. Apakah kita
sendiri tidak mampu melakukan ekspor sendiri dengan cara melakukan
beberapa pameran dagang di luar negeri,'' ujar pengusaha ini.
Sementara itu, berkaitan dengan pertemuannya dengan Kissinger, Alwi
menyatakan, ''Kalau ada kesempatan saat Gus Dur berkunjung ke Amerika
Serikat, saya akan mampir, kalau tidak nanti akan diatur dalam pertemuan
selanjutnya,'' katanya.
Mengenai hubungan dengan Israel, yang menjadi salah satu syarat agar
Indonesia dilibatkan dalam penyelesaian masalah Israel-Palestina,
menurut Menlu, akan menjadi bentuk positif untuk mempertahankan prinsip
RI, yakni bangsa Palestina memperoleh kemerdekaan.
''Tanpa hubungan ini kita tidak akan didengar, kita akan berusaha
ikut memperjuangkan hak-hak Palestina, prinsip kita tegakkan dan tidak
mungkin kita kompromikan,'' katanya, seraya menegaskan tidak akan
membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum prinsip tersebut
tercapai.
Meskipun demikian, menurut Menlu, tidak tertutup kemungkinan
Indonesia terlibat dalam arena politik untuk kepentingan rakyat
Palestina. ''Jadi kita punya hubungan dagang dengan Israel tapi dengan
asumsi bahwa kita juga dilibatkan ke bidang politik untuk kepentingan
rakyat Palestina,'' katanya.
Dengan hubungan dagang itu, lanjutnya, Indonesia bisa mendapat
keuntungan, seperti bahwa Israel mempunyai lobi dan jaringan yang cukup
kuat, khususnya di Amerika. ''Dan kita tahu, banyak di antara perusahaan
multinasional yang dimiliki orang Yahudi, hubungan dagang ini akan
membuat mereka menengok Indonesia negara yang terbuka, sehingga
investasi mengalir,'' katanya.
Menlu juga mengutip pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mahathir
Mohamad bahwa, spekulan pasar uang George Soros telah ''mengacak-acak''
Asia sebagai akibat tidak adanya hubungan negara-negara Asia dengan
komunitas tersebut. ''Kalau kita mempunyai hubungan ini, kita tidak akan
'diacak-acak' lagi, kita bisa bicara, bisa kita manfaatkan,'' tegasnya.
Selain itu, kehendak Pemerintah RI tersebut, menurut Alwi, telah
mendapatkan restu dari sejumlah negara Arab, yang memahami bahwa
Indonesia tengah memfokuskan diri dalam pemulihan perekonomian.
Berdasarkan restu itu pula, kata Alwi, pihak Arab yang tidak pernah
berinvestsi ke Indonesia juga diimbau agar mulai berpikir untuk
mengalirkan 'petro' dolar (dolar dari hasil minyak bumi) ke Indonesia.
''Kita imbau karena selama ini 'petro' dolar tidak pernah mampir ke
Indonesia,'' kata Menlu Shihab yang berkeyakinan rencana hubungan dagang
dengan Israel itu akan menggugah negara-negara Arab.
Ketika ditanya komoditas dagang apa yang menarik untuk dibina bersama
Israel, Menlu menjawab negara tersebut cukup hebat di bidang pertanian
dan perikanan. ''Kita bisa bekerja sama di bidang agrobisnis, mereka
punya pakar dan uang, sedangkan kita punya lahan,'' katanya, sambil
sekali lagi mengajak masyarakat untuk berpikir secara pragmatis dan
rasional dalam menghadapi berbagai pemikiran baru.
Di tempat terpisah Menperindag/Kabulog M Yusuf Kalla mengungkapkan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) mendukung rencana
itu. Secara logika, menurut Yusuf, Indonesia selama ini menunjukkan rasa
solidaritas kepada Mesir, Yordania, dan Palestina. Sekarang, Mesir dan
Yordania telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
''Kenapa kita harus marah-marah. Mereka saja sudah peluk-pelukan,
masak kita masih marah,'' katanya seusai menerima Direktur IMF
untuk Kawasan Asia Pasifik Hubert Neiss di Depperindag, kemarin petang.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depperindag Djoko Moeljono kemarin
menyatakan rencana membuka hubungan dagang dengan Israel sebenarnya
sudah dikaji tiga bulan sebelum pemerintahan kabinet reformasi berganti.
Pertemuan tersebut, lanjutnya, dihadiri sejumlah instansi yang
berkepentingan dengan persoalan itu di antaranya Deplu, Polri, BIA, dan
Depperindag. Namun, tidak ada keputusan penting akhir dari pertemuan
itu. ''Waktu itu diputuskan bahwa untuk langkah berikutnya diserahkan
kepada pemerintah baru,'' ujar Djoko.
Djoko menambahkan kendati saat ini hubungan dagang kedua negara belum
terjalin, namun sebenarnya sejumlah produk Israel sudah beredar di
masyarakat. Produk tersebut di antaranya buah-buahan yang dipasarkan ke
Indonesia melalui negara ketiga. Sebaliknya, produksi tekstil Indonesia
dipasarkan di negara Yahudi tersebut.
Hal yang sama dikemukakan Ketua Kadin Indonesia Bidang Perdagangan
Luar Negeri Soy Pardede. Sejak lama, menurutnya, kedua negara sudah
melakukan hubungan dagang secara tidak resmi. ''Kalau saat ini hubungan
dagang tersebut dibuka maka perdagangan kedua negara akan semakin
lancar,'' paparnya ketika dihubungi Republika.
Walaupun pemerintah telah bertekad akan segera membuka hubungan
dagang dengan Israel, namun hal tersebut, menurut Soy, harus
dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Salah satu pertimbangan utama
adalah jangan sampai negara-negara Timur Tengah yang selama ini tidak
mengakui keberadaan Israel justru menyorot Indonesia.
Sebab, apabila negara-negara Arab menyesalkan pembukaan hubungan
dagang tersebut, mereka justru menekan hubungan dagang dengan RI.
Akibatnya, kerugian besar akan diderita Indonesia. ''Harus diingat bahwa
hingga kini kita masih bergantung dengan negara-negara Arab berkaitan
dengan komoditas minyak dan sejumlah komoditas lain,'' paparnya.
Dengan demikian, keputusan yang akan diambil pemerintah berkaitan
dengan pembukaan hubungan dagang dengan Israel jangan sampai
mengakibatkan hubungan dagang dengan negara-negara Timur Tengah menjadi
terganggu. ''Karena itu, kemesraan hubungan dagang dengan negara-negara
Arab yang sudah terjalin selama ini harus menjadi perhatian utama,''
paparnya.