Republika Online edisi:
04 Nov 1999

16 Dubes Arab Ingatkan MPR soal Israel

JAKARTA -- Sejumlah 16 duta besar negara-negara Timur Tengah kemarin menemui Ketua MPR Prof Dr Amien Rais. Mereka mengingatkan agar Indonesia hati-hati dengan rencana untuk menjalin hubungan dagang dengan Israel. Sementara itu, Menlu Alwi Shihab tetap berkukuh pada rencananya untuk bekerja sama dengan negara Zeonis itu.

Alwi Shihab bahkan kemarin menyatakan sebagai langkah untuk memuluskan upaya pemerintah membangun hubungan dagang dengan Israel, ia berencana bertemu dengan mantan Menlu Amerika Serikat (AS) kabinet Presiden Richard Nixon, Henry Kissinger. ''Saya akan diterima oleh Henry Kissinger,'' katanya seusai menemui Direktur Pelaksana IMF untuk wilayah Asia Pasifik, Hubert Neiss, di ruang kerjanya, kemarin sore.

Henry Kissinger, kata Alwi, adalah seorang keturunan Yahudi yang sangat berpengaruh di AS, tidak hanya di pemerintahan namun juga di dunia bisnis.

Seusai bertemu dengan 16 dubes Arab, Amien menyatakan alasan Indonesia membuka hubungan dagang dengan Israel untuk melobi negara Yahudi bagi penyelesaian konflik Israel-Palestina, tidak terlalu kuat. ''Alasan-alasan agar bisa berperan aktif dalam pelaksanaan perdamaian Israel-Palestina itu tidak terlalu kuat. Saya kira itu hanya sekadar basa-basi diplomatik. '' kata Amien kepada wartawan di Gedung DPR/MPR kemarin.

Amien malah mempertanyakan apa kekuatan Indonesia untuk melobi Israel, sedangkan AS -- yang mbahnya Israel saja -- tidak bisa menekan Israel. ''Apalagi Indonesia,'' ujar Amien yang juga dikenal sebagai pengamat Timur Tengah ini. Menurutnya, tidak mungkin Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel selagi negara Yahudi itu belum menyerahkan seluruh wilayah Palestina.

Dubes Palestina Ribbhi Y Awad, salah seorang dubes yang menemui Amien, menyatakan bahwa bagi orang-orang Palestina, Israel adalah penjajah.

Pengamat masalah Timur Tengah, Riza Sihbudi, mempertanyakan apakah pembukaan hubungan dagang RI dengan Israel itu benar-benar akan menguntungkan. Jika dihitung-hitung untung dan ruginya, menurutnya, mungkin akan lebih banyak rugi daripada untungnya.

''Belum jelas betul, apa memang menguntungkan. Sebab, jika dilihat dari pertimbangan pasar, jelas pembukaan hubungan dagang itu akan lebih menguntungkan Israel. Mereka hanya 12 juta orang, sementara Indonesia punya 210 juta orang, jelas ini pasar yang sangat besar,'' kata Riza kemarin.

Reaksi keras atas rencana RI itu juga ditentang Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII). Secara tegas PII menyatakan menolak pembukaan hubungan itu. ''PII tidak melihat pembukaan hubungan dagang dengan Israel dapat memberikan keuntungan bagi perbaikan perekonomian di Indonesia,'' kata Ketua PB PII Achmad Marzoeki AM dalam siaran persnya kemarin.

Menurut mereka, jika dengan membuka hubungan dagang dengan Israel tersebut bisa mempercepat pencairan dana IMF, maka pada dasarnya Indonesia sedang ''melepaskan diri dari mulut harimau untuk masuk ke mulut buaya''.

Selain itu, pembukaan hubungan dagang dengan Israel dinilai PB PII dapat mengganggu hubungan multilateral Indonesia dengan negara-negara lainnya. ''Mengingat sampai saat ini Israel masih belum mematuhi Resolusi PBB No 242 dengan tetap menguasai wilayah Palestina,'' kata Achmad Marzoeki AM.

Reaksi juga datang dari Yayasan Siti Masyithoh. ''Apa untungnya membuka hubungan dagang dengan Israel. Hubungan itu hanya mubazir,'' tandas Yunis Sofiyah, ketua yayasan itu kepada pers kemarin.

Ia menyatakan sulit memahami keinginan pemerintah itu. Sebab, apa yang bisa diekspor ke Israel. ''Kalau jadi broker, bagaimana sistem pembagiannya. Kemudian, mengapa harus dengan Israel. Apakah kita sendiri tidak mampu melakukan ekspor sendiri dengan cara melakukan beberapa pameran dagang di luar negeri,'' ujar pengusaha ini.

Sementara itu, berkaitan dengan pertemuannya dengan Kissinger, Alwi menyatakan, ''Kalau ada kesempatan saat Gus Dur berkunjung ke Amerika Serikat, saya akan mampir, kalau tidak nanti akan diatur dalam pertemuan selanjutnya,'' katanya.

Mengenai hubungan dengan Israel, yang menjadi salah satu syarat agar Indonesia dilibatkan dalam penyelesaian masalah Israel-Palestina, menurut Menlu, akan menjadi bentuk positif untuk mempertahankan prinsip RI, yakni bangsa Palestina memperoleh kemerdekaan.

''Tanpa hubungan ini kita tidak akan didengar, kita akan berusaha ikut memperjuangkan hak-hak Palestina, prinsip kita tegakkan dan tidak mungkin kita kompromikan,'' katanya, seraya menegaskan tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum prinsip tersebut tercapai.

Meskipun demikian, menurut Menlu, tidak tertutup kemungkinan Indonesia terlibat dalam arena politik untuk kepentingan rakyat Palestina. ''Jadi kita punya hubungan dagang dengan Israel tapi dengan asumsi bahwa kita juga dilibatkan ke bidang politik untuk kepentingan rakyat Palestina,'' katanya.

Dengan hubungan dagang itu, lanjutnya, Indonesia bisa mendapat keuntungan, seperti bahwa Israel mempunyai lobi dan jaringan yang cukup kuat, khususnya di Amerika. ''Dan kita tahu, banyak di antara perusahaan multinasional yang dimiliki orang Yahudi, hubungan dagang ini akan membuat mereka menengok Indonesia negara yang terbuka, sehingga investasi mengalir,'' katanya.

Menlu juga mengutip pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad bahwa, spekulan pasar uang George Soros telah ''mengacak-acak'' Asia sebagai akibat tidak adanya hubungan negara-negara Asia dengan komunitas tersebut. ''Kalau kita mempunyai hubungan ini, kita tidak akan 'diacak-acak' lagi, kita bisa bicara, bisa kita manfaatkan,'' tegasnya.

Selain itu, kehendak Pemerintah RI tersebut, menurut Alwi, telah mendapatkan restu dari sejumlah negara Arab, yang memahami bahwa Indonesia tengah memfokuskan diri dalam pemulihan perekonomian. Berdasarkan restu itu pula, kata Alwi, pihak Arab yang tidak pernah berinvestsi ke Indonesia juga diimbau agar mulai berpikir untuk mengalirkan 'petro' dolar (dolar dari hasil minyak bumi) ke Indonesia.

''Kita imbau karena selama ini 'petro' dolar tidak pernah mampir ke Indonesia,'' kata Menlu Shihab yang berkeyakinan rencana hubungan dagang dengan Israel itu akan menggugah negara-negara Arab.

Ketika ditanya komoditas dagang apa yang menarik untuk dibina bersama Israel, Menlu menjawab negara tersebut cukup hebat di bidang pertanian dan perikanan. ''Kita bisa bekerja sama di bidang agrobisnis, mereka punya pakar dan uang, sedangkan kita punya lahan,'' katanya, sambil sekali lagi mengajak masyarakat untuk berpikir secara pragmatis dan rasional dalam menghadapi berbagai pemikiran baru.

Di tempat terpisah Menperindag/Kabulog M Yusuf Kalla mengungkapkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) mendukung rencana itu. Secara logika, menurut Yusuf, Indonesia selama ini menunjukkan rasa solidaritas kepada Mesir, Yordania, dan Palestina. Sekarang, Mesir dan Yordania telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

''Kenapa kita harus marah-marah. Mereka saja sudah peluk-pelukan, masak kita masih marah,'' katanya seusai menerima Direktur IMF untuk Kawasan Asia Pasifik Hubert Neiss di Depperindag, kemarin petang.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depperindag Djoko Moeljono kemarin menyatakan rencana membuka hubungan dagang dengan Israel sebenarnya sudah dikaji tiga bulan sebelum pemerintahan kabinet reformasi berganti.

Pertemuan tersebut, lanjutnya, dihadiri sejumlah instansi yang berkepentingan dengan persoalan itu di antaranya Deplu, Polri, BIA, dan Depperindag. Namun, tidak ada keputusan penting akhir dari pertemuan itu. ''Waktu itu diputuskan bahwa untuk langkah berikutnya diserahkan kepada pemerintah baru,'' ujar Djoko.

Djoko menambahkan kendati saat ini hubungan dagang kedua negara belum terjalin, namun sebenarnya sejumlah produk Israel sudah beredar di masyarakat. Produk tersebut di antaranya buah-buahan yang dipasarkan ke Indonesia melalui negara ketiga. Sebaliknya, produksi tekstil Indonesia dipasarkan di negara Yahudi tersebut.

Hal yang sama dikemukakan Ketua Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Luar Negeri Soy Pardede. Sejak lama, menurutnya, kedua negara sudah melakukan hubungan dagang secara tidak resmi. ''Kalau saat ini hubungan dagang tersebut dibuka maka perdagangan kedua negara akan semakin lancar,'' paparnya ketika dihubungi Republika.

Walaupun pemerintah telah bertekad akan segera membuka hubungan dagang dengan Israel, namun hal tersebut, menurut Soy, harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Salah satu pertimbangan utama adalah jangan sampai negara-negara Timur Tengah yang selama ini tidak mengakui keberadaan Israel justru menyorot Indonesia.

Sebab, apabila negara-negara Arab menyesalkan pembukaan hubungan dagang tersebut, mereka justru menekan hubungan dagang dengan RI. Akibatnya, kerugian besar akan diderita Indonesia. ''Harus diingat bahwa hingga kini kita masih bergantung dengan negara-negara Arab berkaitan dengan komoditas minyak dan sejumlah komoditas lain,'' paparnya.

Dengan demikian, keputusan yang akan diambil pemerintah berkaitan dengan pembukaan hubungan dagang dengan Israel jangan sampai mengakibatkan hubungan dagang dengan negara-negara Timur Tengah menjadi terganggu. ''Karena itu, kemesraan hubungan dagang dengan negara-negara Arab yang sudah terjalin selama ini harus menjadi perhatian utama,'' paparnya.

 

   

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999