Update: 00.30 Wib Selasa,  25  Januari 2000

Empat Marinir Tewas di Bireuen


Serambi-Lhokseumawe
Empat anggota Marinir yang sedang shalat Maghrib berjamaah di meunasah Desa Ujoeng Blang, Bireuen, tewas dan enam lainnya luka tembak menyusul aksi penyerangan AGAM terhadap personel pasukan elit TNI-Angkatan laut itu, Senin (24/1) malam. Penggempuran sporadis tersebut merupakan yang pertama dialami Marinir sepanjang berkecamuknya pergolakan bersenjata di Aceh.
Sebelumnya, petang kemarin, truk rombongan Kapolsek Lhoksukon diberondong di kawasan Buket Rata, Kecamatan Blang Mangat, dan satu unit bus karyawan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) dibakar di Desa Alue Keureunyai, Kecamatan Nisam. Dari kedua peristiwa tersebut, dilaporkan, tidak ada korban jiwa. Disamping itu, pagi kemarin, satu unit bom rakitan aktif ditemukan di rumah anggota Koramil Baktiya, Serda Samsul.
Penyerangan anggota pasukan Marinir itu, menurut keterangan yang dikumpulkan Serambi, terjadi sekitar pukul 19.00 WIB. Ketika itu, 13 dari satu peleton (lebih kurang 24 orang-red) yang berposko di Ujoeng Blang, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, sedang menjalankan ibadah shalat Maghrib bersama-sama masyarakat setempat di meunasah.
Tiba-tiba, menurut seorang masyarakat yang ikut shalat jamaah, tiga ledakan dahsyat meletus di sekitar meunasah. Dari suara, diperkirakan, ledakan itu bersumber dari letusan granat GLM. Mendengar suara tembakan itu, para anggota Marinir membatalkan shalatnya untuk kemudian bergerak dari meunasah guna melakukan tindakan penyelamatan.
Namun, diilustrasikan, letusan tersebut kemudian direntet dengan tembakan beruntun lainnya yang diduga kuat dilepaskan dari senjata sejenis Minimi. Berondongan tanpa henti, dikabarkan, berlangsung selama hampir 15 menit. Dan dalam rentetan itulah, anggota marinir tertembak dan tewas persis di halaman meunasah yang berjarak sekitar 50 meter dari poskonya.
Dandim Aceh Utara, Letkol Inf Suyatno, yang didampingi Pasi Intel, Lettu Inf Azwar, ketika ditanyai Serambi, tengah malam tadi, membenarkan dalam insiden itu ada empat anggota Marinir yang tewas, tiga luka berat, dan tiga lainnya luka ringan akibat terkena tembakan. Serta tiga lainnya belum diketahui keberadaannya.
Keempat marinir yang tewas, menurutnya, masing-masing Pratu Anthony, Pratu Musiyanto, Sertu Tulus, dan Prada Jarot. Sementara yang menderita luka kritis, Prada Jerry dan Pratu Jawan serta empat lainnya luka-luka ringan yakni, Prada Ariyanto, Sertu Dedy, dan dua personel lainnya yang bernama sama, yaitu Prada Agus.
Keterangan di RSUD Bireuen menyebutkan, kesemua jenazah itu telah dibawa ke RS Kesrem Lhokseumawe. "Sementara yang masih berada di sini hanya dua marinir yang luka ringan," sebut sumber RSUD itu ketika dihubungi per telepon pukul 23.00 WIB.
Dari jumlah korban tewas, sampai pukul 24.10 WIB, menurut amatan langsung Serambi di lapangan, baru dua jenazah marinir yang tiba di RS Kesrem Lhokseumawe. Begitu juga dengan korban luka- luka.
Dandim mengungkapkan, dari laporan intelijen, penyerangan itu dilakukan oleh GBPK kelompok Tgk Muslem. Namun, ia belum dapat menyebutkan kekuatan penyerang dan senjata yang dipergunakan. "Percuma mereka muslim kalau orang shalat pun diserang. Benar-benar tidak bermoral. Perbuatan ini pantas untuk dikutuk. Semestinya orang shalat itu dihargai dan dihormati bukan malah digempur secara membabi-buta bagaikan binatang," ujar Letkol Suyatno.
Kapolsek disanggong
Sementara itu, aksi pemberondongan truk rombongan Kapolsek Lhoksukon terjadi Senin sore sekitar pukul 17.00 WIB. Ketika itu truk yang sedang melaju di jalan raya Medan-Banda Aceh, tiba-tiba diberondong dua orang bersenjata api yang diduga anggota GAM saat melintasi kawasan Buket Rata. Namun, dalam peristiwa sekitar itu tidak ada korban jiwa di pihak aparat.
Menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Wakapolres Mayor Pol Drs Eko Para SS, pelaku yang menggunakan sepeda motor berhasil melarikan diri. Sedangkan motornya terpaksa ditinggalkan tidak jauh dari tempat kejadian setelah kewalahan menghadapi kejaran petugas.
Dalam keterangan rincinya yang disampaikan Mayor Eko, kapolres mengungkapkan, rombongan Kapolsek Lhoksukon, Lettu Pol Audi Carmy Wibisana, saat kejadian sedang dalam perjalanan pulang dari mapolres dengan menumpangi truk pasukan yang biasa disebut Reo.
Namun, saat melintasi kawasan Buket rata, Kecamatan Blang Mangat, tidak berapa jauh dari Polteknik Lhokseumawe, dua orang bersepeda motor dan bersenjata api pistol melepaskan tembakan bertubi-tubi ke arah truk pasukan. Tetapi, tidak mengenai sasaran.
Dilukiskan, mendapat serangan dadakan, rombongan kapolsek Lhoksukon bukan menghindar. Sebaliknya, justru menghentikan kendaraan untuk kemudian melakukan pengejaran. Pengejaran yang di luar dugaan itu membuat anggota GAM terkejut sekaligus meninggalkan sepeda motornya di jalan. "Mereka lari ke arah jalan line pipa MOI lewat jalan samping kampus Polteknik," sebut wakapolres.
Bus karyawan dibakar
Setengah jam sebelum "penyanggongan" rombongan Kapolsek Lhoksukon, empat pria tak dikenal secara brutal membakar satu unit bus karyawan PT KKA di lintasan Desa Alue Keurinyai, Kecamatan Nisam. Dalam kejadian itu, Kapolres Aceh Utara yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, memastikan tidak ada korban jiwa.
Dijelaskan, bus karyawan KKA BL 7290 K saat kejadian sedang dalam perjalanan mengantar pulang karyawan yang lepas tugas dari pabrik. Mendadak, ketika sedang dalam perjalanan di kawasan Alue Keurinyai, bus tersebut dihentikan empat pria bersenjata api.
Para penumpang bus diperintah turun. Lalu, diuraikan kapolres, di hadapan para karyawan kelompok pelaku menyiramkan bensin ke beberapa bagian bus dan kemudian menyulutnya dengan api. Sehingga bus tersebut hangus.
Para karyawan berhasil meninggalkan lokasi kejadian dengan menumpangi berbagai kendaraan lainnya. Beberapa waktu sebelumnya, satu unit bus KKA juga dibakar orang tak dikenal.
Kapolres sangat menyesalkan insiden tersebut. "Di satu pihak banyak pihak menginginkan dan melakukan penyelesaian kasus Aceh. Di sisi lain ada pula yang terus mengobarkan perpecahan dan ketakutan. Sungguh kita tak mengerti apa maunya mereka," ungkap Letkol Syafei Aksal. (ham/j/u/h)



Pangdam Ajak Berdamai

*GAM: Jangan Sakiti Rakyat

Serambi-Sabang
Pangdam I/BB Mayjen TNI Afandi SIp mengajak semua pihak di Aceh duduk menyelesaikan berbagai kemelut keamanan di daerah ini secara baik-baik. "Kita harus sabar. Mari kita berdamai. Toh kita sama, yang kita makan, semuanya sama. Masya Allah, hanya amal yang kita bawa. Rumah besar atau apa saja semuanya akan kita tinggalkan, " ujarnya.
Ajakan itu disampaikan Pangdam saat berbincang-bincang dengan Serambi di Meuligoe Sabang, Senin kemarin. Affandi berada di Sabang sehubungan kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid. Berkaitan ajakan itu, Pangdam meminta semua pihak di Aceh menahan diri dalam menurunkan suhu konflik.
Menurutnya, aspirasi masyarakat Aceh saat ini sudah mulai tersimpul. Karena itu ia berharap, melalui kunjungan presiden ke Aceh hari ini, aktivitas silaturrahmi bisa ditingkatkan guna memecahkan semua masalah.
Dikatakan, yang terjadi sekarang ini di Aceh merupakan akumulasi sejarah panjang bangsa Indonesia. "Dalam mengelola bangsa ini, selain ada yang baik, tentu juga ada hal-hal yang tidak baik. Kita sepakat, dalam masa mendatang, mari kita mereform ke arah lebih baik. Mana yang kurang di masa lalu, mari kita refleksi. Mana yang harus diselesaikan dengan hukum positif, kita selesaikan dengan hukum positif. Yang penting tidak menimbulkan keguncangan bangsa. Yang penting semua penyelesaian itu harus dengan pendekatan kasih sayang, bukan kebencian," ujar Afandi sambil mengutip beberapa ayat al-Qur'an.
Dalam perbincangan kemarin, Pangdam juga menekankan lima imbauannya dalam setiap penyelesaian masalah. Yaitu harus dilakukan secara hikmah/bijaksana, mempertimbangkan stabilitas, menggunakan segala perangkat yang ada, memantapkan jati diri bangsa, dan kelima adalah berniat menuju yang lebih baik untuk setiap aspek kegiatan.
Selain itu, dalam setiap penyelesaian masalah, Afandi juga mengaku ada empat pegangan. Yaitu aspek hikmah, menghindari kekerasan, tidak cacat prosedur, dan sabar. "Hikmah tersebut merupakan niat baik. Sedangkan dalam menghindari kekerasan adalah jika ada kekerasan harus dilokalisir, karena sering-sering kekerasan akan menarik isu yang lain, " ujar Afandi yang didampingi Kapendam Letkol Nurdin Sulistyo.
Menjawab Serambi tentang seringnya masyarakat menerima ekses dari setiap kontak senjata di Aceh, Afandi kembali menegaskan bahwa dalam setiap penanganan masalah keamanan tidak boleh cacat prosedur. "Itu kasuitas, itu akan ditindak," tandasnya.
Tentang bagaimana pengawasan pimpinan TNI terhadap prajurit di lapangan, Afandi menjelaskan bahwa itu dilakukan secara bertingkat. Ada yang mengontrolnya sampai ke bawah, namun yang namanya manusia selalu ada keterbatasan. "kalau kontrol saya kan tidak seluas itu," ujarnya.
Menjawab Serambi tentang rencana diadakan Musyawarah Rakyat Aceh (MRA), Pangdam mengatakan menyambut baik. Begitupun, secara formal, ia mengaku belum diberitahu. "Mestinya diberitahu kepada bapak Gubernur Aceh," katanya.
Pangdam menyatakan pihaknya siap membantu. Dikatakan, semuanya tergantung niat. Jika niat tulus ikhlas tidak apa-apa. "Saya akan mendinamisasikan. Sejauh tidak terjadi ekses negatif, tidak ada masalah. Pak polisi saja menjamin keamanan secara fisik, kita akan bantu bersama".
"Pindad"
Serambi juga mempertanyakan tenyang ditemukan mesin bubut merek "Pindad" di markas pembuatan senjata kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), beberapa hari lalu, di kawasan Aceh Utara. Tentang hal ini Pangdam mengaku bahwa beberapa bulan lalu memang pernah terjadi kebobolan gudang senjata. "Ini sebenarnya, pengamanan ini dibilang gampang, kalau kita semua sadar, ya gampang. Kalau dibilang sulit, kalau kita semua tidak sadar, tentu akan sulit," ujarnya.
Kapendam Letkol Nurdin kemudian segera memberi penjelasan tambahan. Kata Nurdin, mesin bubut merek "Pindad" itu tidak hanya untuk membuat senjata. Mesin ini, tambahnya, bisa saja diperjualbelikan. "Ada mesin bubut, ada kompor arang, lalu oleh teman-teman kita disalahgunakan untuk membuat senjata," ujarnya.
Pangdam menyebutkan lolosnya mesin bubut produksi "Pindad" ke markas GAM di kawasan Lhoksukon, Aceh Utara, bisa jadi karena penyalahgunaan pemakaiannya. "Mesin itu tidak hanya diciptakan untuk membuat senjata di kalangan intern TNI, tetapi juga bisa beredar untuk masyarakat," katanya.
Komandan Kodim Aceh Utara, Letkol Inf Suyatno, secara terpisah di Lhokseumawe menjelaskan, peralatan perakitan senjata GAM yang ditemukan di Desa Blang Aman, itu baru sekitar satu minggu dioperasikan setelah dipasok pada akhir Ramadhan lalu.
Mesin bubut dan berbagai peralatan lainnya serta rangkaian senjata api yang sedang dalam proses pembuatan yang disita aparat keamanan pada saat penggerebekan itu, saat ini diamankan di Mapolsek Lhoksukon.
Sementara itu, pasukan Brimob yang berpangkalan di Lhoksukon melalui Serka Maryono secara koor menyatakan kesiapannya untuk melayani tantangan Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) untuk duel senjata.
Jangan sakiti rakyat
Sementara Wakil Panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) Pase Aceh Utara, Abu Sofian Daud, mengingatkan agar TNI/Polri tidak menyakiti rakyat.
Selama ini, setiap kontak senjata antara AGAM dan aparat, rakyat selalu menjadi korban kekejaman aparat keamanan, padahal mereka tidak tahu menahu. Selain menyakiti, menurut Sofian, juga aparat yang dikirim ke Aceh selalu membuat masalah yang pada gilirannya merugikan rakyat.
Sofian menyebut beberapa kasus pembakaran rumah dan bangunan penduduk oleh aparat seperti di Keude Karieng Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara, Cot Iju Kecamatan Peusangan, Bireun. Kemudian di Jiem-jiem dan Meureudu Kabupaten Pidie. Selain itu juga di Peudawa dan Blang Siguci Kabupaten Aceh Timur.
Menurut Abu Sofian kepada redaksi Serambi tadi malam, pihaknya tidak menyesali tindakan aparat menembak anggota AGAM sampai menemui ajal, sebab dalam perjuangan pasti ada yang "syahid." Tapi, kenapa harus rakyat miskin di desa yang dijadikan sasaran.
Setiap aksi penghadangan truk TNI/Polri oleh GAM, tegas Sofian, tidak pernah diketahui penduduk di lokasi kejadian. "Kami sengaja tidak memberitahukan agar tidak bocor, jadi kenapa aparat membakar rumah warga desa, malah sampai tiga desa seperti di Peudawa," kata Sofian.
GAM Rugi Rp 1 M
Menyinggung tentang penggerebekan dua gudang senjata milik GAM yang dilakukan pihak keamanan Sabtu (22/1) di Desa Blang Aman Kecamatan Lhoksukon, Abu Sofian Daud membenarkan, insiden tersebut terjadi akibat masih ada cuak. Akibat penggrebekan itu itu pihak GAM mengaku menderita kerugian Rp 1 milyar lebih.
Ketika Polri melakukan penggerebekant, kata Abu Sofian, pihak 20 personil AGAM mencoba menghalangi. Dengan adanya tantangan, ratusan pucuk senjata di gudang itu berhasil dibawa lari dan barang ditemukan dalam gudang itu hanya sebagian kecil yang tersisa.
Menyinggung tentang mesin bubut yang disita itu, Abu Sofian menjelaskan, bukan mesin untuk membuat senjata rakitan, tapi alat memperbaiki senjata rusak dan bisa juga mesin itu membuat berbagai jenis peluru.
Keberadaan mesin tersebut di tangan GAM, kata Abu Sofian, dibeli dari salah seorang perwira TNI di Jakarta dengan harga ratusan juta. Namun, Dandim Aceh Utara Letkol Suyatno membantah keterlibatan TNI dalam penyediaan mesin bubut itu.
Kendati peralatan itu telah disita dan beberapa personil AGAM telah "syahid", tutur Abu Sofyan, namun pihak GAM belum patah mentalnya. Karena, mesin yang disita itu sebagian kecil dan masih banyak lainnya tersimpan, namun tidak mau menyebutkan di kawasan mana keberadaan mesin itu.
Pembakaran
Pihak Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), kini menuding ada upaya dari pihak tertentu, terutama TNI/Polri yang berhasrat menghancurkan perekonomian bangsa Aceh. Buktinya, cukup banyak kerugian karena sejumlah pusat perdagangan (pertokoan) sengaja dibakar.
Juru bicara AGAM wilayah Pidie, Abu Razak, melalui telepon ke redaksi Serambi, malam tadi mengatakan sekarang sedang diupayakan oleh pemerintah Indonesia-Jawa untuk melumpuhkan perekonomian bangsa Aceh. Buktinya setiap ada insiden tetap dilakukan pembakaran pertokoan dan harta milik masyarakat.
Selama ini, tambah Abu Razak, ia sangat sedih dan prihatin melihat rakyat yang dipukuli dan hartanya dibakar. "Kami dari angkatan Aceh Merdeka, tetap meutueng bila atas kekejaman TNI/Polri," ungkapnya.
Razia dan sweping simpatik yang selama ini digelar TNI/Polri, menurut Abu Razak, hanyalah omong kosong. Kapolda Aceh dan Danrem Teuku Umar hanya omong saja yang besar, sementara banyak rakyat dipukuli dan dikasari ketika dalam sweeping.
Abu Razak mencontohkan ketika berlangsung sweeping di wilayah Meureudu, kemarin. Banyak warga yang mengeluh karena dipukuli tanpa kesalahan yang jelas. "Apakah ini namanya razia simpatik. Semua hanya bohong dan menyakiti rakyat," ungkapnya.
Kepada seluruh jamaah haji dari Aceh, diharapkan supaya hingga sekarang sampai di Tanah Suci, supaya mendoakan bangsa Aceh cepat terlepas dari lingkaran dan belenggu penjajah.(tim)





310 Anggota GAM Menyerah

Komando Tiro: Mereka Orang Sipil

Serambi-Subulussalam
Sebanyak 310 warga Simpang Kiri, Aceh Singkil yang menurut aparat keamanan telah mengikuti latihan AGAM maupun sudah disumpah (baiat), selama tiga hari terakhir ramai-ramai menyerahkan diri kepada muspika dan aparat keamanan.
Sampai Senin (24/1) kemarin tercatat 310 warga dari 31 desa menyerah dengan kesadaran sendiri. Tapi, juru bicara Komando Pusat GAM Ditiro Tgk Maad Muda mengatakan mereka adalah orang-orang sipil yang direkayasa untuk kebutuhan tertentu.
Kapolres Aceh Selatan, Letkol Pol Teuku Kemala yang tengah berada di Subulussalam, Simpang Kiri ketika dihubungi via saluran telepon tadi malam menjelaskan, warga yang menyerah diantar langsung kepala desa masing-masing bersama sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Pada saat menyerah, pengikut GAM tersebut dilaporkan tidak ada yang menyerahkan senjata, kecuali menyerahkan jimat yang sudah dimiliki kepada aparat keamanan. "Jimat yang sudah terkumpul mencapai satu kantong plastik," kata Teuku Kemala.
Ke-310 warga masyarakat itu, menurut Kapolres Letkol Pol Teuku Kemala menyerahkan diri selama tiga hari berturut-turut. Pada hari Sabtu (22/1) sebanyak 29 warga berasal dari enam desa menyerah dengan mendatangi Kantor Camat Simpang Kiri. Mereka seluruhnya telah mengikuti latihan AGAM, di samping sudah baiah.
Besoknya, Minggu (23/1) sebanyak 124 warga berasal dari 10 desa menyerah kepada aparat keamanan. Mereka itu terdiri dari 84 orang telah mengikuti latihan AGAM di Simpang Kiri, sisanya 40 orang telah dibaiat. Lalu, Senin (24/1) kemarin tercatat 157 warga menyerahkan dengan kesadaran sendiri. Mereka yang datang dari 15 desa itu terdiri dari 136 telah mengikuti latihan AGAM, dan 21 orang sudah dibaiah.
Mereka dengan kesadaran sendiri datang menyerah, menurut Kapolres Letkol Pol Teuku Kemala akan diperlakukan secara baik. Malahan, setelah diperiksa dan diberikan pengarahan, baik oleh pihak Muspika dan aparat keamanan, mereka diperbolehkan pulang. Namun, sebelum pulang, mereka terlebih dahulu mengikuti sumpah dengan kitab Alquran yang dipandu tokoh ulama setempat.
Tentang warga yang menyerah akan diterima kembali, juga dikemukakan Dandim 0107 Aceh Selatan, Letkol Inf Drs Sunarto, juga membawahi Aceh Singkil ketika dihubungi tadi malam. "Bagi yang menyerahkan tetap diterima dengan baik, karena bagiamanapun mereka adalah manusia. Sedangka bagi yang belum tetap kita minta kesadarannya," kata Dandim.
Menurut Kapolres Letkol Pol Teuku Keumala dan Dandim 0107 Letkol Inf Drs Sunarto, kesadaran warga muncul setelah dilakukan pendekatan secara hati nurani melalui serangkaian penyuluhan-penyuluhan. Warga yang menyerah, menurut Kapolres diperkirakan terus mengalir karena masyarakat benar-benar telah sadar.
Orang sipil
Menanggapi isu-isu adanya anggota AGAM yang menyerahkan diri, Juru bicara AGAM Komanda Pusat Ditiro Tgk Maad Muda mengatakan itu hanya rekayasa aparat untuk kebutuhan tertentu.
Menurut jurubicara GAM seluruh Aceh tersebut, sejauh ini menurut laporan yang diterimnya belum ada anggota GAM yang menyerah. "AGAM pantang menyerah, kecuali ditawan atau syahid," tegasnya.
Tgk Maad Muda juga heran dengan isu bahwa di Simpang Kiri ada 300- an anggota AGAM yang menyerah, padahal menurut catatan di Komando Pusat Ditiro bahwa di kecamatan yang berbatasan dengan Sumut itu, jumlah personil AGAM tidak sebanyak itu. "Jadi, kenapa yang menyerah, malah lebih banyak." (tim)




Ghazali Abbas Adan:Presiden Dapat Informasi Keliru

Serambi-Banda Aceh
Anggota MPR-RI asal Aceh, Drs Ghazali Abbas Adan, menilai pemerintah Indonesia bersikap diskriminatif dalam memandang persoalan di daerah-daerah. Apalagi Presiden Gus Dur terkesan mendapat bisikan keliru dari orang-orang di lingkungan istana.
Ghazali kepada Serambi, kemarin, menyebutkan Presiden Abdurrahman Wahid ternyata sangat keliru memandang kondisi Aceh yang katanya sudah memasuki tahap penyelesaian.
"Apakah dia tidak tahu tiap hari TNI dan Polri terus membunuh rakyat sipil yang tak berdosa, menganiaya para relawan kemanusiaan, dan membakar rumah-rumah penduduk di Aceh," tegasnya.
Ketika informasi yang diterima Gus Dur tidak sesuai dengan fakta di lapangan, kata Gazali Abbas, maka keputusan politik yang diambilnya pun menjadi keliru. "Tampaknya presiden tak menyadari itu," katanya.
Sebagai bukti ketidaktahuan presiden, dalam wawancara khusus dengan RCTI, Minggu malam (23/1), Gus Dur mengatakan TNI sekarang hanya bertugas menjaga proyek vital. Padahal, saat ini TNI tengah melakukan operasi besar-besaran dan sangat represif.
Ghazali Abbas juga meminta Hasballah M Saad lebih bagus berhenti saja menjadi Menteri Negara Urusan Hak Azasi Manusia. "Tiap hari rakyat Aceh menjadi korban kekerasan aparat keamanan. Kenapa Hasballah masih diam saja," tanya vokalis yang pernah walk-out dari sidang umum MPR ketika usulannya memasukkan soal Aceh secara khusus dalam Tap MPR tidak diterima sebagai keputusan majelis.
Demikian juga para anggota DPR-RI asal Aceh di Jakarta, menurut Ghazali Abbas, umumnya cenderung diam saja ketika rakyat yang diwakilinya terus dibantai dan dirampas hak azasinya. "Sudah cukuplah berbulan madu dengan jabatan masing-masing. Sekarang saatnya membela rakyat," tegasnya.
Mananggapi Kapolda Aceh Brigjen Bahrumsyah Kasman yang terkesan mentolerir pelanggaran HAM oleh aparat dengan alasan banyak anakbuahnya yang menjadi korban, Ghazali menyesalinya. "Ketika bentrok dengan GAM, kalau ada aparat yang jadi korban, itu 'kan risiko profesi. Demikian juga kalau GAM yang mati, itu risiko perjuangan," katanya. (ram)



Pendidikan dan Ekonomi Sudah Lumpuh

Mahasiswa Minta Aparat dan GAM Stop Tembak-Menembak


Serambi-Banda Aceh
Dua puluh komponen Mahasiswa dan Rabithah Thaliban Aceh, kemarin menuntut pihak-pihak yang bertikai baik pihak negara Republik Indonesia maupun Gerakan Aceh Merdeka (GAM) segera melakukan perundingan gencatan senjata, guna menghentikan tembak-menembak.
Juru bicara komponen mahasiswa yang membentuk "Tim 21" Aguswandi, Muharram, Zainuddin T, dan Taufik Abda dalam pernyataan sikap yang disampaikan kepada wartawan di Banda Aceh, kemarin (24/1), menuntut pasukan TNI/Polri dan GAM agar menghentikan segala bentuk operasi militer, aktivitas bersenjta, dan kekerasan lainnya di Aceh.
Penyelenggara Negara Republik Indonesia untuk segera manarik pasukan TNI/Polri dan menghentikan segala bentuk Operasi Militer di Aceh. GAM juga diminta untuk menghentikan segala bentuk aktivitas bersenjata dan kekerasan di Aceh. "Kedua pihak harus segera berunding untuk proses gencatan senjata," kata jurubicara Tim 21.
Ari Maulana yang bertindak sebagai moderator pada konperensi pers, menyatakan intensitas kekerasan akibat pertikaian bersenjata antara aparat dan GAM selama ini telah membuat roda perekonomian rakyat lumpuh, sistem pendidikan mandek, dan terus merenggut nyawa manusia yang tak bersalah.
Apabila kondisi demikian tidak segera dicegah, katanya, dapat dipastikan akan menghancurkan generasi masa depan bangsa yang bermuara kepada penghancuran budaya, agama, pendidikan, dan sistem sosial kemasyarakatan secara periodik.
Ia menyatakan mahasiswa Aceh menginginkan agar masalah Aceh segera berakhir dengan cara damai dan demokratis, sehingga tidak ada lagi korban jiwa dari kalangan masyarakat yang tidak berdosa.
Menurut dia, aktivitas bersenjata tidak akan bisa menyelesaikan masalah Aceh. Oleh karena itu, mahasiswa Aceh sangat mengharapkan pihak-pihak yang bertikai segera menghentikan aksinya.
Mahasiswa juga mendukung berbagai upaya penyelesaian kasus Aceh yang dilakukan tokoh masyarakat dan ulama dengan melakukan dialog antara sesama rakyat Aceh, seperti Musyawarah Rakyat Aceh (MRA), kata Aguswandi.
Taufik Abda menjawab pers mengatakan, lahirnya Tim 21 sebagai langkah menuju penyelesaikan kasus Aceh secara menyeluruh. Tim 21 ini akan bekerja sampai terlaksana Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh serantau yang dijadwalkan berlangsung Februari mendatang. (ism/*)





Gedung DPRD Atim Dilempari Molotov

Serambi-Langsa
Gedung DPRD II Aceh Timur dilempari dua bom molotov, Senin (24/1) subuh sekitar pukul 05.00. Meski suaranya cukup mengejutkan warga Langsa, namun akibat yang ditimbulkan tak terlalu fatal.
Pengamatan Serambi, akibat pemboman itu, sejumlah kaca jendela pecah berantakan di beberapa ruangan lantai atas dan bawah. Pecahnya kaca ini diduga karena getaran bom yang cukup kuat. Namun, benda-benda yang ada di dalam beberapa ruangan yang jadi sasaran pelemparan, ternyata tak ada yang terbakar.
Bekas terbakar --akibat jatuhnya bom-- yang tampak menghitam hanya terlihat di halaman gedung, berjarak sekitar lima meter dari ruang fraksi PDI-Perjuangan yang juga bersebelahan dengan ruang wakil ketua DPRD Aceh Timur dari PDI-P, Marsudin.
Bekas hitam di halaman yang berdiameter 50 Cm kini terlihat telah disapu oleh petugas. Sejumlah serpihan/pecahan bom rakitan itu yang berserakan di halaman juga telah dibersihkan.
Kapolres Aceh Timur Letkol Pol Drs Abdullah Hayati melalui Kasat Serse-nya Kapten Pol Nurodin, ditanya Serambi mengatakan kasus pemboman itu sedang dilidik pihaknya. Polisi telah meminta keterangan dari penjaga gedung DPRD setempat yang malam itu tidur di bagian belakang gedung.
Namun, sang penjaga mengaku hanya mendengar suara bom, yang membuatnya terjaga. Ia ternyata tak melihat pelakunya serta kendaraan yang dikendarai. Motiv pelemparan bom molotov rakitan di gedung DPRD itu sejauh ini juga belum diketahui pasti polisi. "Karena kasus masih diselidiki, kita tak bisa menduga-duga siapa atau dari kelompok mana yang melakukannya," jelas Nurodin.
Begitupun, informasi tentang "pemboman gedung DPRD" itu segera jadi pembicaraan di kalangan warga dan elite politik di Langsa, Senin kemarin.
Banyak yang menduga, motiv pemboman itu erat kaitannya dengan suksesi bupati. Seperti diketahui, terpilihnya Bupati Azman Usmanuddin, selain menimbulkan pro dan kontra juga terbetik isu suap. Malah Kamis pekan lalu seribuan warga datang ke DPRD meminta Dewan memilih ulang bupati setempat.
Soal suap itu, awalnya dua anggota PDI-P di DPRD setempat, M Diah Nurdin dan Subardi, telah membuat pengakuan tertulis yang mengakui menerima uang Rp 12 juta dari tim sukses Azman. Namun, belakangan, wakil ketua DPRD Syamaun Budiman, juga menunjukkan surat M Diah Nurdin yang membantah isi pengakuan pertama.
Dugaan suap tersebut saat ini sedang diusut Polres Aceh Timur dan Kejaksaan Negeri Langsa. Karenanya, Kajari Langsa Suroso SH, kepada Serambi, berharap masyarakat bersabar dan menjaga ketertiban, menunggu proses penyelidikan kasus suap tersebut. "Kalau memang terbukti, bupati yang sudah dilantik pun bisa gugur," jelas Suroso. (non)




Gus Dur ke Sabang

* Warga Skeptis

Serambi-Sabang
Presiden Abdurrahman Wahid, Selasa (25/1) siang ini, dijadwalkan berada di Sabang dengan agenda utama untuk mengadakan acara silaturrahmi dengan masyarakat Aceh. Namun, melalui kunjungan ini, diperkirakan, juga berlangsung sejumlah kegiatan lain di antaranya peresmian Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang.
Walikota Sabang, Drs Sofyan Haroen, kepada Serambi menjelaskan, Gus Dur tiba di Sabang diperkirakan pukul 14.00 WIB siang ini di Bandara Maimun Saleh dengan pesawat khusus Hercules. Setelah melangsungkan acara di dermaga Pangkalan Angkatan Laut Sabang selama dua jam, menjelang petang ini, Gus Dur kembali bertolak ke Jakarta.
Kehadiran Gus Dur di Aceh kali ini merupakan kunjungan perdana setelah ia dilantik menjadi presiden. Sofyan Haroen dan sumber- sumber dari kalangan keprotokolan kepresiden yang berada di Sabang, hingga siang kemarin, mengaku belum mengetahui siapa saja pejabat- pejabat pusat yang akan menyertai Gus Dur.
Namun, sumber-sumber Serambi lainnya menginformasikan bahwa Gus Dur setidaknya akan didampingi tujuh menteri, yaitu Mendagri Surjadi Sudirdja, Menteri Otonomi Rias Raasyid, Memperindag Yusuf Kalla, Menhub Agum Gumelar, Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Erna Witular, Menteri Kelautan Sarwono Kusumaatmadja, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa.
Selain itu juga ikut Kapolri Letjen Rusdiharjo, serta sejumlah duta besar seperti Dubes Singapura, Dubes Belanda, Dubes Inggris, dan Dubes Thailand.
Menyongsong kehadiran presiden, sejak dua hari terakhir, suasana Sabang tampak lebih "hidup". Kota tampak lebih ramai karena kehadiran tamu, terutama para pejabat dari tingkat I dan pusat yang mempersiapkan acara presiden. Aparat keamanan juga tampak mulai berjaga-jaga di setiap sudut kota. TNI dan Polri, didatangkan ke Sabang melalui beberapa kali pemberangkatan ferry.
Menurut Sofyan Haroen, untuk mengikuti acara presiden, pihak panitia hanya mengedarkan 500 undangan, di antaranya setiap daerah tingkat II di Aceh mendapat jatah 10 orang, belum termasuk pejabat birokrat seperti bupati dan pimpinan dewan tingkat II. Ditanya siapa saja yang diundang dari setiap kabupaten, Sofyan mengatakan, terserah kepada masing-masing bupati. Sebagian para undangan , sejak kemarin, sudah berdatangan ke Sabang.
Dari sumber-sumber Serambi, hingga petang kemarin, dalam susunan acara pertemuan dengan presiden, belum teragendakan acara dialog antara masyarakat Aceh dengan presiden. Demikian juga acara khusus tentang peresmian Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang. Yang ada hanya mata acara tentang pengarahan Presiden Gus Dur. Hal ini juga diakui Sofyan. Katanya, tentang kemungkinan berlangsung dialog tersebut tergantung dari perkembangan saat acara berlangsung.
Demikian juga tentang peresmian Pelabuhan Bebas. Sejumlah pejabat tingkat I Aceh belum bersedia memberikan komentar, termasuk Wagub Bustari Mansyur selaku ketua panitia penyambutan presiden.
Sumber Serambi menginformasikan, pejabat-pejabat tingkat I hingga kemarin masih cemas tentang jadi tidaknya rencana peresmian pelabuhan. Karena dasar hukum pembentukan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang yang telah dipersiapkan berupa Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) hingga kemarin pejabat di tingkat I belum mendapat informasi apakah sudah atau belum ditandatangani presiden.
Begitupun, panitia di tingkat I, telah menyiapkan prasasti peresmian pelabuhan yang akan ditanda-tangani presiden. "Kita berharap peresmian tersebut akan dilakukan saat presiden memberi pengarahan," ujar Sofyan Haroen.
Sejumlah pejabat tingkat I yang dihubungi Serambi di Sabang kemarin mengaku akan sangat merasa kecewa bila presiden nantinya tidak meresmikan Pelabuhan Bebas Sabang dan berdialog secara langsung dengan masyarakat Aceh.
Skeptis
Sementara itu sejumlah masyarakat Sabang yang dihubungi terpisah terkesan sangat skeptis mengenai rencana diaktifkannya kembali pelabuhan bebas Sabang. Mereka masih ragu-ragu apakah benar-benar terlaksana atau tidak.
Hal ini sebagai akibat banyaknya rencana pembangunan sejumlah proyek dan fasilitas ekonomi di Sabang, namun hingga kini umumnya belum terealisir. Masyarakat mempertanyakan tentang rencana peresmian pelabuhan bebas yang akan berlangsung hari ini. "Kami heran fasilitasnya tidak ada kok tiba-tiba diresmikan. Namun, demikian kita berharap kehadiran Gus Dur membawa angin perubahan untuk Sabang. Kita orang awam, ya menunggu saja, " kata Ibrahim, salah seorang pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Pagi Sabang.
Hal senada juga diungkapkan pedagang lainnya, Bustami. Ia berharap pelabuhan bebas menjadi kenyataan, sehingga roda ekonomi pulau yang dihuni sekitar 24 ribu jiwa ini kembali bergairah seperti sebelum pelabuhan bebas dicabut tahun 1984. (naz/rul)