:
24.00 Wib Jum'at,
11 Pebruari 2000
Hasballah M Saad:
Bulan Ini, Peradilan HAM Tetap Digelar
Serambi-Banda Aceh
Menteri Negara HAM Hasballah M Saad
menegaskan bahwa peradilan terhadap para pelanggar HAM di Aceh akan digelar
bulan ini meskipun tersangka utamanya, Letkol Sudjono, belum juga
ditemukan.
"Saya datang kemari untuk mengkonsultasikan dengan aparat terkait
supaya persidangan itu segera dilakukan dan saya harapkan bulan ini juga harus
sudah digelar," kata Hasballah kepada wartawan, Kamis kemarin, di Meuligoe
Gubernuran Aceh.
Kasus yang menjadi prioritas untuk disidangkan yaitu
pembantaian Tgk Bantaqiah bersama sejumlah muridnya di Beutong Ateuh tahun lalu.
"20 prajurit TNI yang terlibat pembantaian itu kini sudah ditahan di Pomdam,
hanya Letkol Sudjono yang memimpin operasi itu kini masih menghilang. Namun,
pimpinan TNI telah berupaya untuk mencarinya kembali dan sudah pula dinyatakan
sebagai prajurit yang disersi. Walaupun Letkol Sudjono belum ditemukan,
persidangan ini akan terus dilaksanakan," kata Hasballah M Saad.
Untuk
menggelar persidangan ini, ada dua kendala teknis yang dihadapai. Pertama,
hilangnya seorang calon tersangka. Kedua, belum diputuskannya di mana tempat
persidangan tersebut, meskipun selama ini disebut-sebut bakal digelar di Sabang.
Menurut undang-undang, sebuah peradilan harus dilakukan di tempat kejadian
perkara. Sehingga kasus Bantaqiah sebenarnya harus digelar di Pengadilan Negeri
Meulaboh. Kalau PN Meulaboh merasa tidak mampu atau ada halangan lain, ketua
pengadilannya secara resmi harus menulis surat ke Mahkamah Agung. Selanjutnya
Mahkamah Agung akan berkonsultasi dengan Menteri Hukum dan Perundang-undangan
untuk memutuskan tempat lainnya.
"Ketika saya cek kemarin, selain ada calon
tersangka yang hilang, juga tempatnya belum diputuskan. Itulah tujuan saya
datang ke Aceh untuk mendengarkan dari bapak-bapak di sini, untuk menyegerakan
kita laksanakan. Kita tunggu saja fatwa dari Mahkamah Agungnya," ujarnya
Hasballah.
Hasballah Saad mengakui telah menerima masukan bahwa rakyat Sabang
menyatakan keberatan atas persidangan kasus pelanggaran HAM dilaksanakan di
Sabang. Rakyat Sabang takut daerah itu akan menjadi ajang kerusuhan saat
peradilan itu digelar.
"Saya minta pengertian semua tokoh masyarakat,
pimpinan daerah, DPRD, termasuk bupati. Saya segera mengundang pimpinan instansi
terkait di sini Jakarta 18 Februari mendatang untuk bertemu dengan Jaksa Agung,
Menteri Hukum dan Perundangan, unsur Mahkamah Agung, dan Kapolri. Melalui rapat
tanggal 18 itu nanti akan kita putuskan waktu dan tempat digelarnya persidangan
itu," ujar Hasballah M Saad.
Hentikan kekerasan
Pada bagian lain,
Hasballah M Saad meminta pihak-pihak yang bertikai di Aceh untuk segera
menghentikan kekerasan. Sebab, persoalan Aceh yang sudah berlangsung cukup lama
tak mungkin diselesaikan dengan kekerasan.
"Dalam rapat kabinet beberapa hari
lalu sudah diputuskan persoalan Aceh harus diselesaikan secara politik, bukan
dengan cara kekerasan," kata Hasballah menjawab wartawan mengenai masih
berlangsungnya kematian rakyat sipil secara tak wajar di Aceh.
Mantan dosen
Unsyiah itu mengaku, meski upaya penyelesaian secara politik sedang diupayakan,
tapi di lapangan kekerasan masih terjadi di mana-mana. Oleh karena itu, supaya
mulusnya penyelesaian kasus Aceh, ia mengimbau kedua pihak baik TNI/Polri maupun
GAM untuk menahan diri. Sebab, bila kekerasan masih terus dilakukan proses
penyelesaian secara politik pasti terganggu.
Langkah awal yang ditempuh Meneg
HAM itu adalah berkonsultasi dengan Panglima/Pimpinan TNI/Polri maupun pihak
Gerakan Aceh Merdeka. Meskipun dengan pihak GAM belum bisa bertemu langsung,
sudah dicari hubungan yang bisa menyampaikan pesan upaya menyelesaikan persoalan
Aceh secara politik.
"Dan kita harus menyadari pesan itu bisa sampai dengan
sesegera mungkin, ini memerlukan kesabaran," kata Hasballah. "Upaya untuk
menghentikan kekerasan itu penting, sebab, rakyat Aceh sudah cukup lama
menderita, baik yang berhadapan dengan TNI/Polri maupun yang berhadapan dengan
Gerakan Aceh Merdeka," tambahnya.
Menyinggung makin bertambahnya pasukan
TNI/Polri yang didatangkan ke Aceh, Hasballah langsung menimpali, "Justru karena
itu kita imbau Panglima dan Pimpinan TNI/Polri untuk menguranginya. Bila perlu
tarik lagi. Tetapi kita harus menghormati, kalau TNI mengurangi pasukannya
jangan ada profokatif, sehingga pasukan yang mau ditarik tak jadi ditarik".
(kan/ism)
Danrem 011/LW: GAM jangan Hanya Bisa
Membantah
*Kapolda: Nggak Salah kok
Takut?
Serambi-Banda Aceh
Komandan Korem 011/Lilawangsa
Kolonel Inf Syafnil Armen berpendapat berbagai bantahan dan statemen dari
kelompok tertentu yang mengatasnamakan juru bicara dan Biro Penerangan GAM di
media massa tidak masuk akal dan menggelikan. "Hal ini terlihat dari berbagai
pernyataan mereka yang tidak logis," kata Syafnil Armen kepada wartawan di
Lhokseumawe, Kamis (10/2).
Sementara itu Kapolda Aceh Brigjen Pol Drs
Bachrumsyah Kasman mengatakan masyarakat tak perlu takut dengan pelaksanaan
sweeping yang dilakukan aparat polisi/TNI. "Hanya mereka yang bersalahlah yang
takut dengan kehadiran aparat di tengah masyarakat," kata Kapolda di Banda Aceh,
Kamis.
Tentang ketaklogisan statemen AGAM dicontohkan Kolonel Syafnil Armen
dengan kerapnya AGAM membesar-besarkan jumlah korban yang jatuh dalam sebuah
insiden. "Misalnya mereka mengklaim jumlah korban 20 orang. Padahal aparat
keamanan waktu itu tidak sampai 20 orang. Ini kan lucu dan ngawur," ungkapnya.
Selain itu, tambah Sayfnil, bila dari kelompok tersebut ada korban, mereka
tidak mengakui sebagai anggotanya dan disebut masyarakat biasa. "Padahal korban
tersebut jelas-jelas orang bersenjata yang selama ini meresahkan masyarakat,"
katanya.
Menurut Syafnil, sikap ini menunjukkan kelompok itu tidak
bertanggung jawab terhadap anggotanya dan hanya mengambil keuntungan semata.
Mengenai korban di pihak aparat, Syafnil Armen menjelaskan bahwa bila ada korban
ditandai dengan pengibaran bendera merah putih setengah tiang di instansi
militer. Selama tidak ada pengibaran bendera setengah tiang, maka tidak ada
korban dari aparat karena itu merupakan penghormatan terakhir prajurit yang
gugur dalam tugas.
Syafnil juga berpendapat sebenarnya masyarakat sudah
menyadari bahwa selama ini sudah dibohongi dan dimanfaatkan kelompok tertentu
untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Ini terbukti dengan banyaknya
anggota mereka yang kaya mendadak tanpa mempunyai pekerjaan jelas. Bahkan
tragisnya, sebut Syafnil, saat ini pentolan GBPK terindikasi hendak keluar dari
Aceh bahkan akan menuju ke luar negeri.
Sementara pada acara silaturrahmi di
pesantren Darul Ulum Dinniyah Islamiyah (NUDI) di Desa Jungka Gajah Kecamatan
Meurah Mulia, Aceh Utara, Kamis kemarin, Syafnil menyatakan sebagai manusia yang
beriman kita hendaknya menghilangkan dendam atas segala musibah yang menimpa
selama ini.
Dalam sambutannya, Danrem menyatakan dengan ketulusan hati
sesama umat Islam sebangsa dan setanah air, ia berkeinginan untuk membangun
kembali pesantren tersebut yang terbakar beberapa waktu lalu. "Karena pesantren
sebagai sarana pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
meningkatkan iman serta taqwa kepada Allah," katanya seraya menambahkan tidak
perlu menyoalkan siapa yang membakar karena hal itu tidak menyelesaikan
masalah.
Sementara itu, pengurus Pesantren NUDI Tgk Usman Ishak menyebut
pesantren tersebut merupakan milik masyarakat dan diharapkan dapat dibangun
kembali. Barang-barang yang musnah terbakar masing-masing 250 ranjang, 35 pintu,
satu balai, dua dapur, enam sepeda, dan dua sound system.
Lebih jauh, Danrem
Syafnil Armen mengajak kelompok tertentu yang telah mengambil jalan salah untuk
insyaf kembali demi kemaslahatan masyarakat yang aman dan damai. "Kalau
menginginkan suasana kondusif, semua pihak harus turut aktif berpartisipasi
mewujudkannya," tutur Syafnil Armen.
Tergantung
Brigjen Pol Drs
Bachrumsyah Kasman mengatakan pelaksanaan sweeping yang digelar pihak Polri di
Aceh, tergantung dari kacamata mana memandangnya. "Kalau kacamatanya melihat
sweeping ini menghambat kegiatan mereka yang bersenjata, jelas ini meresahkan.
Tapi kalau dilihat dari hasilnya, berapa ratus kendaraan dari para pejabat dan
pengusaha yang kita tangkap. Kalau tidak dengan sweeping bagaimana kita
menangkapnya," ujar Kapolda.
Bahkan Bachrumsyah menyiratkan kekecewaan
terhadap pemandangan umum anggota DPRD Tk I Aceh yang menyatakan bahwa sweeping
yang dilakukan aparat sudah meresahkan masyarakat. "Menurut saya, dewan selaku
yang punya wilayah Aceh ini, perintahkan saya secara formal untuk menghentikan
sweeping. Begitu keluar perintah, hari ini juga saya hentikan sweeping. Termasuk
kalau dewan minta agar senjata disimpan, saya akan simpang. Gampang saja. Tapi,
ketika sweeping dihentikan dan senjata disimpan, aksi-aksi dari gerombolan
bersenjata makin banyak, kita akan minta pertanggungjawaban dewan (yang
memerintahkan penghentian sweeping dan penyimpanan senjata),"
katanya.
Dikatakannya, hari-hari ke depan aparat keamanan akan terus
melakukan pengejaran terhadap kelompok sipil bersenjata ini. Oleh karena itu,
diingatkan kepada masyarakat yang tidak ada hubungan dengan kelompok bersenjata,
enggak usah takut. "Kami juga tahu diri. Saya tahu persis siapa-siapa orangnya
yang memecah-mecahkan helm, saya kenal anaknya. Sekarang tinggal kita lihat,
apakah si pemecah helm itu nanti pakai helm apa tidak. Kesimpulannya kita ini
serba tahu, pengetahuan yang kita miliki nanti akan kita laksanakan di
lapangan."
"Kita akan terus memburu kemanapun mereka lari. Kalau mereka lari
ke kantor polisi, ke kantor polisi kita kejar. Kalau mereka lari ke kampung, ke
kampung kita kejar. Kami ini kan sedang mengejar tikus. Kalau larinya ke lubang,
lubangnya kita bongkar supaya dapat tikusnya. Jangan si lubang memberikan
kesempatan kepada si tikus, kalau si lubang tidak ingin terganggu," katanya
menambahkan.
Menurut Bachrumsyah, 800 orang yang menjadi target buruan
polisi adalah pasti mereka terlibat langsung dalam konstelasi kekisruhan di
Aceh. "Yang tidak terlibat langsung itu ribuan banyaknya. Diprioritaskan ya 800
itu dulu. Sasaran yang utama adalah mereka- mereka yang meresahkan masyarakat."
(tim)
Dua Tewas, Satu Diciduk di Pidie
* Dua Pucuk Senjata
Disita
Serambi-Sigli
Dua warga Kecamatan Simpangtiga, Pidie,
yang menurut aparat anggota AGAM wilayah itu, tewas kena tembak dan seorang lain
lain dapat diciduk ketika berlangsungnya pengepungan di kawasan Cot Jaja, Rabu
(9/2). Dalam aksi itu, aparat mengaku dapat menyita dua pucuk senjata api.
Tapi, pihak AGAM mengatakan tidak ada anggotanya yang tertembak dalam kontak
senjata di Cot Jaja. Begitu pula, senjata yang disita aparat bukan milik
pasukannya. "Mereka yang tertembak itu adalah warga sipil, bukan anggota kami,"
kata Abu Razak melalui telepon ke redaksi Serambi, malam tadi.
Dua mayat
pemuda yang dikatakan aparat anggota AGAM, kemarin sekitar pukul 12.00 WIB sudah
dibawa ke RSU Sigli. Kedua korban mengalami luka tembak cukup serius. Mereka
tertembak di bagian dada, bahu, dan paha ketika meletusnya kontak senjata
sekitar pukul 10.30 WIB kemarin.
Dandim 0102/ Pidie Letkol Inf Iskandar MS
dan Kapolres Pol Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin mengatakan korban
kala itu sedang mengendarai sepeda motor. Dan pasukan gabungan yang terus
memburu, akhirnya berpapasan dengan sasaran dimaksud.
Menurut Iskandar,
mereka merupakan kelompok AGAM yang selama ini dicari aparat adalah Suriadi
alias Dekdin (20), Gambit Husin (28), dan seorang yang ditangkap adalah
Abdurrahman (28). Artinya, mereka sudah menjadi target aparat karena selama ini
sering membuat kekacauan di wilayah tersebut.
Ketika dikejar aparat, menurut
Iskandar, korban memberikan perlawanan. Kala itu pasukan dari berbagai kesatuan
terus memburu dan memblokir ke semua arah. Akhirnya, dua dari mereka yang
berboncengan tiga dengan satu sepeda motor GL Pro berhasil dilumpuhkan di areal
persawahan. Sedangkan Abdurrahman berhasil ditangkap oleh aparat.
Kedua
korban dihujani peluru, sehingga beberapa bagian tubuhnya kelihatan bolong dan
mengalami luka serius. Selain mengalami luka tembak di bagian dada, bahu, dan
kepala, kedua korban lebih dulu tertembak di bagian paha. Sehingga mereka tidak
bisa lolos dari kepungan aparat.
Setelah berhasil melumpuhkan korban, tambah
Iskandar, aparat juga menyita dua pucuk senjata api. Dua pucuk pistol beserta 30
amunisi kini diamankan aparat. Selain itu, aparat juga menemukan borgol, sebilah
rencong, dan 2 selongsong peluru.
Dandim Iskandar kemarin ikut langsung dalam
penyergapan anggota AGAM, ia mengaku terjun memimpin pasukan, ketika korban
sudah lari ke arah sawah. Satu dari mereka ditemukan jadi mayat di dalam air
areal sawah, sedangkan satu lagi dekat saluran irigasi setelah dihujani peluru
aparat.
Tujuan ikut langsung ke lapangan, menurut Dandim Iskandar, supaya
memperkecil ekses pasca peristiwa tersebut. Sehingga tidak ada masyarakat yang
disakiti dan dirugikan dalam peristiwa penghadangan. "Walau sudah meninggal,
saya tetap minta prajurit memperlakukan korban secara manusiawi,"
katanya.
Kedua mayat korban yang sempat divisum kemarin, menurut Dandim
Iskandar, dijemput pihak keluarganya dan dikebumikan di desa asal mereka Mesjid
Tungoe Kecamatan Simpangtiga. "Dua mayat itu sudah dijemput keluarganya," ungkap
seorang petugas di RSU Sigli.(tim)
Seorang Kades Ditembak Saat Hendak
Shalat
Serambi-Tapaktuan
Syamsuar (55), Kepala Desa Ujong
Tanoh, Kecamatan Tangan-Tangan, Aceh Selatan, tewas ditembak di depan rumahnya,
Rabu (9/2) malam. Ayah empat anak itu menghembus nafas terakhir di tempat
kejadian setelah tiga butir peluru bersarang dalam tubuhnya.
Wakapolres Aceh
Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal yang dihubungi Serambi, Kamis (10/2)
kemarin, menjelaskan, peristiwa penembakan yang menewaskan Kades Syamsuar
terjadi sekitar pukul 19.50 WIB. Beberapa saat sebelum kejadian, korban tengah
bersiap- siap ke masjid yang terletak di sebelah rumahnya untuk melaksanakan
shalat Isya berjamaah.
Ketika itulah, ada seseorang laki-laki yang memanggil
dirinya. Dan Syamsuar pun menjumpai orang itu di beranda rumahnya. Menurut
keterangan, kata Wakapolres, pada saat korban berada di halaman rumah, terdengar
suara pertengkaran yang diduga keras dengan orang yang memanggil korban. "Berat
dugaan antara korban dengan orang tersebut sudah saling kenal," kata Supriadi
Djalal. Tapi sebelum keluarga korban melihat dengan siapa korban bertengkar,
tiba-tiba terdengar suara letusan senjata secara beruntun sebanyak tiga
kali.
Belum dapat dipastikan apakah korban ditembak pada terjadi perang mulut
atau pada saat korban meninggalkan orang tak dikenal itu. Yang jelas seiring
suara letusan senjata, korban masih mampu melangkah masuk ke dalam rumah,
kemudian jatuh berlumuran darah di hadapan istri dan salah seorang anaknya.
Bahwa korban akan melaksanakan shalat Isya berjamaah di masjid juga
dibenarkan salah seorang keluarganya. "Ada orang yang memanggil korban. Setelah
berjalan beberapa langkah dari pintu depan, terdengar suara tembakan sebanyak
tiga kali secara beruntun, namun korban masih mampu berbalik masuk rumah, lalu
jatuh dalam ruang depan dengan bermandikan darah. Sementara penembaknya segera
melarikan diri," kata seorang anggota keluarga Syamsuar.
Salah seorang anak
korban menjerit histeris begitu melihat orangtuanya berlumuran darah. Warga
sekitar juga mengaku terperanjat dengan letusan senjata dan jerit histeris
keluarga Pak Kades. Sejumlah warga memberanikan untuk keluar rumah, kemudian
mendapati Kades Syamsuar tergeletak berlumuran darah yang ditangisi istri dan
anaknya.
Dalam waktu relatif singkat rumah kades didatangi ratusan warga guna
memberikan bantuan. Namun nyawa korban tidak tertolong lagi. Korban tewas
setelah tiga butir peluru mengenai bagian dada dan punggung.
Kepala Puskesmas
Tangan-Tangan, dr Nur Amilawati yang melakukan visum terhadap jenazah korban,
pagi kemarin menjelaskan pada jenazah korban tiga luka tembak, dua pada bagian
dada kanan dan satu pada bagian punggung. Ukuran luka ketiga tempat sama, yaitu
0,5 x 0,5 cm. Ketiga peluru, menurut dr Nur Amilawati masih bersarang dalam
tubuh korban.
Menurut Wakapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal,
tersangka pelaku penembakan merengut nyawa Kades Syamsuar dalam pengejaran
anggota polisi dengan melakukan penyisiran kawasan Desa Ujong Tanoh sekitarnya.
Namun sampai tadi malam belum ada laporan tentang hasilnya.
Suasana yang
sempat dipantau Serambi, kemarin, peristiwa penembakan yang menewaskan Kades
Syamsuar menimbulkan duka sangat mendalam kalangan masyarakat yang mendiami
kawasan tepi pantai yang berbatasan dengan Kecamatan Susoh itu. Selama empat
tahun menjabat jebatan kepala desa, korban dinilai punya perhatian besar
terhadap warganya.
"Warga setempat benar-benar kehilangan figur pemimpin
yang disegani," kata salah seorang tokoh masyarakat Tangan-Tangan. Tokoh
tersebut mengaku sangat mengenali pribadi korban yang disenangi warganya.
Kades Syamsuar dikebumikan warga setempat, Kamis siang di Desa Ujong Tanoh
dalam suasana haru sangat mendalam. Korban meninggalkan seorang istri dan empat
orang anak (satu laki-laki, tiga perempuan). Seorang anaknya yang perempuan,
menurut keterangan sudah berkeluarga, dua lainnya sedang mengikuti pendidikan di
Banda Aceh.(tim)
WNI Turunan Dirampok di Tengah Kota
Lhokseumawe
* Rp 30 Juta Ludes
Serambi-Lhokseumawe
Aksi perampokan di siang bolong
berlangsung di tengah Kota Lhokseumawe, Kamis (10/2) kemarin. Seorang wanita WNI
turunan, Ny Betti (37), yang sedang dalam perjalanan menyetor uang tunai ke
Lippo Bank setempat sekitar pukul 10.00 WIB dicegat di gang rumah makan padang
Nanak kemudian tas kertas berisi uang kontan Rp 30 juta di tangannya dirampas
seorang pria.
Seorang saksi mata melukiskan, setelah berhasil merampas tas
kertas kecil dari tangan istri pemilik toko barang-barang elektronik "New Seiko"
itu, pelaku perampokan langsung melarikan diri ke arah Jalan Sukaramai untuk
kemudian hilang di Kampung Cina, belakang pertokoan Jalan
Sukaramai.
Bersamaan dengan larinya pelaku perampokan tersebut, dari arah
belakang juga nampak seorang pria muda lainnya ikut berlari. Namun, pihak
kepolisian yang turun ke lapangan mengidentifikasi TKP belum dapat memastikan
keterlibatan pria muda tersebut dalam kasus perampokan dimaksud.
Aksi
perampokan tersebut terjadi tidak berapa jauh dari lokasi usaha korban. Namun,
karena peristiwanya berlangsung di dalam gang tidak banyak yang melihat.
Apalagi, menurut cerita suaminya, Betty tidak berteriak minta tolong saat itu.
"Ia kelihatannya gamang dan shock menghadapi kejadian dadakan tersebut," tutur
sang suami.
Pada saat tindak pidana perampokan tersebut terjadi Kota
Lhokseumawe sedang ramai-ramainya. Sehingga begitu mendengar informasi adanya
perampokan di tengah kota, mereka berbondong- bondong ke lokasi kejadian.
Sedangkan korban langsung mengadu ke Mapolsek Banda Sakti.
Menurut keterangan
korban kepada pihak kepolisian, pada saat kejadian ia sedang dalam perjalanan
dari tokonya ke Lippo Bank yang berlokasi di Jalan Sukaramai. Ia berencana
menyetor uang ke bank dimaksud.
Diduga pelaku sudah sangat mengetahui
kebiasaan korban yang saban hari mengantar uang ke bank antara kisaran waktu
pagi dan siang hari lewat gang tersebut. Sehingga, diperkirakan, sebelum
bergerak dari tokonya, Betti sudah ditunggu pelaku di kawasan tersebut. Apalagi,
dari mulut gang Nanak itu, pelaku bisa dengan gampang memonitor ke tempat usaha
korban.
Menurut catatan Serambi, aksi perampokan nasabah bank di tengah Kota
Lhokseumawe sudah dua kali terjadi. Sebelumnya tahun lalu seorang pengusaha toko
mas di kota itu juga dirampok di dalam gang saat hendak menyetorkan uang ke BII
Cabang Lhokseumawe.
Sampai berita ini dilaporkan, pelaku perampokan belum
tertangkap kendati aparat kepolisian terus melakukan penyelidikan. Dalam kasus
tersebut seorang pedagang rokok di mulut Gang Nanak dimintai keterangannya oleh
polisi. (tim)
Widodo AS: GAM Menyerah bukan Rekayasa
TNI
Serambi-Jakarta
Panglima TNI Laksamana Widodo AS
menegaskan, penyerahan diri sebagian anggota masyarakat yang selama ini telah
terprovokasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bukan rekayasa TNI, tetapi merupakan
realita di lapangan.
"TNI tidak mau mengambil resiko, yakni merekayasa
terhadap hal-hal yang bertentangan dengan realita," kata Widodo menjawab
pertanyaan anggota DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR-RI yang
membidangi pertahanan dan luar negeri di Gedung DPR Jakarta, Kamis
kemarin.
Penegasan itu merupakan jawaban atas pertanyaan dua anggota Komisi
I, yakni Anwar Ali dan AR Rasyidi, atas penyerahan diri sebanyak 12.000 anggota
masyarakat pengikut GAM di wilayah hukum Korem-012/Teuku Umar.
Dalam rapat
yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Astrid S Susanto, Penglima Widodo
menegaskan kembali bahwa TNI yang selama hampir dua tahun terakhir terus
"digebuki" dari kanan dan kiri, tidak akan merekayasa.
"Yang jelas, anggota
masyarakat di Aceh yang selama ini telah terprovokasi ide separatis itu, secara
sadar dan insyaf menyatakan kembali bergabung dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)," katanya.
Menurut Panglima, anggota masyarakat pengikut GAM
itu menyerahkan diri bukan kepada aparat TNI, tetapi mereka secara sadar dan
insyaf membuat pernyataan penyerahan diri itu kepada pihak
Kepolisian.
Menjawab pertanyaan AR Rasyidi tentang jumlah personel TNI-AD
yang ditugaskan di Aceh, Panglima menyatakan bahwa saat ini ada lima batalyon
pasukan organik yang bertugas untuk menjaga keamanan dan mengamankan
proyek-proyek vital di wilayah Aceh Utara.
Selain pasukan organik TNI-AD,
juga terdapat satu batalyon pasukan Marinir TNI-AL yang bertugas untuk mengaman
perairan di wilayah pantai Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Besar dari
penangkapan ikan oleh nelayan asing secara ilegal.
Sedangkan anggota Brimob
yang di BKO-kan di beberapa daerah rawan gangguan keamanan di Provinsi Aceh,
Panglima Widodo AS mengatakan tidak mengetahui jumlahnya, termasuk yang
dilibatkan dalam operasi "Sadar Rencong-III/2000".
Sebelumnya,
Danrem-012/Teuku Umar, Kol (CZI) Syarifuddin Tippe mengatakan bahwa sebanyak
12.000 masyarakat di Aceh yang selama ini terprovokasi ide separatis, kini
menyatakan insyaf dan kembali setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Wilayah Korem-012/Teuku Umar yang membawahi kota Banda Aceh, Aceh
Besar, Kodya Sabang, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil itu,
dilaporkan telah menerima surat pernyataan insyaf dari masyarakat enam daerah
Tk-II itu.
"Saya masih ragu, apakah mereka yang membuat pernyataan itu
benar-benar anggota masyarakat yang selama ini telah terprovokasi ide separatis
Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," kata AR Rasyidi.
Ia mengakui, kondisi keamanan
di Aceh saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa bulan lalu namun
kegiatan razia terus terjadi setiap saat, dan disesalkan adanya sikap sebagian
aparat yang sangat berlebihan.
Saksi kunci
Sedangkan kasus hilangnya saksi
kunci, Letkol Sujono atas pembantaian Teungku Bantaqiah di Desa Beutong Ateuh,
Aceh Barat, AR Rasyidi menduga ada unsur kesengajaan dari pihak tertentu agar
persoalannya tidak melebar. "Itu isu yang berkembang di kalangan masyarakat di
Aceh saat ini," katanya.
Menanggapi pernyataan Presiden Abdurahman Wahid agar
kasus Aceh diselesaikan oleh masyarakat Aceh sendiri, Rasyidi menilai tidak
realistis karena persoalannya cukup lengkap, sehingga perlu ikut campur
pemerintah pusat. "Pemerintah pusat harus lebih serius menyelesaikan konflik di
Aceh, terutama perlu menghidupkan forum dialog," pintanya.
Sementara itu,
anggota Komisi I DPR lainnya, Tgk H Muhibuddin Waly mengatakan, untuk
menyelesaikan kasus Aceh bukan tugas masyarakat Aceh semata, tetapi perlu adanya
keseriusan pemerintah pusat.
Ulama asal Aceh Selatan itu mengatakan, dalam
masyarakat Aceh dikenal tiga kelompok masyarakat yang perlu penyamaan persepsi,
yakni kelompok yang berpihak kepada pemerintah, anti pemerintah dan kelompok
netral.
Siapkan diri
Pada bagian lain penjelasannya, Panglima Widodo AS
menegaskan bahwa TNI senantiasa menyiapkan diri dengan mencurahkan seluruh
kemampuannya untuk memelihara dan mengamankan negara kesatuan Republik
Indonesia. "Terhadap gangguan keamanan yang mengancam integritas bangsa,
keutuhan wilayah dan kedaulatan bangsa dan negara, TNI senantiasa menyiapkan
diri," kata Widodo.
Panglima TNI mengatakan berkaitan dengan berbagai konflik
di berbagai wilayah, TNI mendukung kebijakan pemerintah yang ditempuh melalui
dialog dan rekonsiliasi dengan pendekatan politik, sosial, dan agama. Selain
itu, TNI dalam pelaksanaan tugas selalu mempedomani prinsip penegakan
hukum.
Kendala yang dihadapi TNI dalam mengatasi konflik adalah masalah
kepastian hukum yang mendasari pelibatan TNI, keterbatasan sarana dan prasarana
untuk mendukung pelaksanaan tugas, dan masalah pembinaan ketrampilan yang
dipengaruhi intensitas penugasan dalam jumlah besar.
Dalam kesempatan itu,
juga dikatakannya bahwa belum tuntasnya penanganan atas berbagai kasus selama
ini bukan merupakan hal yang disengaja oleh TNI/Polri, melainkan karena ada
berbagai kendala, seperti kurangnya alat bukti.
Juga dikatakannya bahwa TNI
memahami upaya preventif jauh lebih baik dilakukan dalam menjaga stabilitas
keamanan daripada mengatasi kerusuhan yang telah terjadi.
Menanggapi
pertanyaan Komisi I DPR tentang penuntasan kasus Marsinah, Udin, 27 Juli 1996,
Semanggi, Trisakti, dan kasus lainnya, Panglima TNI mengatakan TNI pada
prinsipnya bertekad menuntaskan kasus-kasus tersebut. "Karenanya, TNI akan
senantiasa menjunjung tinggi dan menegakkan supremasi hukum, sehingga bila ada
oknum-oknum TNI yang terlibat dalam kasus pelanggaran, TNI tidak akan
menutup-nutupi, dan bahkan mendorong agar oknum yang secara nyata terlibat dapat
diusut secara tuntas sesuai prosedur," katanya. (ant/fik)