:
00.30 Wib Selasa,
29 Februari 2000
Empat Mayat dengan Kepala Terkarung
*12 Mayat di Kutamakmur Raib?
Serambi-Lhokseumawe
Empat mayat lelaki dalam kondisi membusuk dengan bagian kepala terkarung
goni beras ditemukan di kawasan Mon Tujoh Kecamatan Blang Mangat, Aceh Utara,
Minggu (27/2) malam. Satu di antara mayat itu, kepalanya terlihat terpisah dari
badan.
Mayat tak beridentitas yang menghebohkan seantero Lhokseumawe itu,
Senin (28/2) malam dikebumikan oleh pihak RSU setempat. Bersamaan itu, juga
dikuburkan mayat wanita tua korban kecelakaan lalulintas di Simpang KKA,
Dewantara, Sabtu (26/2) siang.
Sementara sepanjang Senin kemarin, Aceh Utara
juga dihebohkan dengan selentingan informasi yang menyebutkan di satu lokasi di
Desa Blang Jambee Kecamatan Kuta Makmur bergelimpangan 12 mayat. Namun, tiga
unit ambulan dari PMI dan ICRC yang meluncur ke lokasi gagal mengevakuasi karena
mayat-mayat tersebut tidak ditemukan di lokasi yang sehari sebelumnya disebut
masyarakat penuh dengan serakan jasad manusia.
Pihak RSU Lhokseumawe sendiri
sejak mendapat informasi itu pagi hari sudah menyiapkan diri untuk menerima dan
mengidentifikasi mayat tersebut. "Tapi, sampai malam ini (maksudnya tadi
malam-red), belum ada mayat dari Kutamakmur yang dikirim ke mari," ungkap
seorang tenaga medis pukul 20.30 WIB malam tadi.
Empat mayat dari kawasan Mon
Tujoh, Blang Mangat, ditemukan masyarakat di antara semak-semak ladang penduduk.
Lokasi temuan mayat itu merupakan jalan tembus yang berpangkal di Jalan Medan-
Banda Aceh dan berujung ke jalan line pipa Mobil Oil. Di antara lintasan itu
terdapat Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan Akademi Perawat (Akper) serta
Pangkalan Radar AURI.
Kesemua mayat tersebut, menurut keterangan, dievakuasi
PMI Cabang Lhokseumawe sekitar pukul 18.30 WIB. Banyak masyarakat yang
kehilangan anggota keluarganya melihat dari dekat mayat-mayat tersebut di RSU
Lhokseumawe.
Namun, sampai malam tadi dipastikan tidak ada di antara
penjenguk yang mengenali mayat-mayat itu. Apalagi, kondisi mayat sudah dalam
keadaan rusak dan membusuk. Bahkan, ada yang kehilangan batang hidung di samping
ada juga yang kepalanya terpisah dari badan.
Kesemua mayat itu, baik pada
saat dievakuasi maupun setelah berada di kamar mayat RSU, kepalanya dalam
keadaan terbungkus goni beras berwarna putih ukuran 30 Kg. Termasuk yang
kepalanya terpenggal. Diduga, korban dihabisi melalui proses penyiksaan berat.
Apalagi, kesemua mayat yang rata-rata memiliki tinggi badan sekitar 165 Cm
tersebut tangannya dalam keadaan terikat ke belakang.
Sejauh itu, pihak
kepolisian yang ditanya Serambi, tadi malam, belum mendapat laporan tentang
temuan empat mayat pria di kawasan Mon Tujoh tersebut.
Jurubicara Acheh
Sumatra National Liberation Front (ASNLF) Tgk Ism- ail Sahputra yang menelepon
Serambi tadi malam, mengatakan sepanjangn Senin kemarin aparat telah menangkap
dan menembak beberapa warga desa di kawasan Aceh Utara. Di Matangkuli, misalnya,
pukul 12.00 Wib aparat mengambil dua warga Teupin Pirak, Buloh Blang Ara
masing-masing Jailani bin Abd Gani (28) dan Zulkifli bin Furkan (25). Keduanya
kemudian ditemukan sudah menjadi mayat.
Menurut Ismail Sahputra, di Nisam
aparat juga menangkap Munir (25), warga Meunasah Tingkeum dan Sofyan (23), warga
Alue Papeun. Kedua pemuda itu hingga jurubicara ASNLF itu menelepon Serambi
belum diketahui rimbanya. Di Desa Paloh Mampre, Nisam, katanya, kemarin sebuah
rumah permanen milik Adnan bin Jamil dibakar. Sementara tiga kendaraan roda dua
milik warga disita aparat. Ismail Syahputra juga mengutuk pembakaran sejumlah
rumah penduduk di Meunasah Dayah Buloh Blang Ara dan pembakaran rumah penduduk
di Simpang Keuramat. (tim)
Kesediaan Hasan Tiro Berdialog Pertanda
Baik
Serambi-Banda Aceh
Kesedian pimpinan puncak Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) Hasan Tiro untuk berdialog bila Presiden Gus Dur mau berjumpa
dengannya merupakan pertanda baik bagi penyelesaian kasus Aceh. Diyakini, bila
kedua mereka bertemu, persoalan Aceh akan berakhir dengan manis dan
demokratis.
Demikian sari pendapat yang dikumpulkan Serambi, Senin (28/2),
dari sejumlah tokoh di Banda Aceh, berkenaan dengan pernyataan Ketua IFA, M
Jafar Siddiq yang mengatakan bahwa Hasan Tiro bersedia berunding bila Gus Dur
mau menerimanya. Jafar bahkan mengusulkan tempat pertemuan kedua tokoh itu di
New York, sehubungan dengan rencana Gus Dur berkunjung ke Negeri Paman Sam itu
dalam waktu dekat ini.
Tokoh wanita Aceh, Cut Nurasyikin menyebutkan bila
Presiden Gus Dur bersedia duduk satu meja dengan Hasan Tiro, ini merupakan
pertanda baik. Artinya, pemerintah pusat punya niat untuk menyelesaikan
persoalan Aceh.
Namun, katanya bertanya, apakah persoalan Aceh mutlak
disebabkan Hasan Tiro. Sebab, kata perempuan yang sering dijuluki Srikandi Aceh
itu, persoalan Aceh juga timbul karena daerah ini merasa dianaktirikan sejak
tahun 1954. Begitupun, ada baiknya pertemuan dimaksud bisa terwujud. Dengan
harapan Hasan Tiro bisa bermusyawarah dan memahami keinginan yang dituntut
sebagian besar masyarakat Aceh," katanya.
Sementara itu, Mukminan ketua BEM
Unsyiah mengatakan, ajakan dialog yang dipaparkan Jafar Siddiq setidaknya
merupakan momentum untuk menyelesaikan persoalan Aceh secepat mungkin.
Setidaknya usaha yang dilakukan itu telah membuktikan bahwa telah ada perubahan
di tubuh GAM. "Apalagi inisiatif itu timbul dari orang yang dekat dengan
tokoh-tokoh GAM," kata Mukminan.
Katanya, selama ini ada pihak-pihak
tertentu yang menginginkan persoalan Aceh supaya ditanggapi oleh dunia
Internasional. Usaha itu kiranya berhasil, tapi hanya sebatas mengambil
perhatian dari mereka. Sedangkan untuk membantu menyelesaikan masalah Aceh
sangat kecil kemungkinan, karena persoalan Aceh dalam pandangan dunia
internasional hanya merupakan urusan interen pemerintah RI. "Dunia internasional
telah komit supaya persoalan Aceh diselesaikan lewat jalur dialog,"
katanya.
Mukminan menilai ajakan dialog itu merupakan tahap awal sebagai
prakarsa untuk timbulnya dialog-dialog lain yang melibatkan semua komponen
masyarakat. "Kiranya dalam dialog lainnya, bukan hanya GAM yang ikut, tapi semua
elemen masyarakat Aceh punya kewajiban untuk itu," kata ketua BEM
tersebut.
Hal hampir senada dikemukakan Efendi Hasan (Presiden BEMA IAIN Ar-
Raniry). Katanya, ketika kondisi daerah yang sudah tidak menentu, maka harus ada
inisiatif kedua belah pihak yaitu GAM dan TNI/Polri untuk menyelesaikan konflik.
Dia menilai, adanya tawaran supaya dialog antara Hasan Tiro dengan Gus Dur
di New York itu merupakan solusi terbaik. "Apapun yang terjadi, dialog itu harus
ada penengah. Kalau memang New York mau menjadi mediasi apa salahnya," kata
Efendi.
"Saya melihat sudah ada sikap untuk membuka diri, terutama dari pihak
Hasan Tiro. Ini berarti sudah ada wacana bahwa persoalan Aceh harus cepat
diselesaikan dan tidak bisa ditunda-tunda lagi," kata Efendi.
Sedangkan Ainal
Mardhiah dari Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh (SMIPA) mengatakan, kalau
memang Gus Dur dan Hasan Tiro mau berdialog itu sangat baik. Itu merupakan
langkah yang ditunggu- tunggu. "Cukup bagus untuk menyelesaikan persoalan Aceh,"
kata Ainal.
Apabila rencana dialog itu memang benar-benar dilakukan, maka
kemungkinan semua pihak akan menerimanya, apalagi dalam rangka untuk
menyelesaikan persoalan Aceh, kata Ainal.(ed/y)
Tiga Orang Tewas Ditembak
Serambi-Banda
Aceh
Tiga lelaki, Minggu dan Senin kemarin, menemui ajal setelah peluru
menembus tubuh mereka. Dua di antaranya ditembak di Aceh Barat, dan lainnya di
Kabupaten Pidie.
Korban penembakan di Aceh Barat masing-masing bernama
Syahrul Effendi (42) dan Sudirman alias Hamzah (38) --keduanya penduduk
Kelurahan Rundeng Kecamatan Johan Pahlawan. Mereka ditembak oleh aparat
kepolisian, Senin pagi. Bersama korban, polisi juga menyita satu pucuk senjata
rakitan laras pendek, delapan butir peluru jenis M-16 serta atribut
lainnya.
Sementara itu, Jumat (25/2) aparat gabungan TNI/Polri melakukan
penyergapan ke sebuah lokasi yang diduga sebagai markas GAM di Lageun, Kecamatan
Setia Bakti. Dalam operasi itu, aparat menangkap M Hatta (29), salah seorang
yang disinyalir anggota GAM bersama dua pucuk senjata rakitan jenis Steent dan
pistol, serta sejumlah atribut GAM lainnya.
Menurut Kapolres Aceh Barat
Letkol Pol Drs Her Aris Sumarman kepada Serambi kemarin, Syahrul Efendi dan
Sudirman termasuk orang-orang yang menjadi terget operasi. Katanya, kedua korban
ditangkap dalam suatu penyergapan oleh pihak polisi.
"Setelah kita tangkap,
kedua korban masih ingin melawan, sehingga kita tembak. Keduanya mamang anggota
GAM dan sudah lama menjadi target operasi. Setelah ditembak, anggota polisi
langsung melarikan korban ke RSU Cut Nyak Dhien," ujar Kapolres Her Aris
Sumarman.
Menurut Kapolres, dari tangan kedua korban juga disita satu pucuk
senjata laras pendek, delapan butir peluru jenis M-16, sebilah rencong, satu
bundel dokumen GAM, tiga buah ajimat yang terbungkus dalam kain
hitam.
Sementara itu, Direktur RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh dr T Amir Hamzah
Sp.PD didamping Kepala Instalasi UGD Juliadi kepada Serambi kemarin menjelaskan,
luka tembak yang dialami kedua korban adalah Syahrul Efendi bagian kepala, dada
kiri dan kanan. Sedangkan Sudirman alias Hamzah luka tembak bagian dada kiri dan
kanan.
Menurut T Amir Hamzah, setelah divisum dan lebih kurang satu jam
berada di rumah sakit, kedua korban dijemput pihak keluarganya.
Dua pucuk
senjata
Sementara itu, Komandan Kodim 0105/Aceh Barat Letkol Inf Widhagdo
didampingi Pasi Intel-nya Lettu Inf Nurhadi kepada Serambi kemarin menjelaskan,
Jumat (25/2) pasukan gabungan TNI/Polri melakukan penyergapan ke markas GAM di
kawasan Desa Padang, Desa Sapek, Kampung Baro, Pante Kuyun, dan Dusun Keuneure
Lageun, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Barat.
Dalam penyergapan markas GAM yang
dipimpin langsung Danyon 131/BRS Mayor Inf Januardin, berhasil menangkap M Hatta
(29) penduduk Desa Kuyun pada salah satu rumah, serta menyita dua pucuk senjata
rakitan jenis Steent dan pistol. M Hatta saat ini masih diamankan di Makodim
Aceh Barat.
Menurut Dandim Widhagdo, penyergapan yang melibatkan pasukan TNI
131/BRS, anggota TNI yang di BKO-kan bersama anggota Koramil 09 Setia Bakti,
pasukan brimob dan pasukan polisi Polsek Setia Bakti itu, selain menangkap M
Hatta serta menyita dua pucuk senjata rakitan, juga menyita dua sepeda motor
masing-masing satu unit jenis Astrea Prima BL 4232 EB dan satu unit jenis honda
GL Pro.
Selain itu, dalam operasi penyergapan yang berlangsung mulai pukul
06.20 sampai 11.00, aparat juga menyita 25 lembar bendara GAM, dua lembar baju
singlet loreng, dua kopelrem, dua bundel dokumen GAM, dan satu unit perangkat
HT, ujar Nurhadi.
Keuchik
Penembakan di Pidie menimpa seorang mantan
keuchik (kepala desa) M Gade Basyah (72), mantan kepala desa Manyang Lancok
Kecamatan Meureudu. Gade, Minggu (27/2) ditembak orang tak dikenal di
kediamannya.
Keterangan yang diperoleh Serambi dari salah seorang anaknya
menyebutkan, orangtuanya itu didor ketika sedang duduk-duduk bersama keluarga.
Tanpa diduga, sekitar pukul 19.30 WIB rumahnya didatangi orang tak dikenal,
kemudian langsung menembak lewat jendela kaca.
Setelah mendapatkan tembakan
dari luar rumahnya itu, menurut anak korban, mantan keuchik yang juga jago
geudeu-geudeu (gulat) di daerah dan semasa muda tidak sempat dibawa ke rumah
sakit dan menghembuskan nafas terakhir di depan anak dan cucunya.
Waka Polres
Pidie, Mayor Pol M Nasir JF kepada Serambi mengatakan belum diketahui siapa
pelaku penembakan mantan keuchik tersebut. Namun, ia mengingatkan masyarakat
untuk tetap berhati-hati dengan situasi daerah yang tak menentu. Karena itu,
supaya warga perlu mengurangi aktifitas pada malam hari.
Korban dikebumikan,
kemarin di desanya dan ratusan pelayat ikut mengantar korban ke peristirahatan
terakhir. Semasa hidupnya korban lebih dikenal, karena sosok pemuda yang
tenaganya kuat, sesuai dengan bentuk tubuhnya tinggi besar. Sehingga ia terkenal
sebagai pemain geudeu-geudeu tangguh.
Juru bicara AGAM Daerah IV Japakeh,
Abu Hadi mengatakan pihaknya sangat prihatin atas penembakan seorang tokoh
Kecamatan Meureudu. "Kami ingatkan bangsa Aceh untuk menjaga diri dari berbagai
bahaya dan bersabar atas berbagai kezaliman. Kami mengutuk penembakan keuchik
Gade," kata Abu Hadi melalui saluran telepon ke redaksi Serambi Banda Aceh,
malam tadi.(tim)
KSAD Minta Pengadilan Kasus Bantaqiah
Digelar
Serambi-Jakarta
Kasad Jenderal TNI Tyasno Sudarto
meminta supaya proses persidangan kasus pembantaian terhadap Teungku Bantaqiah
dan pengikutnya terus
digelar, meskipun Letkol Sudjono belum
ditemukan.
"Saya minta supaya perkara itu tetap digelar, jangan sampai karena
Sudjono belum ketemu perkara dihentikan," kata Tyasno Sudarto sesaat setelah
mendarat di Bandara Polonia Medan, Senin, dalam kunjungannya ke Kodam I Bukit
Barisan.
Pernyataan itu dikemukakan Kasad menjawab pertanyaan wartawan
tentang penanganan kasus Tengku Bantaqiah. Ia menambahkan, TNI sampai saat ini
terus berusaha mencari Letkol Sudjono.
Proses penanganan kasus pembantaian
Tengku Bantaqiah, kini telah memasuki proses persiapan menuju ke persidangan.
Lokasi sidangnya akan digelar di PN Banda Aceh. Hal itu dikemukakan Meneg HAM,
Hasballah M. Saad di Jakarta beberapa waktu yang lalu usai berdiskusi dengan
jajaran terkait dalam mempersiapkan peradilan kasus Tengku Bantaqiah. Namun,
kendati sudah diketahui tempat sidangnya serta nama-nama majelis hakim yang
dilibatkan, belum dijadwalkan tanggal sidangnya.
Untuk mengadili kasus
tersebut, majelis hakim koneksitas yang dilibatkan adalah dari sipil Ruslan
Dahlan SH, Zulkifli SH, Sarbuan Harahap SH, sedangkan dari hakim militer yaitu
Kolonel Abdul Rohim SH, Kolonel Sarman Mulyana SH, dan Kolonel Firman Koto.
Letkol Sudjono yang merupakan "saksi kunci" dalam kasus tersebut hingga kini
masih dalam pencarian. Menurut Hasballah, TNI berkomitmen untuk menemukan
Sudjono, dan TNI merasa sangat berkewajiban untuk tidak membiarkan sidang ini
berjalan tanpa adanya Sudjono.
Jadwal
Sementara itu, Kepala Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Aceh H Sukarno Yusuf SH menyatakan bahwa pengadilan terhadap
kasus pembantaian massal yang terjadi di Beutong Ateuh itu akan tetap digelar di
Banda Aceh, meskipun jadwal pastinya belum diketahui. "Saya berharap agar
masyarakat Aceh tetap bersabar," katanya kepada Serambi, Senin
(28/2).
Berkaitan dengan rencana pengadilan koneksitas di PN Banda Aceh itu,
Sukarno meminta pihak-pihak yang tidak mengerti persoalan tidak mengumbar
omongan. "Ada kesan sekarang pejabat-pejabat hanya ngomong doang, sedangkan
mekanisme dari perkara itu ia tak tahu," katanya.
Akibat banyak omong itu,
katanya, masyarakat Aceh menjadi tambah bingung. "Mekanisme untuk menggelar
perkara koneksitas tidak mudah. Kita harap agar masyarakat Aceh agar tetap
bersatu jangan mendengar mulut-mulut yang yang tidak jelas," katanya.
Ia
memberikan contoh ungkapan pejabat yang membingungkan itu; yakni komenter Ketua
DPRD Kotamadya Banda Aceh yang minta agar perkara koneksitas ini digelar di
Meulaboh atau di Jakarta. Padahal, kata Sukarno, pada waktu pertemuan dengan
Menteri Hukum dan Perundang- undangan, Jaksa Agung, Kapolri, dan unsur-unsur
Mahkamah Agung dalam pertemuan Jumat (18/2) di Jakarta, Ketua DPRD sendiri yang
mengusulkan agar perkara koneksitas itu digelar di Banda Aceh. "Tapi kok
sekarang ketua DPRD Kotamadya Banda Aceh malah minta dipindahkan ke Meulaboh
atau ke Jakarta," katanya.
Sukarno mengatakan mekanisme perkara koneksitas
sama dengan perkara biasa yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Pertama penyidik POM dan Polri mengirimkan hasil perkara tahap I kepada
kejaksaan agung (kejagung) khusus kasus Bantaqiah. Kemudian Jaksa Penuntut Umum
(JPU) akan meneliti berkas tersebut apakah sudah lengkap syarat-syaratnya.
Termasuk persyaratan materil dan formil (meliputi, tersangka, barang bukti,
surat penyitaan, saksi berapa orang, dolus delectinya (tempat
kejadian).
Setelah itu jaksa mempunyai waktu selama 14 hari untuk meneliti
berkas tahap I sejak tanggal penyerahan ke Kejagung. Apabila perkara sudah
lengkap jaksa membuat surat kepada penyidik (P21) supaya tersangka serta barang
bukti di kirim ke Kejagung. Tapi apabila perkara itu belum lengkap, jaksa akan
mengeluarkan surat P18 (maksudnya, meminta pada penyidik bahwa berkas perkara
itu belum lengkap). Setelah dilengkapi oleh penyidik atas kelengkapan berkas
tersebut maka perkara tersebut dikembalikan lagi kepada kejagung. Lalu kejagung
meneliti lagi apa berkas tadi sudah dipenuhi oleh penyidik. Sehingga berkas bisa
bolak-balik sampai puluhan kali, sebut Sukarno.
Setelah berkas tersebut
lengkap jaksa membuat surat dakwaan kepada tersangka-tersangka tersebut dan itu
butuh waktu selama seminggu. Kemudian jaksa melimpahkan ke PN Banda Aceh, dan
selama tiga hingga tujuh hari berkas tersebut dipelajari oleh hakim yang
bersangkutan. Setelah itu hakim memerintahkan jaksa Penuntut umum untuk
menghadirkan tersangka dan saksi-saksi untuk penggelaran sidang.
Sukarno
mengatakan, pengadilan terhadap tersangka pembantai Tgk Bantaqiah cs bukan
peradilan koneksitas, tapi perkara koneksitas. Dimana tersangkanya terdiri dari
sipil dan militer.(n/ant)
Kasus Suap Suksesi 'Mentok' di
Polres
Serambi-Langsa
Tim penyelidikan kasus suap dalam proses
suksesi bupati Aceh Timur, yang dipimpin Wakapolres Mayor Pol Drs Hilman, dan
telah dua bulan menyelidikinya, hingga sejauh ini belum melimpahkan berkasnya ke
Kejari Langsa.
Disebut-sebut, penyelidikan kasus itu nyaris berhenti karena
berbagai sebab. Padahal, beberapa saksi dari kalangan anggota DPRD setempat
kepada polisi telah mengakui menerima "suap" berupa cek. Namun, cek tersebut
dikabarkan telah dikembalikan kepada tim sukses Azman Usmanuddin (bupati Aceh
Timur).
Forum Peduli Aspirasi Ulama (FPAU) Aceh Timur beberapa hari lalu juga
menyurati pimpinan DPRD Aceh Timur meminta jawaban atas janji DPRD yang akan
memproses secara hukum anggota dewan yang terlibat suap dalam suksesi bupati
baru lalu.
Kapolres Aceh Timur Letkol Pol Drs Abdulah Hayati didampingi
Wakapolres Mayor Pol Hilman, kepada Serambi, Senin (28/2), mengakui berkas kasus
tersebut belum dikirim ke kejaksaan. "Penyelidikannya belum selesai. Bukan
berarti dihentikan," jelas Hilman.
Penyelidikan kasus tersebut diduga
mengalami kemacetan alias 'mentok' akibat kurangnya saksi dan bukti. "Kami
menyelidiki ini kan berdasarkan surat dari FP-HAM. Masyarakat yang merasa
menjadi 'korban' bisa memberi keterangan, dan dapat langsung diambil
keterangan," jelasnya. Selain itu, pihak kepolisian juga berharap informasi
--dan juga bukti-- dari masyarakat lainnya untuk mempercepat
penyelidikan.
Mayor Hilman memaparkan, sejauh ini timnya baru mengambil
keterangan tiga saksi, masing-masing Drs Rudianto (camat Karang Baru yang
mengajak sejumlah anggota DPRD menginap di Hotel Danau Toba, Medan, 22 Desember
1999 malam), M Diah Nurdin dan Subardi (keduanya anggota DPRD F-PDIP ikut ajakan
Rudianto malam itu).
Kepada polisi, baik M Diah maupun Subardi mengakui
menerima cek masing-masing Rp 12 juta dari salah seorang tim sukses Azman
Usmanuddin (waktu itu sebagai calon bupati) di Hotel Danau Toba, Medan, pada
malam tanggal 22 Desember 1999, menit-menit menjelang pemilihan bupati Aceh
Timur.
"Tapi, cek itu sudah dikembalikan kepada tim suksesnya Pak Azman itu
(Wahid-Red)," ungkap Hilman. Karena itu, kata Wakapolres, pihaknya belum
mendapatkan banyak bukti untuk melimpahkan kasus tersebut ke
kejaksaan.
Ditanya keseriusan aparat hukum menyelidiki kasus ini, Kapolres
Abdullah Hayati menegaskan pihaknya serius. "Saya serius. Kapan saya nggak
pernah serius," tambahnya.
Siap dituntut
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan
Negeri (Kajari) Langsa, Suroso SH, mengatakan kasus suap yang melibatkan anggota
dewan menjelang suksesi itu dapat dikenai pasal 209 KUHP. Bahkan, pasal 209 KUHP
itu kini dikuatkan lagi dengan UU korupsi produk orde reformasi, yakni pasal 5
UU Korupsi No.31/1999. Anggota DPRD digolongkan "PNS" karena kenyataannya mereka
menerima gaji dari pemerintah.
Suroso menjelaskan, pasal 5 UU Korupsi
No.31/1999 menyebutkan, pemberi dan penerima suap, masing-masing diancam dengan
hukuman maksimal lima tahun penjara dan minimal satu tahun penjara, atau denda
sekurang-kurangnya Rp 250 juta.
Kajari pun berjanji serius mengusut kasus
ini. Jika ada gelagat pihak Polres me'lapan-enam'kan alias meredamnya, Suroso
mengatakan, pihaknya akan mengingatkan. Sedangkan, apabila diredam di tingkat
Kejari, Soroso menyatakan siap digugat oleh masyarakat. "Karena, saya juga kan
PNS. Kalau saya terima suap/kolusi untuk meredam kasus ini, tentu saya juga
sudah melanggar pasal 5 UU Korupsi No.31/1999 itu," jelas
Kajari.(non)