Update: 00.30 Wib Selasa,  29  Februari 2000

Empat Mayat dengan Kepala Terkarung

*12 Mayat di Kutamakmur Raib?

Serambi-Lhokseumawe
Empat mayat lelaki dalam kondisi membusuk dengan bagian kepala terkarung goni beras ditemukan di kawasan Mon Tujoh Kecamatan Blang Mangat, Aceh Utara, Minggu (27/2) malam. Satu di antara mayat itu, kepalanya terlihat terpisah dari badan.
Mayat tak beridentitas yang menghebohkan seantero Lhokseumawe itu, Senin (28/2) malam dikebumikan oleh pihak RSU setempat. Bersamaan itu, juga dikuburkan mayat wanita tua korban kecelakaan lalulintas di Simpang KKA, Dewantara, Sabtu (26/2) siang.
Sementara sepanjang Senin kemarin, Aceh Utara juga dihebohkan dengan selentingan informasi yang menyebutkan di satu lokasi di Desa Blang Jambee Kecamatan Kuta Makmur bergelimpangan 12 mayat. Namun, tiga unit ambulan dari PMI dan ICRC yang meluncur ke lokasi gagal mengevakuasi karena mayat-mayat tersebut tidak ditemukan di lokasi yang sehari sebelumnya disebut masyarakat penuh dengan serakan jasad manusia.
Pihak RSU Lhokseumawe sendiri sejak mendapat informasi itu pagi hari sudah menyiapkan diri untuk menerima dan mengidentifikasi mayat tersebut. "Tapi, sampai malam ini (maksudnya tadi malam-red), belum ada mayat dari Kutamakmur yang dikirim ke mari," ungkap seorang tenaga medis pukul 20.30 WIB malam tadi.
Empat mayat dari kawasan Mon Tujoh, Blang Mangat, ditemukan masyarakat di antara semak-semak ladang penduduk. Lokasi temuan mayat itu merupakan jalan tembus yang berpangkal di Jalan Medan- Banda Aceh dan berujung ke jalan line pipa Mobil Oil. Di antara lintasan itu terdapat Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan Akademi Perawat (Akper) serta Pangkalan Radar AURI.
Kesemua mayat tersebut, menurut keterangan, dievakuasi PMI Cabang Lhokseumawe sekitar pukul 18.30 WIB. Banyak masyarakat yang kehilangan anggota keluarganya melihat dari dekat mayat-mayat tersebut di RSU Lhokseumawe.
Namun, sampai malam tadi dipastikan tidak ada di antara penjenguk yang mengenali mayat-mayat itu. Apalagi, kondisi mayat sudah dalam keadaan rusak dan membusuk. Bahkan, ada yang kehilangan batang hidung di samping ada juga yang kepalanya terpisah dari badan.
Kesemua mayat itu, baik pada saat dievakuasi maupun setelah berada di kamar mayat RSU, kepalanya dalam keadaan terbungkus goni beras berwarna putih ukuran 30 Kg. Termasuk yang kepalanya terpenggal. Diduga, korban dihabisi melalui proses penyiksaan berat. Apalagi, kesemua mayat yang rata-rata memiliki tinggi badan sekitar 165 Cm tersebut tangannya dalam keadaan terikat ke belakang.
Sejauh itu, pihak kepolisian yang ditanya Serambi, tadi malam, belum mendapat laporan tentang temuan empat mayat pria di kawasan Mon Tujoh tersebut.
Jurubicara Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) Tgk Ism- ail Sahputra yang menelepon Serambi tadi malam, mengatakan sepanjangn Senin kemarin aparat telah menangkap dan menembak beberapa warga desa di kawasan Aceh Utara. Di Matangkuli, misalnya, pukul 12.00 Wib aparat mengambil dua warga Teupin Pirak, Buloh Blang Ara masing-masing Jailani bin Abd Gani (28) dan Zulkifli bin Furkan (25). Keduanya kemudian ditemukan sudah menjadi mayat.
Menurut Ismail Sahputra, di Nisam aparat juga menangkap Munir (25), warga Meunasah Tingkeum dan Sofyan (23), warga Alue Papeun. Kedua pemuda itu hingga jurubicara ASNLF itu menelepon Serambi belum diketahui rimbanya. Di Desa Paloh Mampre, Nisam, katanya, kemarin sebuah rumah permanen milik Adnan bin Jamil dibakar. Sementara tiga kendaraan roda dua milik warga disita aparat. Ismail Syahputra juga mengutuk pembakaran sejumlah rumah penduduk di Meunasah Dayah Buloh Blang Ara dan pembakaran rumah penduduk di Simpang Keuramat. (tim)



Kesediaan Hasan Tiro Berdialog Pertanda Baik

Serambi-Banda Aceh
Kesedian pimpinan puncak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Tiro untuk berdialog bila Presiden Gus Dur mau berjumpa dengannya merupakan pertanda baik bagi penyelesaian kasus Aceh. Diyakini, bila kedua mereka bertemu, persoalan Aceh akan berakhir dengan manis dan demokratis.
Demikian sari pendapat yang dikumpulkan Serambi, Senin (28/2), dari sejumlah tokoh di Banda Aceh, berkenaan dengan pernyataan Ketua IFA, M Jafar Siddiq yang mengatakan bahwa Hasan Tiro bersedia berunding bila Gus Dur mau menerimanya. Jafar bahkan mengusulkan tempat pertemuan kedua tokoh itu di New York, sehubungan dengan rencana Gus Dur berkunjung ke Negeri Paman Sam itu dalam waktu dekat ini.
Tokoh wanita Aceh, Cut Nurasyikin menyebutkan bila Presiden Gus Dur bersedia duduk satu meja dengan Hasan Tiro, ini merupakan pertanda baik. Artinya, pemerintah pusat punya niat untuk menyelesaikan persoalan Aceh.
Namun, katanya bertanya, apakah persoalan Aceh mutlak disebabkan Hasan Tiro. Sebab, kata perempuan yang sering dijuluki Srikandi Aceh itu, persoalan Aceh juga timbul karena daerah ini merasa dianaktirikan sejak tahun 1954. Begitupun, ada baiknya pertemuan dimaksud bisa terwujud. Dengan harapan Hasan Tiro bisa bermusyawarah dan memahami keinginan yang dituntut sebagian besar masyarakat Aceh," katanya.
Sementara itu, Mukminan ketua BEM Unsyiah mengatakan, ajakan dialog yang dipaparkan Jafar Siddiq setidaknya merupakan momentum untuk menyelesaikan persoalan Aceh secepat mungkin. Setidaknya usaha yang dilakukan itu telah membuktikan bahwa telah ada perubahan di tubuh GAM. "Apalagi inisiatif itu timbul dari orang yang dekat dengan tokoh-tokoh GAM," kata Mukminan.
Katanya, selama ini ada pihak-pihak tertentu yang menginginkan persoalan Aceh supaya ditanggapi oleh dunia Internasional. Usaha itu kiranya berhasil, tapi hanya sebatas mengambil perhatian dari mereka. Sedangkan untuk membantu menyelesaikan masalah Aceh sangat kecil kemungkinan, karena persoalan Aceh dalam pandangan dunia internasional hanya merupakan urusan interen pemerintah RI. "Dunia internasional telah komit supaya persoalan Aceh diselesaikan lewat jalur dialog," katanya.
Mukminan menilai ajakan dialog itu merupakan tahap awal sebagai prakarsa untuk timbulnya dialog-dialog lain yang melibatkan semua komponen masyarakat. "Kiranya dalam dialog lainnya, bukan hanya GAM yang ikut, tapi semua elemen masyarakat Aceh punya kewajiban untuk itu," kata ketua BEM tersebut.
Hal hampir senada dikemukakan Efendi Hasan (Presiden BEMA IAIN Ar- Raniry). Katanya, ketika kondisi daerah yang sudah tidak menentu, maka harus ada inisiatif kedua belah pihak yaitu GAM dan TNI/Polri untuk menyelesaikan konflik.
Dia menilai, adanya tawaran supaya dialog antara Hasan Tiro dengan Gus Dur di New York itu merupakan solusi terbaik. "Apapun yang terjadi, dialog itu harus ada penengah. Kalau memang New York mau menjadi mediasi apa salahnya," kata Efendi.
"Saya melihat sudah ada sikap untuk membuka diri, terutama dari pihak Hasan Tiro. Ini berarti sudah ada wacana bahwa persoalan Aceh harus cepat diselesaikan dan tidak bisa ditunda-tunda lagi," kata Efendi.
Sedangkan Ainal Mardhiah dari Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh (SMIPA) mengatakan, kalau memang Gus Dur dan Hasan Tiro mau berdialog itu sangat baik. Itu merupakan langkah yang ditunggu- tunggu. "Cukup bagus untuk menyelesaikan persoalan Aceh," kata Ainal.
Apabila rencana dialog itu memang benar-benar dilakukan, maka kemungkinan semua pihak akan menerimanya, apalagi dalam rangka untuk menyelesaikan persoalan Aceh, kata Ainal.(ed/y)



Tiga Orang Tewas Ditembak

Serambi-Banda Aceh
Tiga lelaki, Minggu dan Senin kemarin, menemui ajal setelah peluru menembus tubuh mereka. Dua di antaranya ditembak di Aceh Barat, dan lainnya di Kabupaten Pidie.
Korban penembakan di Aceh Barat masing-masing bernama Syahrul Effendi (42) dan Sudirman alias Hamzah (38) --keduanya penduduk Kelurahan Rundeng Kecamatan Johan Pahlawan. Mereka ditembak oleh aparat kepolisian, Senin pagi. Bersama korban, polisi juga menyita satu pucuk senjata rakitan laras pendek, delapan butir peluru jenis M-16 serta atribut lainnya.
Sementara itu, Jumat (25/2) aparat gabungan TNI/Polri melakukan penyergapan ke sebuah lokasi yang diduga sebagai markas GAM di Lageun, Kecamatan Setia Bakti. Dalam operasi itu, aparat menangkap M Hatta (29), salah seorang yang disinyalir anggota GAM bersama dua pucuk senjata rakitan jenis Steent dan pistol, serta sejumlah atribut GAM lainnya.
Menurut Kapolres Aceh Barat Letkol Pol Drs Her Aris Sumarman kepada Serambi kemarin, Syahrul Efendi dan Sudirman termasuk orang-orang yang menjadi terget operasi. Katanya, kedua korban ditangkap dalam suatu penyergapan oleh pihak polisi.
"Setelah kita tangkap, kedua korban masih ingin melawan, sehingga kita tembak. Keduanya mamang anggota GAM dan sudah lama menjadi target operasi. Setelah ditembak, anggota polisi langsung melarikan korban ke RSU Cut Nyak Dhien," ujar Kapolres Her Aris Sumarman.
Menurut Kapolres, dari tangan kedua korban juga disita satu pucuk senjata laras pendek, delapan butir peluru jenis M-16, sebilah rencong, satu bundel dokumen GAM, tiga buah ajimat yang terbungkus dalam kain hitam.
Sementara itu, Direktur RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh dr T Amir Hamzah Sp.PD didamping Kepala Instalasi UGD Juliadi kepada Serambi kemarin menjelaskan, luka tembak yang dialami kedua korban adalah Syahrul Efendi bagian kepala, dada kiri dan kanan. Sedangkan Sudirman alias Hamzah luka tembak bagian dada kiri dan kanan.
Menurut T Amir Hamzah, setelah divisum dan lebih kurang satu jam berada di rumah sakit, kedua korban dijemput pihak keluarganya.
Dua pucuk senjata
Sementara itu, Komandan Kodim 0105/Aceh Barat Letkol Inf Widhagdo didampingi Pasi Intel-nya Lettu Inf Nurhadi kepada Serambi kemarin menjelaskan, Jumat (25/2) pasukan gabungan TNI/Polri melakukan penyergapan ke markas GAM di kawasan Desa Padang, Desa Sapek, Kampung Baro, Pante Kuyun, dan Dusun Keuneure Lageun, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Barat.
Dalam penyergapan markas GAM yang dipimpin langsung Danyon 131/BRS Mayor Inf Januardin, berhasil menangkap M Hatta (29) penduduk Desa Kuyun pada salah satu rumah, serta menyita dua pucuk senjata rakitan jenis Steent dan pistol. M Hatta saat ini masih diamankan di Makodim Aceh Barat.
Menurut Dandim Widhagdo, penyergapan yang melibatkan pasukan TNI 131/BRS, anggota TNI yang di BKO-kan bersama anggota Koramil 09 Setia Bakti, pasukan brimob dan pasukan polisi Polsek Setia Bakti itu, selain menangkap M Hatta serta menyita dua pucuk senjata rakitan, juga menyita dua sepeda motor masing-masing satu unit jenis Astrea Prima BL 4232 EB dan satu unit jenis honda GL Pro.
Selain itu, dalam operasi penyergapan yang berlangsung mulai pukul 06.20 sampai 11.00, aparat juga menyita 25 lembar bendara GAM, dua lembar baju singlet loreng, dua kopelrem, dua bundel dokumen GAM, dan satu unit perangkat HT, ujar Nurhadi.
Keuchik
Penembakan di Pidie menimpa seorang mantan keuchik (kepala desa) M Gade Basyah (72), mantan kepala desa Manyang Lancok Kecamatan Meureudu. Gade, Minggu (27/2) ditembak orang tak dikenal di kediamannya.
Keterangan yang diperoleh Serambi dari salah seorang anaknya menyebutkan, orangtuanya itu didor ketika sedang duduk-duduk bersama keluarga. Tanpa diduga, sekitar pukul 19.30 WIB rumahnya didatangi orang tak dikenal, kemudian langsung menembak lewat jendela kaca.
Setelah mendapatkan tembakan dari luar rumahnya itu, menurut anak korban, mantan keuchik yang juga jago geudeu-geudeu (gulat) di daerah dan semasa muda tidak sempat dibawa ke rumah sakit dan menghembuskan nafas terakhir di depan anak dan cucunya.
Waka Polres Pidie, Mayor Pol M Nasir JF kepada Serambi mengatakan belum diketahui siapa pelaku penembakan mantan keuchik tersebut. Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati dengan situasi daerah yang tak menentu. Karena itu, supaya warga perlu mengurangi aktifitas pada malam hari.
Korban dikebumikan, kemarin di desanya dan ratusan pelayat ikut mengantar korban ke peristirahatan terakhir. Semasa hidupnya korban lebih dikenal, karena sosok pemuda yang tenaganya kuat, sesuai dengan bentuk tubuhnya tinggi besar. Sehingga ia terkenal sebagai pemain geudeu-geudeu tangguh.
Juru bicara AGAM Daerah IV Japakeh, Abu Hadi mengatakan pihaknya sangat prihatin atas penembakan seorang tokoh Kecamatan Meureudu. "Kami ingatkan bangsa Aceh untuk menjaga diri dari berbagai bahaya dan bersabar atas berbagai kezaliman. Kami mengutuk penembakan keuchik Gade," kata Abu Hadi melalui saluran telepon ke redaksi Serambi Banda Aceh, malam tadi.(tim)



KSAD Minta Pengadilan Kasus Bantaqiah Digelar

Serambi-Jakarta
Kasad Jenderal TNI Tyasno Sudarto meminta supaya proses persidangan kasus pembantaian terhadap Teungku Bantaqiah dan pengikutnya terus
digelar, meskipun Letkol Sudjono belum ditemukan.
"Saya minta supaya perkara itu tetap digelar, jangan sampai karena Sudjono belum ketemu perkara dihentikan," kata Tyasno Sudarto sesaat setelah mendarat di Bandara Polonia Medan, Senin, dalam kunjungannya ke Kodam I Bukit Barisan.
Pernyataan itu dikemukakan Kasad menjawab pertanyaan wartawan tentang penanganan kasus Tengku Bantaqiah. Ia menambahkan, TNI sampai saat ini terus berusaha mencari Letkol Sudjono.
Proses penanganan kasus pembantaian Tengku Bantaqiah, kini telah memasuki proses persiapan menuju ke persidangan. Lokasi sidangnya akan digelar di PN Banda Aceh. Hal itu dikemukakan Meneg HAM, Hasballah M. Saad di Jakarta beberapa waktu yang lalu usai berdiskusi dengan jajaran terkait dalam mempersiapkan peradilan kasus Tengku Bantaqiah. Namun, kendati sudah diketahui tempat sidangnya serta nama-nama majelis hakim yang dilibatkan, belum dijadwalkan tanggal sidangnya.
Untuk mengadili kasus tersebut, majelis hakim koneksitas yang dilibatkan adalah dari sipil Ruslan Dahlan SH, Zulkifli SH, Sarbuan Harahap SH, sedangkan dari hakim militer yaitu Kolonel Abdul Rohim SH, Kolonel Sarman Mulyana SH, dan Kolonel Firman Koto.
Letkol Sudjono yang merupakan "saksi kunci" dalam kasus tersebut hingga kini masih dalam pencarian. Menurut Hasballah, TNI berkomitmen untuk menemukan Sudjono, dan TNI merasa sangat berkewajiban untuk tidak membiarkan sidang ini berjalan tanpa adanya Sudjono.
Jadwal
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh H Sukarno Yusuf SH menyatakan bahwa pengadilan terhadap kasus pembantaian massal yang terjadi di Beutong Ateuh itu akan tetap digelar di Banda Aceh, meskipun jadwal pastinya belum diketahui. "Saya berharap agar masyarakat Aceh tetap bersabar," katanya kepada Serambi, Senin (28/2).
Berkaitan dengan rencana pengadilan koneksitas di PN Banda Aceh itu, Sukarno meminta pihak-pihak yang tidak mengerti persoalan tidak mengumbar omongan. "Ada kesan sekarang pejabat-pejabat hanya ngomong doang, sedangkan mekanisme dari perkara itu ia tak tahu," katanya.
Akibat banyak omong itu, katanya, masyarakat Aceh menjadi tambah bingung. "Mekanisme untuk menggelar perkara koneksitas tidak mudah. Kita harap agar masyarakat Aceh agar tetap bersatu jangan mendengar mulut-mulut yang yang tidak jelas," katanya.
Ia memberikan contoh ungkapan pejabat yang membingungkan itu; yakni komenter Ketua DPRD Kotamadya Banda Aceh yang minta agar perkara koneksitas ini digelar di Meulaboh atau di Jakarta. Padahal, kata Sukarno, pada waktu pertemuan dengan Menteri Hukum dan Perundang- undangan, Jaksa Agung, Kapolri, dan unsur-unsur Mahkamah Agung dalam pertemuan Jumat (18/2) di Jakarta, Ketua DPRD sendiri yang mengusulkan agar perkara koneksitas itu digelar di Banda Aceh. "Tapi kok sekarang ketua DPRD Kotamadya Banda Aceh malah minta dipindahkan ke Meulaboh atau ke Jakarta," katanya.
Sukarno mengatakan mekanisme perkara koneksitas sama dengan perkara biasa yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pertama penyidik POM dan Polri mengirimkan hasil perkara tahap I kepada kejaksaan agung (kejagung) khusus kasus Bantaqiah. Kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan meneliti berkas tersebut apakah sudah lengkap syarat-syaratnya. Termasuk persyaratan materil dan formil (meliputi, tersangka, barang bukti, surat penyitaan, saksi berapa orang, dolus delectinya (tempat kejadian).
Setelah itu jaksa mempunyai waktu selama 14 hari untuk meneliti berkas tahap I sejak tanggal penyerahan ke Kejagung. Apabila perkara sudah lengkap jaksa membuat surat kepada penyidik (P21) supaya tersangka serta barang bukti di kirim ke Kejagung. Tapi apabila perkara itu belum lengkap, jaksa akan mengeluarkan surat P18 (maksudnya, meminta pada penyidik bahwa berkas perkara itu belum lengkap). Setelah dilengkapi oleh penyidik atas kelengkapan berkas tersebut maka perkara tersebut dikembalikan lagi kepada kejagung. Lalu kejagung meneliti lagi apa berkas tadi sudah dipenuhi oleh penyidik. Sehingga berkas bisa bolak-balik sampai puluhan kali, sebut Sukarno.
Setelah berkas tersebut lengkap jaksa membuat surat dakwaan kepada tersangka-tersangka tersebut dan itu butuh waktu selama seminggu. Kemudian jaksa melimpahkan ke PN Banda Aceh, dan selama tiga hingga tujuh hari berkas tersebut dipelajari oleh hakim yang bersangkutan. Setelah itu hakim memerintahkan jaksa Penuntut umum untuk menghadirkan tersangka dan saksi-saksi untuk penggelaran sidang.
Sukarno mengatakan, pengadilan terhadap tersangka pembantai Tgk Bantaqiah cs bukan peradilan koneksitas, tapi perkara koneksitas. Dimana tersangkanya terdiri dari sipil dan militer.(n/ant)



Kasus Suap Suksesi 'Mentok' di Polres

Serambi-Langsa
Tim penyelidikan kasus suap dalam proses suksesi bupati Aceh Timur, yang dipimpin Wakapolres Mayor Pol Drs Hilman, dan telah dua bulan menyelidikinya, hingga sejauh ini belum melimpahkan berkasnya ke Kejari Langsa.
Disebut-sebut, penyelidikan kasus itu nyaris berhenti karena berbagai sebab. Padahal, beberapa saksi dari kalangan anggota DPRD setempat kepada polisi telah mengakui menerima "suap" berupa cek. Namun, cek tersebut dikabarkan telah dikembalikan kepada tim sukses Azman Usmanuddin (bupati Aceh Timur).
Forum Peduli Aspirasi Ulama (FPAU) Aceh Timur beberapa hari lalu juga menyurati pimpinan DPRD Aceh Timur meminta jawaban atas janji DPRD yang akan memproses secara hukum anggota dewan yang terlibat suap dalam suksesi bupati baru lalu.
Kapolres Aceh Timur Letkol Pol Drs Abdulah Hayati didampingi Wakapolres Mayor Pol Hilman, kepada Serambi, Senin (28/2), mengakui berkas kasus tersebut belum dikirim ke kejaksaan. "Penyelidikannya belum selesai. Bukan berarti dihentikan," jelas Hilman.
Penyelidikan kasus tersebut diduga mengalami kemacetan alias 'mentok' akibat kurangnya saksi dan bukti. "Kami menyelidiki ini kan berdasarkan surat dari FP-HAM. Masyarakat yang merasa menjadi 'korban' bisa memberi keterangan, dan dapat langsung diambil keterangan," jelasnya. Selain itu, pihak kepolisian juga berharap informasi --dan juga bukti-- dari masyarakat lainnya untuk mempercepat penyelidikan.
Mayor Hilman memaparkan, sejauh ini timnya baru mengambil keterangan tiga saksi, masing-masing Drs Rudianto (camat Karang Baru yang mengajak sejumlah anggota DPRD menginap di Hotel Danau Toba, Medan, 22 Desember 1999 malam), M Diah Nurdin dan Subardi (keduanya anggota DPRD F-PDIP ikut ajakan Rudianto malam itu).
Kepada polisi, baik M Diah maupun Subardi mengakui menerima cek masing-masing Rp 12 juta dari salah seorang tim sukses Azman Usmanuddin (waktu itu sebagai calon bupati) di Hotel Danau Toba, Medan, pada malam tanggal 22 Desember 1999, menit-menit menjelang pemilihan bupati Aceh Timur.
"Tapi, cek itu sudah dikembalikan kepada tim suksesnya Pak Azman itu (Wahid-Red)," ungkap Hilman. Karena itu, kata Wakapolres, pihaknya belum mendapatkan banyak bukti untuk melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan.
Ditanya keseriusan aparat hukum menyelidiki kasus ini, Kapolres Abdullah Hayati menegaskan pihaknya serius. "Saya serius. Kapan saya nggak pernah serius," tambahnya.
Siap dituntut
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Langsa, Suroso SH, mengatakan kasus suap yang melibatkan anggota dewan menjelang suksesi itu dapat dikenai pasal 209 KUHP. Bahkan, pasal 209 KUHP itu kini dikuatkan lagi dengan UU korupsi produk orde reformasi, yakni pasal 5 UU Korupsi No.31/1999. Anggota DPRD digolongkan "PNS" karena kenyataannya mereka menerima gaji dari pemerintah.
Suroso menjelaskan, pasal 5 UU Korupsi No.31/1999 menyebutkan, pemberi dan penerima suap, masing-masing diancam dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan minimal satu tahun penjara, atau denda sekurang-kurangnya Rp 250 juta.
Kajari pun berjanji serius mengusut kasus ini. Jika ada gelagat pihak Polres me'lapan-enam'kan alias meredamnya, Suroso mengatakan, pihaknya akan mengingatkan. Sedangkan, apabila diredam di tingkat Kejari, Soroso menyatakan siap digugat oleh masyarakat. "Karena, saya juga kan PNS. Kalau saya terima suap/kolusi untuk meredam kasus ini, tentu saya juga sudah melanggar pasal 5 UU Korupsi No.31/1999 itu," jelas Kajari.(non)