:
06.00 Wib Jum'at,
03 Pebruari 2000
Terbongkar, Jaringan Pemasok Senjata GAM
* Sejumlah Aparat Keamanan
Terlibat
Serambi-Jakarta
Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya
berhasil membongkar jaringan penjual berbagai ragam senjata api berikut
amunisinya, yang dijual untuk memasok persenjataan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Jaringan tersebut melibatkan belasan orang termasuk sejumlah anggota aparat
keamanan yang tersebar di berbagai daerah, antara lain Bandung dan
Jakarta.
"Kita akan tegas membongkar jaringan ini," kata Kepala Kepolisian
Daerah Mayjen (Pol) Nurfaizi kepada wartawan, Kamis (2/3) petang. Jaringan
penjual senjata tersebut dibongkar oleh Satuan Reserse Kepolisian Resort Metro
(Kapolrestro) Jakarta Selatan. Nurfaizi secara langsung memerintahkan
Kapolrestro Kolonel (Pol) Nono Suprijono. "Tuntaskan, jangan takut!" perintah
Nurfaizi. Polisi menyita barang bukti berupa ribuan butir peluru M-16 dan peluru
AK-47, serta puluhan senjata api dari berbagai jenis antara lain pistol FN,
senjata api serbu SS-1, dan Mauser serta berbagai tipe atau jenis senjata
lainnya. "Peti-peti peluru itu bertanda Pindad," kata Kapolda Metro
Nurfaizi.
Kapolda menyatakan, setelah lepas dari TNI mereka akan bertekad
menjadi polisi rakyat yang berpihak kepada kebenaran dan rakyat. "Kita ingin
menjadi polisi rakyat. Polisi sudah reformasi," katanya. Pengejaran terhadap
jaringan penjual dan pemasok senjata itu masih dilanjutkan hingga Kamis malam.
Menurut rencana, keberhasilan rinci jajaran Polda Metro Jaya tersebut akan
dirilis Jumat siang ini. "Senjata-senjata itu akan dijual kepada GAM," kata
Nurfaizi.
Dari Pindad
Menurut informasi, jumlah yang tersangkut jaringan
penjual senjata api dan pemasok senjata untuk GAM itu mencapai belasan orang.
Namun, jumlah pelaku kemungkinan akan membengkak lagi, karena sampai Kamis malam
polisi masih bergerak untuk menangkap para tersangka lainnya. "Tersangkanya
banyak, selain orang sipil, ada sejumlah tentaranya. Seram juga menangkapnya.
Kami sampai minta bantuan dari Brimob," kata seorang polisi.
Ditanya apakah
ada juga anggota polisi yang terlibat, dia mengatakan tidak ada namun polisi
yang berlagak sebagai pembeli dalam penyemarannya memang ada.
Terbongkarnya
jaringan penjual senjata tersebut, diawali dengan kecurigaan polisi terhadap
seseorang yang mengaku bisa menyediakan senjata api yang dibutuhkan mereka yang
berminat. Polisi pun lalu berupaya melakukan kontak dan transaksi dengan orang
tersebut. Kontrak dan transaksi akhirnya terjadi pada Senin lalu, di suatu
tempat di Jakarta Selatan.
Dari situ, polisi langsung menangkap orang itu
dan mengembangkan kasus tersebut. Terungkaplah bahwa jaringan perdagangan
senjata itu ternyata sampai ke sejumlah oknum tentara yang bertugas di pabrik
senjata Pindad, Bandung.
Polisi pun bergerak cepat. Penggerebekan dan
penangkapan pun dilakukan pada pekan ini juga. Lokasi penangkapannya di beberapa
tempat di Jakarta dan di luar kota. "Ada yang kami tangkap langsung di Bandung,"
katanya.
Sampai saat ini, penyidikan masih terus dilakukan. Namun, polisi
belum tahu jumlah pasti senjata atau peluru yang telah mereka jual, termasuk
kepada GAM. Menurut pengakuan tersangka kepada polisi hingga tadi malam, para
tersangka masih mengaku baru jual satu-dua senjata. Namun, polisi tidak
mempercayainya. "Pelurunya sampai ribuan. Masak untuk satu-dua senjata?"
katanya.
Nurfaizi mengatakan, polisi saatnya tidak pandang bulu menindak para
pelaku tindak kriminal. Saat ditanya apakah hal itu juga berlaku terhadap
Haryogi Maulani yang tertangkap karena membawa senjata serbu laras panjang AK-47
serta sebuah pistol Walter Colt 7,65. "Dia masih ditahan. Prosesnya kita
lanjutkan. Lihat saja. Kita sekarang diawasi polisi," katanya.
11
orang
Keberhasilan polisi juga diraih Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera
Utara yang menangkap komplotan beranggotakan 11 orang, dua diantaranya wanita,
berasal dari Aceh di kawasan perumahan Sunggal Mas, Jalan Kiwi Medan. Polisi
menemukan dua granat tangan, empat kardus pakaian loreng, sepatu, dan baret.
Penangkapan bekerja sama dengan Kepolisian Sektor Sunggal, Kepolisian Kota Besar
(Poltabes) Medan dan Polda Sumut, sejak Rabu hingga Kamis pagi.
"Saat ini
mereka masih diperiksa. Hasil sementara, belum ada indikasi mereka anggota
Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, KTP mereka semuanya diketahui berasal dari
Aceh," kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Polda Sumut Letkol (Pol) Amrin
Karim, Kamis.
Secara terpisah Kepala Dinas Penerangan Daerah Militer I Bukit
Barisan, Letkol (Inf) Nurdin Sulistiyo mengungkapkan, satu dari tiga orang yang
diduga anggota GAM tewas tertembak ketika baku tembak dengan aparat. Korban yang
bernama Amir Syam alias Hasan TA alias Khairuddin (50), ditembak karena
melakukan perlawanan ketika digerebek di satu rumah Jl Setia Budi,
Medan.
"Aparat menyita satu senjata revolver Colt 38 dengan 10 peluru di saku
korban dan satu di dalam senjatanya. Dari keterangan temannya Zulhani Usman,
Khairuddin disebut-sebut sebagai Panglima Wilayah GAM Aceh Timur,"
katanya.
Baju loreng
Menurut Amrin, polisi menangkap ke-11 orang tersebut
karena merasa curiga atas tindak tanduk mereka selama ini setelah beberapa bulan
lalu menempati rumahnya. Sekitar pukul 14.00 polisi melakukan operasi pengejaran
mulai dari Jl Setia Budi.
Ketika mobil minibus hijau BK 1344 ER yang
ditumpangi mereka masuk ke kawasan kantor Imigrasi Jl Gatot Subroto, polisi
masih tetap membayangi dari jauh. Baru setelah mereka sampai di kompleks
perumahan Sunggal Mas, polisi langsung menggerebek.
"Sore itu ditangkap
delapan orang termasuk dua wanita. Malamnya ditangkap dua orang dan pagi hari
satu orang. Hasil pemeriksaan sementara pengakuan mereka baju-baju loreng tanpa
atribut itu untuk dijual. Tentang dua granat asal Korea itu mereka belum mau
memberi jawaban," jelasnya.
Sementara Sulistiyo mengatakan ketiga orang yang
mereka gerebek diduga GAM. Dari mereka ditemukan kwitansi senilai Rp 3 milyar
yang diperoleh dari pengusaha-pengusaha Aceh di Medan dan mereka berasal dari
Aceh Timur. "Akan tetapi, saya tidak bisa memastikan bahwa mereka itu GAM,"
ungkapnya.
Kemungkinan ketiga orang itu perampok, Nurdin mengatakan, belum
ada indikasinya. Untuk sementara, kedua orang tersebut ditahan di Markas Kodam I
BB. (tim kompas)
Granat Guncang Kantor Bupati
* Empat Pegawai Luka, Enam Mobil Rusak
* Kontak Senjata Warnai Pengejaran Pelaku
Serambi-Lhokseumawe
Kantor Bupati Aceh Utara, Kamis (2/3)
kemarin, sekitar pukul 11.58 WIB, digranat dua pria bersepeda motor hingga
mengakibatkan empat pegawai mengalami luka-luka, termasuk di antaranya seorang
wanita hamil. Enam unit mobil yang terparkir tak jauh dari tempat jatuhnya
granat rusak terkena serpihan. Aparat kepolisian yang melakukan pengejaran
pelaku sempat terlibat kontak senjata di kawasan Desa Pusong Baru sebelum kedua
penggranat lolos ke laut bebas.
Granat jenis nenas yang dilempar dua lelaki
yang menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal sudah diketahui
identitasnya itu jatuh persis di depan Kantor Bagian Penyusunan Program, atau
sekitar delapan meter dari titik jatuhnya granat pada 2 Februari
lalu.
Sekitar 30 menit sebelum insiden mengejutkan itu, di aula Kantor Bupati
baru saja berlangsung rapat koordinasi Muspida yang turut dihadiri Danrem
011/Lilawangsa Kolonel Inf Syafnil Armen, di samping Bupati Aceh Utara H Tarmizi
A Karim dan sejumlah pejabat lainnya.
Wartawan Serambi yang kebetulan berada
di TKP mencatat, ledakan keras granat itu sangat mengejutkan sekaligus membuat
panik para pegawai yang sejak dua bulan terakhir kembali beraktifitas setelah
lumpuh terhitung 1 Oktober 1999. Sejumlah pegawai yang berada di sekitar TKP
langsung lari tak tentu arah. Sementara pegawai yang berada di lantai dua,
melongok ke lokasi untuk mengetahui apa yang terjadi.
Bersamaan dengan
ledakan granat itu terdengar jeritan histeris dari empat pegawai yang tubuhnya
bersimbah darah setelah diterjang serpihan granat. Keempat korban yang terkena
serpihan granat masing-masing Nurbahri (28) pegawai bagian Penyusunan Program
yang mengalami luka lecet pada punggung kanan dan betis kiri. Korban yang sedang
hamil tujuh bulan itu, saat ledakan membahana berada di ruang koperasi pegawai
yang bersebelahan dengan Jalan Malahayati.
Korban lainnya Syafauddin (48)
pegawai Kantor Sosial Politik (Sospol). Ia mengalami luka pada bagian punggung
kanan bagian samping dan paha kanan sebelah dalam. Sedangkan dua lainnya adalah
Syarifuddin (55) pegawai bagian Pemdes menderita luka lecet pada pinggang, lutut
kiri, mata kiri, dan betis kiri serta Saiful Huri (40).
Keempat korban dalam
keadaan bersimbah darah kemudian dilarikan ke RSU Cut Meutia Lhokseumawe.
Setelah mendapat perawatan medis, Syafauddin, Syarifuddin, dan Syaiful Huruv,
diperbolehkan pulang. Sedangkan Nurbahri, sampai pukul 16.00 WIB kemarin, masih
berada di rumah sakit. Sejauh ini, belum diketahui efek ledakan granat terhadap
kondisi janinnya.
Sementara enam unit mobil milik pegawai yang mengalami
rusak ringan masing-masing tiga Suzuki minibus BL 740 KE, BL 932 KF dan BL 388
KP, satu sedan merah BL 811 KP yang semua kacanya hancur, dua unit Toyota Kijang
BL 687 KK dan BL 291 K.
Aparat keamanan yang tiba di TKP sekitar 15 menit
pasca kejadian, menemukan pembuka granat atau pent. Menurut Dandim 0103 Aceh
Utara Letkol Inf Suyatno, granat nenas yang memakan tiga korban tak bersalah itu
buatan luar negeri. "Jenis granat ini pernah diledakkan orang di Maluku dan
Irian beberapa waktu lalu," ungkap Suyatno seraya mengingatkan serpihan granat
itu sangat berbahaya karena sulit dideteksi.
Sementara Danki UPS Polda Jabar
yang di-BKO di Polsek Banda Sakti, Lettu Pol Royke yang terjun ke TKP bersama 10
personelnya, mengatakan granat tersebut dilempar sekitar 20 meter dari titik
jatuhnya. "Identitas pelaku sudah kami ketahui. Saya akan memburunya sebelum
bergerak jauh," tegas Lettu Boyke kepada Serambi di TKP.
Namun, dalam
perburuan itu pasukan aparat keamanan sempat terlibat kontak senjata dengan
buruannya di kawasan Desa Pusong Baru, Kecamatan Banda Sakti. Namun, tidak ada
korban jiwa di kedua belah pihak. Di antara kontak senjata itu, pelaku berhasil
meloloskan diri.
Kapolres Syafei yang didampingi Perwira Penghubung
Penerangan Kapten Pol Drs AM Kamal menduga, pelaku berhasil kabur ke laut bebas
dengan menggunakan speed boat yang telah dipersiapkan lebih dahulu.
Dandim
Suyatno menyesalkan aksi tersebut di tengah suasana keamanan yang semakin
membaik. Seharusnya, kata Suyatno, semua pihak ikut mendukung terciptanya
situasi yang tenang bagi kemaslahatan umat.
Tak tahu
Jurubicara Angkatan
Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), Ismail Syahputra kepada Serambi tadi malam
mengatakan, pihaknya tak tahu menahu terhadap peristiwa penggranatan Kantor
Bupati Aceh Utara. Oleh karena itu, AGAM mengutuk keras tindakan penggranatan
tersebut.
Ismail Syahputra juga mengecam penempatan aparat kepolisian di
kawasan Nisam. Karena, katanya dengan kehadiran pihak kepolisian telah membuat
suasana warga desa tak lagi aman.
"Warga desa dipaksa hadir ke
meunasah-menunasah untuk mendengar ceramah mereka, dan bila tak mau hadir
diancam ditangkap dan dibunuh," jelas Ismail Syahputra dengan nada keras.
Ismail Syahputra juga memberitahukan bahwa tidak ada anggota AGAM yang
dilepas di Medan, Sumatera Utara. Dan, katanya, tentang adanya orang yang
ditangkap di Medan dengan mengaku GAM, itu merupakan upaya untuk
menjelek-jelekkan nama AGAM/GAM. (tim)
Ditemukan, Empat Mayat Membusuk
Serambi-Lhokseumawe
Empat mayat pria ditemukan di lokasi
terpisah di Aceh Utara dan Aceh Tengah. Di Aceh Utara, Kamis tadi malam, satu
mayat yang ditemukan di kawasan perbatasan Meunasah Arun-Cot Trueng, Kecamatan
Muara Batu, diidentifikasi sebagai Banta Beuransyah (35), anggota Satpam PT KKA.
Sementara dua lainnya yang ditemukan di Desa Rayeuk Kareung, Kecamatan Blang
Mangat, tidak dikenali. Selain sudah membusuk juga tidak memiliki
identitas.
Sedangkan di Aceh Tengah, mayat ditemukan warga Kecamatan
Pegasing, Selasa Selasa (1/3) petang di pinggir jalan kawasan Burlintang.
Sebelumnya, itu, dua mayat pria dengan leher nyaris putus dibuang di pusat pasar
Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Senin (29/2).
Ketiga mayat di Aceh Utara
tersebut diduga sebagai korban tindak kekerasan. Kapolres Aceh Utara Letkol Pol
Drs Syafei Aksal yang dikonfirmasi tengah malam tadi membenarkan temuan tiga
mayat tersebut. Namun, sejauh ini ia belum mengetahui identitas ketiga jasad
tersebut.
Menurut keterangan yang diperoleh Serambi, mayat yang ditemukan di
Desa Meunasah Arun, pukul 21.00 WIB, masih dalam keadaan segar dan berbusana
lengkap minus sepatu. Di dekat mayatnya juga ditemukan sepeda motor CB milik
korban. Di tubuh korban yang penduduk Desa Mane Tunong, Muara Batu, tidak
ditemukan luka tembak ataupun penganiayaan berat, kecuali tangannya yang diikat
ke belakang. Sampai berita ini dilaporkan pukul 23.00 WIB masih berada di TKP.
Sementara dua mayat yang ditemukan di Desa Rayeuk Kareung, Kecamatan Blang
Mangat dan dievakuasi ke RSU Lhokseumawe pukul 21.30 WIB tadi malam, menurut
kapolres, memiliki tinggi tubuh 165 cm. Keduanya hanya mengenakan celana dalam.
Sementara ciri fisik lainnya sudah sulit dikenali.
Tanpa kepala
Sementara
itu, warga Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, kembali dikejutkan menyusul
ditemukan sesosok mayat pria tanpa kepala, Selasa (1/3) petang di pinggir jalan
kawasan Burlintang. Mayat yang mengenakan celana jean biru tanpa baju itu sudah
mulai menggembung dan menebar bau busuk.
Sementara itu, dua mayat pria dengan
leher nyaris putus dibuang di pusat pasar Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Senin
(29/2). Korban kemudian diketahui bernama Nasri (35) dan Saadi (34) asal Panton
Labu yang berdomisili di Desa Dupen Sepeden dan Kuin Tenang Mukes Kecamatan
Bandar.
Kapolres Aceh Tengah, Letkol (pol) Drs Misik Natari yang
dikonfirmasi Serambi, Kamis (2/3) malam, membenarkan penemuan mayat tersebut.
Setelah petugas polisi melakukan identifikasi, korban dikebumikan warga
setempat. Namun sejauhnya polisi belum mengetahui siapa pembantai para warga
sipil tersebut.
Mayat tanpa identitas yang ditemukan di pinggir jalan Isaq
kawasan Burlintang itu dalam keadaan menggenaskan, kepala dan tangan sudah tidak
ada. Dari kondisi mayat, terlihat sebelum disembelih terlebih dahulu disiksa,
dan diperkirakan dibunuh sekitar sepekan lalu. Mayat itu memiliki tinggi 167 cm,
rambut lurus hitam dan memakai celana jean biru. Penemuan mayat kedua kali ini
tidak jauh jaraknya dari empat mayat yang ditemukan beberapa waktu
lalu.
Sedangkan dua mayat yaitu Nasri dan Saadi yang tergeletak di pusat
pasar Pondok Baru itu, menurut sumber masyarakat, mereka warga asal Panton Labu
Aceh Utara yang sudah berkeluarga serta 13 tahun bertani dan berdomisili di
Kecamatan Bandar. Sehingga tidak diketahui apakah motif pembunuhan
tersebut.
Menurut warga Bandar, kedua korban pernah ditangkap aparat karena
diduga terlibat GAM. Namun kemudian dilepaskan kembali hingga ditemukan tewas.
Menurut Kapolres, diduga pelakunya adalah GAM, karena kedua korban diketahui
telah memberikan informasi kepada aparat. "Mereka dihabisi karena dianggap
berkhianat," kata Misik Natari.
Aparat polisi, Kamis (2/3), juga membongkar
kuburan korban Yayat, warga Simpang Nenas Kecamatan Timang Gajah, menyusul
tertangkapnya dua orang yang diindentifikasi anggota GAM dan telah mengakui
menghabisi korban Hidayat. Kedua tersangka itu, kata Kapolres Misik Natari, satu
orang diamankan di Kompi Lampahan, sedang seorang lagi bernama Marhaban sedang
diproses di Mapolres Aceh Tengah.
Catatan Serambi, selama Februari, warga
sipil yang terdata menjadi korban pembunuhan di Aceh Tengah, sudah mencapai 19
korban, dan puluhan lainnya dinyatakan hilang. Namun sejauh ini pihak keluarga
belum ada yang melaporkan hal itu. (tim)
Persiraja-PSMS Berdarah
Penonton Dibubar dengan Tembakan
Serambi-Banda Aceh
Stadion Harapan Bangsa Lhoong Raya, Banda
Aceh, berubah menjadi 'medan tempur', setelah wasit Hasbi Batubara meniupkan
peluit pamungkas pertandingan antara tuan rumah Persiraja Banda Aceh dengan PSMS
Medan, puluhan prajurit polisi yang bertugas sebagai tenaga keamanan memuntahkan
tembakan ke udara.
Rentetan tembakan yang berlangsung sekitar 30 menit itu
membuat sekitar 20.000 penonton yang memadati stadion serta para pemain bola
panik. Ribuan orang berebutan untuk turun dari tribun serta menyerbu pintu
keluar yang terbuat dari kaca dan sempit.
Kepanikan luar biasa juga terjadi
di luar stadion, para penjual kaki lima berlari secara serabutan. Beberapa orang
ibu terpaksa mendekap anaknya sambil bertiarap serta beristighfar. Bahkan
seorang wanita pengemis yang cacat netra, berputar-putar di sekitar pintu keluar
karena tak tahu kemana berlindung.
Selain itu juga ada yang terpaksa tiarap
di lantai tribun serta di lapangan hijau selama berlangsungnya rentetan
tembakan.
Ribuan selonsong peluru bertaburan di bibir lapangan sektor Barat
sejenak usai tembakan salvo berkepanjangan itu tuntas.
Sementara rombongan
pemain dan ofisial kedua kesebelasan baru pulang setelah para penonton
meninggalkan stadion. Tak ada keceriaan di antara para rombongan, baik yang
menang atau yang kalah. Mereka naik ke bus dalam kondisi tercekam ketakutan
bahkan sebagiannya pucat pasi.
Hingga tadi malam menjelang berita ini
diturunkan, belum ada laporan tentang adanya korban jiwa dari insiden yang
seharusnya tak perlu terjadi itu.
Kepanikan luar biasa ibarat sedang dilanda
kerusuhan dan peperangan itu membuat puluhan penonton terjepit dan terinjak
ketika mencoba menerobos hendak keluar. Selain itu beberapa penonton wanita dan
remaja tampak pingsan, serta segera dilarikan ke ambulans yang standby di luar
stadion.
Menurut keterangan petugas di lokasi pertandingan, terdapat beberapa
orang yang cedera saat hendak keluar stadion. Mereka hanya cedera ringan berupa
kaki patah serta terkilir, ketika nekad melompat dari tribun.
Selain itu, di
sudut tribun Barat Stadion Harapan Bangsa dua orang gadis tampak pingsan hingga
penonton tuntas keluar. Mereka yang pingsan segera dilarikan ke ambulans,
termasuk yang cedera.
Raungan ambulans yang berlari kencang di luar stadion,
melengkapi situasi yang berbalut kecemasan di antara pekikan histeris para
penonton yang marah serta yang cedera.
Sejauh ini Serambi belum mendapatkan
konfirmasi pasti soal jumlah korban cedera dan pingsan dalam insiden yang
pertamakalinya terjadi di Stadion Harapan Bangsa itu.
Dari RSU Zainoel Abidin
Banda Aceh dilaporkan, terdapat dua orang penonton yang dilarikan ke rumah sakit
tersebut, menyusul insiden Stadion Harapan Bangsa. Mereka yang cedera sempat
dirawat lalu dibolehkan pulang. Keduanya adalah, Muhammad (45) penduduk Desa
Siron Kecamatan Inginjaya Aceh Besar. Lelaki itu terkena serpihan peluru di
tangan kanan.
Korban kedua adalah, Fakhrurazi (16) penjual rokok di Pasar
Aceh. Kaki kanannya luka karena menendang kaca pintu.
Sementara korban yang
dilarikan ke RS Malahayati adalah M Jamal (30), penduduk Lambadeuk Kecamatan
Peukan Bada, Aceh Besar yang luka pada bagian kepala akibat menubruk kaca. M
Jamal juga dibolehkan pulang setelah dirawat seperlunya oleh petugas
medis.
Menurut beberapa petugas medis di lapangan, mereka yang sempat pingsan
adalah karena faktor traumatik. Akibatnya ada yang tak sadar hingga dilarikan ke
ambulans.
Beberapa penonton dengan suara lantang menyatakan tindakan tembakan
beruntun ke udara itu sebagai bentuk tindakan yang sangat tidak bisa
diterima.
Irwansyah, striker Persiraja serta beberapa rekannya sempat
mengingatkan petugas untuk segera menghentikan tembakan peringatan
berkepanjangan itu. "Pak, berhenti pak, sayang anak-anak dan wanita yang
menonton," ujar Irwansyah di bawah bahana rentetan tembakan yang berpadu jerit
histeris penonton itu.
"Seharusnya ini tindakan yang tak perlu terjadi. Saya
sendiri tak mengerti mengapa tindakan seperti ini diambil," kata Parlin yang
berlindung di bunker pemain.
Sementara Pelatih PSMS Medan Suimin Diharja juga
menyayangkan tindakan tembakan beruntun itu. "Ini benar-benar sebuah perilaku
yang tak dapat ditolerir. Karena jelas-jelas akan merugikan Persiraja sendiri,"
kata Suimin yang diwawancarai di bawah guyuran tembakan beruntun
tersebut.
Senada dengan Suimin, beberapa penonton lain yang dihubungi secara
terpisah menyebutkan, tindakan aparat keamanan yang memuntahkan peluru itu tak
diterima akal. Bukan hanya panitia yang dihujat, tapi juga Persiraja sendiri
akan terkena getahnya.
"Kalau begini jadinya, kami tak mau lagi datang ke
Stadion Harapan Bangsa. Kami akan melupakan Persiraja," ujar Usman warga
Indrapuri, Aceh Besar.
Mahdi, warga Lhoknga yang spesial menelepon ke redaksi
Serambi tadi malam menyatakan, salvo setengah jam itu adalah tindakan sangat
berlebihan. "Semestinya tak perlu buang-buang peluru begitu. Kalau hanya untuk
tembakan peringatan, bisa lima atau sepuluh kali saja," katanya.
Mahdi
melaporkan, akibat insiden tersebut kerabatnya Sulaiman (37) warga Lhoknga,
mengalami terkilir tangan. Ia jatuh dari tangga waktu lari dari tribun, selain
itu tangannya juga lecet terkena serpihan kaca pintu. "Kini ia masih kami rawat
di rumah," lapor Mahdi.
Mukhsin, warga Seulimeum yang juga menelepon Serambi
tadi malam secara lantang menyatakan akan memboikot pertandingan Persiraja di
kandangnya selama tahun 2000. "Catat, saya mewakili beberapa rekan- rekan
bertekad untuk tidak menonton pertandingan Persiraja selama tahun ini. Sebagai
bentuk solidaritas kami kepada para korban cedera," kata Mukhsin.
Puluhan
telepon senada juga diterima redaksi Serambi, tadi malam. Mereka sepakat
menyayangkan tindakan tembakan beruntun itu.
Pasca insiden tersebut,
sebagian besar pintu keluar masuk Stadion Haparan Bangsa, berantakan. Serpihan
kaca bertabur dimana-mana. Selain itu juga beberapa pagar pengaman tribun rusak.
Hingga tadi malam, pintu yang telah blong itu masih tampak tak tertutup.
Beberapa petugas terlihat sedang membersihkan serpihan kaca.(tim)
Lima Mobil Pengangkut Karyawan MOI
Dirampas
Serambi-Lhokseumawe
Lima unit mobil angkutan karyawan
Mobil Oil Indonesia (MOI) Inc yang sedang meluncur di jalan raya Medan-Banda
Aceh, Kamis (2/3) pagi, sekitar pukul 06.55 WIB, dirampas sekelompok pria
berambut gondrong dan bersenjata api di kawasan Desa Cot Mamplam, Kecamatan
Muara Dua, Aceh Utara.
Empat dari lima mobil minibus jenis Mitsubishi L-300
warna putih dalam kondisi baru itu, dalam tempo lima jam kemudian berhasil
ditemukan aparat keamanan secara berantai di kawasan komplek perumahan BTN
Kandang dan jalan line pipa. Sedangkan satu unit lainnya sampai berita ini
dilaporkan pukul 21.30 WIB masih belum diketahui jejaknya.
Kapolres Aceh
Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang dikonfirmasi kemarin menyatakan, aksi
perampasan itu dilakukan kelompok GAM. "Mereka merampas setelah secara paksa
dengan todongan senjata api menurunkan para sopir dan memerintahkan mereka
'duduk manis' di warung kopi sekitar TKP," ungkap kapolres.
Sedangkan pelaku
kemudian melarikan mobil tersebut ke arah barat. Selanjutnya, di Simpang Kandang
membelok ke arah jalan line pipa Mobil Oil. Pada saat kejadian, mobil milik dua
perusahaan rental swasta lokal, PT Koalisi Bumi Agung dan CV Dian Perdana,
sedang dalam perjalanan dari point A MOI untuk menjemput karyawan perusahaan
eksplorasi migas dimaksud di Lhokseumawe.
Peristiwa itu, menurut keterangan,
terjadi di tengah aparat kepolisian melakukan tugas penyisiran di sebuah kawasan
wilayah tengah Aceh Utara. Sehingga ketika mendapat informasi perampasan mobil
ini, konsentrasi sebagian dari anggota pasukan, dilaporkan, sempat
terganggu.
Secara kronologis Kapolres yang didampingi Perwira Penghubung
Penerangan Kapten Pol Drs AM Kamal menjelaskan, pelaku yang menggunakan senjata
api genggam sudah mempersiapkan secara matang rencana penghadangan mobil-mobil
yang masih gress tersebut. Indikasi itu terlihat, begitu iring-iringan mobil
rental tadi muncul di kawasan Desa Cot Mamplam pelaku yang disebut berdiri di
belakang rombongan pelajar yang menunggu angkutan ke sekolah langsung melakukan
penghadangan.
Setelah memaksa sopir turun dan memerintah mereka duduk di
warung kopi dekat lokasi penghadangan, dengan senjata api pistol tergenggam
seorang penghadang langsung memerintahkan temannya yang lain melarikan mobil
tersebut. Dari mobil pertama hingga kelima modus operandinya berlangsung
sama.
Kelima mobil yang dibawa kabur perampas masing-masing BK 8341 XI dengan
nomor dinding 1 yang dikemudikan Fahrizal (31), BL 771 KB bernomor dinding 10
yang disopiri Adnen, BK 8324 XI bernomor dinding 06 yang disopiri Abdullah J dan
BL 978 KB dengan nomor dinding 08 yang disetir Saleh Majid (33). Yang belum
ditemukan adalah BK 8216 KV dengan nomor dinding 68 yang pada saat kejadian
dikemudikan Thaleb (35).
Dandim Aceh Utara Letkol Inf Suyatno dalam
keterangan tertulisnya tadi malam menambahkan, keempat unit mobil itu ditemukan
aparat keamanan di dua lokasi terpisah pada saat dilakukan pengejaran. Dua unit
ditinggalkan pelaku di komplek BTN kandang dan dua lainnya dalam penyisiran di
jalan line.
Kapolres mengatakan, keempat mobil itu ditemukan masing-masing
dua unit pada pukul 08.00 WIB dan dua unit lainnya pukul 12.00 WIB. Keempat
mobil tersebut saat ini diamankan di sebuah markas aparat keamanan.
(tim)
Maksud "Masa Transisi" dari FAPI tak
Dimengerti
Serambi-Banda Aceh
Maksud pernyataan dari Forum
Aliansi Partai-partai Islam (FAPI) yang mendesak pemerintah pusat supaya segera
menyatakan daerah Aceh dalam masa transisi tidak dimengerti kalangan anggota
DPRD Aceh yang ditemui kemarin.
Apalagi dalam pernyataan itu diinginkan agar
massa transisi menuju pemulihan ke keadaan stabil tersebut disekaliguskan dengan
menunjuk caretaker gubernur untuk masa tiga sampai enam bulan.
"Saya tidak
bisa memahami maksud masa transisi yang dikehendaki FAPI itu. Dalam kontek apa
masa transisi yang mereka inginkan itu," ujar Drs Azhari Basar, saat ditemui
Serambi kemarin, di Gedung DPRD Aceh.
Azhari yang juga Ketua Fraksi Partai
Golkar juga mengaku heran bahwa masa transisi itu harus diiringi dengan
penunjukan caretaker gubernur, serta kegiatan-kegiatan lain seperti pemulihan
kehidupan sosial ekonomi dan meminimalkan perselisihan. "Kegiatan-kegiatan
seperti ini memang harus dilakukan tanpa harus dinyatakan bahwa daerah ini dalam
masa transisi," tambah Azhari Basar.
Hal senada juga diungkapkan anggota
dewan lainnya, Mukhlis Mukhtar SH. "Istilah masa transisi itu tidak ada dalam
leteratur ketatanegaraan. Tidak bisa kita pahami apa maksud transisi yang mereka
inginkan tersebut," katanya.
Mukhlis juga menolak gagasan FAPI agar ditunjuk
caretaker gubernur. "Menurut saya, penggantian Pak Syam dari jabatan gubernur
memang sudah saatnya, namun bukan dengan menunjuk caretaker, melainkan melalui
pemilihan di DPRD," ujar Mukhlis Mukhtar yang juga Wakil Sekretaris Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebab, tambahnya, dalam proses penunjukan
caretaker yang lebih banyak berperan adalah pusat. Karena itu, bisa saja terjadi
pusat akan salah menunjuk orang, sehingga muncul caretaker yang tidak mengenal
daerah atau kurang diterima masyarakat. "Karena itu, menurut saya, tidak usah
caretaker, tetapi harus dipilih di dewan," tambah Mukhlis.
Pada bagian lain,
Azhari Basar juga menilai bahwa persoalan Aceh saat ini memang sangat rumit.
"Namun keadaan ini tidak hanya ditentukan oleh kepala daerah semata, tetapi juga
komponen-komponen lain, seperti pihak keamanan, LSM, termasuk juga DPRD. Karena
itu, sangat tidak adil bila masalah Aceh ini hanya kita pikulkan pada satu
orang, yaitu gubernur," katanya.
Menurutnya, berbagai pihak di Aceh sudah
berupaya untuk melakukan penyelesaian Aceh, bahkan turut mengikutsertakan
lembaga-lembaga dari luar Aceh. "Tetapi belum juga bisa berhasil. Karena itu
melalui Kongres Rakyat Aceh mendatang, kita sangat berharap bisa terakomodir
semua pikiran dari semua kelompok untuk pemecahan masalah Aceh atau paling tidak
bisa menjadi solusi antara bagi mencapai solusi terakhir," ujar
Azhari.
Azhari sangat tidak sependapat dengan anggapan bahwa penunjukan
caretaker akan menyelesaikan persoalan Aceh. "Saya sepakat soal gubernur itu
diserahkan kepada DPRD melalui koridor demokrasi dan konstitusi yang benar,
terutama setelah dewan nantinya mendengar pertanggungjawaban gubernur pada April
mendatang. Bila ternyata didapati kelemahan strategis dalam pertanggungjawaban
itu, maka terbuka peluang bagi dewan memberi penilaian terakhir dan menyampaikan
mosi tidak percaya," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Forum Aliansi
Partai-Partai Islam (FAPI) mendesak pemerintah pusat supaya segera menyatakan
daerah Aceh dalam masa transisi menuju pemulihan ke keadaan stabil sekaligus
menunjuk caretaker gubernur untuk masa tiga sampai enam bulan.
Pernyataan
sikap yang diutarakan FAPI di Jakarta, Rabu (1/3), itu dihadiri beberapa
perwakilan partai Islam seperti M Akib Arsalan dari Partai Persatuan, Mayumi
Arnauly dari Partai Politik Islam Indonesia, TM Isa dari Partai Kebangkitan Umat
serta Djamhari dari Partai Kebangkitan Muslim Indonesia.
Berkaitan dengan
penyelesaian kasus Aceh, FAPI pun menganggap penting agar secepatnya dipilih
"caretaker" gubernur untuk masa darurat maksimal selama tiga bulan. Menurut
FAPI, gubernur tersebut berfungsi sebagai penguasa sipil militer, mengusul agar
diberlakukannya demiliterisasi daerah Aceh.
Selain itu, dilakukan perlu
pemulihan kehidupan sosial rakyat Aceh secepatnya, yang diikuti pemulihan
kehidupan normal rakyat secepatnya, dan meminimalkan seluruh perselisihan yang
menyangkut Aceh dan mengakomodasi seluruh kepentingan semua pihak melalui
perundingan. (rul)