: 00.30 Wib Kamis, 20 April
2000
Terungkap dalam Dakwaan Jaksa
Pasukan ke Beutong Dibentuk Sesuai Telegram dari Danrem
Serambi-Banda Aceh
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum
peradilan koneksitas kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah dan pengikutnya antara
lain dibeberkan bahwa pasukan gabungan yang dikirim ke Beutong Ateuh dibentuk
sesuai surat telegram dari Danrem 011/Lilawangsa Kol Inf Syafril Armen SH Sip
Msc.
Sidang perdana peradilan koneksitas, Rabu (19/4), di Pengadilan Negeri
Banda Aceh yang menghadirkan 25 terdakwa (24 TNI dan 1 sipil) hanya berlangsung
sekitar 1 jam. Sidang ditunda hingga Sabut (22/4) mendatang untuk mendengarkan
eksepsi dari tim pembela.
Melalui sidang perdana kemarin, Jaksa Nuraini AS
SMhk menjelaskan, telek Danrem tanggal 15 Juli 1999 itu ditujukan kepada Dan
Yonif 113/JS, Wadan Yonif Linud 100/PS, Dan Yonif Linud 328/DGH, Dan Tim Guntur
Rem-011/LW, serta Kasi Intel Rem-011/LW.
Pada huruf CCC tiga, isinya: Cari,
temukan, dekati dan tangkap tokoh GPK dan simpatisannya hidup atau mati. "Sesuai
dengan surat telegram Danrem tersebut, maka dibentuk pasukan gabungan di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Inf Haronimus Guru Dan Yonif 328 Kostrad Jawa Barat
sebagai komandan lapangan dan Letnan Kolonel Inf Sudjono Kasi Intel Korem 011/LW
sebagai pengawas operasi/penunjuk jalan yang beranggotakan kurang lebih 215
orang/personil," ujar jaksa Nuraini.
Sebelumnya, Danrem Lilawangsa
memperoleh informasi bahwa Teungku Bantaqiah dan pengikutnya memiliki seratus
pucuk senjata api yang ditanam di sekitar lokasi tempat tinggal Bantaqiah dan
memiliki pasukan sekitar 300 personil yang dilengkapi senjata. "Dan adanya
laporan dari terdakwa sebelas Taleb alias Aman Suar dan Zainuddin alias Aman
Dolah, katanya Teungku Bantaqiah dan pengikutnya sering melakukan ancaman
pembunuhan terhadap warga yang tidak mau ikut dengan kelompoknya," urai jaksa.
Terlihat grogi
Majelis hakim peradilan koneksitas ini terdiri Ruslan
Dahlan SH (ketua) didampingi anggota Zulkifli SH, Sarbun Hrp SH, Amiruddin Sh,
dan Piter SH. Sidang dibuka pukul 09.00 WIB dan diawali pemeriksaan identitas
terdakwa satu persatu yang didudukkan pada dua bangku panjang di depan majelis
hakim.
Ketika Ruslan Dahlan SH menanyakan kepada terdakwa 1 Kapten Anton
Yuliantoro, tentang identitas, umumnya dijawab Anton dengan benar. Tapi ketika
ditanya kebangsaannya, terdakwa sempat berpikir sejenak, lalu menjawab, "Bangsa
Jawa". Jawaban terdakwa ini sempat mencengangkan pengunjung. Namun, ketika ketua
majelis kembali menanyakan kebangsaannya, terdakwa terlihat grogi. Setelah
berpikir sejenak terdakwa kembali menjawab, "Bangsa Indonesia Pak Hakim".
Mendengar jawaban terdakwa ini, ketua majelis memberikan komentar. "Kita semua
ini adalah bangsa Indonesia dan tak ada Bangsa Jawa," ujar Ruslan Dahlan SH.
Ke-24 prajurit TNI yang didakwakan di persidangan itu dibela dua tim
pembela. Tim pembela pertama masing-masing Burhan Dahlan SH, Supo KDM SH, dan
Apang Supandi SH membela prajurit TNI yang berasal dari Kostrad. Sedangkan Tim
pembela lainnya masing-masing K Ketaren SH, M Ginting SH, dan J Silaban membela
para terdakwa yang berasal dari Kodam I Bukit Barisan.
Sedangkan Taleb Aman
Suar (satu-satunya terdakwa dari sipil) sampai sidang kemarin, belum ada
pembelanya. Sejumlah pembela di Banda Aceh yang diminta bantuannya, semua
menolak untuk mendampingi Taleb di persidangan.
Menurut Ketua Majelis Hakim,
karena terdakwa diancam dengan pasal hukuman mati maka wajib diberikan pembela
untuk mendampinginya. Tapi ketika dimintakan bantuan dari pembela dari Kostrad,
mereka langsung menolak dengan alasan hukum dan tata kerama pembelaan. Tapi,
setelah hakim bermusyawarah kembali menunjuk tim pembela dari Kodam I/BB untuk
dapat memberikan pembelaan. Walaupun dengan hati berat, akhirnya permintaan
majelis hakim itu dipenuhi oleh tim pembela dari Kodam I ini.
Ke-25 terdakwa
yang sudah ditahan sejak Desember 1999, sebagian ditahan sejak Januari 2000 dan
ditahan sejak Maret 2000, kemarin dihadirkan ke persidangan dengan menumpang
tiga panser (Rantis) Polri dari rumah tahanan ke PN Banda Aceh dengan mendapat
pengawalan ketat dari anggota Brimob dan POM TNI.
Sidang dengan pengaman
ketat itu, turut disaksikan Meneg HAM Hasballah M Saad, anggota Tim Independen
pengusutan kasus kekerasan di Aceh, Kajati Aceh Sukarno SH dan sejumlah asisten
Kejati, Danrem 012/TU Kolonel Inf Syarifuddin Tippe, Perwira Penyidik Koneksitas
Pusat Letkol CPM N Nainggolan, dan diliput sekitar 100 wartawan dalam dan luar
negeri.
Kita bunuh saja
Jaksa Penuntut Umum Nuraini AS SMhk dibantu
anggota masing-masing Munir SH, Husni Thamrin SH, dan Syarifuddin SH, dalam
dakwaannya lebih lanjut mengungkapkan, sesuai dengan surat telegram Danrem
011/LL itu dibentuk pasukan gabungan dipimpin Letkol Inf Heronimus Guru (Dan Yon
328 Kostrad Cilodong) yang sedang di-BKO-kan di Korem 011/LL, dan Letkol Inf
Sudjono sebagai pengawas operasi.
Tanggal 22 Juli 1999, pasukan gabungan ini
berangkat menuju komplek Pesantren Tgk Bantaqiah di Desa Blang Meurandeh Beutong
Ateuh Aceh Barat, dan baru tiba di lokasi sasaran 23 Juli 1999 sekitar pukul
10.00 WIB. Ketika istirahat di perjalanan, seorang anggota pasukan sempat
mengajari Taleb Aman Suar, warga Silih Nara, Aceh Tengah (informan TNI) tentang
cara menggunakan dan menembakkan senjata api. Saat itu, Taleb Aman Suar telah
memakai pakaian loreng TNI dan wajahnya dicat dengan warna biru. Kepadanya juga
diberikan sepucuk senjata api laras panjang.
Setiba di Beutong Ateuh,
sekitar pukul 11.00 WIB, pasukan yang dipimpin Kapten Anton Yuliantoro tiba di
pinggir Desa Blang Meurandeh dengan formasi tiga peleton di depan, dan satu
peleton di belakang sebagai cadangan. Peleton yang dipimpin Letda Maychel Asmi
bergerak di depan menuju lokasi pesantren Tgk Bantaqiah dan pengikutnya.
Tak
lama kemudian, Letda Maychel Azmi melaporkan ke Kapten Anton Yuliantoro bahwa
pasukannya telah bertemu dengan Tgk Bantaqiah. Atas laporan itu Kapten Anton
masuk ke halaman dayah dan diperkenalkan kepada Tgk Bantaqiah. Perkenalan itu
dilaporkan kembali kepada komandan lapangan Letkol Heronimus Guru yang
selanjutnya memerintahkan supaya melakukan penggeledahan.
Saat itu juga Tim
Sintel yang dipimpin Letkol Sudjono datang ke dayah dan bertanya kepada Kapten
Anton, "Mana Tgk Bantaqiah?". "Ini orangnya," kata Anton seraya menunjuk ke arah
Tgk Bantaqiah. "OO ini Too Bantaqiah," kata Letkol Sudjono seraya mengatakan,
"Kita bunuh saja mereka semua".
Kemudian Letkol Sudjono melalui radio
berbicara dengan Letkol Heronimus. "Bagaimana dik, kita bunuh saja mereka
semua." Namun Letkol Heronimus tidak menjawabnya, dan Letkol Sudjono keluar dari
komplek tersebut.
Selanjutnya, Kapten Anton memerintahkan Letda Maychel Asmi
untuk melakukan penggeledahan. Dengan membawa beberapa anggotanya, semua lelaki
yang berada di dayah itu diperintahkan turun dan mereka dikumpulkan di halaman
seraya disuruh menanggalkan seluruh pakaian, dan hanya tinggal kolor saja.
Dalam waktu bersamaan, anggota tim Sintel dipimpin Letkol Sudjono bergerak
menuju dayah Tgk Bantaqiah. Pada saat anak Tgk Bantaqiah (Tgk Usman) mengambil
radio HT, ia dipukul dengan senjata oleh terdakwa Praka Wahyono. Melihat hal
itu, Tgk Bantaqiah mengucapkan "Allahu Akbar" beberapa kali dan bersamaan dengan
itu, terdengar suara perintah, "Serbu".
Selanjut 10 anggota Kostrad dan
Taleb Aman Suar yang telah berada di tempat itu menembaki Tgk Bantaqiah dan para
pengikutnya yang telah dikumpulkan di halaman dayah tersebut. Akibatnya, Tgk
Bantaqiah beserta pengikutnya berjumlah 34 orang meninggal di tempat itu, dan 23
lainnya luka-luka.
Pasukan lainnya menggali tanah di sekitar belakang dayah
dan dalam mushalla untuk mencari 100 pucuk senjata. Tapi tak satu pun senjata
ditemukan di tempat itu. Setelah mayat dikebumikan, sekitar pukul 16.00 WIB,
Letkol Sudjono memerintahkan anggotanya untuk menaikkan seluruh korban luka-luka
ke atas dua truk untuk diobati di Takengon.
Tapi, Letkol Sudjono juga ikut
dalam kendaraan tersebut memerintahkan Letda Tri Joko Adiwiyono supaya korban
yang luka-luka itu di perjalanan supaya "disekolahkan" (dibunuh atau
dihilangkan).
Dalam perjalanan pulang itu, di tiga tempat, seluruh korban
yang luka ditembak satu persatu setelah diperintahkan oleh Letkol Sudjono, dan
mayatnya dibuang ke dalam jurang tepi jalan tersebut.
Menurut dakwaan jaksa,
dari penggalian kuburan korban di Km 7-8 Jalan Beutong Ateuh, oleh tim dokter
bagian ilmu kedokteran forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
sebagai sampel pemeriksaan, ditemukan tiga mayat berjajar dengan posisi
telungkup tidak berpakaian, ditutup kain kafan satu rangkap dan tikar pandan.
Dari hasil pemeriksaan visum, dua mayat ditemukan kerusakan hebat meliputi
tulang-tulang kepala dan wajah serta tulang rahang bawah. Kerusakan tulang
sehebat itu dapat diakibatkan kekerasan dari benda yang tumpul yang sangat kuat
atau akibat tembakan senjata api dengan kecepatan tinggi yang mengakibatkan
hancurnya kepala.
Satu mayat lagi, ditemukan kerusakan belakang kepala yang
diakibatkan tembakan senjata api berkecepatan tinggi, yang mengakibatkan
hancurnya jaringan otak di dalamnya.
Perbuatan seluruh terdakwa diancam
melanggar pasal 340 pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Jaksa juga mengenakan pasal
berlapis diantaranya pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, pasal 353 ayat
(1) jo ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dan pasal 351 ayat (1) jo ayat
(3) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ke-25 tersangka yang diadili itu, Kapten
Inf Anton Yuliantoro (terdakwa 1), Letda Maychel Asmi (terdakwa 2), Serda Hadi
Pratoyo (terdakwa 3), Praka Wahyono (terdakwa 4), Pratu Darsito (terdakwa 5),
Pratu Biduan (terdakwa 6), Pratu Suratno (terdakwa 7), Prada Yuliansyah
(terdakwa 8), Pratu Herlansyah (terdakwa 9), Prada Heriyanto (terdakwa 10).
Taleb Aman Suar (terdakwa 11), Letda Trijoko Adiwiyono (terdakwa 12), Serka
Wandiman (terdakwa 13), Sertu Joko Nugroho (14), Serda Suhartono (terdakwa 15),
Serda Khaidir (terdakwa 16), Serda Mukri (terdakwa 17), Serda Muhammad Ibrahim
Nst (terdakwa 18), Serda Syaiful (terdakwa 19), Praka Frest Ronald Wacarole
(terdakwa 20), Praka Toto Hendarto (terdakwa 21), Pratu Syaiful Fadli (terdakwa
22), Pratu Firmansyah (terdakwa 23), Serka Harapenta Bangun (terdakwa 24), dan
Pratu Indra Suryatma Wijaya (terdakwa 25). (tim)
Demonstrasi Iringi Peradilan Koneksitas
Serambi-Banda Aceh
Aksi demonstrasi yang dilancarkan seratusan
mahasiswa dan pelajar di luar Gedung Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh bersamaan
jalannya peradilan koneksitas kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah Cs, berlangsung
"panas". Seorang aktivis Koalisi Aksi Pelajar Pidie Untuk Rakyat (KAPPUR), T
Irwani (17), mengalami benturan di bagian kepala akibat terkena pukulan
pentungan aparat.
Rombongan mahasiswa ini memulai aksi sekitar pukul 09.00
WIB. Mereka datang dengan membawa sejumlah bendera berwarna merah dan mengusung
sejumlah spanduk antara lain bertuliskan; Tolak.....! pengadilan koneksitas,
hanya menghukum oknum lapangan. Dewan jenderal tersenyum, kopral digantung.
Pengadilan koneksitas itu pembunuh.
Melalui kesempatan itu, sejumlah
pentolan-pentolan mahasiswa melakukan orasi yang intinya mengeluarkan berbagai
kata-kata hujatan, dan menolak keras berlangsung peradilan koneksitas. Luapan
emosional terus dikeluarkan secara bergantian para aktivis-aktivis tersebut.
Rombongan mahasiswa itu datang dengan mengikat sehelai kain merah di kepala yang
bertuliskan; Tolak koneksitas.
Meski berlangsung aksi demontrasi di atas
badan jalan di depan Gedung PN Banda Aceh, namun secara umum situasi kota Banda
Aceh sepanjang hari kemarin tetap normal. Kekhawatiran terhadap munculnya
gelombang protes secara besar-besaran tidak terjadi. Walaupun hampir seluruh
sudut kota mendapat penjagaan ektra ketat dari petugas keamanan, tetapi
kehidupan kota berpenduduk 230 ribu jiwa tetap tidak terganggu.
Di sepanjang
bantaran Krueng Aceh, kawasan gedung pengadilan tempat berlangsungnya sidang
koneksitas, terlihat hampir seribuan warga masyarakat "membanjir" untuk
menyaksikan aksi demonstrasi yang dilancarkan aktivis mahasiswa dan pelajar.
Sementara, pentolan-pentolan mahasiswa yang ikut memberikan orasi antara
lain Aguswandi (Koordinator Kontras Aceh), Qausar, dan Furkan. Isi orasi-orasi
itu antara lain menyebutkan, "Pengadilan Koneksitas itu bohong. Sebenarnya bukan
hanya Letkol Sudjono yang pantas diadili untuk pengusutan kasus Tgk Bantaqiah.
Tapi, petinggi-petinggi militer lainnya selaku pemberi perintah/kebijaks- anaan
harus diadili. Namun, dalam kenyataannya pengadilan koneksitas hanya menyeret
prajurit-prajurit kecil, sedangkan petinggi-petingginya diam saja".
Aksi
protes pengadilan koneksitas itu berlangsung hingga menit- menit menjelang pukul
11.00 WIB. Para demonstran yang awalnya duduk di atas badan jalan, tiba-tiba
bangun dan membentuk sebuah lingkaran. Suasana yang semula tenang mendadak
"panas."
Petugas keamanan yang sejak tadi berjaga-jaga di pintu pagar
halaman PN menghadang para demonstran agar tidak sampai masuk ke dalam halaman.
Beberapa detik kemudian, aparat dan mahasiswa terlihat saling dorong-mendorong.
Mahasiswa dan sejumlah massa yang berada di barisan belakang terpaksa
kocar-kacir. Dalam suasana tak menentu itu, T Irwani, aktivis KAPPUR terluka di
kepalanya terkena pukulan dengan puntungan dari seorang aparat.
Menjelang
usainya aksi demonstrasi itu, seorang aktivis SMUR, Furkan membacakan pernyataan
sikap yang berisikan penolakan peradilan koneksitas. Sebab, peradilan ini hanya
membuat prajurit rendah menjadi tumbal hukum, padahal yang seharusnya
bertanggung jawab perwira tinggi, Pangdam Bukit Barisan, Danrem Teuku Umar,
Danrem 011 Lilawangsa, dan Dansatgas OSR II. Pemerintah harus seg- era membentuk
KPP-HAM dan Peradilan HAM.
Normal
Meskipun sidang koneksitas sedang
berlangsung di Pengadilan Negeri Banda Aceh, tapi suasana kota Banda Aceh,
sepanjang hari kemarin berjalan normal. Aktivitas warga baik di perkantoran
maupun di pusat-pusat pasar tampak seperti biasa.
Namun, lokasi-lakosi
strategis dalam wilayah kota Banda Aceh mendapat penjagaan ketat aparat
keamanan. Selain itu, di Krueng Aceh yang terbentang di depan kantor pengadilan,
tampak polisi air dengan menggunakan speed boat terus melakukan patroli.
Sementara di bursa uang, kecuali Bank Rakyat Indonesia (BRI) wilayah,
seluruh bank lain aktivitasnya berlangsung seperti biasa. Bank Rakyat Indonesia
yang lokasinya berdekatan dengan Pengadilan Negeri, Banda Aceh tempat
berlangsungnya sidang koneksitas sejak pagi hingga pukul 11.00 WIB tampak sepi.
Kondisi ini terjadi karena kedua mulut jalan Cut Meutia sebagai satu-satunya
jalan ke kawasan itu ditutup.
"Bank beroperasi seperti biasa, tetapi
nasabahnya yang sepi," kata seorang petugas keamanan BRI yang ditanyai wartawan.
Biasanya, kata seorang petugas di BRI, pada jam-jam tersebut adalah saat-saat
ramainya nasabah. (n/ism)
T Hamdani Tewas Dicincang
* Sang Istri Kritis
Serambi-Tapaktuan
Kasus pembunuhan sadis disertai perampokan
menguncang masyarakat Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, Rabu (19/4) dinihari.
T Hamdani (43), pengusaha warung di Desa Kampung Baru, tewas dicincang pelaku
yang sudah terdeteksi. Sementara istri korban, Nilawati (31) --asal Pancur Batu,
Sumut-- dalam keadaan kritis dengan luka-luka bacok di sekujur tubuh, sampai
sore kemarin masih dalam perawatan RSU dr Yulidin Away, Tapaktuan.
Kapolres
Aceh Selatan melalui Wakapolres, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal ketika dihubungi
Serambi, kemarin menjelaskan, peristiwa pembunuhan itu bermotif perampokan.
Pelaku menyikat gelang emas seberat 12 mayam, serta uang kontan sekitar Rp 400
ribu. Pelaku yang berjumlah sekitar empat orang, menurut Wakapolres, sudah
terdeteksi, dan sampai sore kemarin masih dalam pengejaran aparat kepolisian.
Dikatakan, pembunuhan terhadap pengusaha warung itu cukup sadis. T Hamdani
tewas cukup mengenaskan setelah tubuh korban dihujami bacokan berulang kali.
Demikian juga istri korban, Nilawati menderita sejumlah luka-luka bacok, seperti
lengan kanan nyaris putus, lengan kiri, kening kanan dan kiri serta luka bacok
pada paha kiri.
Nilawati --istri kedua korban T Hamdani-- dalam keadaan
kritis dilarikan ke RSU dr Yulidin Away Tapaktuan, pagi kemarin dengan mobil
ambulan. Sedangkan jenazah suaminya tiba di rumah sakit Tapaktuan lokasi Gunung
Kerambil sekitar pukul 09.15 WIB kemarin. Ketika jenazah korban yang berasal
dari Kelurahan Kampung Hulu, Tapaktuan itu dimasukkan ke ruang mayat beberapa
warga nyaris pingsan.
Malahan salah seorang perempuan anggota keluarga
korban langsung lunglai begitu milihat jenazah familinya itu sarat luka bacok di
sekujur tubuhnya. Informasi dari paramedis rumah sakit menjelaskan, mayat korban
mengalami luka bacok berulang kali antara lain bagian bahu kanan dan kiri,
bagian tengkuk. Lalu, lengan kiri nyaris putus, dan luka menganga pada lambung
kanan.
Keterangan yang dikumpulkan Serambi menyebutkan, korban T Hamdani
selama dua tahun terakhir membuka usaha warung nasi lokasi tepi jalan raya Desa
Kampung Baru, Kecamatan Kluet Utara, tepatnya di depan Kandis PU Aceh Selatan di
Rasian, atau sekitar 25 km dari Tapaktuan arah Medan. Warung yang agak berjauhan
dari pemukiman penduduk itu didiaminya bersama istri keduanya, Nilawati.
Selain sebagai tempat usaha warung, bangunan yang terbuat dari papan itu
juga dijadikan sebagai tempat tinggal korban bersama istrinya. Menurut
keterangan, peristiwa pembunuhan tersebut terjadi setelah pintu warung diketuk
oleh beberapa laki-laki --diperkirakan berjumlah empat orang-- Rabu dini hari,
saat keduanya tertidur pulas.
Saat pintu dibuka, "tamu" tersebut, menurut
keterangan meminta sejumlah uang. Tapi korban minta waktu besok pagi saja,
sementara "tamu" tersebut terus mendesak. Entah bagaimana, sang tamu mengamuk
sehingga korban pada saat kejadian hanya memakai kain sarung dibacok berulang
kali tanpa ampun. Korban tewas ditempat.
Sasaran berikutnya adalah istri
korban (Nilawati). Wanita muda asal Pancur Batu itu terkulai setelah sejumlah
bacokan senjata tajam mendarat ditubuhnya. Sebelum kabur meninggalkan satu mayat
dan satu korban dalam keadaan tak sadarkan diri, pelaku menyikat perhiasan emas
gelang 12 mayam berikut uang kontan sekitar Rp 400 ribu.
Almarhum T Hamdani,
asal Kelurahan Kampung Hulu meninggalkan dua istri. Sebelum menikahi Nilawati,
korban telah memiliki seorang istri, Rafiati alias Upik Malaya (39), kini guru
SMU 1 Tapaktuan. Perkawinan pertama, korban dikaruniai empat putra-putri
masing-masing, Cut Afriza, Cut Afrila, Cut Afriyeni, dan T Afrika yang masih
berumur sekitar enam tahun. Sedangkan pernikahan kedua (dengan Nilawati), korban
tak dikaruniai anak.
Sebelum menikah dengan Nilawati, sekitar dua tahun
lalu, korban tinggal di Kelurahan Kampung Hulu, Tapaktuan bersama istri dan
anak-anaknya. Lalu, korban membuka usaha warung di Kampung Baru, Kluet Utara
dengan istri kedua, Nilawati. Dengan istri pertama (Rafiati) yang belum
diceraikan, T Hamdani juga pernah membuka usaha warung "Family" di salah toko
deretan Jalan Merdeka Tapaktuan.(tim)
Sumur Gas Mobil Oil Digranat
*Aktivitas MOI Dihentikan
Serambi-Lhokseumawe
Sumur produksi gas alam (cluster) IV Mobil Oil
Indonesia (MOI) Inc di Desa Serdang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Selasa
(18/4) tengah malam, digranat kelompok tak dikenal. Meski dua granat tangan yang
meledak tidak sampai mengganggu aktivitas produksi, namun peristiwa itu dinilai
sangat mencemaskan.
Granat yang saat meledak dilukiskan menimbulkan suara
keras itu, jatuh di luar pagar Pos Pengamanan Provit. Namun, dalam insiden
sekitar pukul 23.25 WIB tersebut tidak ada laporan korban jiwa. Satu jam
menjelang peledakan di lokasi sumur produksi gas Mobil Oil, Markas Koramil Bayu
juga digranat kelompok tak dikenal. Granat yang jatuh di depan mess Babinsa
tidak sampai mencederai anggota maupun bangunan markas TNI.
Kapolres Aceh
Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan,
Kapten Pol AM Kamal, walau sampai saat ini belum berhasil menangkap tersangka
pelakunya mengklaim aksi-aksi itu dilakukan kelompok GBPK. "Mereka sedang
frustasi berat akibat kesulitan dana dan kendaraan," ungkap kapolres.
Sementara itu dari beberapa sumber anonim diperoleh informasi, dua hari
sebelum terjadi aksi penggranatan cluster-IV, pihak MOI mendapat telepon gelap
dari pihak yang mengaku dirinya GAM. Penelepon itu minta perusahaan
multinasional tersebut untuk "menyingkirkan" seluruh aparat keamanan yang
sekarang ini melakukan pengamanan. "Bila tidak kami akan melakukan penyerangan
ke instalasi-instalasi MOI," ungkap sumber itu meniru ucapan penelpon gelap.
Juru Penerangan GAM, Ismail Syahputra, kemarin siang menyangkal terlibat
dalam penggranatan instalasi vital MOI. "Itu bukan pekerjaan kami. GAM tidak
pernah menyerang perusahaan asing yang ada di Aceh. Itu merupakan pekerjaan
sesama mereka," katanya.
Namun, ketika dikonfrontir bahwa sebelumnya ada
semacam surat dan telepon ancaman dari GAM yang menekankan bila TNI yang
bertugas di MOI tidak segera angkat kaki perusahaan itu akan dibom, Ismail
Syahputra mengaku tidak tahu menahu dengan hal tersebut. "Tolong beritahu saya
siapa yang menandatangani surat itu. Jangan asal tuduh GAM," katanya melalui
saluran telepon.
Menurut catatan Serambi, dalam sebulan terakhir MOI menjadi
sasaran teror dan penggranatan yang paling intens. Puluhan aksi penggranatan
bahkan penembakan pesawat terbang menimpa perusahaan eksplorasi migas tersebut.
Tak boleh keluar
Akibat berbagai teror itu, MOI menderita kerugian
puluhan milyar. Bahkan pimpinan perusahaan telah mengeluarkan instruksi kepada
para karyawannya agar tidak bebas berkeliaran di luar. Larangan itu setelah
beberapa personil karyawan diculik dan ditembaknya satpam oleh oknum kelompok
tak bertanggung jawab.
Akibat kelompok tak dikenal terus melakukan aksinya,
sejak (10/4) lalu sebagian aktifitas perkantoran perusahaan dihentikan
sementara. Namun, aktivitas produksi dan managemen perusahaan tetap berjalan
lancar, ungkap sumber Serambi di kalangan para kontraktor perusahaan itu.
Aksi yang paling mengejutkan adalah penembakan pesawat terbang milik
perusahaan jenis "Beechcraft" seri 1900 Delta PK-TRW yang terjadi (31/3) lalu.
Dalam aksi itu memang tidak ada korban jiwa manusia, tapi sempat membuat dunia
internasional geger, namun sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab
atas berbagai insiden.
Ekses penembakan pesawat, serta pembakaran gedung
olah raga, klinik di Cunda dan berbagai asset milik perusahaan lainnya sejak dua
bulan akhir ini, mulai (3/4) lalu sebagian kegiatan fakum. Diantaranya yang
paling disesali warga Aceh Utara dan Aceh Timur, adalah ditutupnya dua klinik
pengobatan gratis yang dibuka perusahaan untuk masyarakat miskin dihentikan.
Ribuan kaum dhuafa kehilangan tempat pengobatan. Betapa tidak, dengan uang
Rp 500,- pasien dapat memperoleh obat-obatan seharga Rp 25-50 ribu, malah cukup
banyak warga yang sembuh dengan bantuan perusahaan itu. Warga miskin berharap
supaya klinik yang telah ditutup itu dapat dibuka kembali dan kepada semua pihak
diminta supaya tidak mengganggu, ujar beberapa warga yang mengaku pernah
mendapat pelayanan kesehatan di klinik Mobil Oil Inc Landing Lhoksukon.
Sumber layak dipercaya di kalangan para kontraktor Mobil Oil mengatakan,
sejak 10 April lalu sebagian aktifitas perusahaan dihentikan, karyawan bekerja
di rumah. Pimpinan tertinggi Mobil Jim Russel, nampaknya sangat bertanggung
jawab atas keselamatan perusahaan dan karyawannya itu, sehingga para karyawan
dilarang keluar bebas di perkotaan. "Kalaupun tidak bekerja dalam kantor Mobil
di Poin-A, namun harus tetap di rumah, demi keselamatan," ungkap seorang
karyawan perusahaan itu kepada Serambi Rabu (19/4) di Lhokseumawe.
Menurut
sumber di perusahaan itu, Pimpinan perusahaan tidak mau karyawannya terus
berjatuhan. "Kalau kondisi keamanan masih belum kondusif, aktifitas perkantoran
tetap tidak jalan," ungkap Jim Russel, dalam suatu rapat dengan petinggi Mobil
Oil. Pimpinan Mobil Oil Jim Russel, meminta para pelakunya menghentikan teror
dan harus bertanggung jawab atas kerugian perusahaan akibat aksi dan teror
kelompok tak bertanggung jawab.
Selama ini semua mengaku tidak bertanggung
jawab, seperti peledakan granat, pembakaran mobil dan penembakan pesawat terbang
milik perusahaan. Semuanya membantah melakukan, kelompok AGAM melalui Biro
penerangannya Ismail Syahputra dan Wakil panglima GAM Wilayah Pase Abu Sofian
Daud, membantah melakukannya. "Jadi siapa sebenarnya pelaku peledakan dan teror
yang selama ini terus dilakukan," tanya Jim Russel dalam rapat interen suatu
hari, ungkap seorang staf Mobil Oil yang tidak ingin ditulis namanya kepada
Serambi Rabu kemarin. (tim)
Kakak-adik Diberondong, Satu Tewas
Serambi-Banda Aceh
Yaserli (17) siswa klas I MAN Tapaktuan, sekitar pukul
19.45 WIB tadi malam meninggal di rumahnya di Desa Berudang, Kecamatan
Tapaktuan, Aceh Selatan. Remaja itu menemui ajal setelah sebutir timah panas
menerjang batok kepalanya. Selain itu kakak korban, Nurhikmah (19) dan adik
sepupunya Muchsin (16) menderita luka tembak di bagian kaki kiri.
Menurut
keterangan Nurhikmah, sekitar pukul 19.40 WIB dua laki-laki bersenjata laras
panjang dengan menggunakan Yamaha RX King datang ke rumahnya menanyakan ayahnya
H Syarifuddin, namun saat itu ayahnya tidak berada di rumah. Sesaat kemudian,
senjata milik laki- laki yang dalam posisi di atas Yamaha menyalak. Tembakan
pertama ke arah rumah Syarifuddin langsung mengenai kepala Yaserli hingga tembus
dan dilanjutkan dengan tembakan ke dua dan ketiga yang mengenai kaki kiri,
Muchsin dan Nurhikmah.
Usai beraksi kedua laki-laki tak dikenal itu pergi
lewat lorong di depan Puskesmas Berudang, sekitar 30 meter dari jalan raya,
namun tidak jelas ke mana arah mereka lari.
Menurut Direktur RSU dr Yulidin
Away Tapaktuan, dr TM Taib STA, Yaserli sudah meninggal saat dibawa di rumah
sakit. Sedangkan Muchsin dan Nur Hitmah setelah mendapat pengobatan dibenarkan
pulang untuk rawat jalan.
Waka Polres Aceh Selatan Mayor Pol Drs Supriadi
Djalal yang dikonfirmasi Serambi soal penembakan itu, tadi malam, mengakui
adanya penembakan terhadap keluarga Syarifuddin. Sejauh ini pihaknya belum bisa
menceritakan kronologis kejadi. "Kami masih terus mengumpulkan data soal
kejadian tersebut," kata Supriadi.
Pasca kejadian itu, suasana Desa Berudang
yang jaraknya hanya tiga kilometer sebelum masuk Kota Tapaktuan langsung
mencekam. Warga tidak berani ke luar rumah dan almarhum Yaserli pun semalam
hanya disemayamkan di rumah duka, direncanakan, Kamis (20/4) pagi ini, jenazah
korban dikebumikan.(tim)
Mobil Serambi Dibakar di Cot Ijue
Serambi-Matang
Minibus milik harian Serambi yang digunakan untuk
mengangkut koran, Rabu (19/4) pagi, dibakar sejumlah orang di kawasan Desa Cot
Ijue, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Pembakaran mobil ekspedisi ini
merupakan peristiwa keempat yang dialami Serambi. Syukur dalam pembakaran yang
terakhir itu, mobil Isuzu Panther BL 804LZ tidak sampai musnah berkat bantuan
pemadaman yang dilakukan masyarakat sekitar dan aparat keamanan.
Para saksi
mata menyebutkan, mobil tersebut dicegat tak jauh dari Masjid Cot Ijue tempat
pengungsi bermukim, sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah menyerahkan selembar koran
kepada pengungsi, mobil kembali melanjutkan perjalanan. Namun dari kejauhan, dua
lelaki yang masing-masing mengendarai sepeda motor GL Pro dan Honda Supra
mengejar dan melakukan pencegatan dengan menyalip mobil Serambi. Pencegatan itu
sekitar 300 meter dari lokasi pengungsian.
Dua lelaki itu menyuruh mobil
berhenti dengan Bahasa Indonesia yang sangat kental logat daerah. Sekejap
setelah mobil berhenti, sekitar 10 orang telah menunggu di kiri kanan jalan,
merubungi mobil dan melemparkan bensin dalam plastik yang telah disiapkan.
Diungkapkan, bensin tersebut disimpan dalam kardus mie instan dan diletakkan di
pinggir jalan.
Karena terburu-buru dalam melakukan aksinya, salah seorang di
antaranya pelaku sempat terbakar di bagian punggung dan tangannya. "Tapi Allah
masih melindungi pelaku pembakaran itu dari musibah yang lebih besar," ujar
saksi mata yang sempat membantu memadamkan api. Saat itu, kata saksi mata,
seorang pelaku dengan nada panik meminta teman-temannya segera beraksi dalam
Bahasa Aceh.
Mobil yang baru pertama kali melalui rute Banda Aceh - Medan
itu, kemudian dipadamkan masyarakat sekitar setelah pelaku melarikan diri. Tak
lama kemudian, aparat dari Koramil Peusangan juga turut memadamkan api. Seorang
warga menyebutkan, ia mengenali beberapa pelaku pembakaran karena sering
melihatnya.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, Dandim Letkol
Inf Suyatno, menyatakan keprihatinannya atas nasib yang menimpa Serambi untuk
keempat kalinya. Sementara juru bicara GAM, Ismail Syahputra, ikut mengecam
tindakan tersebut. "Saya sangat malu jika anggota saya yang melakukannya," ujar
Ismail yang minta kepada pers agar selalu netral dalam pemberitaan. (tim)
Anggota Polisi Didor
* Mapolsek Idi Digranat
*
Rumah Camat Dibakar
Serambi-Banda Aceh
Sersan Mayor A Wahab, anggota polisi Polsek
Darussalam, Aceh Besar, Rabu (19/4) sekitar pukul 16.50 WIB tewas akibat empat
luka tembakan yang dilepas orang tak dikenal di kawasan Desa Miruek Taman,
Darussalam. Jenazah korban sempat dibawa ke klinik Polri Lamteumen, dan tadi
malam disemayamkan di rumahnya, asrama Polri di kawasan Desa Kahju.
Sementara itu, Selasa (18/4) malam sekitar pukul 20.00 WIB, markas Polsek
Idi Rayeuk, Aceh Timur, digranat oleh sejumlah orang. Dua dari tiga granat yang
dilontarkan jatuh kepemukiman penduduk, sehingga mencederai tiga orang.
Sedangkan satu lagi jatuh di sekitar Mapolsek yang berlokasi di pinggir jalan
Banda Aceh-Medan itu.
Tentang penembakan atas diri A Wahab, Kapolres Aceh
Besar, Letkol Pol Sayed Husaini tadi malam menyatakan, anggotanya itu kemarin
petang berangkat dari rumahnya untuk masuk tugas di Polsek Darussalam. Ketika
korban --yang mengendarai sepeda motor sendirian-- melintas di kawasan sunyi
Desa Miruek Taman, ia ditembak seseorang, sehingga ia jatuh dari sepeda motornya
dengan berlumuran darah.
Masyarakat yang kebetulan melintas di ruas jalan
tersebut yang melihat korban berlumuran darah, segera melaporkannya ke Polsek.
Ketika tempat kejadian didatangi beberapa anggota Polsek, mereka sangat terkejut
karena mengenali korban adalah temannya sendiri yakni Serma A Wahab.
Kejadian itu segera dilaporkan ke Polres, dan korban dibawa ke klinik polri
di Lamteumen. Korban mengalami luka tembak pada bagian bahu kanan, punggung, dan
bagian kepala. "Ada empat lobang bekas tembakan peluru di tubuhnya," kata
Kapolres.
Kapolres menyatakan, setelah kejadian itu dia mengerahkan sejumlah
anggota ke tempat kejadian untuk mengejar pelakunya. "Penembaknya sudah
terindikasi, namun sampai tadi malam belum ada yang tertangkap," kata Letkol
Sayed Husaini.
Warga komplek Kahju tadi malam, cukup banyak bertakziah ke
rumah duka. Korban meninggalkan seorang istri dan empat anak. "Anaknya yang
keempat baru saja lahir tiga minggu lalu," kata beberapa tetangganya dengan nada
prihatin.
Penduduk
Kapolsek Idi Rayeuk, Letda Pol Basri SH, tiga peluru
penghancur yang diarahkan ke markasnya dilepaskan dengan senjata jenis GLM. Dua
butir granat meledak dalam pemukiman penduduk Keude Aceh, dan merusak rumah
serta melukai tiga penduduk setempat. Lalu, terdengar suara tembakan selama 20
menit.
Ridwan dan Rohani (isterinya), serta seorang bayi mereka dilaporkan
menderita luka ringan akibat serpihan granat. Pada saat yang sama, satu granat
dilaporkan juga jatuh dalam komplek markas Polsek.
Letda Pol Basri SH
mengatakan akibat getaran dua granat yang meledak dalam pemukiman penduduk itu
menyebabkan lantai kantor Mapolsek ikut retak. Dokter pada Puskesmas Idi Rayeuk,
dr July Abdurrahman, mengatakan dari tiga penduduk yang terluka itu, Rohani
harus menjalani operasi ringan mengeluarkan serpihan granat pada lengannya.
Sedangkan Ridwan dan bayi mereka hanya menderita luka kecil.
Keterangan yang
diperoleh dari beberapa warga setempat menyebutkan ketika terdengar suara
ledakan keras, mereka mengaku langsung mengurung diri dalam kedai atau rumah
masing-masing. Setelah itu penduduk mendengar suara rentetan tembakan dari arah
sekitar markas Polsek selama 20 menit. Akan tetapi, Kapolsek Letda Pol Basri
mengaku pihaknya tidak membalas rentetan tembakan itu karena takut terkena rumah
penduduk.
Dibakar
Sementara itu, rumah dinas Camat Peusangan di Desa
Meunasah Timu, Kabupaten Bireuen, Rabu (19/4) pagi sekitar pukul 06.00 WIB,
dibakar kelompok tak dikenal. Pada saat aksi itu berlangsung, rumah dalam
keadaan kosong sehingga tidak ada korban jiwa.
Menurut keterangan warga,
pembakaran itu dilakukan oleh beberapa orang setelah seluruh bagian garasi dan
ruang tamu rumah permanen tersebut disiram bensin. Setelah api menyala, pelaku
segera beranjak pergi dengan menggunakan sepeda motor.
Kapolres Aceh Utara
Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan,
Kapten Pol AM Kamal, mengungkapkan bangunan rumah tersebut tidak terbakar habis
berkat bantuan masyarakat yang membantu pemadaman. Api hanya sempat memberangus
bagian garasi. Sementara, kaca jendela di samping garasi disebutkan pecah akibat
terkena hawa panas.
Ditambahkan warga, sejak ditinggali mantan camat
Peusangan, praktis rumah tersebut tidak berpenghuni. Begitu pun, warga mengaku
cemas jika api merambat ke rumah penduduk lain yang bisa menimbulkan kerugian
yang lebih besar.(tim)