Update: 00.30 Wib Kamis,  20  April 2000



Terungkap dalam Dakwaan Jaksa
Pasukan ke Beutong Dibentuk Sesuai Telegram dari Danrem

Serambi-Banda Aceh
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum peradilan koneksitas kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah dan pengikutnya antara lain dibeberkan bahwa pasukan gabungan yang dikirim ke Beutong Ateuh dibentuk sesuai surat telegram dari Danrem 011/Lilawangsa Kol Inf Syafril Armen SH Sip Msc.
Sidang perdana peradilan koneksitas, Rabu (19/4), di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang menghadirkan 25 terdakwa (24 TNI dan 1 sipil) hanya berlangsung sekitar 1 jam. Sidang ditunda hingga Sabut (22/4) mendatang untuk mendengarkan eksepsi dari tim pembela.
Melalui sidang perdana kemarin, Jaksa Nuraini AS SMhk menjelaskan, telek Danrem tanggal 15 Juli 1999 itu ditujukan kepada Dan Yonif 113/JS, Wadan Yonif Linud 100/PS, Dan Yonif Linud 328/DGH, Dan Tim Guntur Rem-011/LW, serta Kasi Intel Rem-011/LW.
Pada huruf CCC tiga, isinya: Cari, temukan, dekati dan tangkap tokoh GPK dan simpatisannya hidup atau mati. "Sesuai dengan surat telegram Danrem tersebut, maka dibentuk pasukan gabungan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Inf Haronimus Guru Dan Yonif 328 Kostrad Jawa Barat sebagai komandan lapangan dan Letnan Kolonel Inf Sudjono Kasi Intel Korem 011/LW sebagai pengawas operasi/penunjuk jalan yang beranggotakan kurang lebih 215 orang/personil," ujar jaksa Nuraini.
Sebelumnya, Danrem Lilawangsa memperoleh informasi bahwa Teungku Bantaqiah dan pengikutnya memiliki seratus pucuk senjata api yang ditanam di sekitar lokasi tempat tinggal Bantaqiah dan memiliki pasukan sekitar 300 personil yang dilengkapi senjata. "Dan adanya laporan dari terdakwa sebelas Taleb alias Aman Suar dan Zainuddin alias Aman Dolah, katanya Teungku Bantaqiah dan pengikutnya sering melakukan ancaman pembunuhan terhadap warga yang tidak mau ikut dengan kelompoknya," urai jaksa.
Terlihat grogi
Majelis hakim peradilan koneksitas ini terdiri Ruslan Dahlan SH (ketua) didampingi anggota Zulkifli SH, Sarbun Hrp SH, Amiruddin Sh, dan Piter SH. Sidang dibuka pukul 09.00 WIB dan diawali pemeriksaan identitas terdakwa satu persatu yang didudukkan pada dua bangku panjang di depan majelis hakim.
Ketika Ruslan Dahlan SH menanyakan kepada terdakwa 1 Kapten Anton Yuliantoro, tentang identitas, umumnya dijawab Anton dengan benar. Tapi ketika ditanya kebangsaannya, terdakwa sempat berpikir sejenak, lalu menjawab, "Bangsa Jawa". Jawaban terdakwa ini sempat mencengangkan pengunjung. Namun, ketika ketua majelis kembali menanyakan kebangsaannya, terdakwa terlihat grogi. Setelah berpikir sejenak terdakwa kembali menjawab, "Bangsa Indonesia Pak Hakim". Mendengar jawaban terdakwa ini, ketua majelis memberikan komentar. "Kita semua ini adalah bangsa Indonesia dan tak ada Bangsa Jawa," ujar Ruslan Dahlan SH.
Ke-24 prajurit TNI yang didakwakan di persidangan itu dibela dua tim pembela. Tim pembela pertama masing-masing Burhan Dahlan SH, Supo KDM SH, dan Apang Supandi SH membela prajurit TNI yang berasal dari Kostrad. Sedangkan Tim pembela lainnya masing-masing K Ketaren SH, M Ginting SH, dan J Silaban membela para terdakwa yang berasal dari Kodam I Bukit Barisan.
Sedangkan Taleb Aman Suar (satu-satunya terdakwa dari sipil) sampai sidang kemarin, belum ada pembelanya. Sejumlah pembela di Banda Aceh yang diminta bantuannya, semua menolak untuk mendampingi Taleb di persidangan.
Menurut Ketua Majelis Hakim, karena terdakwa diancam dengan pasal hukuman mati maka wajib diberikan pembela untuk mendampinginya. Tapi ketika dimintakan bantuan dari pembela dari Kostrad, mereka langsung menolak dengan alasan hukum dan tata kerama pembelaan. Tapi, setelah hakim bermusyawarah kembali menunjuk tim pembela dari Kodam I/BB untuk dapat memberikan pembelaan. Walaupun dengan hati berat, akhirnya permintaan majelis hakim itu dipenuhi oleh tim pembela dari Kodam I ini.
Ke-25 terdakwa yang sudah ditahan sejak Desember 1999, sebagian ditahan sejak Januari 2000 dan ditahan sejak Maret 2000, kemarin dihadirkan ke persidangan dengan menumpang tiga panser (Rantis) Polri dari rumah tahanan ke PN Banda Aceh dengan mendapat pengawalan ketat dari anggota Brimob dan POM TNI.
Sidang dengan pengaman ketat itu, turut disaksikan Meneg HAM Hasballah M Saad, anggota Tim Independen pengusutan kasus kekerasan di Aceh, Kajati Aceh Sukarno SH dan sejumlah asisten Kejati, Danrem 012/TU Kolonel Inf Syarifuddin Tippe, Perwira Penyidik Koneksitas Pusat Letkol CPM N Nainggolan, dan diliput sekitar 100 wartawan dalam dan luar negeri.
Kita bunuh saja
Jaksa Penuntut Umum Nuraini AS SMhk dibantu anggota masing-masing Munir SH, Husni Thamrin SH, dan Syarifuddin SH, dalam dakwaannya lebih lanjut mengungkapkan, sesuai dengan surat telegram Danrem 011/LL itu dibentuk pasukan gabungan dipimpin Letkol Inf Heronimus Guru (Dan Yon 328 Kostrad Cilodong) yang sedang di-BKO-kan di Korem 011/LL, dan Letkol Inf Sudjono sebagai pengawas operasi.
Tanggal 22 Juli 1999, pasukan gabungan ini berangkat menuju komplek Pesantren Tgk Bantaqiah di Desa Blang Meurandeh Beutong Ateuh Aceh Barat, dan baru tiba di lokasi sasaran 23 Juli 1999 sekitar pukul 10.00 WIB. Ketika istirahat di perjalanan, seorang anggota pasukan sempat mengajari Taleb Aman Suar, warga Silih Nara, Aceh Tengah (informan TNI) tentang cara menggunakan dan menembakkan senjata api. Saat itu, Taleb Aman Suar telah memakai pakaian loreng TNI dan wajahnya dicat dengan warna biru. Kepadanya juga diberikan sepucuk senjata api laras panjang.
Setiba di Beutong Ateuh, sekitar pukul 11.00 WIB, pasukan yang dipimpin Kapten Anton Yuliantoro tiba di pinggir Desa Blang Meurandeh dengan formasi tiga peleton di depan, dan satu peleton di belakang sebagai cadangan. Peleton yang dipimpin Letda Maychel Asmi bergerak di depan menuju lokasi pesantren Tgk Bantaqiah dan pengikutnya.
Tak lama kemudian, Letda Maychel Azmi melaporkan ke Kapten Anton Yuliantoro bahwa pasukannya telah bertemu dengan Tgk Bantaqiah. Atas laporan itu Kapten Anton masuk ke halaman dayah dan diperkenalkan kepada Tgk Bantaqiah. Perkenalan itu dilaporkan kembali kepada komandan lapangan Letkol Heronimus Guru yang selanjutnya memerintahkan supaya melakukan penggeledahan.
Saat itu juga Tim Sintel yang dipimpin Letkol Sudjono datang ke dayah dan bertanya kepada Kapten Anton, "Mana Tgk Bantaqiah?". "Ini orangnya," kata Anton seraya menunjuk ke arah Tgk Bantaqiah. "OO ini Too Bantaqiah," kata Letkol Sudjono seraya mengatakan, "Kita bunuh saja mereka semua".
Kemudian Letkol Sudjono melalui radio berbicara dengan Letkol Heronimus. "Bagaimana dik, kita bunuh saja mereka semua." Namun Letkol Heronimus tidak menjawabnya, dan Letkol Sudjono keluar dari komplek tersebut.
Selanjutnya, Kapten Anton memerintahkan Letda Maychel Asmi untuk melakukan penggeledahan. Dengan membawa beberapa anggotanya, semua lelaki yang berada di dayah itu diperintahkan turun dan mereka dikumpulkan di halaman seraya disuruh menanggalkan seluruh pakaian, dan hanya tinggal kolor saja.
Dalam waktu bersamaan, anggota tim Sintel dipimpin Letkol Sudjono bergerak menuju dayah Tgk Bantaqiah. Pada saat anak Tgk Bantaqiah (Tgk Usman) mengambil radio HT, ia dipukul dengan senjata oleh terdakwa Praka Wahyono. Melihat hal itu, Tgk Bantaqiah mengucapkan "Allahu Akbar" beberapa kali dan bersamaan dengan itu, terdengar suara perintah, "Serbu".
Selanjut 10 anggota Kostrad dan Taleb Aman Suar yang telah berada di tempat itu menembaki Tgk Bantaqiah dan para pengikutnya yang telah dikumpulkan di halaman dayah tersebut. Akibatnya, Tgk Bantaqiah beserta pengikutnya berjumlah 34 orang meninggal di tempat itu, dan 23 lainnya luka-luka.
Pasukan lainnya menggali tanah di sekitar belakang dayah dan dalam mushalla untuk mencari 100 pucuk senjata. Tapi tak satu pun senjata ditemukan di tempat itu. Setelah mayat dikebumikan, sekitar pukul 16.00 WIB, Letkol Sudjono memerintahkan anggotanya untuk menaikkan seluruh korban luka-luka ke atas dua truk untuk diobati di Takengon.
Tapi, Letkol Sudjono juga ikut dalam kendaraan tersebut memerintahkan Letda Tri Joko Adiwiyono supaya korban yang luka-luka itu di perjalanan supaya "disekolahkan" (dibunuh atau dihilangkan).
Dalam perjalanan pulang itu, di tiga tempat, seluruh korban yang luka ditembak satu persatu setelah diperintahkan oleh Letkol Sudjono, dan mayatnya dibuang ke dalam jurang tepi jalan tersebut.
Menurut dakwaan jaksa, dari penggalian kuburan korban di Km 7-8 Jalan Beutong Ateuh, oleh tim dokter bagian ilmu kedokteran forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai sampel pemeriksaan, ditemukan tiga mayat berjajar dengan posisi telungkup tidak berpakaian, ditutup kain kafan satu rangkap dan tikar pandan.
Dari hasil pemeriksaan visum, dua mayat ditemukan kerusakan hebat meliputi tulang-tulang kepala dan wajah serta tulang rahang bawah. Kerusakan tulang sehebat itu dapat diakibatkan kekerasan dari benda yang tumpul yang sangat kuat atau akibat tembakan senjata api dengan kecepatan tinggi yang mengakibatkan hancurnya kepala.
Satu mayat lagi, ditemukan kerusakan belakang kepala yang diakibatkan tembakan senjata api berkecepatan tinggi, yang mengakibatkan hancurnya jaringan otak di dalamnya.
Perbuatan seluruh terdakwa diancam melanggar pasal 340 pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Jaksa juga mengenakan pasal berlapis diantaranya pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, pasal 353 ayat (1) jo ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dan pasal 351 ayat (1) jo ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ke-25 tersangka yang diadili itu, Kapten Inf Anton Yuliantoro (terdakwa 1), Letda Maychel Asmi (terdakwa 2), Serda Hadi Pratoyo (terdakwa 3), Praka Wahyono (terdakwa 4), Pratu Darsito (terdakwa 5), Pratu Biduan (terdakwa 6), Pratu Suratno (terdakwa 7), Prada Yuliansyah (terdakwa 8), Pratu Herlansyah (terdakwa 9), Prada Heriyanto (terdakwa 10).
Taleb Aman Suar (terdakwa 11), Letda Trijoko Adiwiyono (terdakwa 12), Serka Wandiman (terdakwa 13), Sertu Joko Nugroho (14), Serda Suhartono (terdakwa 15), Serda Khaidir (terdakwa 16), Serda Mukri (terdakwa 17), Serda Muhammad Ibrahim Nst (terdakwa 18), Serda Syaiful (terdakwa 19), Praka Frest Ronald Wacarole (terdakwa 20), Praka Toto Hendarto (terdakwa 21), Pratu Syaiful Fadli (terdakwa 22), Pratu Firmansyah (terdakwa 23), Serka Harapenta Bangun (terdakwa 24), dan Pratu Indra Suryatma Wijaya (terdakwa 25). (tim)
 


Demonstrasi Iringi Peradilan Koneksitas

Serambi-Banda Aceh
Aksi demonstrasi yang dilancarkan seratusan mahasiswa dan pelajar di luar Gedung Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh bersamaan jalannya peradilan koneksitas kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah Cs, berlangsung "panas". Seorang aktivis Koalisi Aksi Pelajar Pidie Untuk Rakyat (KAPPUR), T Irwani (17), mengalami benturan di bagian kepala akibat terkena pukulan pentungan aparat.
Rombongan mahasiswa ini memulai aksi sekitar pukul 09.00 WIB. Mereka datang dengan membawa sejumlah bendera berwarna merah dan mengusung sejumlah spanduk antara lain bertuliskan; Tolak.....! pengadilan koneksitas, hanya menghukum oknum lapangan. Dewan jenderal tersenyum, kopral digantung. Pengadilan koneksitas itu pembunuh.
Melalui kesempatan itu, sejumlah pentolan-pentolan mahasiswa melakukan orasi yang intinya mengeluarkan berbagai kata-kata hujatan, dan menolak keras berlangsung peradilan koneksitas. Luapan emosional terus dikeluarkan secara bergantian para aktivis-aktivis tersebut. Rombongan mahasiswa itu datang dengan mengikat sehelai kain merah di kepala yang bertuliskan; Tolak koneksitas.
Meski berlangsung aksi demontrasi di atas badan jalan di depan Gedung PN Banda Aceh, namun secara umum situasi kota Banda Aceh sepanjang hari kemarin tetap normal. Kekhawatiran terhadap munculnya gelombang protes secara besar-besaran tidak terjadi. Walaupun hampir seluruh sudut kota mendapat penjagaan ektra ketat dari petugas keamanan, tetapi kehidupan kota berpenduduk 230 ribu jiwa tetap tidak terganggu.
Di sepanjang bantaran Krueng Aceh, kawasan gedung pengadilan tempat berlangsungnya sidang koneksitas, terlihat hampir seribuan warga masyarakat "membanjir" untuk menyaksikan aksi demonstrasi yang dilancarkan aktivis mahasiswa dan pelajar.
Sementara, pentolan-pentolan mahasiswa yang ikut memberikan orasi antara lain Aguswandi (Koordinator Kontras Aceh), Qausar, dan Furkan. Isi orasi-orasi itu antara lain menyebutkan, "Pengadilan Koneksitas itu bohong. Sebenarnya bukan hanya Letkol Sudjono yang pantas diadili untuk pengusutan kasus Tgk Bantaqiah. Tapi, petinggi-petinggi militer lainnya selaku pemberi perintah/kebijaks- anaan harus diadili. Namun, dalam kenyataannya pengadilan koneksitas hanya menyeret prajurit-prajurit kecil, sedangkan petinggi-petingginya diam saja".
Aksi protes pengadilan koneksitas itu berlangsung hingga menit- menit menjelang pukul 11.00 WIB. Para demonstran yang awalnya duduk di atas badan jalan, tiba-tiba bangun dan membentuk sebuah lingkaran. Suasana yang semula tenang mendadak "panas."
Petugas keamanan yang sejak tadi berjaga-jaga di pintu pagar halaman PN menghadang para demonstran agar tidak sampai masuk ke dalam halaman. Beberapa detik kemudian, aparat dan mahasiswa terlihat saling dorong-mendorong. Mahasiswa dan sejumlah massa yang berada di barisan belakang terpaksa kocar-kacir. Dalam suasana tak menentu itu, T Irwani, aktivis KAPPUR terluka di kepalanya terkena pukulan dengan puntungan dari seorang aparat.
Menjelang usainya aksi demonstrasi itu, seorang aktivis SMUR, Furkan membacakan pernyataan sikap yang berisikan penolakan peradilan koneksitas. Sebab, peradilan ini hanya membuat prajurit rendah menjadi tumbal hukum, padahal yang seharusnya bertanggung jawab perwira tinggi, Pangdam Bukit Barisan, Danrem Teuku Umar, Danrem 011 Lilawangsa, dan Dansatgas OSR II. Pemerintah harus seg- era membentuk KPP-HAM dan Peradilan HAM.
Normal
Meskipun sidang koneksitas sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Banda Aceh, tapi suasana kota Banda Aceh, sepanjang hari kemarin berjalan normal. Aktivitas warga baik di perkantoran maupun di pusat-pusat pasar tampak seperti biasa.
Namun, lokasi-lakosi strategis dalam wilayah kota Banda Aceh mendapat penjagaan ketat aparat keamanan. Selain itu, di Krueng Aceh yang terbentang di depan kantor pengadilan, tampak polisi air dengan menggunakan speed boat terus melakukan patroli.
Sementara di bursa uang, kecuali Bank Rakyat Indonesia (BRI) wilayah, seluruh bank lain aktivitasnya berlangsung seperti biasa. Bank Rakyat Indonesia yang lokasinya berdekatan dengan Pengadilan Negeri, Banda Aceh tempat berlangsungnya sidang koneksitas sejak pagi hingga pukul 11.00 WIB tampak sepi. Kondisi ini terjadi karena kedua mulut jalan Cut Meutia sebagai satu-satunya jalan ke kawasan itu ditutup.
"Bank beroperasi seperti biasa, tetapi nasabahnya yang sepi," kata seorang petugas keamanan BRI yang ditanyai wartawan. Biasanya, kata seorang petugas di BRI, pada jam-jam tersebut adalah saat-saat ramainya nasabah. (n/ism)
 


T Hamdani Tewas Dicincang

* Sang Istri Kritis

Serambi-Tapaktuan
Kasus pembunuhan sadis disertai perampokan menguncang masyarakat Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, Rabu (19/4) dinihari. T Hamdani (43), pengusaha warung di Desa Kampung Baru, tewas dicincang pelaku yang sudah terdeteksi. Sementara istri korban, Nilawati (31) --asal Pancur Batu, Sumut-- dalam keadaan kritis dengan luka-luka bacok di sekujur tubuh, sampai sore kemarin masih dalam perawatan RSU dr Yulidin Away, Tapaktuan.
Kapolres Aceh Selatan melalui Wakapolres, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal ketika dihubungi Serambi, kemarin menjelaskan, peristiwa pembunuhan itu bermotif perampokan. Pelaku menyikat gelang emas seberat 12 mayam, serta uang kontan sekitar Rp 400 ribu. Pelaku yang berjumlah sekitar empat orang, menurut Wakapolres, sudah terdeteksi, dan sampai sore kemarin masih dalam pengejaran aparat kepolisian.
Dikatakan, pembunuhan terhadap pengusaha warung itu cukup sadis. T Hamdani tewas cukup mengenaskan setelah tubuh korban dihujami bacokan berulang kali. Demikian juga istri korban, Nilawati menderita sejumlah luka-luka bacok, seperti lengan kanan nyaris putus, lengan kiri, kening kanan dan kiri serta luka bacok pada paha kiri.
Nilawati --istri kedua korban T Hamdani-- dalam keadaan kritis dilarikan ke RSU dr Yulidin Away Tapaktuan, pagi kemarin dengan mobil ambulan. Sedangkan jenazah suaminya tiba di rumah sakit Tapaktuan lokasi Gunung Kerambil sekitar pukul 09.15 WIB kemarin. Ketika jenazah korban yang berasal dari Kelurahan Kampung Hulu, Tapaktuan itu dimasukkan ke ruang mayat beberapa warga nyaris pingsan.
Malahan salah seorang perempuan anggota keluarga korban langsung lunglai begitu milihat jenazah familinya itu sarat luka bacok di sekujur tubuhnya. Informasi dari paramedis rumah sakit menjelaskan, mayat korban mengalami luka bacok berulang kali antara lain bagian bahu kanan dan kiri, bagian tengkuk. Lalu, lengan kiri nyaris putus, dan luka menganga pada lambung kanan.
Keterangan yang dikumpulkan Serambi menyebutkan, korban T Hamdani selama dua tahun terakhir membuka usaha warung nasi lokasi tepi jalan raya Desa Kampung Baru, Kecamatan Kluet Utara, tepatnya di depan Kandis PU Aceh Selatan di Rasian, atau sekitar 25 km dari Tapaktuan arah Medan. Warung yang agak berjauhan dari pemukiman penduduk itu didiaminya bersama istri keduanya, Nilawati.
Selain sebagai tempat usaha warung, bangunan yang terbuat dari papan itu juga dijadikan sebagai tempat tinggal korban bersama istrinya. Menurut keterangan, peristiwa pembunuhan tersebut terjadi setelah pintu warung diketuk oleh beberapa laki-laki --diperkirakan berjumlah empat orang-- Rabu dini hari, saat keduanya tertidur pulas.
Saat pintu dibuka, "tamu" tersebut, menurut keterangan meminta sejumlah uang. Tapi korban minta waktu besok pagi saja, sementara "tamu" tersebut terus mendesak. Entah bagaimana, sang tamu mengamuk sehingga korban pada saat kejadian hanya memakai kain sarung dibacok berulang kali tanpa ampun. Korban tewas ditempat.
Sasaran berikutnya adalah istri korban (Nilawati). Wanita muda asal Pancur Batu itu terkulai setelah sejumlah bacokan senjata tajam mendarat ditubuhnya. Sebelum kabur meninggalkan satu mayat dan satu korban dalam keadaan tak sadarkan diri, pelaku menyikat perhiasan emas gelang 12 mayam berikut uang kontan sekitar Rp 400 ribu.
Almarhum T Hamdani, asal Kelurahan Kampung Hulu meninggalkan dua istri. Sebelum menikahi Nilawati, korban telah memiliki seorang istri, Rafiati alias Upik Malaya (39), kini guru SMU 1 Tapaktuan. Perkawinan pertama, korban dikaruniai empat putra-putri masing-masing, Cut Afriza, Cut Afrila, Cut Afriyeni, dan T Afrika yang masih berumur sekitar enam tahun. Sedangkan pernikahan kedua (dengan Nilawati), korban tak dikaruniai anak.
Sebelum menikah dengan Nilawati, sekitar dua tahun lalu, korban tinggal di Kelurahan Kampung Hulu, Tapaktuan bersama istri dan anak-anaknya. Lalu, korban membuka usaha warung di Kampung Baru, Kluet Utara dengan istri kedua, Nilawati. Dengan istri pertama (Rafiati) yang belum diceraikan, T Hamdani juga pernah membuka usaha warung "Family" di salah toko deretan Jalan Merdeka Tapaktuan.(tim)


Sumur Gas Mobil Oil Digranat

*Aktivitas MOI Dihentikan

Serambi-Lhokseumawe
Sumur produksi gas alam (cluster) IV Mobil Oil Indonesia (MOI) Inc di Desa Serdang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Selasa (18/4) tengah malam, digranat kelompok tak dikenal. Meski dua granat tangan yang meledak tidak sampai mengganggu aktivitas produksi, namun peristiwa itu dinilai sangat mencemaskan.
Granat yang saat meledak dilukiskan menimbulkan suara keras itu, jatuh di luar pagar Pos Pengamanan Provit. Namun, dalam insiden sekitar pukul 23.25 WIB tersebut tidak ada laporan korban jiwa. Satu jam menjelang peledakan di lokasi sumur produksi gas Mobil Oil, Markas Koramil Bayu juga digranat kelompok tak dikenal. Granat yang jatuh di depan mess Babinsa tidak sampai mencederai anggota maupun bangunan markas TNI.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol AM Kamal, walau sampai saat ini belum berhasil menangkap tersangka pelakunya mengklaim aksi-aksi itu dilakukan kelompok GBPK. "Mereka sedang frustasi berat akibat kesulitan dana dan kendaraan," ungkap kapolres.
Sementara itu dari beberapa sumber anonim diperoleh informasi, dua hari sebelum terjadi aksi penggranatan cluster-IV, pihak MOI mendapat telepon gelap dari pihak yang mengaku dirinya GAM. Penelepon itu minta perusahaan multinasional tersebut untuk "menyingkirkan" seluruh aparat keamanan yang sekarang ini melakukan pengamanan. "Bila tidak kami akan melakukan penyerangan ke instalasi-instalasi MOI," ungkap sumber itu meniru ucapan penelpon gelap.
Juru Penerangan GAM, Ismail Syahputra, kemarin siang menyangkal terlibat dalam penggranatan instalasi vital MOI. "Itu bukan pekerjaan kami. GAM tidak pernah menyerang perusahaan asing yang ada di Aceh. Itu merupakan pekerjaan sesama mereka," katanya.
Namun, ketika dikonfrontir bahwa sebelumnya ada semacam surat dan telepon ancaman dari GAM yang menekankan bila TNI yang bertugas di MOI tidak segera angkat kaki perusahaan itu akan dibom, Ismail Syahputra mengaku tidak tahu menahu dengan hal tersebut. "Tolong beritahu saya siapa yang menandatangani surat itu. Jangan asal tuduh GAM," katanya melalui saluran telepon.
Menurut catatan Serambi, dalam sebulan terakhir MOI menjadi sasaran teror dan penggranatan yang paling intens. Puluhan aksi penggranatan bahkan penembakan pesawat terbang menimpa perusahaan eksplorasi migas tersebut.
Tak boleh keluar
Akibat berbagai teror itu, MOI menderita kerugian puluhan milyar. Bahkan pimpinan perusahaan telah mengeluarkan instruksi kepada para karyawannya agar tidak bebas berkeliaran di luar. Larangan itu setelah beberapa personil karyawan diculik dan ditembaknya satpam oleh oknum kelompok tak bertanggung jawab.
Akibat kelompok tak dikenal terus melakukan aksinya, sejak (10/4) lalu sebagian aktifitas perkantoran perusahaan dihentikan sementara. Namun, aktivitas produksi dan managemen perusahaan tetap berjalan lancar, ungkap sumber Serambi di kalangan para kontraktor perusahaan itu.
Aksi yang paling mengejutkan adalah penembakan pesawat terbang milik perusahaan jenis "Beechcraft" seri 1900 Delta PK-TRW yang terjadi (31/3) lalu. Dalam aksi itu memang tidak ada korban jiwa manusia, tapi sempat membuat dunia internasional geger, namun sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas berbagai insiden.
Ekses penembakan pesawat, serta pembakaran gedung olah raga, klinik di Cunda dan berbagai asset milik perusahaan lainnya sejak dua bulan akhir ini, mulai (3/4) lalu sebagian kegiatan fakum. Diantaranya yang paling disesali warga Aceh Utara dan Aceh Timur, adalah ditutupnya dua klinik pengobatan gratis yang dibuka perusahaan untuk masyarakat miskin dihentikan.
Ribuan kaum dhuafa kehilangan tempat pengobatan. Betapa tidak, dengan uang Rp 500,- pasien dapat memperoleh obat-obatan seharga Rp 25-50 ribu, malah cukup banyak warga yang sembuh dengan bantuan perusahaan itu. Warga miskin berharap supaya klinik yang telah ditutup itu dapat dibuka kembali dan kepada semua pihak diminta supaya tidak mengganggu, ujar beberapa warga yang mengaku pernah mendapat pelayanan kesehatan di klinik Mobil Oil Inc Landing Lhoksukon.
Sumber layak dipercaya di kalangan para kontraktor Mobil Oil mengatakan, sejak 10 April lalu sebagian aktifitas perusahaan dihentikan, karyawan bekerja di rumah. Pimpinan tertinggi Mobil Jim Russel, nampaknya sangat bertanggung jawab atas keselamatan perusahaan dan karyawannya itu, sehingga para karyawan dilarang keluar bebas di perkotaan. "Kalaupun tidak bekerja dalam kantor Mobil di Poin-A, namun harus tetap di rumah, demi keselamatan," ungkap seorang karyawan perusahaan itu kepada Serambi Rabu (19/4) di Lhokseumawe.
Menurut sumber di perusahaan itu, Pimpinan perusahaan tidak mau karyawannya terus berjatuhan. "Kalau kondisi keamanan masih belum kondusif, aktifitas perkantoran tetap tidak jalan," ungkap Jim Russel, dalam suatu rapat dengan petinggi Mobil Oil. Pimpinan Mobil Oil Jim Russel, meminta para pelakunya menghentikan teror dan harus bertanggung jawab atas kerugian perusahaan akibat aksi dan teror kelompok tak bertanggung jawab.
Selama ini semua mengaku tidak bertanggung jawab, seperti peledakan granat, pembakaran mobil dan penembakan pesawat terbang milik perusahaan. Semuanya membantah melakukan, kelompok AGAM melalui Biro penerangannya Ismail Syahputra dan Wakil panglima GAM Wilayah Pase Abu Sofian Daud, membantah melakukannya. "Jadi siapa sebenarnya pelaku peledakan dan teror yang selama ini terus dilakukan," tanya Jim Russel dalam rapat interen suatu hari, ungkap seorang staf Mobil Oil yang tidak ingin ditulis namanya kepada Serambi Rabu kemarin. (tim)
 


Kakak-adik Diberondong, Satu Tewas

Serambi-Banda Aceh
Yaserli (17) siswa klas I MAN Tapaktuan, sekitar pukul 19.45 WIB tadi malam meninggal di rumahnya di Desa Berudang, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan. Remaja itu menemui ajal setelah sebutir timah panas menerjang batok kepalanya. Selain itu kakak korban, Nurhikmah (19) dan adik sepupunya Muchsin (16) menderita luka tembak di bagian kaki kiri.
Menurut keterangan Nurhikmah, sekitar pukul 19.40 WIB dua laki-laki bersenjata laras panjang dengan menggunakan Yamaha RX King datang ke rumahnya menanyakan ayahnya H Syarifuddin, namun saat itu ayahnya tidak berada di rumah. Sesaat kemudian, senjata milik laki- laki yang dalam posisi di atas Yamaha menyalak. Tembakan pertama ke arah rumah Syarifuddin langsung mengenai kepala Yaserli hingga tembus dan dilanjutkan dengan tembakan ke dua dan ketiga yang mengenai kaki kiri, Muchsin dan Nurhikmah.
Usai beraksi kedua laki-laki tak dikenal itu pergi lewat lorong di depan Puskesmas Berudang, sekitar 30 meter dari jalan raya, namun tidak jelas ke mana arah mereka lari.
Menurut Direktur RSU dr Yulidin Away Tapaktuan, dr TM Taib STA, Yaserli sudah meninggal saat dibawa di rumah sakit. Sedangkan Muchsin dan Nur Hitmah setelah mendapat pengobatan dibenarkan pulang untuk rawat jalan.
Waka Polres Aceh Selatan Mayor Pol Drs Supriadi Djalal yang dikonfirmasi Serambi soal penembakan itu, tadi malam, mengakui adanya penembakan terhadap keluarga Syarifuddin. Sejauh ini pihaknya belum bisa menceritakan kronologis kejadi. "Kami masih terus mengumpulkan data soal kejadian tersebut," kata Supriadi.
Pasca kejadian itu, suasana Desa Berudang yang jaraknya hanya tiga kilometer sebelum masuk Kota Tapaktuan langsung mencekam. Warga tidak berani ke luar rumah dan almarhum Yaserli pun semalam hanya disemayamkan di rumah duka, direncanakan, Kamis (20/4) pagi ini, jenazah korban dikebumikan.(tim)
 


Mobil Serambi Dibakar di Cot Ijue

Serambi-Matang
Minibus milik harian Serambi yang digunakan untuk mengangkut koran, Rabu (19/4) pagi, dibakar sejumlah orang di kawasan Desa Cot Ijue, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Pembakaran mobil ekspedisi ini merupakan peristiwa keempat yang dialami Serambi. Syukur dalam pembakaran yang terakhir itu, mobil Isuzu Panther BL 804LZ tidak sampai musnah berkat bantuan pemadaman yang dilakukan masyarakat sekitar dan aparat keamanan.
Para saksi mata menyebutkan, mobil tersebut dicegat tak jauh dari Masjid Cot Ijue tempat pengungsi bermukim, sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah menyerahkan selembar koran kepada pengungsi, mobil kembali melanjutkan perjalanan. Namun dari kejauhan, dua lelaki yang masing-masing mengendarai sepeda motor GL Pro dan Honda Supra mengejar dan melakukan pencegatan dengan menyalip mobil Serambi. Pencegatan itu sekitar 300 meter dari lokasi pengungsian.
Dua lelaki itu menyuruh mobil berhenti dengan Bahasa Indonesia yang sangat kental logat daerah. Sekejap setelah mobil berhenti, sekitar 10 orang telah menunggu di kiri kanan jalan, merubungi mobil dan melemparkan bensin dalam plastik yang telah disiapkan. Diungkapkan, bensin tersebut disimpan dalam kardus mie instan dan diletakkan di pinggir jalan.
Karena terburu-buru dalam melakukan aksinya, salah seorang di antaranya pelaku sempat terbakar di bagian punggung dan tangannya. "Tapi Allah masih melindungi pelaku pembakaran itu dari musibah yang lebih besar," ujar saksi mata yang sempat membantu memadamkan api. Saat itu, kata saksi mata, seorang pelaku dengan nada panik meminta teman-temannya segera beraksi dalam Bahasa Aceh.
Mobil yang baru pertama kali melalui rute Banda Aceh - Medan itu, kemudian dipadamkan masyarakat sekitar setelah pelaku melarikan diri. Tak lama kemudian, aparat dari Koramil Peusangan juga turut memadamkan api. Seorang warga menyebutkan, ia mengenali beberapa pelaku pembakaran karena sering melihatnya.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, Dandim Letkol Inf Suyatno, menyatakan keprihatinannya atas nasib yang menimpa Serambi untuk keempat kalinya. Sementara juru bicara GAM, Ismail Syahputra, ikut mengecam tindakan tersebut. "Saya sangat malu jika anggota saya yang melakukannya," ujar Ismail yang minta kepada pers agar selalu netral dalam pemberitaan. (tim)
 


Anggota Polisi Didor

* Mapolsek Idi Digranat
* Rumah Camat Dibakar

Serambi-Banda Aceh
Sersan Mayor A Wahab, anggota polisi Polsek Darussalam, Aceh Besar, Rabu (19/4) sekitar pukul 16.50 WIB tewas akibat empat luka tembakan yang dilepas orang tak dikenal di kawasan Desa Miruek Taman, Darussalam. Jenazah korban sempat dibawa ke klinik Polri Lamteumen, dan tadi malam disemayamkan di rumahnya, asrama Polri di kawasan Desa Kahju.
Sementara itu, Selasa (18/4) malam sekitar pukul 20.00 WIB, markas Polsek Idi Rayeuk, Aceh Timur, digranat oleh sejumlah orang. Dua dari tiga granat yang dilontarkan jatuh kepemukiman penduduk, sehingga mencederai tiga orang. Sedangkan satu lagi jatuh di sekitar Mapolsek yang berlokasi di pinggir jalan Banda Aceh-Medan itu.
Tentang penembakan atas diri A Wahab, Kapolres Aceh Besar, Letkol Pol Sayed Husaini tadi malam menyatakan, anggotanya itu kemarin petang berangkat dari rumahnya untuk masuk tugas di Polsek Darussalam. Ketika korban --yang mengendarai sepeda motor sendirian-- melintas di kawasan sunyi Desa Miruek Taman, ia ditembak seseorang, sehingga ia jatuh dari sepeda motornya dengan berlumuran darah.
Masyarakat yang kebetulan melintas di ruas jalan tersebut yang melihat korban berlumuran darah, segera melaporkannya ke Polsek. Ketika tempat kejadian didatangi beberapa anggota Polsek, mereka sangat terkejut karena mengenali korban adalah temannya sendiri yakni Serma A Wahab.
Kejadian itu segera dilaporkan ke Polres, dan korban dibawa ke klinik polri di Lamteumen. Korban mengalami luka tembak pada bagian bahu kanan, punggung, dan bagian kepala. "Ada empat lobang bekas tembakan peluru di tubuhnya," kata Kapolres.
Kapolres menyatakan, setelah kejadian itu dia mengerahkan sejumlah anggota ke tempat kejadian untuk mengejar pelakunya. "Penembaknya sudah terindikasi, namun sampai tadi malam belum ada yang tertangkap," kata Letkol Sayed Husaini.
Warga komplek Kahju tadi malam, cukup banyak bertakziah ke rumah duka. Korban meninggalkan seorang istri dan empat anak. "Anaknya yang keempat baru saja lahir tiga minggu lalu," kata beberapa tetangganya dengan nada prihatin.
Penduduk
Kapolsek Idi Rayeuk, Letda Pol Basri SH, tiga peluru penghancur yang diarahkan ke markasnya dilepaskan dengan senjata jenis GLM. Dua butir granat meledak dalam pemukiman penduduk Keude Aceh, dan merusak rumah serta melukai tiga penduduk setempat. Lalu, terdengar suara tembakan selama 20 menit.
Ridwan dan Rohani (isterinya), serta seorang bayi mereka dilaporkan menderita luka ringan akibat serpihan granat. Pada saat yang sama, satu granat dilaporkan juga jatuh dalam komplek markas Polsek.
Letda Pol Basri SH mengatakan akibat getaran dua granat yang meledak dalam pemukiman penduduk itu menyebabkan lantai kantor Mapolsek ikut retak. Dokter pada Puskesmas Idi Rayeuk, dr July Abdurrahman, mengatakan dari tiga penduduk yang terluka itu, Rohani harus menjalani operasi ringan mengeluarkan serpihan granat pada lengannya. Sedangkan Ridwan dan bayi mereka hanya menderita luka kecil.
Keterangan yang diperoleh dari beberapa warga setempat menyebutkan ketika terdengar suara ledakan keras, mereka mengaku langsung mengurung diri dalam kedai atau rumah masing-masing. Setelah itu penduduk mendengar suara rentetan tembakan dari arah sekitar markas Polsek selama 20 menit. Akan tetapi, Kapolsek Letda Pol Basri mengaku pihaknya tidak membalas rentetan tembakan itu karena takut terkena rumah penduduk.
Dibakar
Sementara itu, rumah dinas Camat Peusangan di Desa Meunasah Timu, Kabupaten Bireuen, Rabu (19/4) pagi sekitar pukul 06.00 WIB, dibakar kelompok tak dikenal. Pada saat aksi itu berlangsung, rumah dalam keadaan kosong sehingga tidak ada korban jiwa.
Menurut keterangan warga, pembakaran itu dilakukan oleh beberapa orang setelah seluruh bagian garasi dan ruang tamu rumah permanen tersebut disiram bensin. Setelah api menyala, pelaku segera beranjak pergi dengan menggunakan sepeda motor.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol AM Kamal, mengungkapkan bangunan rumah tersebut tidak terbakar habis berkat bantuan masyarakat yang membantu pemadaman. Api hanya sempat memberangus bagian garasi. Sementara, kaca jendela di samping garasi disebutkan pecah akibat terkena hawa panas.
Ditambahkan warga, sejak ditinggali mantan camat Peusangan, praktis rumah tersebut tidak berpenghuni. Begitu pun, warga mengaku cemas jika api merambat ke rumah penduduk lain yang bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar.(tim)