Update: 00.30 Wib Rabu,  26  April 2000

12 Prajurit Kostrad Kena Granat

Serambi-Lhokseumawe
Sebanyak 12 anggota Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) yang di-BKO-kan di Makoramil 014 Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, mengalami luka-luka menyusul aksi penggranatan dengan senjata pelontar GLM yang dilakukan kelompok sipil bersenjata, Selasa (25/4) dinihari. Sebelum melakukan aksinya, para pelaku sempat menyekap petugas PLN Ranting Pantonlabu dan memaksanya memadamkan aliran listrik.
Ke-12 anggota Kostrad yang menderita luka-luka masing-masing Serka Puji, Sertu Sutopo, Serda Nepra, Koptu Mario, Praka Edward, Praka Dokgal, Praka Manurung, Praka Barimbing, Praka Mahadi, Praka Suyanto, Praka Tanjung, dan Praka Arianto. "Semua korban kini dirawat di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe," ungkap Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan Kapten Pol AM Kamal, tadi malam.
Keterangan yang dihimpun Serambi dari berbagai sumber menyebutkan, serangan terhadap Makoramil dilakukan dari seberang sungai di belakang markas yang berjarak sekitar 150 meter dan sudah termasuk kawasan Simpang Ulim, Aceh Timur. Dua lontaran granat jatuh di atas atap mess yang ditempati pasukan Kostrad BKO Koramil Tanah Jambo Aye.
Kapolres Letkol Pol Drs Syafei Aksal, menyebutkan para prajurit TNI hanya mengalami luka ringan akibat terkena serpihan granat. Menurutnya, aparat sempat melakukan tembakan balasan terhadap kelompok pelaku hingga di tengah kegelapan terdengar letusan senjata selama lima menit. Penduduk kawasan kota seperti Desa Samakurok, Rawang Itek, Tanjung Menje dan Kota Pantonlabu, terpaksa tiarap ke lantai akibat suara tembakan yang terdengar beruntun.
Menurut masyarakat setempat, sebelumnya para pelaku menyekap beberapa petugas PLN Ranting Pantonlabu sekitar pukul 00.30 WIB dan memaksa mereka memutuskan aliran listrik. Penyekapan itu berlangsung di Desa Rawang Itiek, sekitar 1,5 km dari Makoramil. Setelah melakukan aksinya, para petugas PLN dibebaskan kembali.
Menyusul penggranatan tersebut, suasana Pantonlabu dan sekitarnya dilaporkan mencekam. Puluhan personil aparat keamanan melakukan pengejaran terhadap kelompok pelaku. Sementara pengemudi bus dan truk di lintasan Banda Aceh-Medan terpaksa menghentikan kendaraannya di Simpang Ulim dan di terminal Pantonlabu.
Rumah camat dan Airud
Dari Kecamatan Dewantara dilaporkan, kediaman Camat Nisam, Drs Muhammad Zulfadli di Desa Tamboh Baroh, dilempari granat rakitan pukul 18.50 WIB ketika masyarakat sedang melaksanakan shalat Maghrib. Lemparan itu mengenai jendela bagian depan dan atap rumah. Menurut keterangan keluarga korban, suara ledakan begitu dahsyat. "Saat itu saya sedang mengambil wuduk di sumur belakang, sedangkan istri berada di ruang tamu. Begitu ledakan terdengar, saya langsung berlari ke depan untuk memastikan apa yang terjadi," ungkap Zulfadli kepada Serambi, tadi malam.
Menurut Kapolres Syafei Aksal, aksi itu dilakukan dua lelaki bersepeda motor yang segera melarikan diri ke arah Lhokseumawe. Ledakan granat tersebut mengakibatkan kaca jendela depan hancur, atap dan asbes di bagian teras serta atap, bolong.
Dalam waktu yang hampir bersamaan atau sekitar pukul 18.00 WIB tadi malam, markas Satpol Airud Polda Aceh di Pusong Lhokseumawe juga menjadi sasaran pelemparan granat. Insiden yang kedua kalinya selama bulan ini, sempat mengejutkan para pedagang yang tatkala itu sedang berbenah menutup tempat usahanya.
Kapolres Syafei mengungkapkan, lemparan granat itu mengenai atap seng yang kemudian jatuh menggelinding sekitar empat meter di depan kantor.
Suara ledakan itu, menurut warga kota, disusul dengan suara tembakan ke udara sebanyak lima kali. Anggota masyarakat yang sedang bermain bola di lapangan pinggir laut sempat dikumpulkan aparat dan diberi pengarahan.
Mayat
Sementara itu, M Yusuf (40) penduduk Desa Blang Sama Gadeng Kecamatan Pandrah ditemukan meninggal dengan luka tembak di pinggir jalan raya Medan - Banda Aceh Desa Sawang Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen, pukul 07.30 WIB, kemarin.
Korban yang berprofesi sebagai petani itu, mengalami tiga luka tembak di bagian pelipis, mata bagian kanan yang tembus ke belakang bawah rahang sebelah kiri dan pinggang bagian belakang. "Motif dan pelaku pembunuhan masih dalam penyelidikan," kata Syafei Aksal.(tim)




Ditangkap Panglima AGAM Kuala Batee

Serambi-Tapaktuan
Dua warga sipil yang diindikasikan aparat sebagai panglima dan juru penerangan AGAM Wilayah Kuala Batee, Aceh Selatan, ditangkap pasukan BKO TNI dan anggota Koramil setempat dalam kegiatan patroli rutin, Senin (24/4). Bersama tersangka disita satu pistol buatan Amerika Serikat, berikut 10 butir peluru dan tiga magazen. Kedua tersangka sampai kemarin, masih menjalani pemeriksaan secara intensif di Makodim 0107 Tapaktuan.
Dandim 0107 Aceh Selatan Letkol Inf Drs Sunarto melalui Kasdim 0107, Mayor Inf Yusman ketika ditanyai Serambi, Selasa (25/4), mengatakan, "Kedua tersangka tengah menjalani pemeriksaan." Dua warga sipil yang ditangkap dalam sebuah pengepungan itu masing-masing, Aries (24) sebagai panglima AGAM wilayah Kuala Batee, dan Azhari (24) sebagai juru penerangan GAM setempat.
Aries, warga Desa Blang Makmur itu, menurut Kasdim 0107, mengaku sebagai Panglima AGAM Wilayah Kuala Batee menggantikan Rajuddin Abbas (43) yang meninggal dunia dalam kontak senjata dengan aparat polisi ketika menggerebek rumah istrinya di Desa Alur Jerjak, Kuala Batee pada tanggal 4 Maret lalu. Sedangkan Azhari (24), warga Desa Alue Pisang mengaku sebagai juru penerangan GAM Kuala Batee.
Penangkapan tersebut, menurut Mayor Yusman, ketika pasukan BKO TNI dan anggota Koramil Kuala Batee melakukan patroli rutin pada hari Senin (24/4) sekitar pukul 09.30 WIB. Kegiatan patroli dilakukan melintasi jalan desa yang melingkar dari Desa Gelanggang Gajah menuju Desa Blang Makmur, tidak berapa jauh dengan Makoramil Kuala Batee.
Kedua tersangka saat itu mengendarai sepeda motor kepergok dengan pasukan patroli. Menurut keterangan yang dikumpulkan, kedua tersangka kepergok dengan pasukan TNI di lokasi Lhueng Sematang, Dusun Masjid, Desa Blang Makmur atau sekitar 3 km masuk ke dalam dari ruas jalan raya Blangpidie- Meulaboh.
Anggota TNI pada saat itu melihat satu pucuk senjata api jenis pistol terselip di pinggang Aries. Tanpa buang waktu aparat segera mengepung tersangka sambil minta untuk menyerah.
Menurut keterangan yang dikumpul Serambi, saat melakukan pengepungan, aparat sempat melepaskan beberapa tembakan peringatan ke udara, karena kedua tersangka masih berupaya meloloskan diri. Tapi akhirnya, kedua laki-laki muda usia itu berhasil ditangkap tanpa perlawanan berarti, meskipun pada pinggang Aries terselip satu pucuk pistol.
Menurut Kasdim 0107, Mayor Inf Yusman, tersangka Aries memang dicari-cari selama ini, karena diduga terlibat kasus penembakan yang menewaskan Serda Syamsuddin, anggota Koramil Kuala Batee, tanggal 16 Agustus 1999, dan Serma Pol Dasril (40), Kanit Bimas Polsek Kuala Batee, tanggal 9 November 1999 lalu. Dari tersangka Aries, menurut Kadim 0107, disita satu pucuk pistol warna putih yang diduga buatan Amerika, berikut 10 butir peluru dan tiga magazen. Dari lokasi, kedua tersangka diboyong ke Makoramil Kuala Batee, lalu kemudian dibawa ke Makodim 0107 di Tapaktuan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Hasil pemeriksaan sementara, menurut Kasdim 0107 itu, terungkap beberapa keterangan yang sangat diperlukan. (tim)




Keluarga Bantaqiah Tolak Beri Kesaksian

Serambi-Banda Aceh
Keluarga almarhum Tgk Bantaqiah menolak memberi kesaksian yang menurut rencana akan didengar hari ini (Rabu), pada pengadilan koneksitas dalam kasus penembakan Tgk Bantaqiah Cs di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Fatimah, seorang putri Tgk Bantaqiah kepada wartawan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, kemarin menyatakan ada dua hal penting yang menyebabkan mereka menolak hadir ke sidang.
Pertama, mereka merasa tak mendapat jaminan keamanan pasca pemberian kesaksian. Yang kedua, keluarga Bantaqiah menilai, yang harus diadili dalam sidang itu adalah perwira pengendali operasi yang mengakibatkan hilangnya puluhan nyawa. Jadi, yang harus dihadapkan ke pengadilan bukan cuma prajurit yang menerima perintah dan melaksanakannya di lapangan. "Orang yang menyuruh bunuh bapak saya yang harus dihukum," kata Fatimah sambil mengangis.
Keterangan pers keluarga alm Tgk Bantaqiah itu, berkaitan dengan keinginan tim jaksa untuk menghadirkan istri Bantaqiah, Manfarisah ke pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Banda Aceh, hari ini. Dalam pertemuan yang dipandu kuasa hukum alm Tgk Bantaqiah, Kontras Aceh juga hadir Sekretaris Bantaqiah, Tgk Zainuddin.
Menurut Fatimah, selama ini orang-orang tertentu melarang murid- murid Tgk Bantaqiah menjenguk keluarga Bantaqiah. Hal itu merupakan bukti jaminan keamanan terhadap mereka tidak ada.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, menanggapi keinginan tim jaksa untuk menghadirkan para keluarga dan korban sebagai saksi ke pengadilan koneksitas kasus penembakan Tgk Bantaqiah dkk, mengatakan, sebagai kuasa hukum mereka telah menyerahkan sepenuhnya pada keluarga untuk bersikap atas permintaan jaksa.
Namun, dalam pernyataan pers yang ditandatangani Aguswandi (Koordinator), Kontras menyatakan para keluarga berada dalam kondisi ketakutan, dan sangat khawatir terhadap persoalan keamanan, apabila memberi kesaksian baik pada saat di pengadilan maupun setelah pengadilan selesai.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kontras Aceh atas nama para keluarga dan korban menuntut bahwa para keluarga harus diberikan jaminan keamanan, baik perlindungan fisik maupun perlindungan hukum dan menghormati sikap yang diambil para keluarga Tgk Bantaqiah dalam menilai pengadilan koneksitas itu.
Mengingat sampai saat ini tidak adanya jaminan keamanan baik saat persidangan maupun pasca persidngan berlangsung, maka para keluarga dan korban menyatakan keberatan memberikan kesaksian di pengadilan koneksitas itu.
Menjawab pertanyan tentang jaminan keamanan yang disampaikan secara tertulis oleh pejabat-pejabat berwenang di tingkat pusat, Sekretaris alm Tgk Bantaqiah Tgk Zainuddin mengatakan keadaan di lapangan sangat jauh berbeda dari pada jaminan keamanan yang diberikan pemerintah pusat. (tim)




Tarik PNS dari PDAM!

Serambi-Banda Aceh
Sebelum November tahun ini direksi PDAM Tirta Daroy harus melakukan langkah konkrit untuk membersihkan perusahaan itu dari PNS. Kebijakan itu selain untuk memandirikan perusahaan juga memenuhi tuntutan Permendagri dimana pada November 2000 seluruh PNS harus sudah ditarik dari PDAM.
Ketua Komisi B DPRD Banda Aceh, Daeng Iskandar MM SE kepada Serambi kemarin mengatakan, sehubungan upaya membersihkan PDAM dari PNS, maka sebagai langkah awal dewan pengawas dan jajaran direksi harus mensosialisasikan rencana itu.
Sebab, katanya, jika tidak dilakukan langkah konkrit sejak dini, akan sulit mencari pengganti PNS yang ditarik ke markasnya. "Karyawan PDAM harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memimpin perusahaan," kata Daeng Iskandar.
Daeng menilai, rencana Direktur Adiministrasi/Keuangan PDAM Tirta Daroy, Drs Lukman Effendy untuk mencangkokkan lagi PNS pada beberapa posisi penting di PDAM sudah tidak masanya lagi. Apalagi sebelumnya, Walikota Banda Aceh sudah menargetkan pada akhir 2000 ini PDAM Tirta Daroy harus mandiri.
Karenanya, lanjut Daeng, direksi harus segera memikirkan upaya pen- gkaderan pimpinan PDAM dari kalangan karyawan perusahaan. Paling lama akhir November atau awal Januari 2001, seluruh jabatan vital di PDAM Tirta Daroy sudah ditempati orang-orang PDAM sendiri. "Kalau tidak begitu sulit memandirikan PDAM," tandasnya.
Menurut Komisi B DPRD Banda Aceh (yang juga membawahi permasalahan PDAM), intervensi birokrat untuk sejumlah posisi penting di PDAM sangat merugikan karyawan. Karyawan perusahaan merasa diri mereka kurang dipercaya atau merasa dianaktirikan. Padahal, tidak sedikit karyawan yang mampu memegang kendali apabila mereka disipersiapkan sejak dini. "Potensi yang ada harus diberdayakan. Jangan dicurigai. Apalagi dilandasi interes pribadi," kata seorang pengamat.
Sementara meurut pengamatan Komisi B DPRD Banda Aceh, kebijakan- kebijakan yang diambil jajaran direksi PDAM Tirta Daroy selama ini jarang diketahui karyawan. Akibatnya, banyak karyawan bingung saat kebijakan tersebut diterapkan di lingkungan perusahaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejak beberapa waktu terakhir berkembang isu di kalangan orang dalam PDAM Tirta Daroy yang menyebut-nyebut dua posisi vital di perusahaan itu bakal diisi oleh staf "cangkokan" yang direkrut dari kalangan PNS di Pemda Banda Aceh.
Direktur Administrasi/Keuangan PDAM Tirta Daroy, Drs Lukman Efendy yang ditanyai Serambi tidak membantah rencana rekruitmen staf Pemda Banda Aceh untuk mengisi beberapa posisi penting di PDAM. "Kalau memang staf Pemda ada yang lebih mampu dari karyawan PDAM sendiri, kenapa tidak," ujar Lukman yang sebelumnya juga bertugas di lingku- ngan Setwilda Banda Aceh.(rs)





SMU Unggul Didirikan di Setiap Kabupaten


Serambi-Banda Aceh
Pemerintah Daerah Tk II diinstruksikan untuk menghadirkan satu SMU Unggul di daerahnya untuk menggenjot kualitas pendidikan di Aceh. Untuk sementara, yang mendapat tugas mendirikan SMU Unggul itu adalah 10 kabupaten.
Rencana pendirian sekolah unggul itu diinstruksikan secara lisan oleh Gubernur Syamsuddin Mahmud di hadapan para bupati saat berlangsungnya Rapat Kerja Daerah (Rakerda), Minggu (23/4) malam lalu. SMU unggul yang diharapkan Gubernur semisal SMU Modal Bangsa di Banda Aceh.
Kecuali Banda Aceh, 10 Dati II yang mendapat instruksi itu masing- masing Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Sabang. Sedangkan kabupaten baru, seperti Aceh Bireuen, Aceh Singkil, dan Simeulue pendiriannya menyusul.
Menurut sebuah sumber, SMU unggul yang direncanakan ada di setiap kabupaten itu, bisa berupa sekolah baru yang khusus dibangun oleh kepala daerah masing-masing. Tapi, bisa juga mengambil salah satu sekolah negeri di Dati II bersangkutan, untuk kemudian 'keunggulannya' dilengkapi oleh kepala daerah.
Kakanwil Pendidikan Nasional Aceh Drs HA Malik Raden MM yang dikonfirmasi Serambi, kemarin, terlihat sangat antusias dalam merespon instruksi gubernur itu. Ia menyarankan bentuk kelembagaan sekolah unggul itu adalah negeri-plus. Artinya SMU-nya berstatus negeri, sedangkan pengelola yang berbentuk yayasan bertugas melengkapi keunggulan sekolah tersebut. "Seperti sekolah Modal Bangsa itu," katanya.
Malik Raden mengatakan sangat tidak mungkin kalau SMU Unggul itu dibebankan pada Kanwil Depdiknas. Sebab, katanya, dana yang tersedia hanya mampu untuk mengurusi sekolah-sekolah reguler. Karena itulah keterlibatan kepala daerah sangat diperlukan.
Dikatakan, untuk memudahkan kerja, bupati/walikota dapat membentuk yayasan untuk mempersiapkan sarana dan prasarana. Meskipun nanti SMU Unggul mengambil salah satu sekolah negeri di wilayah masing- masing, tetapi masih diperlukan dana tambahan seperti membuat Selain itu, para bupati juga harus menambah biaya untuk insentif di luar gaji kepada guru yang ditugas di sekolah unggul. Karena guru- guru yang akan diberikan kepada SMU unggul itu bekerja dua kali lipat dibanding tugasnya sehari-hari. "Dan kita siap untuk memberikan guru yang berkualitas," katanya.
Kewajiban lainnya dari bupati, lanjut Malik Raden, adalah menyediakan sarana belajar yang lebih baik dibanding sekolah reguler. "Ini sebagai akibat dari kegiatan belajar-mengajar yang bertambah," katanya.
Dikatakan Malik, instruksi pendirian sekolah unggul di setiap kabupaten memang baru pada tahap instruksi lisan. Tapi, dalam rakerda itu Gubernur sudah mewanti-wanti para bupati agar secepatnya merealisir keberadaan sekolah unggul itu di wilayahnya. Menurut Malik Raden, ide ini juga sudah pernah disampaikannya kepada para bupati pada Rakorbang tahun lalu.(ed)




Gubernur Larang Kakanwil Men-dem


Serambi-Banda Aceh
Gubernur Syamsuddin Mahmud memerintahkan semua kepala kantor wilayah (Kakanwil), kepala kantor departemen (Kakandep), dan para kepala instansi vertikal non-departemen di Aceh baik di tingkat I maupun tingkat II agar tidak mengajukan usul penghapusan (dem) barang inventaris, baik barang bergerak maupun barang tetap aset instansi bersangkutan.
"Larangan ini dalam rangka pelaksanaan otonomi yang terkait dengan peralihan instansi vertikal ke daerah. Barang-barang itu nantinya akan menjadi aset pemerintah daerah," kata Kepala Biro Humas Setwilda Aceh Drs T Pribadi, kepada Serambi, Rabu (25/4) kemarin, mengutip penjelasan gubernur.
Menurut T Pribadi, perintah larangan dem tersebut sebenarnya telah disampaikan secara langsung saat berlangsung rapat gubernur dengan para bupati dan pejabat-pejabat tingkat I, Minggu (23/) lalu. Ini merupakan salah satu kesimpulan atau hasil dari rapat kerja tersebut.
"Para Kakanwil, Kandep, dan instansi vertikal non-departemen dilarang mengajukan surat ke menteri untuk meminta dem barang. Larangan gubernur ini termasuk juga untuk tidak melakukan pemindahan, peminjaman, dan pengalihan aset instansi baik ke daerah lain maupun kepada pihak lainnya," kata T Pribadi.
Relokasi pegawai
Berkaitan dengan pengalihan atau pengintegrasian kantor departemen dan non-departemen menjadi dinas daerah, gubernur juga meminta para bupati/walikota untuk segera melakukan langkah-langkah. Di antaranya bupati harus secepatnya meminta laporan inventarisasi barang bergerak dan tidak bergerak pada Kandep/instansi vertikal non-departemen yang selanjutnya dialihkan menjadi milik Pemda kabupaten.
Bupati juga diminta menginventarisasi semua pegawai instansi vertikal dan cabang dinas propinsi untuk dialihkan menjadi pegawai kabupaten. "Karena itu, bupati harus pula menyusun rencana relokasi pegawai ini," ujar T Pribadi.
Melalui kesempatan Raker tersebut, kata Pribadi, gubernur mengingatkan pula tentang kemungkinan terjadinya perampingan organisasi pemerintah propinsi dan pemekaran organisasi pada pemerintah kabupaten/kota. "Ini sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi yang luas dengan titik berat berada pada kabupaten/kota".
Untuk persiapan otonomi tersebut, bupati juga diminta melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan analisa kebutuhan organisasi dengan memperhatikan aspek personil, perlengkapan dan pembiyaan dengan prinsip efesiensi, efektifitas, rasional, serta visi dan missi yang jelas. (rul)




Hubungan Sipil-Militer di Aceh: Ketika Marinir Dipuja


PASANG surut hubungan sipil-militer selalu terjadi di mana-mana. Termasuk di negara-negara super maju. Trend ini terus menjadi wacana publik. Termasuk di Aceh, sebuah propinsi yang rakyatnya memiliki pengalaman buruk dalam hubungannya dengan militer bangsa sendiri, khususnya pada 10 tahun akhir masa Orde Baru.
Dalam rentang waktu itu (1989-1998), Aceh menyandang status sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Militer yang didatangkan ke Tanah Rencong bukan hanya mempertontonkan perannya sebagai komunitas keamanan di bidang pertahanan nasional. Tetapi, lebih dari itu.
Menurut pengaduan para korban ke berbagai lembaga peduli HAM, selama satu dasawarsa tersebut militer yang bertugas di Aceh telah melampau peran spesifikasinya. Sehingga rakyat yang tidak berhubungan dengan pemberontakan pun ikut menjadi korban.
Sehingga begitu DOM dicabut, 7 Agustus 1998, rakyat Aceh nyaris secara kolektif menuntut para militer pelanggar HAM di Aceh diadili. Termasuk dewan jenderal yang membijaksanai Aceh sebagai DOM.
Di tengah derasnya tuntutan tersebut, tiba-tiba Aceh membara kembali. Padahal saat itu masyarakat masih dalam kondisi trauma stadium tinggi, sehingga banyak yang tidak mempercayai bahwa gerakan yang muncul pada awal September 1998 sebagai murni gerakan rakyat Aceh anti militer.
Menggeloranya "daya lawan" masyarakat terhadap perlakuan militer di Aceh pada masa DOM, telah membuat daerah ini kembali "dibanjiri" militer dari berbagai kesatuan. Citra TNI yang cukup terpuruk karena tindakan di luar tugas spesifikasinya pada masa itu menjadikan kedatangan mereka di era reformasi ini disambut dengan bulan-bulanan hujatan.
Hampir semua kalangan menghujat dan mencerca TNI. Mereka tidak mau peduli dengan kepribadian masing-masing person yang berbeda. Asal menyandang status TNI cenderung dipandang sama dengan pendahulunya yang telah meninggalkan Aceh. Celaan dan hujatan membuat pimpinan TNI memilih kompromi dengan menarik pasukan-pasukan dari desa dan kecamatan ke pangkalan-pangkalan utamanya, walaupun di sejumlah tempat atau desa tetap dipertahankan sampai sekarang.
Secara hukum, operasi pemulihan keamanan dari gangguan sipil bersenjata di Aceh dengan sandi Sadar Rencong I, II, dan III sekarang ini dikendalikan oleh kepolisian. Namun, menurut Kapolda Aceh Brigjen Pol Drs Bachrumsyah, dalam waktu-waktu tertentu TNI tetap dilibatkan sebagai tenaga bantuan. "Personel kita terbatas. Kita memerlukan bantuan TNI. Dan TNI bergerak apabila kita memintanya," ungkap kapolda dalam sebuah kesempatan.
Pun begitu, TNI sendiri menurut informasi juga punya sandi operasi khusus yakni Sadar Nusa. Kedua operasi tersebut bertujuan sama; menyadarkan masyarakat dari pengaruh Gerombolan Bersenjata Pengacau Keamanan (GBPK) yang ingin memisahkan Aceh dari Indonesia.
Selain Polri sebagai pengendali, dalam menjalankan operasi pemulihan keamanan di bumi Serambi Mekkah juga tercatat sejumlah kesatuan TNI kiriman. Di antaranya dari Bataliyon Kostrad Cilodong, Jawa Barat, Linud 100/PS Medan, dan kesatuan elit TNI-AL, Marinir disamping dari kesatuan-kesatuan organik.
Dari beragam kesatuan TNI yang bertugas di Aceh saat ini, Marinir menjadi kesatuan alternatif. Mereka berhasil merebut simpati dan hati masyarakat lewat pendekatan-pendekatan sosial yang dilakukannya, saat maupun di luar tugas operasi.
Simpati yang sama juga direbut oleh sebagian pasukan Brimob Polri. Di Pantonlabu, ibukota Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, misalnya, Brimob yang mengakhiri masa tugas enam bulannya di Aceh, 10 April lalu, dilepas dengan deraian air mata oleh warga. Bahkan, banyak masyarakat kecamatan itu yang memberikan oleh-oleh atau cendramata kepada anggota Brimob. Di antaranya berupa ayam, pakaian, dan kue khas timphan.
Keberhasilan marinir berintegrasi dengan rakyat membuat kesatuan itu dipuja di Aceh. Bahkan, berkat promosi dari mulut ke mulut, masyarakat di sejumlah kabupaten yang sebenarnya tidak ditempati marinir ikut memuji-muji kebaikan pasukan elit TNI-AL ini. Sehingga dalam wacana publik, nama marinir begitu harum dalam tugas operasi pemulihan keamanan Aceh.
Apresiasi ini tidak didapat secara mudah. Di awal masa tugasnya di Aceh tahun 1998, marinir sempat dipandang sama dengan TNI lainnya. Adalah Dansatgasnya, Mayor Ediyanto. Perwira kelahiran Banda Aceh ini selama tiga bulan hilang tanpa bekas setelah diculik menjelang suatu sahur di bulan Ramadhan, 29 Desember 1998, oleh kelompok massa yang melakukan sweeping jalan raya.
Setelah tiga bulan dicari tanpa henti oleh berbagai kesatuan yang melancarkan operasi di daerah ini, Mayor Ediyanto akhirnya ditemukan telah menjadi mayat dalam sebuah lubang di Desa Cot Trieng, Kecamatan Muara Dua, Aceh Utara, 22 Maret 1999. Berdasarkan fakta yang ditemukan, aparat keamanan mengklaim, Ediyanto diculik dan dibunuh GBPK.
Tragedi itu tidak membuat marinir senewen untuk kemudian melakukan pelampiasan dendam terhadap warga dalam setiap kesempatan operasi. Dari pengakuan sejumlah sumber anonim, mereka tetap bertugas secara proporsional sesuai spesifikasinya.
Bahkan, dalam beberapa insiden nonoperasi, marinir menunjukkan kedewasaannya saat menghadapi rakyat. Dalam sebuah kecelakaan lalulintas kecil di Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, awal Januari 2000, truk pasukan marinir menabrak sebuah bangunan lantai dua yang menjorok ke atas badan jalan.
Tak ayal, peristiwa itu membuat pemilik rumah lari ketakutan. Karena pengalaman sebelumnya, bila kecelakaan seperti itu melibatkan aparat keamanan, pemilik rumah pasti jadi korban, minimal dibentak atau dianiaya. Berbeda dengan marinir, mereka justru minta maaf sekaligus memperbaiki bangunan yang rusak itu. Sikap seperti inilah yang sebenarnya harus ditunjuk TNI secara keseluruhan bila ingin merebut hati rakyat Aceh yang terlanjur luka oleh sejarah DOM.
Hal lain yang selalu dibicarakan rakyat dan membuat reputasi marinir di Aceh semakin berkilau adalah saat mereka melakukan patroli. Tidak ada kesan sangar walaupun seragam yang digunakan berwarna loreng. Apalagi, saat berada di dalam truk pasukan mereka nampak bersahaja.
Bila pasukan dari kesatuan lain melakukan patroli atau pada saat melintasi jalan raya senjatanya diarahkan ke badan jalan dengan posisi siap tembak, marinir justru menyandang senjatanya dengan moncong ke lantai truk. Umbaran senyum menebar dari bibir mereka ke arah warga, baik pejalan kaki maupun yang menggunakan kendaraan pribadi. Hal seperti ini terasa sepele, tapi disadari atau tidak, ternyata ikut dinilai dan melahirkan sikap sayang masyarakat.
Sikap simpati marinir yang dicitrakan masyarakat sebagai potret militer dambaan itu ternyata tidak membuat pasukan itu luput dari intaian bahaya. Peristiwa pemberondongan 13 marinir yang sedang melaksanakan shalat Maghrib di meunasah Desa Ujoeng Blang, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, 24 Januari 2000 lalu, adalah buktinya. Akibat insiden itu, enam prajurit marinir tewas dan tujuh lainnya luka serius.
Kelompok gerilya GAM lewat juru penerangannya Ismail Syahputra membantah sebagai pelakunya. Mereka malah menuduh pasukan aparat keamanan sendiri yang melakukannya. Sehingga berkembang isu bahwa pemberondongan tersebut sebagai indikasi adanya rivalitas di antara pasukan yang menjalankan tugas operasi pemulihan keamanan di Aceh.
Namun, Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, kala itu secara tegas meminggirkan isu tersebut dengan menyebutkan, bahwa aparat keamanan di wilayah hukumnya sangat kompak dan satu visi dalam soal penanganan keamanan di Aceh. "Tidak ada istilah rivalitas di antara kami," katanya.
Dansatgas Marinir, Letkol Mar Ahmad Farid Washington, dalam sebuah kesempatan wawancara menyatakan pasukannya dalam menjalankan tugas lebih mengedepankan nurani dan pendekatan sosial. "Itu sudah menjadi doktrin bagi marinir. Karenanya, tidak terlalu berat bagi kami untuk berintegrasi dengan masyarakat," katanya.
Letkol Farid bukan ngecap. Tapi, kenyataan. Di beberapa wilayah di Kabupaten Bireuen, prajurit marinir di sore hari malah berolahraga bersama-sama dengan masyarakat sekitar poskonya tanpa perlu membawa senjata dan pasukan pengawal.
Faktual itu menunjukkan sebenarnya rakyat Aceh bisa memilah-milah dan melihat sesuatu secara hitam putih. Seorang pengamat masalah sosial di Aceh mengemukakan, masyarakat Aceh sebenarnya dapat diajak berintegrasi dengan siapa saja, termasuk militer. Apalagi, bila kedamaian dan ketenteraman yang menjadi dambaan dapat segera diujudkan.
Sistem pendekatan senjata teknologi juga dipandang tidak akan membantu mengubah citra TNI di Aceh. Karena pada prinsipnya tidak semua orang Aceh suka perang walaupun mereka dibesarkan dengan dendang perang di masa dalam ayunan. Sistem pendekatan sosial dinilai akan lebih menyentuh karena karakter masyarakat Aceh pada umumnya adalah; benci kekerasan. hamdani s rukiah



Bocah Wanita Dibacok Sekelompok Pria


Serambi-Geureugok
Seorang bocah yatim, Safriana (12), Senin (14/4) dinihari, dibacok berkali-kali oleh sekelompok pria setelah diseret dari kelelapan tidur di rumahnya Desa Mon Keulayu Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen. Akibat kejadian tersebut, murid kelas IV SD itu kritis dan kini dirawat di Puskesmas Peusangan.
Menurut seorang keluarganya, pada saat kejadian sekitar pukul 04.00 WIB, korban masih tertidur bersama ibunya, Nurul (40), beserta dua adiknya; Muladi (8) dan Munawir (4). Sedangkan abangnya sudah berangkat ke tebat yang berjarak dua kilometer dari lokasi kejadian.
Tiba-tiba, tiga pria tak dikenal merangsek ke rumah tersebut dan menyeret Safriana untuk kemudian membacoknya berkali-kali. Pembacakon itu mengakibatkan punggung, leher, dan tangan korban menderita luka serius. Sementara bagian pahanya walaupun terkena bacokan tidak menimbulkan luka berarti.
Di bawah tangisan korban dan jerit histeris ibu dan adik-adik Safriana, pelaku melarikan diri dan menghilang di kegelapan malam. Sekitar pukul 04.30 WIB, korban dilarikan ke Puskesmas Peusangan. Sejauh ini keluarga korban terus mencari pelaku pembacokan tak jelas motif dimaksud.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, Senin malam, mengaku belum mendapat laporan tentang tindak pidana tersebut.



Pengungsi Aceh Timur tak Tertampung

Serambi-Lhokseumawe
Sebanyak 79 jiwa pengungsi dari Kecamatan Julok, Aceh Timur, yang tiba di Kampus Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jumat (21/4) siang, terpaksa tidur di teras lab Teknik Sipil akibat tidak tersedianya tempat penampungan. Bahkan pada malam pertama, mereka dikabarkan terpaksa tidur beratap langit di depan Gedung Serba Guna.
Koordinator pengungsi dari Julok, Syamaun (40), merincikan para pengungsi dari Aceh Timur berasal dari Desa Seuneubok Bayu sebanyak 8 KK atau 40 jiwa, Desa Blang Nisam sebanyak dua KK atau enam jiwa, dan Desa Bandar Baru tujuh KK atau 33 jiwa.
Dikatakan Syamaun seperti dikutip Kahumas Politeknik Drs Amiruddin Cut, kemarin, sebelumnya mereka sudah 10 bulan mengungsi masing- masing tiga bulan bulan Masjid Kuta Binje dan tujuh bulan di meunasah Julok Cut. "Atas kesepakatan dengan Pemda Aceh Timur dan aparat keamanan, 17 April lalu kami bersedia pulang dengan jaminan keamanan. Tapi karena jaminan itu tidak diberikan dalam bentuk tertulis, warga yang sudah terlanjur pulang terpaksa mengungsi kembali. Apalagi ada tiga pemuda Seuneubok Bayu yang diambil kendati dua di antaranya dikembalikan," tutur Syamaun.
Keberadaan mereka di Kampus Politeknik, tambah Syamaun, berdasarkan surat yang mereka terima dari People Crisis Center (PCC). "Sebenarnya kami ingin mengungsi ke sebuah LSM di Banda Aceh. Tapi kemudian dapat kabar situasi keamanan di Banda Aceh sedang panas, rencana itu kami batalkan," ungkap Syamaun seperti ditirukan Amiruddin Cut, Selasa (25/4).
Para pengungsi terpaksa tidur beratap langit karena Gedung Serba Guna sudah digunakan 1.445 jiwa pengungsi dari Kuta Makmur yang telah 10 bulan menetap di sana.
Amiruddin Cut menyebutkan, masalah sanitasi merupakan kendala utama yang dialami pengungsi di Politeknik saat ini. "Air di selokan sudah kehitaman saking kotornya. Belum lagi bau yang kurang sedap sangat mengganggu kenyamanan. Beberapa waktu lalu, Asisten I sudah berjanji akan membantu penyemprotan agar lingkungan lebih bersih dan bebas nyamuk. Tapi sampai saat ini belum dilaksanakan. Anak- anak pengungsi sampai kudisan karena sering bermain di tempat kotor."
Ia menyebutkan bantuan yang diberikan donatur hanya bersifat sementara kendati itu sangat membantu pengungsi. "Sebenarnya yang paling dibutuhkan pengungsi bisa kembali ke rumahnya masing-masing. Untuk itu, kami harapkan Pemda lebih proaktif dalam mengupayakan kembalinya pengungsi ke desa. Sebab bagaimanapun enaknya tinggal di pengungsian, tetap lebih nyaman tinggal di rumah sendiri," katanya.
Menurut Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik, Muslim, saat ini para pengungsi dari Julok menempati lab Jurusan Teknik Sipil yang sangat sempit hingga harus berdesakan. "Kalau malam diberi sekat plastik agar pengungsi tidak kedinginan. Paginya dibuka kembali karena digunakan untuk mahasiswa Teknik Sipil," jelasnya kepada Serambi, kemarin.
Untuk mengurus pengungsi dari Aceh Timur itu, menurut Amiruddin Cut, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik, Fajar, sudah berangkat untuk menjumpai Pemda Aceh Timur. Namun sejauh ini belum diketahui hasil pembicaraan tersebut.
Sementara para pengungsi dari Idi yang tergabung dalam rombongan pengungsi dari Julok, menuut Kahumas Politeknik Drs Amiruddin Cut, hanya singgah sebentar dan kini telah kembali atau menumpang di rumah saudara mereka. Sementara Sekcam Idi Rayeuk, Amiruddin, mengaku terkejut dengan adanya berita warga Idi Rayeuk yang mengungsi ke Kampus Politeknik. "Soalnya para pengungsi Idi sudah lama pulang," katanya kepada Serambi via telepon, Minggu (23/4).




5 Warga Idi Dianiaya dan Diambil TNI


Serambi-Langsa
Lima warga kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, yang dianiaya berat juga tertembak dan kemudian diambil oleh aparat TNI, 20 April dan 14 April lalu, hingga kini belum dilepas meski telah berulang kali diminta keluarga korban yang didampingi mahasiswa.
Keluarga korban juga telah melaporkan aksi kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh Timur, yang kemudian dilanjutkan ke Jakarta.
Koordinator Kontras Aceh Timur, Saiful Bahri, kepada Serambi, Selasa (25/4), mengungkapkan, dua korban warga Desa Meunasah Krueng, Idi Rayeuk, masing-masing M Thaib (25) dan Husaini (20), disiksa cukup berat oleh aparat TNI Kompi B Yonif 111/KB Peudawa pada tanggal 20 April 2000.
Dikabarkan, kedua korban dianiaya sangat berat, sebelum maupun sesudah diambil aparat, hingga kini keduanya dalam keadaan cacat di markas Kompi B di Peudawa, Idi Rayeuk.
Sebelumnya, tanggal 14 April 2000, aparat TNI Yonif 111/KB Kompi B Peudawa serta pasukan dari Yonif 123/Rajawali Sumatera Barat mengambil sekaligus menganiaya tiga penduduk Desa Blang Kuta, Peudawa Rayeuk. Masing-masing Anwar (21) dan Candra Ahmad (23) ditangkap dan dianiaya berat, sedangkan Syarifuddin (18) terkena rekoset peluru.
"Hari Minggu, tanggal 16 April 2000, keluarga korban didampingi mahasiswa telah menjumpai para korban di Kompi B Yonif 111/KB. Petugas tak mampu menunjukkan alasan penahanan, tapi korban tetap tidak dibebaskan," papar Saiful.
Dua korban yang ditangkap 20 April, juga dipastikan ditahan di Markas Kompi B Peudawa. Berulang kali keluarga korban --juga didampingi mahasiswa-- meminta korban dilepas, namun tetap tak digubris oleh petugas di sana.
Koordinator Kontras Aceh Timur ini mendesak Dandim Aceh Timur agar menjelaskan kejadian penangkapan dan penganiayaan semena-mena itu. "Apa salah mereka, sampai harus ditangkap, disiksa, dan dihakimi sendiri?" tanyanya. "Kalau mereka memang tak bersalah, segera lepaskan kelima korban itu. Jangan lagi memperpanjang penderitaan rakyat," pinta Saiful.
Dandim Aceh Timur Letkol Inf Deni K Irawan yang dikonfirmasi ternyata tidak di tempat. Menurut ajudannya, Dandim sedang memenuhi undangan pertemuan di Banda Aceh.




Tgk Min Tewas Ditembak, Gedung SKB Bambi Dibakar


Serambi-Sigli
Aksi penembakan orang bersenjata kini terus berlangsung, kali ini menimpa seorang guru ngaji Tgk M Amin Syahbuddin (48) warga Desa Meunasah Jurong Teupin Pukat Kecamatan Meureudu, Pidie, Selasa (25/4). Sebelumnya, kelompok orang tak dikenal juga melakukan pembakaran terhadap gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Bambi Kecamatan Peukan Baro.
Keterangan dikumpulkan Serambi menyebutkan, penembakan yang dilakukan terhadap Tgk M Amin yang sering dipanggil Tgk Min terjadi di kawasan Desa Dayah Kruet kecamatan sama, sekitar 1 kilometer dari tempat tinggalnya. Penembakan itu sendiri terjadi skeitar pukul 18.00 Wib.
Kala itu, menurut warga setempat, korban sedang menuju pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor. Tiba-tiba orang bersenjata--tidak tahu dimana--melakukan penembakan terhadap korban. Tiga lubang luka tembak mengenai bagian kepala dan perut, sehingga membuat korban terjatuh dan mengeluarkan darah cukup banyak.
Masyarakat setempat langsung saja memberikan pertolongan dan dibawa pulang ke rumah barunya di kawasan Desa Blang Cut, juga sekitar 1 kilometer dengan lokasi kejadian. Selama ini, korban bersama keluarganya tinggal di komplek rumah dinas guru sekolah dasar di Desa Meunasah Jurong, tempat istrinya bertugas.
Hasil visum dokter Puskesmas setempat, menurut keluarganya, korban menghembuskan nafas terakhir setelah ditembus peluru diperkirakan dalam ukuran jarak dekat. Direncanakan, korban akan dikebumikan hari ini. Selain meninggalkan seorang istri, korban juga punya dua anak.
Sementara, orang tak dikenal juga sudah melakukan pembakaran gedung SKB Bambi Kecamatan Peukan Baro, Senin (24/4) sekitar pukul 22.15 Wib. Namun gedung tersebut hanya terbakar bagian belakang, merupakan sejumlah kamar tidur. Dalam musibah itu, kerugian diperkirakan mencapai Rp 150 juta lebih.
Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin mengatakan terbakar habis bagian belakang karena terlambatnya datang bantuan, mobil pemadam dan masyarakat baru memberikan pertolongan pagi hari. "Kami sedang menyelidiki kejadian itu," katanya.
Selama ini, jelas Bagus, gedung bagian belakang sering digunakan untuk ruang tidur bagi peserta pelatihan. Akibat musnahnya gedung tersebut sebanyak 40 ranjang, 80 tilam/bantal, dan delapan meja/ kursi hangus jadi debu. Sementara, dua gedung lain berupa ruang aula dan kantor dapat diselamatkan, kendati sempat dijilat api.(tim)




AGAM Pidie Beraksi: Kontak Senjata Selama Enam Jam


Serambi-Sigli
Pasukan Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) Wilayah Pidie kembali beraksi dengan melakukan penghadangan terhadap mobil aparat di kawasan Desa Bili Aron Kecamatan Glumpangtiga, Selasa kemarin. Akibat dari penghadangan itu terjadinya kontak senjata secara bergelombang selama enam jam. Sementara pihak AGAM mengaku bertanggungjawab atas penembakan mobil aparat.
Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emeqail Bagus kepada Serambi mengatakan sekitar pukul 6.30 Wib satu regu gegana (mobil walet) berangkat menuju TO (target operasi) di kawasan Desa Bili Aron. "Ketika sampai di desa itu pasukan langsung dihadang," katanya.
Ketika itu terjadinya kontak senjata gelombang pertama dan kedua pasukan yang bersenjata menghindar. Ketika dalam perjalanan lanjutan aparat kembali diberondong di kawasan jembatan Desa Dayah Tanoh. Kejadian di tempat tersebut juga sempat menyulut kontak senjata.
Karena mendapatkan penghadangan secara bertubi-tubi, tambah Bagus, aparat melakukan penambahan pasukan dari satu regu menjadi satu pleton. Penyisiran dan pembersihan ke beberapa desa terus dilakukan, guna mengejar pasukan AGAM yang diduga bersembunyi di beberapa desa sekitar tempat kejadian.
Kontak senjata gelombang ketiga tidak dapat dielakkan ketika pasukan melakukan penyisiran di kawasan Desa Cot Baroh. Ketika aparat melakukan penyisiran di desa itu, menurut Bagus, sejumlah personil AGAM kembali melakukan penghadangan. Kontak senjata di Desa Cot Baroh tergolong agak lama dibandingkan dengan kejadian sebelumnya.
Kontak senjata yang terjadi di tiga titik itu dilukiskan masyarakat sekitar bagaikan sedang terjadi perang besar. Suara tembakan peluru membuat masyarakat mencari tempat perlindungan, agar tidak terkena peluru nyasar atau terkena tembakan senjata pihak-pihak yang sedang bertikai.
Setelah terjadi kontak senjata beberapa jam di kawasan Desa Cot Baroh, menurut Bagus, pasukan AGAM terus menuju perbukitan di kawasan tersebut. Tapi, aparat melakukan langkah mundur dan tidak mengejar lagi. "Kita telah mengusir mereka di wilayah desa dan terus mengamankan diri ke kawasan perbukitan Jijiem," kata Bagus.
Adegan kontak senjata bergelombang yang berlangsung mulai di Desa Bili Aron, menurut Bagus, baru berhenti sekitar pukul 12.00 Wib dan semua pasukan berada dengan selamat di Mapolres. "Kontak senjata bergelombang itu diperkirakan mencapai enam jam," kata Bagus.
Sebagian aparat tetap melakukan penyisiran ke berbagai tempat yang dicurigai. Dalam penyisiran aparat menangkap tiga warga masing-masing Syarwan Abdullah (28) dan M Nasir (22) warga Desa Dayah Tanoh teupin Raya. Tapi, akhirnya kedua warga ini dilepas kembali.
Sedangkan seorang lagi yang ditangkap aparat adalah M Yusuf Ishak (30) warga Desa Cot Baroh Glumpangtiga. Hingga kini, menurut pengakuan Kapolres Bagus, M Yusuf kini berada di Mapolres untuk diproses lebih lanjut. Selain itu aparat juga menyaita dua unit sepeda motor masing-masing BL 1382 PL dan BL 1377 AP. "Bila tak terbukti terlibat AGAM, Yusuf akan dilepaskan," kata Bagus.
AGAM Tanggungjawab
Pihak AGAM wilayah Pidie mengaku bertanggungjawab atas penghadangan itu. Bahkan mereka mengkalaim dalam kontak senjata itu ada aparat yang jatuh korban. "Ada aparat yang korban, tapi kami tak tahu tewas atau tidak. Karena mobil mereka ditembak anak buah saya dengan AK-47," kata Abu Razak melalui saluran telepon ke redaksi Serambi, malam tadi.
Juru bicara AGAM wilayah Pidie itu mengatakan penghadangan tersebut sebagai peringatan kepada aparat dan mobil yang digunakan mereka sudah terlalu sering melakukan kekerasan terhadap masyarakat tak berdosa. "Ini baru peringatan kecil dan bukan dilakukan oleh pasukan elit kami," kata Abu Razak.
Begitu pun, menurut Abu Razak, dalam kontak senjata dan penyisiran yang dilakukan aparat, kemarin, telah menimbulkan kerugian besar di kalangan masyarakat. Karena ada masyarakat yang melaporkan kehilangan emas, uang, dan sepeda motor. Salah seorang warga Cot Baroh, M Yusuf, menurut Abu Razak, ia bukan anggota AGAM. Tapi selama ini Yusuf hanya masyarakat biasa.
Karena itu, Abu Razak mengingatkan aparat supaya tidak melakukan penculikan terhadap masyarakat yang tidak bersalah. Apalagi dengan cara mengancam ketika melakukan penyisiran di berbagai desa. "Kalau ini tidak diindahkan, jangan salahkan kami kalau terjadi penghadangan yang lebih besar," katanya.(tim)




12 Granat Guncang Lokasi Sumur Gas MOI


Serambi-Lhokseumawe
Lima instalasi strategis di dua area sumur produksi gas alam (cluster) Mobil Oil Indonesia (MOI) Inc, Selasa (25/4) dinihari, digranat dan dibakar secara sporadis oleh kelompok bertopeng sebu, dan berseragam loreng. Sedikitnya, 12 ledakan terdengar membahana hingga radius dua kilometer pada saat aksi itu berlangsung pukul 00.30 - 01.30 WIB.
Meski menghanguskan tiga bangunan dan dua instalasi lainnya terhantam granat serta situasi sekitar terasa tidak menentu, namun sejauh ini tidak ada laporan korban jiwa dan operasional MOI tetap berjalan normal.
Lima instalasi perusahaan eksplorasi Migas yang menjadi sasaran pembakaran dan penggranatan kelompok bertopeng yang oleh seorang saksi mata disebut berjumlah 10 orang, meliputi pos pengamanan bahan peledak, pos temporari, pos pemantau (pos tower), tanki gas di cluster IV, dan bachelor camp.
Penggranatan dan pembakaran berantai infrastruktur usaha MOI di empat desa dalam tiga kecamatan -- Tanah Luas, Matangkuli, dan Lhoksukon, ini sempat menjadi buah bibir masyarakat dan mengherankan banyak pihak di Lhokseumawe. Mengingat pengamanan MOI sebagai proyek vital terbilang cukup ketat dibandingkan provit- provit lain di Aceh Utara.
Menurut sumber-sumber anonim, untuk menjaga keamanan lingkungan kerja MOI sebanyak 150 TNI (satu kompi plus) dari Bataliyon Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) Medan ditempatkan di sana guna mem-back up 267 petugas Satpam yang ada.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, mengungkapkan, berdasarkan analisa kasus yang dilakukan pihaknya terindikasi aksi itu dilakukan secara profesional lewat proses perencanaan yang cukup matang.
Menurut keterangan, aksi peledakan 12 granat dan pembakaran di area ladang gas MOI berawal dari penembakan granat GLM ke arah tanki gas cluster IV di Desa Meuria, Kecamatan Matangkuli, pukul 00.30 WIB. GLM yang dilontarkan dengan senjata khusus dari arah selatan. Meski mengenai sasaran, namun tidak menimbulkan kerusakan.
Selang waktu 15 menit kemudian, suara ledakan yang diikuti dengan pembakaran kembali terjadi di Poin A-1 dekat cluster III. Pos pemantau (tower) MOI di Desa Rangkaya, Kecamatan Tanah Luas, hanya tinggal rangka besi akibat amukan si jago merah.
Kelompok pelaku, menurut kapolres, berhasil memasuki lokasi pos tower setelah merusak pagar kawat. "Di sana juga ditemukan satu bom rakitan yang masih aktif," jelasnya.
Dari lokasi tersebut, pelaku kemudian bergerak ke kawasan yang begitu jauh dari pos tower. Satu unit pos pengamanan bahan peledak dan satu pos temporari yang satu sama lain berjarak 100 meter dibakar. Pembakaran ini, dilaporkan juga sempat diiringi dengan suara ledakan granat.
Pembakaran pos pengamanan bahan peledak dan temporari, kata kapolres, dilakukan setelah 10 orang pelaku dengan todongan senjata terlebih dahulu mengusir dua anggota Satpam yang bertugas di pos- pos itu. "Pembakaran dilakukan dengan cara menumpuk kertas dan menyiramkan minyak tanah," ungkap Syafei.
Akibat pembakaran, pos temporari rata dengan tanah. Sementara pos bahan peledak GIW-13 MOI hanya menghanguskan sebagian bangunan. Sedangkan satu bangunan lainnya yang digranat dengan GLM adalah Bachelor Camp di Desa Alue Drien, Landing, Kecamatan Lhoksukon.
Suara ledakan granat beruntun dalam tempo dua jam di kawasan ladang gas itu juga ditingkahi rentetan suara tembakan aparat pada saat melakukan penyisiran. Suasana yang nyaris menyurpai kondisi sebuah perang itu membuat masyarakat di sekitar lokasi kejadian ketakutan dan membuat mereka tak bisa memejamkan mata sepanjang malam. "Kami terus-menerus tiarap di lantai sampai pagi," tutur seorang warga kepada Serambi yang turun ke lapangan, kemarin.
Humas Mobil Oil Indonesia Inc, Yulia Dumengko, yang dihubungi Serambi di Jakarta melalui telepon kemarin siang mengatakan, akibat serangan bertubi-tubi terhadap MOI sebagian staf kantor tidak berani masuk kerja.
Kendati terus diteror, kata Yulia, aktifitas bagian produksi dan manajemen perusahaan tidak terhenti. Namun, ia tidak mengetahui kapan aktivitas perusahaan eksplorasi migas di Aceh itu dapat berjalan seperti sebelumnya. Yang jelas, kata Yulia, kalau kondisi belum normal MOIl tidak melakukan aktivitas lapangan. (tim)