Update: 00.30 Wib Kamis,  27  April 2000

Hakim Tolak Semua Eksepsi Pembela

* Komandan Operasi Berikan Kesaksian

Serambi-Banda Aceh
Majelis hakim peradilan koneksitas yang mengadili kasus pembunuhan terhadap Tgk Bantaqiah cs, dalam putusan selanya, Rabu (26/4), menolak semua eksepsi tim pembela para terdakwa.
Dalam sidang lanjutan kemarin, juga didengar kesaksian Letkol Inf Heronimus Guru selaku komandan operasi. Sedangkan keluarga korban Tgk Bantaqiah menolak hadir ke persidangan dengan alasan terancam keselamatannya.
Sidang dibuka Ketua Majelis Haki, Roeslan Dahlan S, tepat pukul 09.00 WIB.
Pada kesempatan itu, Roeslan Dahlan secara bergantian dengan hakim anggota Kolonel Chk Amiruddin Rochim SH membacakan putusan sela di persidangan yang pada amar pytusannya berbunyi: menolak eksepsi dari tim pembela para terdakwa, Pengadilan Negeri Banda Aceh berwenang mengadili perkara koneksitas, dan perkara dapat diteruskan pemeriksaannya dengan memanggil para saksi.
Putusan sela itu, diputuskan majelis hakim dalam rapat permusyawaratan majelis hakim terdiri dari Roeslan Dahlan SH, Kolonel Chk Amiruddin Rochim SH, Sarbuan Harahap SH, Letkol Chk PJ Piter SH, dan Zulkiflui Lubis SH.
Atas putusan sela tersebut, kedua tim penasihat hukum para terdakwa menyatakan keberatan, dan akan membuat perlawanan ke pengadilan tinggi, selanjutnya meminta kepada majelis hakim tidak meneruskan persidangan sebelum adanya putusan dari pengadilan tinggi. Namun, atas perlawanan yang akan dibuat tim pembela itu, ketua Majelis Hakim tidak keberatan. "Silakan saja ajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi. Tapi, sudah menjadi keputusan majelis bahwa persidangan ini tetap terus dilanjutkan untuk pemeriksaan para saksi," tegas Ketua Majelis Roeslan Dahlan SH seraya meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan saksi-saksi di persidangan.
Sebelum menghadirkan para saksi, JPU minta izin kepada ketua majelis membacakan surat dari Kontras selaku kuasa hukum saksi, yang intinya menyatakan, saksi korban dan saksi dari keluarga korban merasa sangat ketakutan dan khawatir terhadap keamanannya, apabila memberikan kesaksian di pengadilan maupun setelah pengadilan ini selesai.
Disebutkan, sampai saat ini para korban dan keluarga korban di Beutong Ateuh tidak mendapatkan jaminan keamanan (perlindungan sebagai saksi) dari aparat kejaksaan ataupun aparat terkait lainnya. "Mereka masih merasa trauma yang mendalam. Walaupun Jaksa Agung Marzuki Darusman telah pernah memberikan jaminan keamanan, ternyata realitasnya sampai saat ini perasaan tak aman masih terus menghantui para korban dan keluarga korban. Karena jaminan keamanan itu tidak pernah mereka peroleh secara nyata," sebut Kontras yang ditanda tangani Koordinatornya Aguswandi yang disampaikan kepada Kajari Meulaboh.
Setelah saksi korban dan saksi dari keluarga korban yang tak dapat dihadirkan dengan alasan tak ada jaminan keselamatan, jaksa selanjutnya menghadirkan Letkol Inf Heronimus Guru selaku saksi, yang pada waktu kejadian berada di seberang sungai (krueng) Beutong, sekitar 150 meter dari depan dayah Tgk Bantaqiah.
Sebelum dimintai keterangannya, ketua majelis sempat menanyakan identitas saksi. Ketika sampai pada pangkat saksi ditanyakan, saksi menyatakan, pada waktu kejadian (Juli 1999), ia bertindak selaku komandan operasi dengan pangkat Mayor. "Sekarang saya sudah Letkol," kata Herinomus Guru.
Ketika dimintai keterangannya sebagai saksi, Letkol Heronimus Guru sempat berkali-kali diperingati majelis hakim, karena keterangan yang diberikannya berbelit-belit.
Dalam kesaksiannya di persidangan, Letkol Heronimus Guru menguraikan secara panjang lebar tentang Operasi ke Beutong Ateuh tersebut. Menurutnya, sebelum operasi dilaksanakan, ia selaku Komandan Batalyon 328 Kostrad Cilodong Jawa Barat yang telah bertugas di Aceh sejak Juni 1999 dan berpangkalan di Air Itam Aceh Utara, bersama Wadan Yon Linud 100/ PS, Dan Yon 113/JS menerima Surat perintah dari Danrem 011/LL Kolonel Inf Safnil Armen SH melalui Surat Telegram (STR), kemudian perintah itu juga diterimanya secara lisan dari Danrem ketika bertemu di rumah kediaman Danrem.
Perintah lisan itu, katanya, antara lain berbunyi: Cari, temukan, dekati dan tangkap Tgk Bataqiah dan pengikutnya.
Dalam pertemun di kediaman Danrem itu, kata saksi, Kasi Intel Korem Letkol Sujono, juga hadir dan memaparkan situasi kondisi di Beutong Ateuh secara rinci yang disebutkan, di Beutong Ateuh ada kegiatan gerombol bersenjata oleh Tgk Bantaqiah dengan 300 orang pasukannya bersenjata api. Bahkan juga disebutkan Tgk Bantaqiah menyimpan 100 pucuk senjata api.
Keterangan saksi ini langsung ditimpali oleh Majelis hakim, "Apakah dalam pertemuan itu, Danrem ada memerintahkan untuk menembak ataupun membunuh Tgk Bantaqiah dan pengikutnya?" "Tidak ada perintah bunuh dari Danrem," tegas saksi. Atas pernyataan saksi itu, majelis hakim merasa belum puas lalu memperingatkan saksi. "Saudara tadi sudah mengucapkan janji di persidangan ini. Perlu saudara ketahui bahwa janji yang saudara ucapkan ini akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan," ujar Majelis hakim.
Menjawab pertanyaan hakim, saksi lebih lanjut mengungkapkan, sebelum operasi dilaksanakan, ia bersama tim pasukan lainnya telah menerima perencanaan operasi dari Letkol Sujono, sedangkan susunan tugas Operasi diberikan oleh Letkol Asrul (Kasi Ops Korem 011/LL).
Setelah mendapat perintah itu, menurut saksi ia telah mengadakan briefing dengan anggota pasukan yang berjumlah 122 personil dari berbagi kesatuan yang dilibatkan dalam operasi tersebut di Batalyon 113/JS di Bireuen. "Dalam briefing itu, saya telah mengingatkan seluruh anggota pasukan supaya melaksanakan tugas dengan baik, dan saya minta untuk tidak menembak wanita dan anak-anak," kata saksi.
Saksi menyatakan, tim operasi ke Beutong Ateuh itu dibagi dua. Satu tim berangkat dari Takengon lewat Angkup, dan satu tim lagi lewat Isaq bersama Letkol Sujono. "Saya baru ke lokasi setelah dua hari pasukan diberangkatkan."
Ketika sudah berada di lokasi, kata saksi, ia mengetahui bahwa Dan Ki-nya Kapten Anton (terdakwa I) didampingi Dan Ton Letda Maychel Asmi bersalaman dengan Tgk Bantaqiah. "Waktu itu saya berada di seberang sungai sekitar 150 meter dari dayah dan saya lihat dengan jelas, Kapten Anton bersalaman dengan Tgk Bantaqiah, Tak lama kemudian saya lihat Letkol Sujono merapat ke Tgk Bantaqiah." ujar saksi.
"Pertemuan itu dilaporkan ke saya melalui HT oleh Kapten Anton dan ia minta perintah lebih lanjut. Dan saya perintahkan, supaya melakukan penggeledahan." kata Letkol Heronimus, seraya menambahkan tak lama kemudian secara terputus-putus ia mendengar panggilan dari Letkol Sujono melalui HT. "Yang saya dengar waktu itu dari Letkol Sujono hanya menyebutkan nama Tgk Bantaqiah dan selanjutnya saya dengar kata bunuh. Karena kalimatnya tak utuh saya terima, tidak saya jawab," tambah saksi.
Menjawab pertanyaan Majelis hakim, penuntut umum dan tim pembela tentang penembakan Tgk Bantaqiah dan pengikutnya, saksi menyatakan, ketika itu terdengar suara tembakan ke arah anggotanya dan selanjutnya saksi melihat ada tiga laki-laki dengan rencong terhunus mengejar Kapten Anton yang sudah mencapai jarak dekat sekali. "Saya perkirakan jaraknya sekitar dua meter Pak hakim," kata saksi.
Waktu itulah Kapten Anton mundur menghindar dan terdengar tembakan satu-satu. Dan ketika tembakan itu semua orang yang berada di halaman dayah itu semuanya saya lihat tiarap. "Tak lama kemudian, saya minta semua anggota saya yang berada di tempat itu mundur dan kemudian dilakukan konsolidasi di tempat saya berada. Setelah dilakukan konsolidasi ternyata semua anggota saya lengkap. Dan waktu itu pula saya dengar dari Kapten Anton bahwa ada 31 korban meninggal di tempat itu."
Pukul 16.00 WIB saksi mengaku berkoordinasi dengan Wadan Yon Linud 100 yang berada di kawasan itu supaya dilakukan pemakaman dengan meminta bantuan warga setempat. "Saya tak tahu kalau ada korban yang luka-luka, karena saya tak melihat ke lokasi tersebut. Saya juga tidak tahu kalau korban-luka-luka dibawa dengan truk oleh Letkol Sujono. Saya baru tahu ada korban luka-luka tersebut, setelah saya berada di markas Air Itam, itupun saya ketahui dari membaca koran," kata saksi.
Setelah pemakaman selesai, saya perintahkan Kapten Anton untuk melakukan penggalian di sekitar dayah dan dalam Meunasah yang ada di tempat itu, karena dicurigai menyimpan 100 pucuk senjata. "Setelah digali, ternyata 100 pucuk senjata yang dicari itu tidak ditemukan," ujar saksi.
Beberapa saat kemudian, kata saksi, ia mendengar dari Letkol Sujono melalui HT bahwa tim yang dipimpinnya sudah menemukan empat pucuk senjata api.
Menyangkut kehadiran terdakwa Taleb Aman Suar dalam tim operasi tersebut, saksi mengakui tidak melihat terdakwa berada dalam pasukan penyergap di depan dayah Tgk Bataqiah. Tapi saksi mengakui melihat terdakwa ketika berada di Kompi Yon 113/JS di Lampahan, Aceh Tengah.
"Apakah terdakwa Taleb Aman Suar ada membawa senjata," tanya J Silaban dari Tim Pembela terdakwa. "Saya tidak melihat dia membawa senjata. Tapi saya lihat ketika di Lampahan ia mengenakan seragam loreng," kata saksi.
Sidang yang memakan waktu 165 menit itu, ditutup ketua majelis Hakim dengan meminta agar persidangan selanjutnya untuk menghadirkan saksi lebih banyak lagi. Sesuai permintaan JPU, sidang diundurkan sampai Sabtu (29/4) mendatang. Namun, sebelum menutup sidang ketua majelis menyatakan, bahwa sidang Sabtu mendatang akan berlangsung sampai pukul 17.00 WIB, dengan istirahat waktu shalat Zhuhur. (tim)




Wanita Penjual Nasi Ditembak

Serambi-Meulaboh
Seorang ibu rumah tangga yang membuka warung nasi di Desa Keude Krueng Sabe, Aceh Barat, Rabu (26/4) pagi, ditembak orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor Honda Astrea Grand. Peristiwa itu membuat suasana pasar panik, dan para pedagang yang baru saja membuka usahanya langsung kembali menutup toko, sedangkan yang ingin berbelanja lari terbirit-birit menyelamatkan diri.
Korban bernama Siti Fakdiah (35) penduduk Keude Krueng Sabe itu, dilaporkan mengalami luka tembak di bagian leher. Kondisinya masih sangat kritis. Siang kemarin isteri dari Ismail itu langsung dilarikan ke Banda Aceh yang sebelumnya korban sempat dirawat di Puskesmas Calang.
Kasubsektor Aceh Barat Letkol Pol Drs Satriya Hari Prasetya kepada Serambi mengatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan kasus penembakan yang terjadi di Pasar Krueng Sabe itu. "Kita belum mengetahui motif penembakan itu dan pelukanya akan terus kita buru," tandasnya.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari saksi mata, kata Prasetya, pelaku penembakan itu datang dengan kendaraan roda dua Astrea Grand dari Banda Aceh berboncengan dengan temannya. Sesampai di depan warung itu, salah seorang di antaranya turun dari kendaraan dan langsung masuk ke dalam. Sedangkan temannya menunggu di atas kendaraan yang siap tancap gas.
Sesampai di dalam warung, tanpa bicara orang tak dikenal itu langsung mengeluarkan senjata pistol, kemudian melepaskan tembakan ke arah Siti Fakdiah dan mengena bagian leher korbam. Setelah melepaskan satu kali tembakan orang tak dikenal itu langsung keluar dan melarikan diri bersama temannya ke arah Meulaboh.
Mendengar suara letusan senjata, masyarakat yang berada di sekitar TPK dan pasar Krueng Sabe menjadi panik karena insiden penembakan itu terjadi persis di depan orang ramai. Mereka yang sedang berbelanja di pasar menjadi panik dan lari terbirit-birit tak tentu arah menyelamatkan diri dan pedagang yang baru membuka usahanya langsung menutup toko masing-masing.
Karena warga takut dan panik, korban Siti Fakdiah yang tergeletak di dalam warungnya tidak sempat diberi pertolongan dan ia hanya ditemani pembantunya. Setelah situasi aman dan pasukan Brimob BKO di Mapolsek Kruen Sabe tiba di TKP, barulah masyarakat berani keluar memberi pertolongan membawa lari korban ke Puskesmas Calang berjarak sekitar 8 kilometer dari Keude Krueng Sabe. Karena kondisi sangat kritis siang kemarin korban dibawa ke Banda Aceh.
Menurut Kasuksektor Aceh Barat, pihak kepolisian berupaya keras mengungkapkan kasus penembakan itu. Karenanya, kepada masyarakat diminta agar memberi informasi yang akurat indentitas pelaku penembakan ibu rumah tangga tersebut. "Mari bersama-sama kita tegakan kebenaran demi terciptanya sebuah kedamaian dan ketenangan. Tanpa bantuan dari masyarakat sangat sulit semua kejahatan bisa diungkapkan," harapnya.(tim)




Markas GAM di Kluet Digerebek, Satu Sipil Tewas

Serambi-Tapaktuan
Puluhan aparat Brimob BKO beserta anggota Polsek Kluet Utara dan Polres Aceh Selatan, Selasa (25/4) sore, melancar penggerebekan ke markas GAM lokasi Desa Paya Atek, Kluet Utara. Dalam peristiwa tersebut, menurut Wakapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal kepada Serambi, kemarin, salah seorang anggota GAM tewas dalam insiden baku tembak.
Sementara sekitar lima orang anggota kelompok tersebut berhasil melarikan diri dengan memboyong senjata api yang digunakan korban. Korban yang tewas, menurut Wakapolres Mayor Pol Drs Supriadi Djalal, kemudian diketahui bernama Hasbi (20), warga Desa Paya Atek. "korban telah diserahkan kepada anggota keluarganya. Sedangkan dari pihak kita (polisi) tak ada yang jatuh korban," jelasnya.
Aksi penggerebekan lokasi yang dijadikan markas GAM itu, menurut Mayor Supariadi Djalal dilancarkan sekitar 14.30 WIB dengan mengerahkan puluhan anggota Brimob BKO serta anggota Polsek Kluet Utara. Pasukan bergerak dengan truk dari Desa Teupin Gajah (lintasan jalan raya) menuju Desa Paya Atek (arah gunung).
Begitu tiba di lokasi yang dituju, katanya, pasukan polisi dihadang sekitar enam sipil bersenjata. Lalu, terjadi baku tembak yang mengakibatkan salah seorang kelompok penghadang tewas kena tembakan aparat. Menurut polisi, korban yang tewas itu sebelumnya mengunakan satu pucuk senjata api laras panjang, namun senjata tersebut berhasil dibawa kabur teman-temannya.
Sumber Serambi di Kluet Utara membenarkan adanya aksi penyisiran dengan mengerahkan puluhan aparat polisi yang diangkut dengan beberapa truk dan sepeda motor -- termasuk pasukan dari Polres di Tapaktuan-- menuju Paya Atek, kawasan agak terpencil di Kecamatan Kluet Utara. Tapi sumber itu mengatakan tak ada kontak senjata antara kelompok sipil bersenjata dengan aparat polisi.
Kedatangan aparat dalam jumlah besar ke lokasi itu membuat warga daerah itu panik. Sebagian besar buru-buru menutup pintu dan mengurung diri dalam rumah. Warga yang kebutulan berada di luar berlarian menuju rumah atau menghindar ke lokasi lain yang dianggap aman. Dalam penyisiran di lokasi, menurut keterangan yang diperoleh, salah seorang warga tertembak aparat, ketika menghindar karena takut kepada aparat.
Informasi itu dibantah Wakapolres, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal. "Korban tewas ditembak dalam kontak senjata dengan aparat. Korban sendiri memegang senjata api, tapi berhasil dibawa kabur temannya, begitu korban jatuh kena tembakan," jelas Wakapolres.
Meninggal
Sementara itu, Serda Pol Deddy Safari (21), anggota Brimob BKO di Polsek Kluet Selatan, yang mengalami luka tembak setelah diberondong gerilyawan GAM, Sabtu (15/4) pekan lalu, dilaporkan meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Polda Sumatera Utara, Rabu (26/4) pagi kemarin. Menurut Mayor Pol Drs Supriadi Djalal mengatakan jenazah korban siang kemarin diterbangkan ke Jakarta. Korban meninggalkan karena mengalami luka parah pada pinggang kanan tembus ke kiri.
Penembakan anggota Brimob yang di-BKO-kan di Polsek Kluet Selatan itu terjadi sekitar pukul 11.00 WIB pada hari Sabtu, pekan lalu di kawasan jalan Dusun Padang (bukan dusun Paya Laba-red), Desa Rundeng, Kecamatan Kluet Selatan.
Saat kejadian, anggota Brimob yang mengendarai sepeda motor dalam perjalanan pulang menuju markas di Kandang, pusat kecamatan, setelah melakukan penggerebekan sebuah rumah penduduk kawasan Kluet Selatan yang diduga dijadikan sebagai markas GAM.
Begitu tiba di lokasi di kawasan Dusun Padang, ia diserang dengan senjata api sehingga Serda Deddy Safari menderita luka dari pinggang kanan tembus ke kiri. Sementara salah seorang anggota lainnya (teman korban) mengalami luka-luka lecet akibat terjatuh bersama kendaraan setelah diberondong.(tim)




Komnas HAM Beberkan Temuan di Matangkuli

Serambi-Banda Aceh
Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh, Rabu (26/4), membeberkan hasil investigasinya tentang perkosaan, perampasan, dan tindakan kekerasan terhadap sejumlah warga desa Alue Lhok, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, pada Selasa (7/3).
"Berdasarkan temuan di TKP, benar telah terjadi operasi militer oleh pasukan TNI-AD pada 1 sampai 3 Maret 2000 di Desa Alue Lhok, Desa Seunebok Aceh, dan Desa Buket Pidie," kata Drs Maimul Fidar, saat mengungkapkan hasil investigasi awal yang berlangsung 2 dan 3 April 2000.
Dalam konferesi pers di Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh, Maimul Fidar yang bertindak selaku Ketua TPF memaparkan fakta-fakta yang bersumber dari pengakuan korban, keterangan saksi, hasil wawancara dengan warga setempat, serta analisis investigatif yang dilakukan TPF.
Dari hasil temuan TPF Matangkuli, terungkap indikasi pelaku yang antara lain; datang dari arah Cot Girek dengan berjalan kaki, menggunakan seragam militer, menggunakan bahasa Indonesia logat luar Sumatera, menggunakan alasan penggeledahan terhadap rumah korban untuk mencari anggota GAM atau senjata, dan mengancam menembak korban serta membawa korban atau suaminya ke Cot Girek bila permintaan tak dipenuhi.
Indikasi lainnya, lanjut Ketua TPF Matangkuli tersebut, sepanjang perjalanan menuju Desa Alue Lhok -- baik dari wilayah Line Pipa, wilayah Tanah Luas hingga Cot Girek -- ditemui pos-pos aparat keamanan dari unsur TNI-AD dan Polri. Sehingga wilayah tersebut steril terhadap pihak lain yang ingin memasuki wilayah TKP tanpa diketahui aparat keamanan.
"Selanjutnya, senjata yang digunakan pelaku adalah senjata laras pendek (pistol) dan senjata laras panjang yang terdapat pita dan kain merah darah seperti yang digunakan TNI-AD," sebut Maimul Fidar di hadapan para wartawan.
Berdasarkan temuan TPF, tercatat sejumlah korban perkosaan: Nrm (24) dan Mrn (19), korban penjarahan/perampasan: Nd (55), Hfs (38), Fat (40) dan Mrn (19), saksi perkosaan/korban penganiayaan: ibu Mrn, Zk (35) suami Mrn, Sim (18), dan Mtd (30) suami Nrm, saksi penjarahan/perampasan: Mh II (15), Az (21), dan sejumlah warga lainnya. Dua korban perkosaan dan pelecehan seksual yang tak berhasil ditemui TPF An (16) dan Lt (35).
Ditambahkan, tindak perkosaan, perampasan, dan tindakan kekerasan terhadap sejumlah warga Alue Lhok Matangkuli pada Selasa (7/3) telah mengakibatkan masyarakat trauma dan menciptakan ketakutan yang sistemik di kalangan warga. Indikasinya, kata Maimul, masyarakat menghindar bila ada pendatang asing, laki-laki melarikan diri, malam hari warga mengungsi ke hutan, dan korban perkosaan mengungsi ke beberapa desa yang jauh dari Alue Lhok.
Pada kesempatan yang sama, juga dibeberkan modus operandi dilakukan, yakni pelaku menggeladah rumah korban dengan menggunakan alasan operasi untuk mencari GAM dan senjata, penghuni laki-laki diancam dan dipaksa keluar serta diikat dengan kabel antene TV di bawah todongan senjata.
Penghuni rumah juga diminta mematikan lampu kecuali lampu kecil dengan alasan prosedur standar operasi malam, perempuan diinterogasi, diperintah masuk kamar, diperkosa di bawah todongan pistol, dan diancam. Pelaku menggunakan topeng shebu dan menutup identitas kesatuan, serta terhadap korban penjarahan pelaku selalu menggunakan alasan untuk kepentingan dana operasi.
"Berdasarkan analis investigasi terhadap kasus tersebut, TPF menyimpulkan kejahatan yang dilakukan merupakan pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam crime againts humanity (kejahatan kemanusiaan), baik diatur dalam undang-undang nasional maupun konvensi internasional," katanya melanjutkan.
Usai menyampaikan kepada para wartwawan, hasil temuan TPF diserahkan ke Kepala Perwakilan Komnas HAM Aceh, Iqbal Farabi SH. Personil yang terlibat aktif dalam Tim TPS Matangkuli antara lain, Drs Maimul Fidar (ketua), Otto Syamsuddin Ishak (wakil ketua), Rufriadi SH, Jamalul Kamal Farza SH, Ernita Kahar SPd, dan Nursiti SH sebagai anggota.
Iqbal Farabi kepada wartawan menjelaskan, berdasarkan hasil temuan itu pihaknya akan mendesak Komnas HAM agar membentuk tim yang punya wewenang luas untuk melakukan penyelidikan. "Proses ini tetap kita jalankan dan akan butuh waktu 2-3 hari untuk assigment laporan, yang selanjutnya segera kita kirim ke pusat. Dari hasil penyelidikan, Komnas HAM nanti menyerahkan berkas ke kejaksaan," katanya.(tim)




Anggota DPRD Aceh Tetap Peroleh Rp 5 Juta/bulan

Serambi-Banda Aceh
Anggota DPRD I Aceh akan tetap memperoleh pendapatan Rp 5 juta per bulan, karena angka itu ternyata masih juga diusulkan dalam RAPBD tahun 2000 ini. Padahal sebelumnya, kalangan Dewan mengatakan tidak bersikeras memperoleh sejumlah tersebut, setelah mendapat kecaman keras dari rakyat Aceh.
Wakil Ketua Tim Perumus Panitia Anggaran DPRD I Aceh, Drs Zaini Z Alwy, kepada Serambi kemarin, berdalih meski jumlahnya tetap Rp 5 juta, namun itu sudah termasuk uang kesehatan, transportasi, uang sewa rumah, dan uang beras. Sedangkan kenaikan gaji hanya naik Rp 1 juta, yaitu dari Rp 2 juta menjadi Rp 3 juta.
Menurut Zaini, kenaikan gaji dewan itu disetarakan dengan kenaikan tunjangan esalon IIIA di kalangan PNS. Tapi, meski eselon IIIA, tunjanganya Rp 1 juta, namun dengan gajinya sekitar Rp 900 ribu, maka total pendapatannya pejabat eselon IIIA itu, di bawah Rp 2 juta. Masih sangat jauh dengan total anggota dewan yang terhormat Rp 5 juga per bulan.
Alasan pemberian fasilitas kenaikan uang kesehatan, transportasi dan uang sewa rumah, menurut Zaini, karena sebagian besar anggota dewan yang duduk di DPRD Tk I ini berasal dari daerah. Mereka harus sewa rumah lagi di Banda Aceh. "Ini merupakan hal yang lazim dan berlaku pada lembaga perwakilan rakyat lainnya, tapi besaran nilainya saja yang berbeda," kata Zaini.
Meskipun begitu, tambah Zaini, pendapatan yang begitu besar itu, baru akan diterima, bila kemampuan kondisi keuangan daerah memungkinkan untuk membayarnya. "Tapi bila tidak mampu, kami juga tidak memaksa, kendati dalam pengesahannya nanti berada di tangan dewan," tandasnya.
Zaini juga mengatakan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki dewan, tidak akan dimanfaatkan untuk berbuat yang sewenang-wenang seperti meminta gaji tinggi-tinggi. Usulan kenaikan gaji, dan beberapa fasilitas tunjangan lainnya itu, berdasarkan aturan yang berlaku saat ini. Karena itu, bila dewan melakukan penyimpangan dalam pengajuan anggaran rutinnya dalam penyusunan RAPBD 2000 nanti, rakyat dan eksekutif berhak memprotesnya.
Beli mobil
Ditanya besarnya anggaran untuk DPRD Rp 11,6 milyar untuk waktu sembilan bulan saja, Zaini mengatakan, membengkaknya usulan anggaran dewan tersebut seperti yang pernah diutarakan Wakil Ketua DPRD Aceh Bidang Anggaran Moersyid Minosra sebelumnya, yakni bertambahnya anggota, sehingga membuat anggaran operasional rutin dewan jadi naik.
Uang dewan sebesar Rp 11,6 milyar itu, sebut Zaini, lebih banyak untuk non gaji. Misalnya untuk pembelian mobil ketua komisi, fraksi, serta wakil ketua yang belum mempunyai mobil dinas. Selain itu, untuk biaya rutin operasional gedung, dan perjalanan ke daerah. Sedangkan untuk gaji dan empat tunjangan tadi, untuk kebutuhan sembilan bulan dengan jumlah anggota 55 orang, totalnya senilai Rp 2,475 milyar.
Dan perlu didiketahui, tegas Ketua Komisi D (Bidang Pembangunan) itu, dengan pendapatan baru dalam pelaksanaan sidang-sidang, dewan tidak lagi menerima uang sidang.
Penerimaan senilai itu, katanya, bila dibandingkan penerimaan yang diterima anggota dewan daerah lain, masih relatif rendah.
Menyinggung soal usulan permintaan pembelian mobil pribadi para wakil rakyat Rp 100 juta/orang, Zaini mengatakan, hal itu masih dalam pembicaraan dewan dengan gubernur.
Sementara itu, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Ekonomi Kerakyatan Aceh (LSM PEKA), T Kamal Sulaiman, yang dimintai tanggapannya mengenai usulan anggaran dewan itu mengatakan, bila kinerja dewan sudah maksimal wajar mereka menerima gaji dan tunjangan yang memadai. Tapi kenyataan selama ini, belum lagi menunjukkan legitimasi dan pembelaan yang besar kepada rakyat, sudah minta gaji dan tunjangan yang besar.
Untuk menerima gaji dan tunjangan tersebut di atas, dewan perlu menunjukkan kinerjanya dulu terhadap pengawasan pembangunan yang dilaksanakan eksekutif. Kondisi ekonomi rakyat yang masih terpuruk ini perlu dibangkitkan kembali, melalui sikap proaktif mereka menekan lembaga yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Begitu juga soal gangguan keamanan.
Jadi anggota dewan, katanya, jangan hanya pintar gomong, tapi harus bisa membuktikan apa yang diomongi itu menjadi pembelaan bagi rakyat yang sedang tertindas. Bila itu bisa dilakukan, maka legitimasi rakyat terhadap dewan akan semakin tinggi. "Tidak seperti saat ini, hanya beberapa orang saja yang membela rakyat, selebihnya diam dan hanya menunggu gaji bulanan," ujar Kamal
RAPBD Aceh tahun 2000 Rp 240,156 milyar dengan rincian Rp 173, 185 milyar untuk pembangunan dan Rp 66,970 milyar untuk anggaran rutin. Pengeluaran terbesar antara lain untuk kesehatan Rp 19, 074 milyar dan pendidikan Rp 19,586 milyar. (her)




KMPPMA II Ditunda Hingga 27 Mei, GAM Tetap Menolak

Serambi-Medan
Kongres Mahasiswa Pemudan pelajar dan Masyarakat Aceh (KMPPMA II) yang dijadwalkan selama lima hari sejak 30 April 2000, ditunda pelaksanaanya sampai 27 Mei 2000, kata Ketua Panitia, HM Nur Nikmat, kepada pers di Medan, Rabu.
Nur Nikmat, menjelaskan, lokasi kongres yang semula di Asrama Haji Pangkalan Mansur Medan, dipindahkan ke Sumatera Village Resort, kawasan Tuntungan, berjarak sekitar dua kilometer dari Asrama Haji lokasi semula, atau 15 km dari pusat kota Medan.
"Tidak ada perubahan selain waktu dan tempat dari jadwal semula," ucap Nur Nikmat, dengan menambahkan bahwa penundaan pelaksanaan kongres itu guna lebih optimalnya hasil kongres yang akan direalisir oleh Badan Pekerja Kongres (BPK-KMPPMA)
Menjawab pertanyaan alasan lain penundaan kongres yang akan dihadiri sekitar 600 peserta tokoh masyarakat strategis dari dalam dan luar Aceh itu, Nur Nikmat, menyebutkan tidak ada tekanan dari pihak manapun, baik pemerintah maupun kelompok Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM).
"Haram mampus, dalam pelaksanaan kongres ini saya tidak mau dan tidak takut ancaman dari AGAM itu," ucap Nur Nikmat, menjawab pertanyaan wartawan tentang adanya ancaman dari pihak AGAM yang tidak menyetujui pelaksanaan KMPPMA yang sempat tertunda dua kali.
Diberitakan, AGAM melalui jurubicaranya, Ismail Saputra, menyebutkan mengecam pelaksanaan KMPPMA yang diketuai oleh Nur Nikmat, dengan dalih tidak aspiratif dan mengancam keselamatan para peserta kongres terutama yang berasal dari Aceh.
"Saya tidak yakin AGAM mau membunuh saudaranya sesama orang Aceh dan seiman Islam, karena ikut kongres yang justru untuk mencari solusi agar orang Aceh tidak menjadi sasaran penindasan dan pembunuhan seperti yang terjadi selama ini," ucap Nur Nikmat.
"Hendaknya AGAM tidak melakukan berbagai tekanan dan ancaman terhadap rakyat yang selama ini telah menjadi korban sia-sia akibat perseteruannya dengan pihak pemerintah TNI/Polri," katanya.
Makanya dalam pelakasanaan KMPPMA nanti pihak pemerintah dan AGAM tidak diundang, karena dalam budaya Aceh, untuk mendamaikan atau mencari solusi terhadap dua atau lebih pihak yang bersiteru, maka mereka tidak dihadirkan dalam penyelesaian perdamaian itu.
Menjelaskan tentang izin kongres, Nur Nikmat, menyebutkan, tidak ada masalah lagi, karena izin yang sudah disetujui oleh Muspida Sumatera Utara tetap berlaku sampai pelaksanaan kongres.
Dalam KMPPMA ke II setalah kongres yang sama tahun 1956 di Medan, akan berbicara antara lain Prof DR M Riyaas Rasyid, Prof DR HM Amin Rais, Prof DR T Jacob dan Prof DR T Ibrahim Alfian dari Yogyakarta, akan diliput seluruh perwakilan pers asing yang ada di Indonesia selain pers dalam negeri.
GAM menolak
Berkaitan dengan akan diselenggarakannya MRA di Medan itu, sejumlah pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mengeluarakan pernyataan senada yang intinya menolak acara itu. Mereka menilai MRA hanya sebuah "sandiwara" yang ujung-ujungnya "mematahkan" perlawanan rakyat Aceh.
Pimpinan AGAM Wilayah Batee Iliek, Tgk Darwis Djeunieb mengatakan MRA itu sebagai rekayasa pihak Jakarta bersama "kaki tangan" yang orang Aceh. Di mata Darwis MRA taka lebih dari upaya menipu Aceh untuk kesekian kali.
Sedangkan juru biacara Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) Tgk Ismail Syahputra mentatakan, "Kongres merupakan permainan kaum elite politik yang ada di Jakarta, Medan, dan Banda Aceh, bukan untuk kepentingan rakyat Aceh."
Berbicara melalui saluran telepon ke redaksi Serambi, tadi malam, Ismail Syahputra menegaskan, GAM tetap tidak mengakui MRA di Medan. Sebab, persoalan Aceh harus diselesaikan rakyat Aceh, dan itu mesti dilakukan di daerah Aceh.
Ismail mengatakan, pelaksana MRA di Medan itu adalah "panglima tibang" yang tidak perlu diikuti. "Itu pekerjaan 'panglima tibang' untuk memecah belah rakyat Aceh guna mencari keuntungan pribadi," katanya.
Oleh karena itu, Ismail Syahputra, Darwis Djeunieb, dan Ayah Sofyan (Pimpinan GAM Aceh Besar), dan Abu Said (Pimpinan GAM Wilayah Pasee) dalam nada yang sama bermohon kepada masyarakat Aceh mengikuti acara itu supaya membatalkan niatnya. GAM juga menyatakan tak bertanggung bila terjadi sesuatu terhadap orang-orang mengikuti acara itu. (tim)



Tiga Bangunan Terbakar di Bireuen

Serambi-Lhokseumawe
Tiga bangunan usaha dan tempat tinggal milik Hanafiah (46) di Desa Lhok Awe Teungoh, Kecamatan Jeumpa, Bireuen, Rabu (26/4) sore, hangus terbakar. Pihak kepolisian menyebutkan, kobaran api bersumber dari percikan dinamo pembersih kapas.
Musibah yang mengakibatkan gudang kapas, perabotan, dan rumah tempat tinggal Hanafiah cuma tinggal rangka, dilaporkan, terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Kala itu, di gudang kapas milik korban sedang berlangsung proses pembersihan kapas untuk pembuatan tilam dan bantal.
Namun, di luar dugaan dari dinamo pembersih kapas itu keluar percikan api yang menyambar tumpukan kapas dan merambat ke gudang perabotan dan selanjutnya rumah tinggal korban yang berada dalam satu lokasi.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, memastikan peristiwa itu murni musibah kebakaran bukan tindak pidana pembakaran. "Dari inventarisasi awal, kerugian sementara ditaksir mencapai Rp 200 juta," sebut kapolres.
Dikabarkan, api berkobar secara cepat memangsa bagian-bagian bangunan milik korban. Namun, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. (tim)



Dihalau Tembakan, Pembakar Rumah Polisi Kabur

Serambi-Lhokseumawe
Sekelompok pelaku percobaan pembakaran rumah polisi di Desa Cot Seurani Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, lari terbirit-birit setelah pemilik rumah melepaskan dua kali tembakan pada saat mereka sedang menyiramkan minyak ke dinding rumah. Kendati pelakunya tidak berhasil dibekuk, tapi rumah permanen tersebut luput dari kobaran api.
Para pelaku yang diperkirakan lebih dari tiga orang, mulai melakukan aksinya sekitar pukul 20.30 WIB, Selasa (25/5), saat pemilik rumah Serma Hamzah dan keluarganya sedang terlelap. Mendengar bunyi keresek saat pelaku menjalankan aksi, Serma Hamzah terbangun dan melepaskan dua kali tembakan yang menembus kaca jendela. "Kami terkejut saat mendengar tembakan di tengah malam buta," ungkap seorang masyarakat setempat.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang dikonfirmasi, Rabu (26/4), membenarkan adanya percobaan pembakaran terhadap rumah anggotanya yang hanya terpaut 400 meter dari Polsek Muara Batu. "Namun rumahnya tidak sempat terbakar setelah anggota saya melakukan perlawanan dengan tembakan," kata Syafei yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan Kapten Pol AM Kamal.
Menurut Kapolres Syafei, Serma Hamzah menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Polsek Muara Batu. "Ia adalah asli putra daerah Krueng Mane," tambah Kapolres yang sangat menyesalkan percobaan pembakaran itu. Ia menyebutkan, Serma Hamzah terjaga setelah mendengar suara kegaduhan di luar rumahnya. Setelah mencium adanya upaya pembakaran rumah, Hamzah langsung melepaskan dua tembakan yang mengakibatkan kaca jendela bolong diterjang peluru. Sementara pelakunya langsung melarikan diri.
Para pelaku dilaporkan telah berhasil menyiram bensin yang dicampur dengan minyak tanah dan bubuk kopi di dinding dan kusen jendela. Pasca peristiwa itu, di sekitar rumah ditemukan delapan kantong plastik bekas sisa minyak.
Seorang warga Krueng Mane menyebutkan, Serma Hamzah adalah putra asli Aceh dan punya hubungan baik dengan masyarakat sekitar. "Apalagi istrinya seorang guru," katanya. Insiden tersebut merupakan salah keberhasilan penggagalan upaya aksi pembakaran yang selama ini meruyak di Aceh Utara.(tim)



Mobil Gegana Dihantam Bom

Serambi-Sigli
Mobil pasukan elit gegana yang sedang melakukan patroli rutin di lintas jalan Kota Sigli-Jabal Ghafur dihantam bom rakitan yang sengaja diledakkan kelompok Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) di kawasan Desa Melayu Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie, Rabu (26/4).
Aksi penghadangan yang terjadi sekitar pukul 13.00 Wib membuat suasana menjadi mencekam. Terutama bagi warga sekitar dan masyarakat Kecamatan Mila dan Sakti. Karena masyarakat tidak bisa bergerak, karena sedang terjadi keributan antar dua pihak bersenjata. Bahkan dilaporkan ujian mahasiswa Unigha sempat tertunda.
Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin mengatakan siang itu sebanyak tiga mobil masing-masing jenis panser (rantis), Feroza, dan jenis Kijang. Mobil Kijang yang berjalan paling belakang bagian depannya hancur dihantam bol rakitat. "Kerugian untuk memperbaiki mobil itu mencapai Rp 10 juta," kata Bagus.
Sedangkan rantis dan Feroza Hitline yang juga dipakai pasukan gegana, kata Bagus, berjalan arah paling depan. Sehingga dua mobil tersebut luput dari ledakan bom rakitan. Namun, Bagus mengatakan dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa dari kedua belah pihak.
Menurut Bagus, bom rakitan diduga sudah duluan ditanam di atas badan jalan propinsi tersebut oleh kelompok AGAM. Karena bom itu sengaja diledakkan ketika mobil aparat berada di kawasan itu. "Ini memang suatu pekerjaan yang sudah disengaja, tujuannya untuk melukai aparat gegana," katanya.
Bom rakitan, jelas Bagus, sudah duluan ditanam di badan jalan aspal itu. Kemudian kabelnya dihubungkan dengan para pelaku peledakan. Karena disekitar lokasi kejadian aparat menerima barang bukti berupa baterai dan sekitar 50 meter kabel. "Pasukan segera melakukan pengejaran, tapi kelompok AGAM sudah duluan kabur," katanya.
Pasca peristiwa itu aparat melakukan penutupan persimpangan jalan menuju lokasi kejadian. Bahkan, sweeping di jalan raya Banda Aceh-Medan di berbagai kecamatan ditingkatkan. "Pasukan semua selamat dan mobil yang sudah rusak kini juga sudah diamankan di Mapolres," tambah Bagus.
Juru bicara AGAM wilayah Pidie, Abu Razak mengaku bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Bahkan dengan tegas ia mengatakan semua itu sebagai peringatan. "Sejumlah dari mereka menjadi korban dan ini sebagai peringatan yang cukup ringan," kata Abu Razak kepada Redaksi Serambi, melalui saluran telepon tadi malam.
Sebenarnya, kata Abu Razak, pihaknya tidak bermaksud melakukan itu semua. Karena selama ini pihak AGAM mengaku sudah cukup bersabar, tapi aparat selalu menyakiti rakyat. Bahkan rakyat tak bersalah menjadi sasaran penculikan. "Kalau terus menyakiti rakyat, kami tidak segan-segan melakukan peringatan yang lebih besar," ingat Abu Razak.(tim)



DPRD Pidie Segera Bentuk Panitia Suksesi

Serambi-Sigli
Kendati komposisi DPRD masih dipertentangkan, namun pihak pimpinan dewan mengaku akan segera membentuk panitia suksesi guna menampung berbagai aspirasi. Sehingga, dalam minggu ini kran suksesi akan terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin maju. Sementara, sejumlah balon kini terlihat sibuk keliling kecamatan, guna menemui berbagai kalangan yang dapat membantu memuluskan mereka untuk menjadi calon bupati.
Kepastian akan dibentuk panitia suksesi dalam peukan ini dikatakan Wakil Ketua DPRD Pidie, Tgk H Nurdin Amin kepada Serambi, Rabu (26/4). Katanya, ia tidak mempermasalahkan adanya pertentangan tentang komposisi DPRD sekarang. "Kan tidak bersalah bila segera dibentuk panitia suksesi," katanya.
Kendati para pimpinan parpol sibuk mempermasalahkan tentang keberadaan DPRD sekarang, menurut H Nurdin, tidak ada problem dan rintangan jika dibentuknya panitia suksesi. Apalagi, DPRD yang ada sekarang masih sah berbuat untuk kepentingan daerah dan masyarakat.
Bila setelah terbentuknya panita nanti turunnya Keppres yang lain, menurut H Nurdin, maka masalah suksesi akan diserahkan kepada DPRD baru. Karena itu, ia meminta supaya tidak terjadi pertentangan dalam pembentukan panitia suksesi. Apalagi selama ini sudah banyak balon yang sudah mulai turun ke daerah.
Sejumlah balon, menurut H Nurdin, secara pribadi sudah menjumpainya dan sejumlah pimpinan partai politik. Namun, balon belum bisa bekerja secara resmi karena DPRD masih menutup pintu kepada mereka. Dengan dibukanya kran berarti semua aspirasi akan dapat diterima.
Sebenarnya, pembentukan panitia suksesi sudah lama terbentuk. Karena belum adanya kesepakatan antara pimpinan dan fraksi, sehingga pembentukan panitia suksesi terbentur. Karena, beberapa anggota dewan berpendapat agar terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pimpinan propinsi, sebelum terbentuknya panitia.
Walau pun kran suksesi belum dibuka, sejak sebulan lalu para balon mulai keliling kecamatan. Mereka melakukan pendekatan dengan sejumlah ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan pesantren. Para balon mencari dukungan agar lebih mulus menjadai salah seorang calon bupati.
Sejumlah balon juga sudah membangun posko dengan didukung sejumlah tim suksesnya di seputar Kota Sigli. Setiap saat posko tersebut diramaikan oleh para pendukungnya. Namun ada juga balon yang masih memilih kamar losmen sebagai tempat persinggahan. Bagi pendukungnya juga mendatangi losmen tempat sang balon menginap. Ini terutama bagi balon yang selama ini bertempat tinggal di luar daerah.
Jumlah balon bupati dan wakil bupati yang disebut-sebut akan maju pada pesta suksesi kali ini semakin ramai. Selain bupati sekarang Drs HM Djakfar Is MSi yang diperkirakan masih punya dukungan, juga sejumlah nama lain santer dibicarakan di tingkat elit politik dan tokoh masyarakat.
Mereka adalah Ir Abdul Kadir (Kadis Transmigrasi dan PPH Aceh Utara), Drs Sulaiman Abda (pengurus Koni Aceh), Drs H Muhammad Usman Msi ( birokrat Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Madya Banda Aceh), Azhar Amin SE, Msi (birokrat Bappeda Aceh), Drs Ibrahim Farabi (birokrat pada kantor Dinas Perkebunan Tk I Aceh), Mukhlis Yunus SE, MM (dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah), dan Ir Qudri Abdul Gani (dosen Fakultas Pertanian Unsyiah).
Selain itu juga santer dibicarakan nama Drs M Yusuf Ishaq (Ketua DPD Partai Golkar Pidie, Drs Tgk Yusri Ahmad (Ketua DPC PPP Pidie), Drs Jalaluddin Harun (Ketua PAN Pidie), Drs Yulizar Usman (birokrat Dinas P dan K Aceh), Drs Bustami Usman, SH Msi (birokrat Bappeda Pidie).
Sementara pada lapisan lain juga disebutkan nama Drs Salman Usman (birokrat Pembantu Gubernur Wil I), Drs Roesdy Azjhari (birokrat Pembantu Gubernur Wil I), Ir Ilyas Yacob (birokrat Kanwil PU Aceh), dr Ali Pasha Saman (pengurus DPP PPP Jakarta), dan Drs M Natsir Ahmad (Kepala Kantor PMD Pidie).(tu)



Truk Barang Mulai Beroperasi

Serambi-Tapaktuan
Kapolres Aceh Selatan menurunkan sebuah tim khusus ke polsek-polsek guna memberikan peringatan keras kepada aparat setempat untuk tidak sekali-kali melakukan pungli terhadap truk angkutan barang. Sementara aksi mogok awak truk barang di Aceh Barat/ Aceh Selatan yang berlangsung mulai 16 April lalu, sejak Rabu (26/4) kemarin, sebagian mulai tampak beroperasi kembali melayani trayek Meulaboh-Blangpidie-Tapaktuan-Medan.
Tim khusus yang diturunkan ke polsek-polsek di Aceh Selatan --termasuk Aceh Singkil-- merupakan tindak lanjut dari inspeksi mendadak (sidak) Wakapolda Aceh Kolonel Pol D Sumantyawan ke Tapaktuan, Aceh Selatan, Senin (24/4). Kolonel Pol D Sumantyan melakukan sidak sehubungan merebaknya sorotan masalah pungli terhadap truk angkutan barang, sehingga awak truk sepakat melakukan aksi mogok, karena tak sanggup menyediakan uang sebagai "salam tempel" di seluruh pos aparat sepanjang jalan raya.
Wakapolda Aceh, Kolonel Pol D Sumantyan, juga menjabat Dansatgas OSR III bertolak ke Aceh Selatan dengan heli kopter dan mendarat di dermaga pelabuhan Tapaktuan, Senin siang. Dari sini, Wakapolda menuju Mapolres Tapaktuan guna melakukan brifing menyangkut persoalan sangat aktual, soal pungli terhadap truk angkutan barang yang mencuat dalam hari-hari belakangan.
Menurut keterangan, dalam pertemuan dengan Kapolres, Komandan Brimob serta seluruh perwira polisi setempat, Kolonel Pol D Sumantyan sebagai utusan khusus dari Kapolda dengan keras memperingatkan semua anggota dari semua kesatuan Polri jangan coba-coba merusak citra polri, seperti melakukan praktek pungli di jalan raya. "Anggota yang terlibat perbuatan buruk itu ditindak tegas".
Kapolres Aceh Selatan melalui Wakapolres, Mayor Pol Supriadi Djalal ketika dihubungi via telepon, Rabu kemarin, membenarkan kunjungan mendadak Wakapolda ke Tapaktuan sehubungan mencuat isu pungli terhadap truk angkutan barang. Tindak lanjut dari sidak itu, Kapolres menurunkan tim khusus ke polsek-polsek, dimana dalam tim yang diturunkan itu termasuk Komandan Brimob.
Tim dengan misi khusus memberantas pungli di jalan raya itu, menurut Wakapolres, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal turun ke polsek-polsek, sejak Selasa (26/4) kemarin. Tim ini akan memberikan perintah keras untuk tidak sekali-kali melakukan praktek pungli sebagaimana dikeluhkan awak truk barang, akhir-akhir ini.
Tim dari Polres Aceh Selatan itu juga melakukan pemantau langsung di lapangan menyangkut isu praktik pungli di jalan raya, kemudian hasilnya segera dilaporkan kepada Kapolda. "Dari kita (pimpinan) sudah jelas tak akan mentolerir praktik pungli. Anggota yang terbukti terlibat pasti dikenakan sanksi keras dari pimpinan," tegasnya
Sementara itu hasil pengamatan Serambi, awak truk angkutan barang di Aceh Barat/Aceh Selatan yang sepakat melakukan aksi mogok mulai tanggal 16 April lalu, sejak Rabu (26/4) kemarin, sebagian mulai tampak beroperasi melayani trayek Meulaboh-Blangpidie-Tapaktuan-Medan.
Truk ukuran sedang (Colt Disel) dan badan lebar (Fuso) tampak berjalan secara berkonvoi, antara empat sampai tujuh unit menuju Medan. Kendaraan yang tiba-tiba menjadi langka di jalan raya ini bergerak dari Meulaboh, Aceh Barat, selain dari Blangpidie, Aceh Selatan, sendiri. Tapi sejauh ini belum diperoleh informasi secara pasti apakah kepada truk ini masih dikenakan pungli atau tidak samasekali.
Ketua DPC Organda Aceh Selatan, Umar Bahar yang dihubungi secara terpisah kemarin, kembali mengimbau awak truk barang untuk beroperasi seperti biasa. Diakuinya, truk angkutan barang sebagian besar telah beroperasi kembali. "Bila ada kendala dalam perjalanan, kami minta supaya dilaporkan secara resmi kepada Organda," kata Umar Bahar yang bermarkas di kota Blangpidie ini.
Ditanya tentang pungli sangat meresahkan awak truk barang, sampai-sampai mereka sepakat melancarkan protes melalui aksi mogok, Umar Bahar mengatakan, aksi mogok yang telah berlangsung beberapa hari itu tidak pernah dilaporkan secara resmi kepada pihak Organda. "Kami terkejut, bengitu mengetahui truk mogok".
Kendati bengitu, Umar Bahar dalam kapasitasnya sebagai Ketua Organda telah menyampaikan keluhan awak truk itu dalam pertemuan dengan unsur Pemda dan anggota DPRD Aceh Selatan di Tapaktuan, beberapa hari lalu. Permasalahan yang sama juga telah dibicarakan dengan Asisten II Setda Aceh Selatan, Drs Zayrul Musqie, kemarin di Tapaktuan.
Lantaran Bupati Ir T Machsalmina Ali dan unsur Muspida sampai, kemarin masih berada di luar daerah, maka masalah itu akan dibicarakan dalam rapat muspida setelah bupati kembali dari tugas luar daerah. Karena itu Ketua Organda, Umar Bahar mengimbau kepada seluruh pengusaha truk angkutan barang untuk mengoperasikan kendaraannya seperti biasa.
Bila terus melakukan aksi mogok, kata Umar Bahar, dampaknya buruk terhadap perekonomian. Masyarakat sangat menderita setelah harga kebutuhan pokok di pasaran melambung tinggi, setelah terputus distribusi dari Sumatera Utara. Karena sebagian besar kebutuhan masyarakat Aceh Selatan/Aceh Barat didatangkan dari pasaran Medan.
Apa yang dikatakan Umar Bahar adalah benar adanya. Dampak dari aksi mogok awak truk barang selama sembilan hari terakhir mengakibatkan persedian beberapa bahan kebutuhan di pasaran Aceh Selatan semakin menipis. Dalam keadaan genting seperti ini, harga melambung tinggi sehingga rakyat kecil menjerit.
Di pasar Tapaktuan, misalnya, hasil pantauan kemarin, harga beberapa jenis kebutuhan melonjak. Gula pasir Rp 2.700/kg, minyak makan Rp 7.000/kg, telur ayam Rp 500/butir, tepung terigu Rp 2.600/kg, bawang merah Rp 6.000/kg, kol Rp 2.000/kg, kentang Rp 2.500/kg, dan cabe merah Rp 15.000/kg. Malahan di Blangpidie, cabe merah mencapai Rp 18.000/kg.(tim)



Mengaku Disiksa Aparat, Mengadu ke ICRC

Serambi-Lhokseumawe
Delapan warga Desa Teupin U dan Ulee Blang Kecamatan Matangkuli, kemarin siang, datang ke kantor Palang Merah Internasional (ICRC) di Kutablang Lhokseumawe. Mereka mengadukan nasib ke lembaga tersebut, karena mengaku disiksa aparat keamanan ketika melakukan penyisiran di daerah itu, Minggu lalu.
Kecuali meminta pengusutan terhadap peristiwa itu, warga desa itu mengaku merasa was-was kalau aparat keamanan yang bermarkas di Cot Girek masih tetap ada.
Ketika datang ke kantor ICRC, sebagian di antara korban masih ada bekas-bekas penyiksaan. Malah ada yang terlihat jelas di bagian muka bekas bogem mentah yang didaratkan aparat ketika diperiksa.
Korban penganiaan yang kemarin mengadu ke ICRC masing-masing dari Desa Teupin-U, A Thaleb (30), Ibrahim (41), Zakaria (45), Ibrahim Rasyid (26). Empat korban lainnya warga Desa Ulee Blang, yakni Fuadi (26), Rusli (30), Abd Manaf (22) dan Basri (18). Mereka mengaku ditangkap dan dibawa ke markas aparat keamanan di Cot Girek.
Usai melaporkan kasus itu ke ICRC, kepada Serambi para korban mengatakan, Minggu (23/4) lalu sekitar pukul 06.00 WIB desa mereka diblokir aparat keamanan dengan alasan mencari kelompok sipil bersenjata. Delapan di antara mereka ditangkap dan dibawa ke Cot Girek, bahkan satu di antara korban Abdul Muthaleb (30), warga Desa Teupin-U, matanya ditutup.
Menurut mereka, sampai ke markas aparat di gedung bekas pabrik gula Cot Girek, mereka diperiksa dan menanyakan tentang keberadaan kelompok Gerakan Aceh Merdeka. Para korban menjawab tidak tahu, lalu aparat keamanan menuduh korban kerjasama dengan para kelompok GAM dan berbagai jurus pukulan dialami korban. "Saat dipukul tidak bisa mengelak, karena kalau mengelak akan lebih berat mendapat perlakuan," kata seorang korban.
Mencekam
Beberapa masyarakat, termasuk tiga orang perangkat desa dari Payabakong dan Matangkuli yang ditemui di Lhokseumawe secara terpisah melaporkan, suasana di kampung-kampung pedalaman Matangkuli saat ini bukan bertambah baik, tapi semakin mencekam. Apalagi kalau aparat keamanan berangkat ke sana, warga terpaksa melarikan diri menghindar dari berbagai pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab.
M Husen, salah seorang warga Matangkuli menambahkan, kondisi di sana membutuhkan perhatian semua pihak, agar rakyat jelata dapat beraktivitas sebagaimana biasanya.
Diuraikannya, semenjak insiden pemerkosaan yang menimpa warga Desa Alue Lhok beberapa waktu lalu, sampai sekarang kehidupan warga belum menampakkan suasana menggembirakan. "Sebagian besar penduduk kawasan pedalaman Matangkuli ketakutan luar biasa. Dan, bila aparat keamanan menuju ke pedalaman Matangkuli, warga Desa terpaksa mengurung diri di rumah masing-masing." (tim)



Pedagang Dipaksa Makan Ikan Mentah


Serambi-Takengon
Tindakan oknum Satgas Paperda Aceh Tengah yang menertibkan pedagang ikan, Rabu (26/4) dinilai tidak manusiawi. Mahdi (20) seorang pedagang dipaksa memakan ikan mentah oleh petugas hingga muntah-muntah.
Perlakuan tim Satuan Tugas (Satgas) Paperda yang diketuai Saleh itu, membuat sekitar 20 pedagang ikan dan sayur di kawasan Balee Atu Takengon berdelegasi ke Dispenda Aceh Tengah. Pasalnya, ketua Satgas Saleh--selain bertindak over akting dengan mengobrak-abrik dagangan mereka juga menyuruh pedagang ikan bernama Mahdi untuk menelan ikan mentah yang dijualnya.
Akibat perlakuan tak manusiawi itu, Mahdi, menurut orang tuanya, M Saleh Ahmad, terpaksa dirawat setelah muntah-muntah makan ikan tersebut. "Anak saya diperlakukan seperti binatang sambil diancam dengan menyebut-nyebut mengandalkan korp saya," kata M Saleh yang pensiunan TNI tersebut.
Pada pedagang ikan itu kepada Serambi, mengaku tidak senang atas pernyataan ketua Satgas Penertiban Saleh. Mereka bertindak kasar terhadap pedagang dengan menuduh pedagang ikan dan sayur di takengon mengumpulkan uang untuk membiayai kegiatan anti pemerintah yang disebut sebagai GAM serta PKI. "Kami mau tanyakan apa maksudnya mengatakan kami anggota sparatis dan PKI itu," kata M Saleh, Adi, dan kawan-kawan pedagang ikan.
Pada prinsipnya, kata para pedagang ikan itu, mereka mematuhi jika dipindahkan ke tempat lain asalkan sesuai prosedur dan diperlakukan sebagai manusia. "Kami jual barang cepat busuk, mestinya Pemda harus memikirkan nasib kami supaya barang itu bisa cepat laku. Sebab tempat yang disediakan tidak mungkin dijangkau konsumen," kata Adi dan M Saleh.
Pemda juga, pinta mereka, jangan pilih kasih--pedagang lainnya diizinkan--tapi jualan ikan tidak boleh. "Kalau mau tertibkan harus semuanya," ketus seorang pedagang saat berdialog dengan ketua Satgas Paperda Saleh di kantor Dispenda Aceh Tengah.
Para pedagang itu yang mengaku setiap hari dikenakan cukai pasar sebesar Rp 250 oleh Dispenda itu, minta diizinkan berjualan ikan. Sebab selama ini mereka senantiasa menjaga ketertiban, terutama limbah ikan. "Kami jualan ikan dengan pakai ember dan tidak ada limbah yang dibuang sembarangan. Tapi pedagang sayur yang membuang sampah sembarangan kenapa tidak ditertibkan," ujar seorang ibu yang sehari-hari berjualan ikan khas Tanah Gayo, ikan depik di pasar Bale Atu.
Sementara operasi penertiban pasar bagi pedagang ikan, menurut anggota Paperda, karena selama ini kota Takengon sudah sangat jorok akibat limbah ikan maupun sayur yang dibuang sembarangan di jalan.
Apalagi kawasan Balee Atu, kata Kadis Kebersihan Aceh Tengah Djumlah AR, yang menjadi pusat kota tujuan wisata itu, sudah tidak laik lagi untuk berjualan ikan maupun barang yang menghasilkan limbah. Selain menimbulkan kotor dan bau busuk juga mengganggu arus lalu lintas pemakai jalan. "Tapi masalah pelaksanaan lapangan, kita tidak ikut campur, karena sudah ada tim yang di-SK-kan bupati yaitu Tim Paperda. Silakan konfirmasi kepada tim Paperda yang diketuai Asisten I," kata Djumlah AR.
Ketua Tim Paperda Aceh Tengah, Drs Ibnu Hajar yang ingin diminta konfirmasi, menurut staf sektariatnya, sedang rapat dengan bupati. "Bapak lagi rapat dengan Pak Bupati, silakan hubungi besok," ujarnya via telepon.(puh)



Seminar SPURA: Pemicu Konflik Aceh Saling Buang Badan

Serambi-Banda Aceh
Gangguan keamanan di Aceh cenderung meningkat dan belum ada tanda- tanda berakhir. Tindak kekerasan berupa pembunuhan, pembakaran bangunan milik masyarakat, sekolah, kantor pemerintah, bus/mobil dan fasilitas umum lainnya tidak jelas siapa pelakunya. Pemicu konflik saling tuding dan berusaha buang badan. Di sisi lain, Jakarta terkesan menganaktirikan Aceh.
Demikian rangkuman pendapat yang berkembang dalam seminar sehari yang dilaksanakan Solidaritas Perempuan untuk Referendum Aceh (SPURA), di Hotel Rajawali, Sabtu (22/4). Tampil sebagai pembicara antara lain Saifuddin Bantasyam SH MH, dosen Fakultas Hukum Unsyiah, Muhammad Nazar SAg Presidium SIRA, dan Ir A Gani Nurdin dosen Fakultas Pertanian Unsyiah.
A Gani Nurdin menduga, kejadian di Aceh telah menoreh luka bagi masyarakat. Ekses dari konflik tersebut bukan hanya menimbulkan kerugian harta benda, tapi telah merusak sendi-sendi ekonomi masyarakat. "Perlu upaya musyawarah untuk menyelesaikan kasus Aceh," katanya.
Menurut Gani Nurdin, rusaknya tatanan ekonomi masyarakat akibat dari banyaknya masyarakat yang melakukan eksodus. Masyarakat tidak dapat membawa dan mengamankan harta benda dan barang-barang yang mereka miliki. Bertitik tolak dari permasalahan itu, usaha yang sangat mendesak dilakukan adalah perberdayaan ekonomi rakyat Aceh, katanya.
Senada dengan Gani, Muhammad Nazar mengatakan, secara historis, Aceh mempunyai hubungan harmonis dengan Indonesia. Buktinya Aceh telah memberikan kekayaan alamnya untuk Indonesia. Namun, apa yang diterima sebagai imbalan tidak ada apa-apanya. Meski pun telah begitu setia, akhirnya rakyat Serambi Mekkah dikhianati. Berangkat dari hal itu, maka secara kualitatif dan kuantitatif Indonesia tak lebih bagaikan penjajah yang selalu menindas rakyat Aceh, tandas presidium SIRA tersebut.
Berbicara masalah referendum, Nazar mengatakan, dari pengamatannya ada oknum-oknum tertentu yang menggiring makna referendum kearah sparatis. Tapi pendapat itu tidak benar, tegas alumni IAIN tersebut.
Sementara itu Saifuddin Bantasyam yang tampil pada sesi terakhir mengatakan, referendum jangan cuma dilihat dari wacana politik saja. Tapi, yang diperlukan berupa pemikiran-pemikiran strategis yang dituangkan dalam bentuk program-program kerja, hingga suatu saat referendum dapat berlangsung dengan damai di Aceh, kata Saifuddin.(y)