: 00.30 Wib Kamis, 28 April
2000
Aparat Tembak Mati Dua Pembawa Granat
*Mobil Gegana Diserang
*Koramil Kembang Tanjong Digranat
*Sekolah Mengemudi
Dibom
Serambi-Banda Aceh
Peristiwa penembakan dan
penggranatan mengguncang sejumlah kota dan wilayah sepanjang Kamis (27/4) siang
hingga malam. Kejadian itu membuat penduduk sekitar TKP diliput
ketakutan.
Dari Aceh Utara dilaporkan, dua pemuda pembawa granat, menjelang
maghrib kemarin, tewas ditembak aparat kepolisian dalam peristiwa yang dibarengi
kontak senjata selama 15 menit di Desa Alue Buket, Kemukiman Matang Ubi,
Kecamatan Lhoksukon. Sementara enam pria lainnya yang bersenjata AK-47 berhasil
kabur melalui celah-celah bangunan SMU Lhoksukon.
Dari satu orang yang
tertembak, aparat kepolisian berhasil menyita sepucuk senjata api pistol merek
Vikres buatan Jerman yang masih menyisakan satu peluru. Sementara dua granat
yang dibawa korban, satu diantaranya meledak. Sedangkan sisanya diperkirakan
masih aktif, saat ini masih berada di sekitar TKP.
Di Banda Aceh, sebuah
ledakan dahsyat tadi malam sekitar pukul 22.00 WIB terjadi dalam komplek sekolah
mengemudi "Bina Bhayangkara" di Jalan Laksamana Malahayati (Jalan Krueng Raya).
Usai ledakan itu, menurut saksi mata, juga terdengar dua kali rentetan tembakan.
Dalam aksi peledakan yang diduga dilakukan orang tak dikenal itu, terdengar
bunyi ledakan terdengar sampai radius beberapa kilometer dari TKP.
Ledakan
itu sempat mengagetkan warga di sekitar lokasi tersebut, dan dalam tempo sekitar
15 menit kemudian mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi. Tapi, karena tidak
terjadi kebakaran, mobil pemadam itu kembali ke pangkalan. Dilaporkan tidak ada
korban yang jatuh.
"Setelah saya cek ke lokasi, ternyata tidak ada kerusakan.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, juga terjadi ledakan di kawasan Lambaro
Angan," kata Letkol Pol Sayed Husaini, Kapolres Aceh Besar tadi malam.
Tanda
identitas
Sedangkan Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang
didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, kedua pembawa
granat yang tewas itu masing-masing Nasruddin (25), penduduk Juli, Bireuen, dan
seorang temannya yang diperkirakan berusia 26 tahun tidak memiliki
identitas.
Keterangan yang dikumpulkan Serambi di lokasi kejadian, menjelang
maghrib kemarin pasukan polisi berkekuatan sekitar satu regu plus (15 orang-red)
yang dipimpin Kapolsek Lhoksukon, Lettu Pol Audi Charmy, dengan menggunakan truk
reo melakukan patroli rutin ke arah timur kota. Masyarakat yang melihat
mengungkapkan, truk itu berjalan sangat pelan menjelang kejadian itu.
Namun,
ketika melintasi jalan raya persis depan SMU 1 Lhoksukon mendadak truk pasukan
Polri itu disanggong dengan lemparan granat yang direntet tembakan senjata api
yang oleh petugas disebut jenis AK-47 berdasarkan suaranya. "Tiba-tiba saja
sudah terdengar suara bram-brum senjata meletus. Kami semuanya tiarap," ungkap
seorang warga kepada Serambi.
Tembak-menembak itu, dilukiskan, berlangsung
selama 15 menit. Peristiwa tersebut berakhir dengan tertembaknya dua pelaku dan
mundurnya enam lainnya yang masih hidup ke arah komplek SMU Lhoksukon. Aparat
masih sempat mengejar dengan melepaskan tembakan beruntun ke arah bangunan
sekolah. Namun, tidak ada pelaku lainnya yang tertembak maupun
tertangkap.
Akibat kontak senjata itu, bangunan sekolah yang berada di
pinggir jalan raya tersebut mengalami kerusakan. Audi Charmy sebagai komandan
patroli melalui Kades setempat, seperti dituturkan seorang warga kepada Serambi,
meminta agar siswa SMU Lhoksukon hari ini tetap bersekolah seperti
biasa.
Namun, mereka diingatkan jangan berkeliaran di luar bangunan sekolah
karena dikhawatirkan granat yang masih aktif dan belum berhasil ditemukan tadi
malam akan meledak. Dan bangunan sekolah yang rusak akibat terjangan peluru
kontak senjata dijanjikan akan diperbaiki.
Dalam peristiwa menegangkan itu
kapolres memastikan tidak ada anggotanya yang cedera. "Alhamdulillah anggota
tidak ada yang terkena tembakan," katanya.
Selain pistol, dikatakan kapolres,
dari kedua korban pasukannya juga berhasil menyita satu unit radio HT, satu unit
sepeda motor, dan dokumen GAM serta serpihan granat. Sementara mayat kedua
korban, sampai berita ini dilaporkan masih berada di Puskesmas Lhoksukon.
Truk Gegana dibom
Truk pasukan Gegana Polri BKO Polsek Nisam, Aceh Utara,
yang sedang dalam perjalanan kembali dari Lhokseumawe melalui ruas PT KKA, Kamis
(27/4) sore sekitar pukul 15.15 WIB, dibom dan diserang di kawasan Desa Ulee
Nyeu. Penyerangan itu mengakibatkan pecah kontak senjata selama lima
menit.
Dalam aksi pemboman dan laga senjata itu tidak ada laporan korban
jiwa. Namun, truk pasukan jenis reo milik Polri, dikabarkan, mengalami kerusakan
akibat ledakan bom yang ditanam di bawah lapisan aspal badan jalan.
Kapolres
Syafei Aksal menjelaskan, berdasarkan temuan barang bukti pemboman dan
penyerangan itu sudah direncanakan sejak lama. Sehingga ketika melintasi ruas
tersebut pasukan tidak melihat adanya tanda-tanda adanya penanaman
bom.
Menurutnya, usai kontak senjata yang berlangsung selama lima menit dari
TKP pihaknya menemukan pecahan bom rakitan dan wayer peletup sepanjang 85
meter.
Saat penyerangan dan kontak senjata, dilukiskan kapolres, para pelaku
berada di balik semak-semak areal perkebunan dan pekarangan masyarakat. Sehingga
kelompok penyerang yang berbasic gerilya hit and run berhasil lolos. Sejauh ini
belum diperoleh keterangan, jumlah pelaku penyerangan.
Makoramil
Dari
Pidie dilaporkan, markas Koramil Kembang Tanjong digranat kelompok bersenjata,
Rabu (26/4). Akibatnya, dua aparat TNI yang bertugas di markas militer itu
mengalami luka ringan terkena serpihan. Sementara, pihak AGAM mengaku
bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.
Aksi penggranatan markas militer
itu terjadi sekitar pukul 19.30 WIB. Diduga, granat dilempar dari arah belakang
Makoramil tersebut. Dimana, pihak pelempar granat diperkirakan berada diseberang
sungai yang letaknya di bagian belakang kantor militer tersebut.
Kasdim
Pidie, Mayor Inf Ahmad Isnanto kepada Serambi, kemarin mengatakan begitu
mendapatkan serangan granat aparat yang bertugas langsung melakukan pengejaran.
Karena harus memutar jalan, sehingga pelempar granat berhasil kabur. "Kami
sangat sesalkan peristiwa itu," katanya.
Karena granat hanya terjatuh di
bagian belakang kantor, sehingga tidak mengenai bangunan. Akibat dari lemparan
granat itu, menurut Isnanto, hanya dua aparat mengalami luka ringan. Mereka
terkena serpihan granat yang terbang di sekitar lokasinya jatuhnya granat.
"Mereka hanya luka ringan dan sudah mendapatkan perawatan yang baik,"
katanya.
Sementara pihak Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) mengaku
bertanggungjawab atas berbagai peristiwa yang terjadi dalam dua hari ini.
Termasuk penghadangan mobil Gegana di kawasan Desa Dayah Tanoh Teupin Raya
Glumpangtiga dan peristiwa yang terjadi di Desa Melayu Indrajaya. "Semua itu
kami yang lakukan," tegas Abu Razak kepada Serambi, melalui telepon kemarin.
Juru bicara AGAM wilayah Pidie itu mengatakan semua peristiwa tersebut
merupakan peringatan bagi TNI/Polri yang selama ini telah berbuat semena-mena
terhadap rakyat Aceh. "Kalau mereka masih melakukan penyisiran ke desa-desa,
kami akan bertindak lebih keras lagi," katanya. (tim)
Karyawan Provit Diperas dan
Diancam
Serambi-Lhokseumawe
Puluhan staf dan karyawan prpyek
vital (provit) di Lhokseumawe, Aceh Utara, mengaku menerima ancaman melalui
surat yang dikirim ke rumahnya oleh kelompok tak dikenal. Dalam surat tersebut,
kelompok tidak dikenal itu meminta dana berkisar Rp 5 s/d 10 juta dengan dalih
untuk biaya perjuangan.
Jika permintaan itu tidak dipenuhi rumah akan
dibakar, tulis kelompok tak dikenal dalam surat ancamannya. Namun para karyawan
provit itu tidak menjelaskan surat ancaman datang dari mana dan siapa yang
menandatangani. Malah beberapa korban yang dihubungi Serambi di Lhokseumawe
menolak berkomentar.
Korban pemerasan dan ancaman dari kelompok tak dikenal
itu dialami oleh karyawan Exxon Mobil, PT Arun, PT PIM, PT AAF dan PT KKA. Modus
operandinya dalam bereaksi hampir bersamaan, melalui telepon dan surat kaleng
yang diantar anak-anak.
Ancaman itu bukan hanya para karyawan yang tinggal di
komplek perumahan, tapi juga ikut dirasakan oleh buruh kontraktor Mobil yang
berdomisili di wilayah Kotif Lhokseumawe. Namun, sebagian besar korban tidak
berani melaporkan ke polisi, karena takut menjadi korban.
Selain staf dan
karyawan provit, juga pejabat Pemda dan tokoh masyarakat di ibukota kabupaten
terkena imbas pemerasan yang dilancarkan kelompok orang tak dikenal. "Mereka
minta dana dengan dalih untuk biaya "perjuangan" sampai 10 s/d Rp 20 juta yang
diiringi dengan berbagai ancaman," ungkap sumber Serambi di Lhokseumawe Aceh
Utara. Bahkan ada penduduk yang seminggu setelah menerima ancaman itu rumahnya
dibakar, itu terjadi di kawasan kota Lhokseumawe.
Kapolres Aceh Utara Letkol
Pol Drs Syafei Aksal didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM
Kamal, Kamis (27/4) sudah mendapat laporan tentang aksi pemerasan dilakukan
kelompok tak dikenal. Bahkan puluhan korban telah melaporkan ke Mapolres Aceh
Utara, tapi sulit untuk diungkapkan karena korban tidak berani menunjukkan
identitas pelakunya.
Menurut AM Kamal, kalau korban tidak memberikan laporan
secara resmi dan lengkap dengan pelakunya, secara hukum sulit diproses. Karena
itu, pihaknya meminta para korban dapat melaporkan secara resmi ke Mapolres.
(tim)
Sudjono Dikabarkan Berada di Jakarta
*Kapuspen: Kami tidak Tahu
*LSM: Nonaktifkan Danrem
LW
Serambi-Jakarta
Letkol Inf Sudjono dikabarkan masih hidup
dan sudah 36 hari berada di Jakarta. Tapi, pihak TNI mengaku tidak tahu
keberadaan saksi kunci dan terdakwa utama kasus pembantaian Teungku Bantaqiah
cs, yang mantan Kasi Intel Korem Lilawangsa itu.
"Sampai saat ini kami tidak
tahu informasi itu (Sudjono berada di Jakarta, red.). Puspom TNI sudah sekuat
tenaga mencari tapi belum ketemu," kata Kapuspen TNI Marsda Graito Usodo kepada
Serambi, Kamis (27/4).
Graito mengatakan, informasi yang mengabakan Soedjono
berada di Jakarta sejak 22 Maret lalu sebaiknya dilaporkan kepada Puspom TNI
atau Pomdam setempat sebagai pihak yang paling berkompeten untuk menemukan dan
memeriksa Sudjono. Ia khawatir bila laporan diserahkan kepada Jaksa Agung tidak
akan banyak bermanfaat, mengingat Sudjono masih berstatus anggota militer
aktif.
Sebaliknya, bila informasi tersebut hanya disebarkan melalui media
massa tidak akan menghasilkan apa-apa. "Selain hanya cerita di media massa yang
tidak bermanfaat dan tidak bisa ditindaklanjuti," katanya.
Graito belum
mengetahui apakah Jaksa Agung sudah berkoordinasi dengan TNI, terkait laporan
Komisi Orang hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) tentang keberadaan Sudjono di
Jakarta. Seandainya sudah, katanya, informasi itu tentu belum sampai ke Puspen
karena masih bersifat rahasia sebelum Sudjono benar-benar
ditemukan.
Menanggapi keterangan Graito, Ketua Dewan Pengurus Kontras Munir
SH mengatakan ketidaktahuan TNI tentang keberadaan Sudjono bukan urusannya.
Seharusnya, TNI secara proaktif menanyakan kepada Jaksa Agung kebenaran
informasi itu jangan menyalahkan masyarakat yang memberikan
informasi.
Kontras sengaja melaporkannya kepada Jaksa Agung karena ia sebagai
koordinator tim penyidik gabungan kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah dan para
pengikutnya. "Meski Sudjono masih aktif, Jaksa Agung bisa menindaklanjuti karena
ia sebagai ketua tim penyidik gabungan," jelasnya.
Harian Surya Surabaya
pernah memberitakan bahwa Sudjono diketahui berada di Jakarta tanggal 22 Maret
2000. Namun, Munir mengaku tidak tahu apakah ia kini masih berada di Jakarta,
atau hanya sementara untuk dilarikan ke daerah lainnya.
Munir menjelaskan
aktivis Kontras bertemu dengan Sudjono di dalam pesawat Garuda Indonesia (GIA)
dalam perjalanan Denpasar-Jakarta, 22 Maret 2000. Sampai di Bandara
Soekarno-Hatta, Sudjono yang raib sejak awal Februari lalu itu dijemput sejumlah
orang berpakaian sipil dan militer.
Para penjemput menumpang mobil Isuzu
Panther berwarna hitam, plat nomor hitam dan Toyota Kijang berwarna hijau dengan
plat nomor militer. "Kontras sudah laporkan termasuk nopol Panther hitam itu,
tapi nopolnya masih rahasia," ujarnya.
Berdasarkan fakta tersebut, kata
Munir, Kontras telah melaporkannya kepada Marzuki sebagai Koordinator Tim
Penyidik Gabungan kasus Bantaqiah, 24 Maret 2000. Namun sampai sekarang Marzuki
tidak merespon informasi penting tersebut.
Munir menduga, raibnya Sudjono
merupakan skenario TNI untuk melindungi elit TNI dari jeratan hukum. Skenario
semakin jelas bila melihat eksepsi pengacara para terdakwa kasus pembantaian
Bantaqiah yang selalu memojokkan Sudjono. Sementara, Sudjono yang merupakan
saksi dan terdakwa utama kasus pelanggaran HAM di Aceh itu, justru
`disimpan`.
Kecurigaan semakin menjadi setelah melihat tidak ada niatan TNI
untuk mencari, demikian pula keluarga Sudjono yang seperti tidak merasa
kehilangan dengan tidak berupaya mencarinya. "Skenario semacam itu terlalu naif
karena terlalu mudah diketahui orang," kata Munir yang juga menjabat Wakil Ketua
Dewan Pengurus YLBHI.
Dinonaktifkan
Sementara itu, Ketua Perwakilan Komnas
HAM Aceh Iqbal Farabi mengatakan seharusnya yang diadili dalam perkara
koneksitas pembunuhan Tgk Bantaqiah cs adalah perwira pengambil kebijaksanaan.
Jika tidak, jalannya pengadilan terkesan pincang. Dan disarankan pula bahwa
Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Syafnil Armen dinonaktifkan terlebih dahulu,
karena dia mengetahui soal telegram pembunuhan Tgk Bantaqiah dan murid-muridnya
di Beutong Ateuh.
Iqbal Farabi mengatakan, pengadilan koneksitas yang saat
ini sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Banda Aceh belum efektif. Sebab,
dalam meminta pertanggung jawaban hanya prajurit-prajurit saja yang diajukan ke
pengadilan. Padahal bila diurut, prajurit tersebut tidak mungkin melakukan
sesuatu perbuatan bila tidak ada perintah apalagi sampai membunuh, dan Danrem
011/Lilawangsa selaku penanggung jawab operasi tahu itu. "Dialah (Danrem LW,
red.) yang seharusnya diminta pertanggungjawaban bukan prajurit. Supaya hukum
bisa menyentuhnya, maka sebaiknya Syafnil Armen dinonaktifkan terlebih dahulu,"
tandas Iqbal.
Sedangkan anggota Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan
di Aceh Ir A Gani Nurdin mengatakan, tidak bersedianya keluarga Almarhum Tgk
Bantaqiah memberikan keterangan di depan pengadilan berat dugaan mereka
diintimidasi, sehingga tidak ada jaminan keamanan setelah mereka memberi
kesaksian.
Gani Nurdin mengatakan, penolakan keluarga Tgk Bantaqiah untuk
memberi kesaksian di depan pengadilan memang cukup beralasan. Sebab, setelah
mereka memberi kesaksian, maka semua persoalan tentang pembunuh keluarganya akan
tersibak dan menyeret para pengambil kebijakan. Dari sisi lain, keterangan yang
diberikan berat dugaan akan membahayakan mereka sendiri. Mungkin, katanya, dalam
hal ini jauh-jauh hari keluarga Bantaqiah telah diintimidasi.
"Apabila
terbukti diintimidasi, maka berat dugaan ada pihak-pihak tertentu menginginkan
agar proses hukum tidak tegak di Aceh," ujarnya Gani Nurdin.
Sebagaimana
diberitakan harian ini, keluarga Tgk Bantaqiah menolak memberi kesaksian pada
pengadilan koneksitas karena dua alasan. Alasan pertama mereka merasa tak
mendapat jaminan keamanan pasca pemberian kesaksian. Kemudian alasan kedua
keluarga Tgk Bantaqiah menilai, yang harus diadili dalam sidang itu perwira
pengendali operasi yang mengakibatkan hilangnya puluhan nyawa bukan hanya
prajurit.(opi/y)
Empat Bangunan Dibakar
Serambi-Banda
Aceh
Empat bangunan masing-masing dua sekolah di Aceh Barat, satu rumah di
Aceh Utara, dan Kantor Pembantu Bupati (PB) Wilayah II Aceh Besar dibakar orang
tak dikenal.
Dari Aceh Besar dilaporkan, Kantor Pembantu Bupati (PB) Wilayah
II Aceh Besar di Desa Tanjong Kecamatan Ingin Jaya, dibakar kelompok orang tak
dikenal pada Kamis (27/4) dinihari sekitar pukul 02.00. Sebelumnya, sekitar
pukul 20.15 Mapolsek Darussalam dibom. Dari kedua insiden tersebut, dilaporkan
tidak ada korban jiwa ataupun luka-luka.
Kapolres Aceh Besar Letkol Pol Sayed
Hussaini yang ditanyai Serambi kemarin menjelaskan, selain Kantor PB Wilayah II
Aceh Besar yang musnah, juga ikut terbakar Kantor Bagpro Jalan dan Jembatan
Dinas PU Aceh yang bersebelahan dengan kantor tersebut.
Sedangkan bom yang
meledak di Mapolsek Darussalam tidak mencederai personil polisi dan Brimob yang
di-BKO-kan di sana. Sebab, bom yang dipasang itu diletakkan di pagar samping
kiri kantor. Akibatnya, jendela kaca rumah dinas Kapolsek pecah. Setelah bom
meledak, beberapa menit kemudian terdengar suara letusan senjata api. "Syukur
semua personil polisi tidak ada yang cedera," kata Kapolres Aceh
Besar.
Membantah
Seorang yang mengaku jurubicara Gerakan Aceh Sumatra
Merdeka Wilayah Aceh Rayeuk, Tgk Maksalmina, melalui telepon ke redaksi Serambi,
kemarin mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa seperti
penembakan terhadap polisi serta peledakan dan pembakaran bangunan yang terjadi
di Aceh Besar dalam beberapa hari terakhir.
"Kami mengutuk keras
tindakan-tindakan biadab seperti itu," katanya seraya menambahkan bahwa ada
pihak lain yang sedang bermain menghancurkan negeri Aceh dengan berbagai macam
provokasi. "Kami mengharapkan masyarakat agar tidak terpengaruh dengan rekayasa
murahan semacam itu," kata Tgk Maksalmina.
Sekolah dibakar
Sedangkan
sekolah dibakar di Aceh Barat adalah SMP Keluang (SLTP 2) dan SMP Swasta
Meureuhom Daya di kawasan Babah Dua, Kecamatan Jaya Aceh Barat, pada Rabu (26/4)
malam.
Menurut sumber Serambi di Kecamatan Jaya, pembakaran gedung sekolah
itu hanya terpaut waktu sekitar 30 menit. Pukul 21.30 WIB, kelompok tak dikenal
itu membakar SLTP 2 Keluang. Sehingga api menghanguskan tiga lokal, tambah satu
ruangan kantor. Setahun lalu sekolah tersebut juga pernah dibom kelompok orang
tak dikenal, hingga memporak-porandakan satu ruangan.
Selang setengah jam
berikutnya, sekitar pukul 22.00 giliran SMP swasta yang dibangun dengan jerih
payah masyarakat dibakar. Dari empat ruangan yang musnah terbakar itu, satu
ruangan di antaranya selama ini dijadikan sebagai ruangan dewan guru.
Camat
Jaya, Drs Bukhari, yang ditanyai Serambi kemarin, mengakui telah dibakar oleh
kelompok orang tak dikenal SLTP Keluang dan SMP Meureuhom Daya. Akibat
pembakaran gedung sekolah tersebut, para siswa terpaksa tidak bisa belajar.
Camat Bukhari menyatakan sangat prihatin atas tindakan orang tak dikenal yang
membakar gedung sekolah. "Ini tindakan pembodohan rakyat yang harus segera
dihentikan," kata Bukhari.
Menurutnya, SMP Meureuhom Daya, merupakan lembaga
pendidikan yang dibangun dengan dana swadaya masyarakat dan hasil peras keringat
masyarakat pula. Padahal, tambah Bukhari, sekolah swasta itu dalam waktu dekat
ini akan diresmikan penegeriannya. Selama ini masyarakat sangat mendambakan
penegerian SMP Meureuhom Daya itu. Ternyata harapan masyarakat itu hanya tinggal
impian. Bahkan kini gedung sekolah yang telah dibangun secara permanen itupun
tersisa dua lokal.
Sedangkan satu unit rumah milik Rusmiati (46), penduduk
Desa Mon Geudong Kecamatan Banda Sakti, Aceh Utara, Kamis (27/4) sekitar pukul
22.00 WIB nyaris musnah terbakar. Sampai berita ini ditulis tadi malam, petugas
pemadam dari Pemda Aceh Utara masih berupaya memadamkan api.
Masyarakat Mon
Geudong menyebutkan, rumah yang nyaris terbakar habis itu terletak di Jalan Pase
Lorong II. "Tapi sebab-sebab kebakaran dan jumlah kerugian belum diketahui
secara pasti. Soalnya lokasinya agak jauh," ungkap seorang warga Jalan Pase Mon
Geudong, Ibrahim.
Menurut petugas piket pemadam kebakaran yang dihubungi
pukul 22.24 WIB, satu unit pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api.
"Sejauh ini kami belum mengetahui kondisi di lapangan. Tapi satu unit pemadam
tambahan telah kami siapkan untuk mengantisipasi meluasnya kobaran api,"
sebutnya. (tim)
Mahasiswa Sorot Kinerja DPRD Aceh
Serambi-Banda Aceh
Mahasiswa menyorot kinerja lembaga DPRD Tk
I Aceh dalam sebuah acara di Kopelma Darussalam, Kamis (27/4). Kawula muda
terpelajar itu menilai, anggota dewan hanya pintar berkoar-koar saja menjelang
pemilu dan tak mampu menyelesaikan persoalan di Aceh.
"Anggota dewan yang
kini duduk kursi DPRD di Aceh dipandang tidak punya inisiatif menyelesaikan
konflik di Aceh. Ketika polisi baru- baru ini dibunuh di Tanjung Selamat, Mobil
Oil dibakar, rakyat mati mengenaskan, mereka hanya diam saja. Siapa yang bela
sekarang ini? Apa kita sebagai mahasiswa juga harus diam?" kata Presiden DEMA
IAIN Ar-Raniry, Effendi Hasan, lewat orasinya di depan ratusan mahasiswa saat
berlangsungnya "Orasi Akbar Anti Kekerasan dan Penggalangan Nada dan Dana," di
Kampus IAIN.
"Kita harus terus menentang pelaku kekerasan baik itu oleh
TNI/Polri, GAM maupun provokator. Kita tetap membela komitmen rakyat lewat
referendum," tambahnya. "Pemerintah tak ada inisiatif menyelesaikan konflik
Aceh. Kita harus bergerak dan duduki DPRD."
Lebih lanjut, Effendi
menyebutkan, yang diinginkan masyarakat adalah kedamaian di bumi Aceh. "Kita
tidak mau kekerasan dilakukan terhadap masyarakat Aceh. Seperti yang baru-baru
ini dialami beberapa wanita yang diperkosa. Nanti hal itu bisa jadi juga menimpa
cewek-cewek IAIN," katanya yang disambut riuh sejumlah mahasiswi.
Pada
kesempatan itu, Effendi mengimbau agar mahasiswa terus memacu semangat.
Menurutnya, selama ini sudah cukup lama mahasiswa diam. "Mari tinggalkan kampus
sebentar...kalau mahasiswa tak bergerak maka matilah mahasiswa,"
ujarnya.
Selain Effendi, dalam acara tersebut juga tampil ketua pelaksana,
Ilyas, yang membawakan orasi dengan berapi-api. "Kita tidak mau lagi ada
kekerasan di Aceh. Kita perlu publikasikan ke dunia luar bahwa mahasiswa
mengharamkan kekerasan. Kita cinta perdamaian dan sangat anti pada peluru dan
granat."
Sementara itu, salah seorang aktifis kampus lainnya, Syarifuddin
Imbas, dalam orasinya menegaskan, "Kita tak punya senjata, tapi punya suara
memberantas kekerasan di Aceh. Mereka yang tidak open mungkin sudah pekak dengan
suara-suara granat," kata Syarifuddin yang langsung mendapat aplusan dari
rekan-rekannya.
Dalam ajang orasi akbar yang bertemakan "Melalui Orasi Akbar
Anti Kekekerasan Kita Satukan Gerak Langkah Menuju Aceh Berdaulat", juga tampil
hadir sejumlah orator lainnya dari berbagai buffer aksi diantaranya Taufik Abda
(KARMA), Muhammad Nazar (SIRA), Islamuddin (KARMA), Alfian, Darmadi, Zubir dan
sejumlah orator lepas lainnya. Menurut rencana, acara orasi akbar berlangsung
tiga hari (27-30/4) dan acara puncaknya berlangsung pada malam Minggu. Setiap
harinya penyampaian orasi dimulai 10.30 - 17.00 WIB.
Tak punya
nurani
Dalam kesempatan terpisah, kalangan civitas akademika, LSM, dan
mahasiswa menilai DPRD Aceh tidak realistis dan tidak memiliki nurani seandainya
tetap memaksakan kehendak untuk mendapatkan penghasilan sejumlah Rp 5 juta per
bulan. Menurut mereka, lebih baik porsi anggaran daerah dialihkan untuk
pendidikan dan kesehatan serta ekonomi masyarakat daripada kepada anggota dewan
yang lebih memikirkan nasibnya sendiri ketimbang rakyat.
Direktur Politeknik
Negeri Lhokseumawe, Ir Yuhanis Yunus MT, menyatakan sangat tidak rasional bila
pendapatan DPRD Aceh harus mencapai Rp 5 juta per bulan di saat masyarakat masih
dihimpit berbagai kesulitan. "Apalagi jika harus mengurangi biaya untuk
pendidikan dan kesehatan masyarakat," kata Yuhanis yang ditemui di ruang
kerjanya, Kamis (27/4).
Dikatakan, anggota dewan jangan menutup mata dengan
kondisi masyarakat Aceh saat ini. Di tengah gejolak sosial, kata Yuhanis,
masalah pendidikan dan kesehatan menjadi persoalan serius bagi masyarakat. "Apa
mereka tidak tahu saat ini ribuan anak tidak bisa sekolah akibat pengungsian dan
tindak kekerasan lain. Kalau masalah pendidikan diabaikan, jangan harap kita
bisa memperoleh SDM yang berkualitas. Tanpa dukungan SDM, kekayaan SDA yang kita
miliki tidak ada gunanya. Jadi tidak usah heran kalau SDM dari luar masuk ke
Aceh untuk menggarap proyek yang ada," paparnya seraya menyebutkan keistimewaan
Aceh dalam pendidikan harus diberi perhatian layak.
Ia mengingatkan anggota
dewan jangan berlomba-lomba dalam mendapatkan gaji besar dengan menafikan
pendapatan daerah. "Jangan mentang-mentang punya kekuasaan dalam pengesahan
anggaran, minta penghasilan besar. Kalau anggaran tersedia, tidak jadi masalah.
Tapi pendapatan daerah kan tidak mendukung," ujar Yuhanis yang berharap anggota
dewan lebih arif dan bijaksana mengenai masalah ini.
Begitupun, ia menyadari
desakan dari berbagai pihak tidak bisa mengubah apa-apa bila DPRD Aceh tetap
pada keinginannya. "Kami para akademisi hanya bisa ngomong saja. Begitu juga
dengan LSM. Kalau masyarakat tidak setuju, paling mereka melakukan demo. Tapi
paling tidak untuk masa mendatang kita lebih hati-hati dalam memilih wakil
rakyat."
Sementara, Direktur Eksekutif LSM Birata Lhokseumawe TS Sani dan
aktivis mahasiswa M Rizwan Ali yang ditemui di tempat terpisah, mengingatkan
anggota DPRD Aceh tentang janji-janji yang diucapkan ketika Pemilu. "Dulu mereka
kan sudah berjanji akan berjuang untuk rakyat. Tapi setelah menjadi wakil
rakyat, malah berjuang demi nasibnya sendiri. Kalau begitu, janji-janji mereka
dulu hanya retorika," kata TS Sani yang setuju pendapatan dewan dinaikkan tapi
tidak saat ini.
Tentang usulan mobil bagi anggota dewan Rp 100 juta per
orang, dinilai mahasiswa STAIM Lhokseumawe M Rizwan Ali, sebagai usulan yang
keterlaluan dan tidak memiliki sense of crisis. "Masak belanja untuk anggota
dewan lebih tinggi dari pendidikan dan kesehatan. Sekarang kan musim anak putus
sekolah dan masyarakat mengalami masalah serius dengan kesehatan," katanya.
Rizwan berpendapat membangun masyarakat dan generasi muda jauh lebih penting
daripada membangun kesejahteraan anggota dewan.(r/j)