Update: 00.30 Wib Rabu,  10 Mei 2000

  Dik, 'Sekolahkan' Semua Orang Itu Letkol Sudjono menampar Komandan Tim Guntur Letda Inf Tri Joko (terdakwa 12) yang keberatan ketika diperintah "menyekolahkan" (menembak mati) 23 warga Beutong Ateuh, Aceh Barat, di Km 7 dan 8 jalan lintas Beutong Ateuh-Takengon. Pengakuan itu disampaikan terdakwa Letda Inf Tri Joko, Selasa (9/5) di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang menggelar sidang koneksitas perkara pembantaian Tgk Bantaqiah dan pengikutnya.

DEMO-Mahasiswa menggelar demodi depan kantor Komnas HAM Aceh
 

  Pasukan AGAM Sudah Ditarik ke Barak Tgk Abdullah Syafiie, panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), menyatakan telah memerintahkan pasukannya kembali ke barak dan "menggudangkan" senjata menyambut pertemuan pemerintah RI dan GAM di Jenewa, Swiss, 12 Mei mendatang. "Kini pasukan telah berada di barak.

ANTRI-Warga desa Lambada Lhok, Darussalam aceh Besar Antri mendapat air bersih

  Hilangkan Prasangka Buruk "Bila rasa curiga sangat berlebihan terus dikedepankan, dan semua kita tak mampu menahan diri, maka jangan harap kedamaian hadir di bumi Aceh," kata Syarifuddin Tippe dalam rapat koordinasi dengan unsur muspika se-Aceh Selatan di gedung DPRD Tk II, Selasa (9/5) kemarin.

  Bakar Rumah di Jantho Berlanjut

  Thaliban Kutuk Teror terhadap Ulama/Santri

  PPP Pidie Desak DPP PPP Pecat Bachtiar Chamsyah

  Pengusaha Hilang, Warga Juli belum Kembali

  Dijajaki, Pembentukan KPP HAM Kasus Aceh

  Pengadaan Beras Dolog Dipermainkan

  Piasan Malam Tinggal Kenangan
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Perintah Letkol Sudjono

"Dik, 'Sekolahkan' Semua Orang Itu"

Serambi-Banda Aceh
Letkol Sudjono menampar Komandan Tim Guntur Letda Inf Tri Joko (terdakwa 12) yang keberatan ketika diperintah "menyekolahkan" (menembak mati) 23 warga Beutong Ateuh, Aceh Barat, di Km 7 dan 8 jalan lintas Beutong Ateuh-Takengon.
Pengakuan itu disampaikan terdakwa Letda Inf Tri Joko, Selasa (9/5) di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang menggelar sidang koneksitas perkara pembantaian Tgk Bantaqiah dan pengikutnya.
Menurut Letda Tri Joko, dalam operasi penyergapan Tgk Bantaqiah dan pengikutnya, Tim Guntur ditugaskan sebagai satuan penutup yang berposisi di seberang sungai depan dayah.
Namun, ketika hendak pulang ke Takengon, ia bersama anggotanya diperintahkan Letkol Sudjono (Kasi Intel Korem 011/LL) untuk menaikkan ke atas dua truk 23 pengikut Tgk Bantaqiah (tawanan TNI) yang menderita luka tembak.
Korban-korban ini adalah orang-orang yang tak meninggal ketika ditembaki di kompleks dayah Tgk Bantaqiah. Kala itu Sudjono mengatakan para korban luka tembak dimaksud akan dibawa ke Takengon, Aceh Tengah, guna mendapat pengobatan.
Letkol Sudjono naik truk depan sedangkan Letda Tri Joko berada di truk kedua. Setelah setengah jam perjalanan, tiba-tiba truk depan berhenti. Letkol Sudjono turun dan mendekati Letda Tri Joko yang juga sudah turun dari truknya.
"Dik, 'sekolahkan' saja semua orang itu," kata Letkol Sudjono seperti dikutip Tri Joko dalam persidangan.
Tri Joko yang mengaku tak tega, segera menyampaikan keberatan atas perintah itu. "Tak sampai hati saya untuk melaksanakan perintah itu," kata terdakwa.
Tapi, sikap Tri Joko ini segera mengundang amarah Letkol Sudjono. Tangan kanan perwira menengah yang kala itu berjabatan sebagai Kasi Intel Korem 011/Lilawangsa, segera mendarat ke muka Tri Joko. Dalam emosi tinggi, kata Tri Joko, Letkol Sudjono kemudian mencabut pistol. Sambil berkacak pinggang dengan suara keras Sudjono memerintahkan lagi, "Laksanakan perintah itu!"
Karenanya, dengan terpaksa Tri Joko menindaklanjuti perintah itu kepada anak buahnya. Seperti juga, Tri Joko, beberapa anggota Tim Guntur juga menyampaikan keberatan atas perintah itu. "Ini perintah Letkol Sudjono," kata Tri Joko kepada anak buahnya.
Karena pasukan tersebut sedang melaksanakan operasi tempur, maka perintah itu juga terpaksa mereka laksanakan. "Sebagai prajurit kami tidak bisa membantah perintah atasan. Sebab, jika kami tolak perintah itu, bisa-bisa kami yang ditembak," kata terdakwa lainnya yang kemarin juga dimintai keterangan dalam sidang yang sama.
Menurut pengakuan para terdakwa, di Km 7 itu, enam korban luka tembak yang sudah dalam kondisi sekarat, diturunkan lalu dibawa enam prajurit ke arah jembatan di belakang truk. Di situlah keenam tawanan ditembak dan mayatnya jatuh ke jurang.
Selanjutnya kembali truk berjalan. Di KM 8 truk berhenti lagi dan Letkol Sudjono turun. Di situ, empat tawanan diturunkan untuk dieksekusi lalu mayatnya ditutup dedaunan.
Truk berjalan lagi. Kira-kira 10 menit, berhenti untuk ketiga kali. Di sinilah Letkol Sudjono turun dan memerintahkan semua tawanan itu diturunkan dari truk untuk dihabisi. Para korban yang mengetahui teman-temannya sudah ditembak mati, beberapa di antaranya coba melompat dari pinggir dinding truk guna menyelamatkan diri. Tapi, mereka segera disambut peluru senjata M-16 yang dilepaskan dari jarak sangat dekat. Mayat-mayat korban bergelimpangan dan kemudian dicampakkan ke jurang.
Para terdakwa dalam persidangan menyatakan sedih dan tak berdaya melawan perintah. "Secara manusia normal, saya tak tega menembak tawanan yang sudah tidak berdaya itu. Tapi sebagai prajurit saya tak bisa menolak perintah tersebut," kata terdakwa.
Sidang kemarin, majelis hakim menuntaskan pemeriksaan 13 terdakwa. Sehari sebelumnya selesai diperiksa 12 terdakwa lainnya. Dengan demikian, semua terdakwa telah selesai diperiksa.
Ketua Majelis Hakim Ruslan Dahlan SH mengundurkan sidang sampai Kamis, 11 Mei 2000, untuk mendengar tuntutan jaksa.
Operasi TNI yang kemudian menewaskan sekitar 60 warga Beutong Ateuh itu terjadi 23 Juli 1999. (tim)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Abdullah Syafiie:
Pasukan AGAM Sudah Ditarik ke Barak

Serambi-Banda Aceh
Tgk Abdullah Syafiie, panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), menyatakan telah memerintahkan pasukannya kembali ke barak dan "menggudangkan" senjata menyambut pertemuan pemerintah RI dan GAM di Jenewa, Swiss, 12 Mei mendatang.
"Kini pasukan telah berada di barak. Semua pasukan taat dan patuh kepada panglima perang (Abdullah Syafiie, red.)," kata jurubicara Komando Pusat Ditiro, Tgk Maad Muda, kepada Serambi melalui telepon, Selasa (9/5). Di barak, kata Maad, pasukan diinstruksikan untuk beribadah, berzikir, dan membaca Yasin agar Aceh cepat aman.
Dengan adanya instruksi Abdullah Syafiie itu, Maad Muda memberi jaminan bahwa saat ini tidak ada lagi pasukan AGAM yang berkeliaran di lapangan. "(Bahkan) semua senjata kini sudah disimpan kembali di gudang," katanya.
Menurut Maad, kalau ada orang atau pasukan bersenjata yang berbuat onar dan merugikan rakyat seperti penembakan, pembunuhan, dan pembakaran, AGAM tidak bertanggungjawab. "Sebab semua pasukan sudah dilucuti senjatanya dan disimpan di gudang," katanya.
Dikatakannya, AGAM juga menginginkan agar Aceh cepat aman dan tidak lagi dijajah. Karena itu AGAM takkan melakukan perbuatan yang merugikan Aceh. Namun, ia mengingatkan rakyat untuk tetap hati-hati dan waspada dengan berbagai provokasi.
"Namun sekarang masih ada terjadi berbagai kekerasan yang sangat merugikan rakyat. Saat ini pasti ada kelompok tertentu yang membuat berbagai bentuk kekerasan," katanya.
Kelompok itu, menurut Maad Muda, juga sudah merusak dan membakar puluhan rumah di Jantho Aceh Besar. Pembakaran itu sengaja dilakukan pasukan terlatih dan sangat berencana, dengan tujuan Aceh tetap tidak aman. "Saya yakin bangsa saya tahu siapa yang melakukan itu semua, kita berdoa sekarang semoga mereka dikutuk oleh Allah," katanya.
Menjelang gencatan senjata di Jenewa, harap Maad Muda, supaya seluruh bangsa Aceh untuk berdoa agar upaya damai yang dilakukan dapat terwujud dengan baik. Sehingga Aceh kembali menjadi bangsa yang bermartabat dan tidak lagi dijajah. "Semuanya harus menerima keputusan Pertemuan Jenewa," katanya.
Saat ini, imbaunya semua rakyat dan pasukan AGAM untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri. "Setiap usai shalat lima waktu, diimbau masyarakat untuk berdoa, berzikir, dan membaca yasin. Tujuannya, agar upaya damai yang sedang dilakukan dapat terwujud secepatnya."
Tahun 2004
Seorang tokoh penting GAM di luar negeri dalam suatu wawancara khusus dengan kantor berita Reuters, kemarin, mengatakan bahwa rakyat Aceh mengharapkan untuk melihat kemerdekaannya pada akhir tahun 2004 kendati terdapat perbedaan di antara pemimpin gerakan itu.
"Sebelum saya mati, saya ingin menyaksikan kemerdekaan, kedamaian Aceh, dan hubungan baik bertetangga dengan Indonesia. Saya berjanji itu kepada Anda," tegasnya optimis. "Insya Allah, kita akan melihat kemerdekaan Aceh selama pemerintahan Gus Dur," katanya.
"Kami harus membersihkan citra kami (kepada dunia internasional) dan kami harus bersatu dengan gerakan-gerakan sipil yang ada di Aceh. Perpecahan dalam tubuh GAM karena ada di antara mereka yang berjuang untuk kepentingan pribadinya," kata pria berusia 40-an tahun itu.
Tentang penandatanganan gencatan senjata yang direncanakan akhir pekan ini, tokoh yang meninggalkan Aceh pada 1981 itu mengatakan dirinya sangat mendukung, tetapi tetap menyisakan masalah. "Anda tahu bahwa keberadaan GAM adalah untuk mendirikan kembali sebuah negara merdeka di Aceh," tegasnya.
"Perjanjian gencatan senjata itu adalah baik, tapi apa yang akan terjadi setelah itu? Apakah pemerintah Indonesia akan setuju dengan tuntutan rakyat Aceh, dimana mereka ingin menentukan masa depannya sendiri," katanya menambahnya.
Ditegaskannya bahwa masalah yang masih mengganjal adalah perbedaan pendapat di antara para pemimpin GAM, sehingga "citra kami kurang mendapat perhatian oleh dunia." "Padahal, kunci untuk memerdekakan Aceh adalah harus ada dukungan negara-negara lain di dunia," katanya.(tim)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kolonel Syarifuddin Tippe:
Hilangkan Prasangka Buruk

Serambi-Tapaktuan
Danrem 012/TU Kolonel Inf Syarifuddin Tippe mengimbau semua pihak untuk tidak berprasangka buruk dengan rencana penandatanganan kesepakatan damai antara pemerintah Republik Indonesia dengan GAM di Jenewa, 12 Mei lusa.
"Bila rasa curiga sangat berlebihan terus dikedepankan, dan semua kita tak mampu menahan diri, maka jangan harap kedamaian hadir di bumi Aceh," kata Syarifuddin Tippe dalam rapat koordinasi dengan unsur muspika se-Aceh Selatan di gedung DPRD Tk II, Selasa (9/5) kemarin.
Rapat koordinasi, kemarin sebagai tindak lanjut Rakonpinda Tk I Aceh yang dilaksanakan di Banda Aceh, tanggal 24 April lalu. Selain Bupati Ir T Machsalmina Ali, hadir Ketua DPRD Ir Mismaruddin Mahdi, Dandim 0107 Letkol Inf Drs Sunarto, Dan Yon 121/Macan Kumbang Letkol Toto E, Kasub Sektor ORS III Letkol Pol Drs A Salova, Kapolres diwakili Kabagmin Kapten Pol Sofjannur Karim. Dari unsur kecamatan, hadir camat, danramil, kapolsek, tokoh masyarakat, dinas/instansi, anggota DPRD serta ratusan siswa/siswi SMU dan SMK di Tapaktuan.
Pertemuan cukup serius berlangsung sekitar dua jam lebih itu diselingi dialog yang dimanfaatkan siswa/siswi, dan sejumlah anggota muspika setempat. Mereka menyorot profesionalisme TNI/Polri dalam menangani kasus kebakaran, dan prilaku aparat di lapangan.
Kolonel Syarifuddin Tippe berulang kali menegaskan bahwa konflik di Aceh, dimana sampai hari terus berlangsung sebenarnya, bukan konflik antara TNI/Polri dengan GAM, melainkan antara orang Aceh dengan pusat, sebagai akibat kesalahan kebijaksanaan pemerintahan masa lalu. "Ini harus dipahami dengan benar," katanya.
Melihat taktik dan strategi, tambah Danrem, konflik di Aceh bernuansa perang gerilya, dimana berdasarkan pengalaman peristiwa berlangsung berlarut-larut. Perang gerilya adalah perang merebut simpati rakyat. "Dimana-mana strategi perang gerilya begitu. Untuk itu kami ingatkan kepada aparat TNI/Polri bahwa dalam perang gerilya sebenarnya bukan kemampuan merebut pucuk (senjata), melainkan perang merebut simpati rakyat," kata Tippe yang dalam pengarahannya mengutip beberapa ayat al-Quran.
Dia menambahkan, anggota TNI/Polri yang bertugas di lapangan, sangat diharapkan menunjuk prilaku yang simpatik, dimana dalam setiap tindakan dibatasi koridor hukum. "Bila prilaku di lapangan menyimpang, kapan simpati itu kita peroleh," tambah Tippe yang disambut tepuk tangan peserta rapat.
Diakui, berdasarkan laporan yang diterimanya bahwa ada prilaku dan tindakan oknum TNI yang menyimpang. Tapi harus diakui pula bahwa ada pihak dalam masyarakat yang melakukan tindakan sangat merugikan rakyat. "Jadi sekarang mari kita sama-sama melakukan introspeksi diri dengan mengedepankan kemanusiaan".
Konflik di Aceh, menurutnya, dapat diselesaikan secara politis melalui pendekatan hati nurani. "Sadar akan hal ini pemerintah bersedia "mengalah" dengan melakukan pertemuan di Jenewa, Swiss pada tanggal 12 Mei mendatang. Pertemuan yang disponsori Yayasan Kemanusiaan Henry Dunant itu kemungkinan akan dicapai kesepakatan damai antara pemerintah Republik Indonesia dengan GAM, sehingga kekerasan bersenjata di Aceh berakhir."
Dikatakannya, pertemuan yang dinantikan dengan harap-cemas itu agar tidak disambut dengan prasangka buruk atau syakwasangka yang berlebihan. Pertemuan tersebut merupakan kebutuhan dua pihak (pemerintah RI dan GAM) untuk menghentikan kekerasan. "Bila kita curiga terus, maka kedamaian tak akan hadir di bumi Aceh," tambah Danrem.
Dalam pertemuan dengan unsur muspika di Tapaktuan, kemarin Danrem Kolonel Syarifuddin Tippe sempat menyinggung secuil bentuk kesepakatan tersebut. Antara lain, setelah kesepakatan ditandatangani akan dibentuk lima wadah sebagai forum bersama, yang mewakili pemerintah RI dan GAM.
Menurut dia, antara lain di tingkat pusat dinamakan KBLK (Komite Bersama Langkah Kemanusiaan). Lalu, di tingkat daerah ada tiga wadah masing-masing, KBMK (Komite Bersama Modalitas Keamanan), Tim monitoring keamanan, dan Tim monitoring khusus menyangkut pelanggaran.
Dalam hal ini Danrem mengharapkan wakil pemerintah yang akan duduk dalam forum dimaksud harus diinventarisir secara ketat, terutama mereka yang benar-benar loyal, sehingga dalam kegiatannya tidak merugikan pihak pemerintah.
Sementara itu dalam kesempatan tanya jawab, kemarin, beberapa siswa/siswi SMU dan SMK di Tapaktuan menyorot ketidakmampuan Polri mengungkapkan serangkaian kasus pembakaran sekolah dan gedung pemerintah. Ironisnya lagi, kata salah seorang siswa, semakin banyak TNI/Polri di Aceh semakin banyak pula terjadi kasus pelanggaran.
Beberapa penanya lain mempersoalkan prilaku aparat di lapangan yang kurang simpatik. Menyangkut pakaian, misalnya, ada aparat yang memakai celana pendek, disamping tindakan yang menyakiti hati rakyat.
Menanggapi pertanyaan ini, Danrem secara terus terang mengakui bahwa masih ada oknum TNI dalam tindakannya kurang simpatik. Dalam hal ini, TNI melakukan introspeksi diri. Demikian, juga masalah pakaian, menurutnya merupakan sebuah masukan yang cukup bagus untuk menjadi perhatian pimpinan di lapangan. Danrem juga minta aparat TNI/Polri tak menyakiti rakyat dan menghentikan aksi "minta-minta" di jalanan.
Selain mengakui ada prilaku oknum aparat yang keliru, Danrem Kolonel Syarifuddin Tippe mengatakan adanya disinformasi yang diterima pusat tentang Aceh. Kondisi ini mendorong kalangan elit politik mengeluarkan pernyataan yang kontradiktif.
Dicontoh opini yang terbentuk, seolah-seolah pelaku pembakaran sekolah tidak lain adalah aparat. Puncaknya, "dicopotnya" salah seorang perwira menengah di jajaran Polda Aceh belum lama ini. "Ternyata, informasi itu adalah sesat, karena terbukti ada tersangka pelaku dari kalangan sipil yang berhasil ditangkap mengakui terus terang terlibat aksi pembakaran sekolah, seperti di Aceh Selatan. Tersangka mengakui, aksi tersebut dilakukan untuk memojokkan aparat sehingga simpati rakyat hilang."
Atas pertanyaan salah seorang siswa bahwa aparat tidak profesional mengungkapkan serangkaian kasus pembakaran sekolah, Danrem Kolonel Syarifuddin Tippe mempersilakan Kasub Sektor ORS III, Letkol Pol A Salova untuk menjawabnya. Menurut A Salova, kendala mengungkapkan kasus pembakaran sekolah lantaran tidak ada saksi. Sementara polisi dalam mengungkapkan suatu kasus harus berpijak kepada hukum, yaitu adanya bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Setelah melakukan pertemuan di gedung DPRD Tapaktuan, Danrem Kolonel Syarifuddin Tippe melakukan pertemuan dengan masyarakat di Kecamatan Manggeng, sore kemarin. Direncanakan hari ini (Rabu-10/5) akan melakukan pertemuan dengan masyarakat di Kecamatan Trumon. Dalam pertemuan itu didampingi Bupati Ir T Machsalmina Ali dan unsur muspida.(tim)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Bakar Rumah di Jantho Berlanjut

Serambi-Jantho
Aksi pembakaran rumah penduduk oleh kelompok tak dikenal, terus berlanjut di Jantho, Aceh Besar, Senin malam. Sejumlah penduduk menginformasikan, pembakaran di Desa Suka Tani (eks UPT III Trans Jalin) itu dilakukan oleh sekitar 50-an pria bersenjata api.
Dilaporkan, 27 unit rumah dimangsa api, 19 di antaranya terbakar habis berikut semua isinya. Akibatnya 27 KK atau 94 jiwa kehilangan tempat berteduh. Korban untuk sementara menumpang di rumah tetangga dan di tempat penampungan Balai Desa yang digunakan sebagai Musalla.
Pada malam yang sama Perkampungan eks UPT III Trans Panca Kecamatan Seulimeum juga dibakar oleh kelompok bersenjata yang menghanguskan delapan unit rumah. Namun belum diperoleh keterangan rinci menganai jumlah warga yang kehilangan tempat tinggal.
Bupati Aceh Besar Drs H Sayuthi Is MM, Wakil Ketua DPRD Aceh Besar Amiruddin Usman Daroy, kemarin, mengunjungi Desa Suka Tani untuk memberikan bantuan sejumlah uang dan beras satu ton yang disalurkan melalui Dinas Sosial. Bupati berharap warga tetap bersabar dan tawakkal dengan musibah itu.
Tak lama setelah rombongan bupati pulang dari Jalin, mulai Selasa sore sampai usai maghrib, terdengar suara tembakan berulang kali di Desa Jantho Baru eks UPT I Trans Jantho. Sejak pukul 17.00 WIB kemarin, aparat keamanan telah berada ke kawasan perkampungan yang telah dibakar oleh ratusan pria bersenjata api Minggu malam.
Kontak senjata
Sumber Serambi di Mapolsektif Kota Jantho menyebutkan suara tembakan itu adalah bunyi kontak senjata antara pihak keamanan dengan kelompok bersenjata. Dikatakan, di pihak aparat tidak ada korban. "Sedangkan pihak lawan lari ke hutan, dan belum diketahui apa ada korban atau tidak," kata sumber itu.
Dilaporkan, seorang pedagang warga Kota Jantho yang sedang berada di Desa Jantho Baru pada waktu letusan senjata, sempat terkena serpihan peluru di bagian hidung. Setelah mendapat perawatan medis korban diizinkan pulang ke rumah. Petugas kesehatan juga telah bergerak ke Desa Jantho Baru.
Sedangkan warga Desa Jantho Baru yang dilanda ketakutan kini berlindungan di masjid setempat. Suara tembakan hingga magrih masih terdengar sampai di Kota Jantho, sehingga membuat warga ibukota Aceh Besar itu ketakutan. Rumah penduduk dan pertokoan kota Jantho, tadi malam, tutup total.
Data yang dihimpun Serambi menyebutkan deretan rumah yang dibakar Desa Suka Tani adalah dua unit di jalan Kartini dan selebihnya rumah warga jalan Cendana Mulai No. 16-dengan No. 42.
Sebelum dibakar warga Desa Suka tani yang berpendudk 200 KK dikejutkan dengan tiga kali letusan tembakan ke udara, kemudian sekiatar 50-an pria bersenjata api yang terbagi dalam dua kelompok memaksa pemilik rumah ke luar dengan tolongan senjata api tanpa diperbolehkan menyelamatkan harta benda. Pemilik rumah diperintah duduk jongkok sambil mengangkat tangan ke atas menyaksikan rumahnya dilalap api. Barang yang ada di luar juga dilempar dalam kobaran api. Bagi yang nekat menyelamatkan hartanya dipukuli. Warga sempat melihat para pelaku sehabis maghrib telah berada di desa itu berkumpul di sebuah rumah yang tidak berpenghuni. Mereka kebanyakan masih muda berpostur sedang ada yang menggunakan telpon genggam.
Ke-19 rumah yang terbakar habis adalah milik Guntaryo, Sunardi, Mursinah, M Pakeh, Mashar, Ir Julmin, Bachtiar, Karya Juni Putra, Agus, Mulyadi, Ibnu Kawi, Dwi Sulistianto, Kusnandi, Karto Miran, Hadi Sastro, Suwardi, Pairan, Muraman, dan Sulianto. Sedangkan yang terbakar isinya adalah milik Soimin, Suwandi, Muklis, Syamsul, Kasriadi, Sugiman, Masri, dan Ir Jumizar. "Kami menetap di desa ini sejak tahun 1982 dan dengan masyarakat Jantho telah menjadi saudara," kata Pairan ketua RT IV yang rumahnya terbakar habis. Dalam musibah itu tidak ada korban jiwa.(tim)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Thaliban Kutuk Teror terhadap Ulama/Santri

Serambi-Banda Aceh
Pengurus Besar Rabithah Thaliban Aceh menyampaikan protes keras dan kutukan terhadap pihak-pihak yang melancarkan aksi teror terhadap ulama dan kalangan santri di daerah ini.
Kutukan itu keluar menyusul dibakarnya rumah seorang ulama, Tgk H Syech Syamaun Risyad LC, yang juga dikenal sebagai Ketua OC KRA, di Aceh Utara, Selasa (9/5) dinihari. "Pembakaran itu di luar jangkauan pikiran normal. Rumah itu dalam waktu dekat akan dijadikan sekretariat Taliban Aceh Utara. Bahkan, Thaliban Aceh Utara telah membayar sewa rumah tersebut," kata Rais Am Thaliban Aceh, H TU Bulqaini Tanjungan.
Kepada Serambi, Selasa (9/5), ia mengatakan sangat naif rasanya jika yang melakukan teror seperti itu adalah seorang muslim yang beriman dan bermoral. Untuk itu, kata Bulqaini, Thaliban mengutuk dan akan mengusut pelakunya. Jika ditemukan, Thaliban tidak segan- segan untuk mengambil tindakan tegas.
Kejadian itu, menurut Bulqaini, bukan yang pertama bagi ulama dan santri. Ancaman serta teror itu sudah sering dialami para santri dan ulama, khususnya kepada Thaliban dan HUDA.
Untuk itu, ia meminta kepada seluruh warga Rabithah Thaliban dan masyarakat Aceh agar mengadakan wirid Yasin dan berdoa. Dengan cara itu, semoga Allah membuka tirai kebohongan yang membalut Aceh selama ini.
Hangus
Rumah Tgk H Syamaun Risyad LC di Desa Uteunkot Cunda, Kecamatan Muara Dua, dibakar kelompok tak dikenal, sehingga mengakibatkan ratusan kitab dan peralatan rumah tangga hangus dilalap api.
Menurut keterangan saksi mata, rumah ketua OC KRA yang juga pimpinan Pesantren Ulumuddin berada sekitar 2 km arah barat dari komplek dayah tersebut sengaja dibakar kelompok tertentu. Rumah di Jalan Masjid Lorong SMP Cunda Nomor 100 berkontruksi permanen itu sudah lama tidak dihuni Tgk Syamaun. "Tgk Syamaun sekarang di Banda Aceh, dan sudah mengetahui musibah tersebut. Beliau hanya memohon kepada santrinya bersabar dan memperbanyak doa," ujar Tgk Asnawi salah seorang unsur pimpinan dayah.
Saksi mata menambahkan, api mulai marak sekitar pukul 01.00 WIB, beberapa penduduk sekitar rumah itu memberitahukan lewat telepon ke dayah Ulumuddin. "Ratusan warga setempat bersama santri memadamkan api dan dibantu satu unit pemadam kebakaran dari Lhokseumawe, api baru padam sekitar pukul 02.00 WIB," tambahnya.
Masyarakat dan santri berusaha menyelamatkan ribuan kitab yang ada di tiga lemari besar. Sementara peralatan rumah tangga lainnya, mulai dari lemari buku, ranjang tidur sampai ambal sebanyak 10 lembar ikut hangus tidak sempat terselamatkan. "Hanya puluhan kitab yang dapat kami selamatkan, selebihnya dilalap api," tambah seorang santri.
Kapolres Aceh Utara, Letkol Pol Drs Syafei Aksal menyebutkan, aksi tersebut dilakukan kelompok tak dikenal. Pihaknya menemukan dua jirigen ukuran tiga liter di TKP bersama dua kaleng oli merek Misran. Pelaku aksi meresahkan sedang diusut, tambah Kapolres yang didampingi Perwira Penghubung Kapten Pol Drs AM Kamal kemarin.
Istri Tgk Syamaun, Hj Nuraida yang ditemui di TKP menyebutkan, seluruh pakaian yang berada di dalamnya bersama tilam ikut hangus. Rumah yang dibangun tahun 1984 sempat dihuni sampai tahun 1990, kemudian mereka menempati rumah milik pesantren Uteunkot, agar memudahkan pengelolaan pesantren. Sepeninggalnya, sejumlah santri yang dituakan memanfaatkan rumah itu sebagai tempat pengajian anak- anak, sejenis TPA. Dua bulan lalu, pengurus Thaliban Aceh Utara ingin menjadikan rumah tersebut sebagai sekretariatnya.
Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Ibrahim Berdan yang dihubungi Tgk Nuruzzahri salah seorang unsur ketua HUDA menyesalkan kejadian itu. "Pihak berwajib perlu mengusut tuntas pelaku pembakaran. Kepada oknum pelaku hendaknya segera menghentikan berbagai aksi yang meresahkan," tegas Ketua HUDA melalui saluran telepon kepada Serambi.
Ulama Dayah Aceh tidak mencari musuh, kepada oknum atau kelompok pembakar hendaknya menyadari aksinya. Karena tindakan tersebut nampaknya sudah mengarah kepada hal-hal yang sensitif dan memancing masalah yang lebih besar.(tim)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PPP Pidie Desak DPP PPP Pecat Bachtiar Chamsyah

Serambi-Sigli
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Pidie mendesak pimpinan pusat partai berlambang Ka'bah ituk secepatnya mencopot (recall) Bachtiar Chamsyah dari keanggotaan DPR-RI. Anggota dewan asal pemilihan Sumatera Utara itu dinilai telah menyakiti hati rakyat Aceh dengan membuat pernyataan sikap seenaknya di media massa.
Usulan pencopotan Chamsyah dituangkan DPC PPP Pidie setelah melakukan rapat khusus pengurus cabang dan sejumlah pengurus kecamatan, Selasa (9/5). Ketegasan sikap PPP Pidie itu, sehubungan dengan pernyataan Chamsyah kepada pers (Serambi,9/5). Anggota DPR-RI itu meminta Gus Dur untuk membatalkan penandatanganan MoU dengan GAM, pada tanggal 12 Mei 2000 di Jenewa.
Setelah membaca pernyataan Chamsyah yang sangat bertentangan dengan nurani rakyat Aceh -- sebagian besar warga PPP --, perlu segera diklarifikasi DPP PPP. "Kalau pernyataan Chamsyah mengatasnamakan partai, segera juga ia dipecat dan diganti dengan yang lain," tegas Ketua DPC PPP Pidie, Drs Tgk Yusri Ahmad.
Karena, tambah Yusri, apa yang diperjuangkan PPP mulai dari daerah hingga pusat sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan Chamsyah di surat kabar. "Jangan-jangan ia bermaksud mengadu-domba sesama rakyat Aceh. Kami harapkan DPP perlu segera mengklarifikasikannya," harap Yusri yang didampingi sejumlah pengurus.
Dalam pernyataannya, Chamsyah meminta Gus Dur untuk membatalkan pertemuan Jenewa. Karena, menurut dia pertemuan tersebut adalah langkah menuju kegagalan politik. Apalagi, pertemuan itu berlangsung di Jenewa. Namun ia sangat mendukung langkah pemerintah untuk menyelesaikan kasus Aceh. Tapi, ia sangat setuju gencatan dilaksanakan di dalam negeri.
Namun, pihak PPP Pidie telah mengambil sebuah kesimpulan bahwa apa yang dikomentari Chamsyah sangat bertolak belakang dengan nurani rakyat Aceh. Bahkan dalam pernyataannya itu ia memang tidak mengetahui bagaimana kondisi Aceh sekarang ini. "Bagi yang tidak mendukung Pertemuan Jenewa harus segera dikeluarkan dari PPP," tegas Yusri.
Begitu membaca pernyataan Chamsyah, kata Yusri, pihaknya langsung menghubungi DPP menanyakan apakah itu pernyataan fraksi. Tapi, pihak DPP mengatakan tidak ada pernyataan fraksi semacam itu. Bahkan, selama ini Ketua DPP PPP Hamzah Haz dimana saja meneriakkan Referendum.
Sementara, PPP Aceh dan seluruh tingkat dua, kata Yusri, sudah mendukung berlangsungnya Pertemuan Jenewa. Karena dengan cara begitulah akan terselesaikannya masalah Aceh. "Tiba-tiba timbul statemen lain dari Chamsyah. Perlu diketahui kami semua tidak menyenangi sikap memancing di air keruh," tegas Yusri.
Bahkan seluruh warga besar PPP harus mendoakan dan membaca yasin untuk berjalan mulus Pertemuan Jenewa. Dan, berbagai tindak kekerasan yang selama ini terjadi dimana-mana dapat segera diakhiri.
Berkaitan dengan itu, sebagian besar masyarakat Pidie mengecam pernyataan Bachtiar Chamsyah yang dinilai tidak membela dan telah menyakiti rakyat Aceh. Pernyataannya itu hanya membuat suasana semakin keruh dan kondisi di Aceh semakin tidak kondusif. "Kalau tidak tahu orang Aceh, jangan ngomong tentang Aceh," tegas M Gantoe.(tu)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Pengusaha Hilang, Warga Juli belum Kembali

Serambi-Lhokseumawe
Hasbi Abdullah (40), pengusaha warung kopi dari Desa Tambon Baroh Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, sejak Senin (8/5) hilang dari rumah dan sampai Selasa kemarin belum diketahui keberadaannya. Kendati pihak keluarga telah berupaya mencari ke berbagai pos aparat keamanan dan ke beberapa rumah sakit, tapi belum ditemukan.
Isterinya Ny Karnaini Yusuf (32) kepada Serambi kemarin mengungkapkan, suaminya pergi dari rumah sekitar pukul 07.30 WIB menuju ke Bireuen. Hal seperti itu sudah sering dilakukan tiap dua hari sekali dengan tujuannya membuat bakso di Bireuen untuk dijual di kedai kopinya.
Menurut Ny Karnaini, kebiasaan satu jam saja terlambat ia pulang ke rumah, Hasbi langsung memberitahukan kepada keluarganya. Tapi kali ini tidak dilakukan. "Itu pasti ada sesuatu sehingga ia tidak sempat menelpon ke rumah," kata Ny Karnaini dengan linangan air mata. Ia mengharapkan semua pihak yang mengetahui keberadaan suaminya atau menahan agar melepaskan dan dapat kembali ke rumah.
Karnaini mengaku telah menghubungi beberapa aparat keamanan di Matang Geulumpang Dua, Bireuen, Polsek Dewantara dan Mapolres Aceh Utara. Namun, belum ditemukan jejaknya. Wanita itu juga meminta bantuan semua pihak kalau nantinya melihat Hasbi dapat melaporkan ke rumahnya di Krueng Geukueh.
Sementara ciri-ciri Hasbi Abdullah, rambutnya lurus dan mulai terlihat uban satu-satu, tinggi badan sekitar 1.65 cm, kulit sawo matang, berat badan sekitar 60 kg. Ketika pergi dari rumah Hasbi mengenai pakaian baju kemeja warna hijau, celana panjang warna krem dan diduga korban bermasalah di kawasan Kabupaten Bireuen hingga keberadaannya misterius.
Pemuda Juli hilang
Dua warga Desa Juli Cot Masjid Kecamatan Juli, Bireuen, yang dilaporkan hilang sejak Selasa (2/5) malam hingga pagi kemarin belum kembali. Kendati keluarga korban sudah melakukan upaya pencarian, antara lain dengan melapor pada aparat keamanan, tapi belum terlacak jejak kedua pemuda tersebut.
Menurut pihak keluarga, A Rahman (20) dan Malik Ridwan alias Ateng (22), Selasa (2/5) malam bertolak ke Bireuen dengan menggunakan sepeda. Pada malam itu, terjadi aksi penggranatan Losmen Purnama Raya, sekitar 23.00 WIB. "Kami tidak tahu apakah mereka ke sana saat peristiwa itu terjadi," kata keluarga.
Menurut seorang warga Juli Cot Masjid, Adi, pada malam naas itu A Rahman dan Malik Ridwan berangkat dari rumahnya menuju Bireuen untuk minum kopi. "Tapi setelah itu mereka tidak kembali lagi," katanya kepada Serambi, Selasa (9/5).(ib/j)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Dijajaki, Pembentukan KPP HAM Kasus Aceh

Serambi-Banda Aceh
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang menjajaki kemungkinan pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM di Aceh.
Sebagai langkah awal, dua personil teras Komnas HAM, Djoko Soegianto dan BN Marbun, selama dua hari sejak Selasa kemarin, berada di Banda Aceh. Keduanya mengisyaratkan kemungkinan pembentukan KPP HAM yang realisasinya secara akan diputuskan dalam rapat pleno di Jakarta.
"Kami ke sini untuk menampung aspirasi dari rekan-rekan, setelah itu kita akan bawa hal itu ke rapat pleno, di sana nantinya akan diputuskan tentang pembentukan KPP HAM tersebut," kata Ketua Komnas HAM, Djoko Soegiarto, melalui sebuah acara di Kantor Komnas HAM perwakilan Aceh, kemarin.
Hadir dalam acara tersebut Aguswandi BR (Ketua Kontras Aceh), Iqbal Farabi (Kepala Perwakilan Komnas HAM Aceh), Afridhal (LBH), serta sejumlah aktivis mahasiswa dan HAM lainnya.
Djoko yang didampingi BM Marbun diminta peserta pertemuan supaya secepatnya membentuk KPP HAM dengan limit waktu yang jelas. Tuntutan yang sama juga diutarakan oleh demonstran dari Wakampas yang menggelar aksi demo di depan kantor tersebut.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, adanya tuntutan supaya membentuk KPP HAM di Aceh adalah suatu realitas yang harus segera direspon. Namun, untuk tercapinya hal itu harus dilakukan pengkajian- pengkajian lebih lanjut. Sebagaimana laporan yang diterima dari Komnas HAM perwakilan Aceh dan para demonstrans, Djoko menyebutkan sudah mendapat gambaran tentang persoalan Aceh.
Saat didesak kapan KPP HAM itu dibentuk, Djoko mengatakan belum bisa menentukan kepastiannya. Katanya, tidak gampang membentuk KPP HAM, sebab sebelum itu perlu masukan-masukan terlebih dahulu. Sedangkan mengenai siapa saja yang terkait dengan pelanggaran HAM di Aceh, dia mengatakan belum dapat memberi jawaban. "Kita tunggu saja KPP itu dibentuk," kata Djoko.
Djoko mengakui tidak menutup mata terhadap pelanggaran HAM di Aceh. Dalam mengungkap hal itu, kewenangan Komnas HAM hanya sebatas penyeledik. Sedangkan pemberian sanksi kepada mereka adalah lembaga peradilan HAM. Tapi karena saat ini tidak ada peradilan HAM, maka persoalan tersebut dilimpahkan ke peradilan umum, kata Djoko.
Guna mendapat hasil yang akurat tentang pelanggaran di Aceh, pihaknya akan bekerja sama dengan tim independen pengusut tindak kekerasan di Aceh dan sama-sama melakukan pengusutan tentang adanya pelanggaran HAM di Aceh.
Dalam sesi pertanyaan, peserta mempertanyakan kapasitas KPP HAM apabila nantinya terbentuk. "Peletakan orang-orang pada KPP HAM sangat menentukan. Kita tidak ingin yang duduk di sana seluruhnya dari unsur Komnas HAM, tapi harus melibatkan LSM-LSM yang konsern terhadap persoalan kemanusiaan," kata Tarmizi MSi, Sekjen SMUR.
Afridhal dan Aguswandi BR juga menggugat Komnas HAM. Afridhal mengatakan, selama ini Komnas HAM tidak melakukan upaya untuk menghentikan pelanggaran HAM di Aceh. Padahal LBH dan LSM lain sudah mengirim data akurat tentang pelanggaran HAM di Aceh. "Kalau dikatakan itu perlu waktu sangat tidak rasional," kata Afridhal.
Senada dengan itu, Aguswandi BR menambahkan, Komnas HAM tidak mempunyai nyali bila penyelidikan itu berbenturan dengan TNI. Sebagai tindak lanjut, Ketua Kontras Aceh itu mengharapkan supaya Komnas HAM memanggil pejabat-pejabat militer yang terlibat pelanggaran HAM. "Apabila ini dibiarkan, maka Komnas sendiri telah melakukan pelanggaran," tandas Aguswandi.
Menjawab pertanyaan tersebut, Djoko mengatakan tidak pernah ada ketakutan dari anggota Komnas HAM. Selama pengusutan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan, kenapa harus ditakuti, kata Djoko.
Jangan hanya janji
Sementara itu pertemuan Ketua Komnas HAM dengan aktifis HAM tersebut diwarnai aksi unjuk rasa yang dilakukan Wakampas. Dengan mengusung poster dan spanduk tuntutan agar KPP HAM dibentuk, mereka menggugat Djoko. "Jangan hanya sebatas ngomong, tapi yang diperlukan adalah kejelasan," kata seorang demostran.
Suasana pertemuan itu sempat berhenti beberapa saat setelah para demonstran "menyerbu" ke dalam. Djoko yang sedang ngomong harus menghentikan penjelasnnya seputar soal teknis pembentukan KPP HAM, karena harus keluar menjumpai demonstran. Kepada demostran, Djoko berjanji untuk mengusut siapa pelaku pelanggaran HAM di Aceh dan membentuk KPP HAM. "Kalau KPP HAM tidak dibentuk, mohon Komnas HAM dibubarkan saja," celoteh demonstran lainnya.
Di depan Djoko, BM Marbun dan Iqbal Farabi, aktivis Wakampas membacakan tiga poin pernyataan sikap, yaitu; Hentikan semua konspirasi politik yang dilakukan elit-elit sipil dan militer pusat yang telah menyebabkan kasus Aceh berlarut-larut. Pemerintah RI segera bubarkan tim independen untuk kasus-kasus kemanusiaan di Aceh, karena telah mandul dalam mewujudkan rasa keadilan yang dituntut rakyat Aceh. Bentuk KPP HAM untuk kasus-kasus kejahatan kemanusiaan di Aceh.
Di tempat terpisah Djoko kepada wartawan menjelaskan, tuntutan aktivis tentang pengusutan pelanggaran HAM dan pembentukan KPP HAM sangat beralasan. Tetapi apapun cerita hal itu harus diputuskan dalam sidang, kata Djoko.
Ditanya tentang kasus-kasus apa saja yang diprioritaskan setelah KPP HAM terbentuk, Djoko mengatakan perlu masukan terlebih dahulu mana kasus yang paling mendesak untuk ditangani. "Silakan lapor lewat perwakilan di sini, kami tunggu disana,"kata Djoko.
Saat ditanya tanggapan Komnas HAM tentang cease fire antara GAM dengan pemerintah RI, Djoko mengatakan tidak punya kapasitas untuk itu. "Tapi apabila hal itu untuk kemanusiaan mengapa tidak," kata Djoko.(y)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kasus Reklamasi Pusong, Pemda Divonis Kalah

Serambi-Lhokseumawe
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, menghukum Bupati Aceh Utara dan Pimpinan Reklamasi Rawa Pusong untuk membayar kerugian kepada PT Blang Putra Agung Lhokseumawe sebanyak Rp 6,4 Milyar. Masing-masing; kegurian materil Rp 1.510.278.500, akibat wanprestasi (ingkar janji) ditambah bunga 1,5 persen sejak bulan Maret 1993, dan kerugian moril/immataril sebanyak Rp 3 Milyar.
Demikian, putusan perkara kasus Reklamsi Pusong yang dibacakan Hakim Ketua PN Lhokseumawe Roosdiana AR SH, Senin (8/5). Sementara, kuasa Hukum PT Blang Putra Agung Sopian Adami SH, menyatakan banding atas putusan tersebut.
Hakim Ketua PN Lhokseumawe yang didampingi dua hakim anggota Syamsul Qamar SH dan Adi Ismed SH, menyatakan dalam amar putusannya perjanjian antara PT Blang Putra Agung dengan Pimpro Reklarasi Pusong, tahap III, IV Nomor: 592/188/Pimpro/1991-1992, dan tahap V dan VI Nomor: 592/187/Pimpro/1991-1992, adalah sah dan berharga.
Kecuali itu, memaparkan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan pihak Bupati dan Pimpro dalam persidangan sebelumnya, majelis menolak seluruh eksepsi tergugat. Mengabulkan gugatan PT Blang Putra Agung untuk sebagian.
Majelis hakim dalam amar putusan, juga menyatakan, putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya verzet, banding dan kasasi.
Sementara itu, kuasa hukum PT BPA Sopian Adami SH, begitu Hakim Ketua PN Lhokseumawe, Roosdiana menyatakan sidang putusan perkara perdata Nomor: 04/Pdt.G/2000/PN-Lsm ditutup, langsung menyatakan banding. Sedangkan banding yang diikrar kuasa-kuasa hukum tergugat, hakim menyuruh musyawarah dulu, karena waktunya disedia selama 14 hari.
Sopian kepada Serambi di pengadilan kemarin, mengatakan banding, karena Pemda benar-benar wanpresatasi yang telah disepakati.
Kecuali itu, kliennya juga telah mengalami kerugian secara besar- besaran akibat wanprestasi yang dilakukan tergugat-tergugat. "Kami tidak cukup membayar utang dengan dana yang akan dibayar Pemda sekitar Rp 6 Milyar itu," ujar Sopian seraya menambahkan berdasarkan dua item tersebut menyatakan banding.(h)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Pengadaan Beras Dolog Dipermainkan
Petani Rugi Ratusan Juta

Serambi-Banda Aceh
Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan beras bulan Maret-Mei 2000 mengakibatkan petani dan negara mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Praktek kotor itu diduga kuat melibatkan pejabat Dolog di Aceh
Menurut informasi yang dihimpun Serambi, praktik KKN itu bermula terungkap dari harga beras yang dibayarkan oleh pihak Dolog ternyata tidak sesuai dengan harga beli beras yang telah disepakati dalam tender Maret 2000 lalu.
Pada program pengadaan pangan Maret 2000 lalu, pembelian beras untuk pengadaan nasional ditergetkan 18.000 ton atau senilai Rp 40 milyar. Untuk itu, Kadolog Aceh Kusumaatmadja menetapkan harga beli beras -- dengan butir patah antara 15-17 persen -- dari koperasi/KUD dan rekanan serta kilang padi Rp 2.190 - Rp 2.200/kg.
Namun informasi yang dihimpun Serambi dari kalangan rekanan dan pedagang beras mengungkapkan bahwa harga beras Rp 2.190 - Rp 2.200/kg itu hanya berlaku di Banda Aceh, sedangkan harga tampungnya di daerah hanya Rp 2.000/kg.
Hal itu diakui sejumlah rekanan. Bahkan, mereka mencontohkan kasus di Sub Dolog Blang Pidie, Aceh Selatan yang cukup transparan. Pada Maret 2000 lalu, Kadolog Aceh meminta Kasub Dolog setempat membuka kran pengadaan sebanyak 1.000 ton beras.
Namun, karena pada saat itu di wilayah setempat, panen padinya kurang berhasil, maka untuk memenuhi target pengadaan, sebagian besar beras diambil dari Sigli dan Banda Aceh. Beras itu diangkut dari Sigli dan Banda Aceh menggunakan transporter PT Aulia Sejahtera Sempena (ASS).
Kalangan pedagang di Banda Aceh mengungkapkan, para pedagang pengumpul pemasok beras ke Sub Dolog di Blang Pidie membeli beras dari kilang padi dan pasaran umum di Sigli dan Banda Aceh dengan harga tidak lebih dari Rp 1.800 - Rp 1.900/kg.
Alasan Dolog membeli dengan harga murah, karena Sub Dolog Blang Pidie hanya membayar beras yang mereka angkut tersebut dengan harga Rp 2.000/kg. Padahal, harga beli beras petani berdasarkan pengumuman lelang Dolog waktu itu, untuk daerah di luar, Aceh Besar dan Banda Aceh mencapai Rp 2.200/kg.
Seandainya, volume beras yang masuk waktu itu 800 ton atau 80 persen dari target pengadaan 1.000 ton, berarti nilai harga beras yang dipotong pejabat Dolog mencapai Rp 160 juta. "Uang senilai itu apakah masuk atau kembali ke kas negara, kita juga tidak tahu. Kalau tidak kembali ke kas negara, dapat dipastikan telah terjadi tindak pidana korupsi pada lembaga depot logistik tersebut," kata pedagang tadi.
Diungkapkan, tindakan KKN lainnya juga terjadi di beberapa sub-sub Dolog lainnya. Misalnya di Sub Dolog Aceh Utara dan Aceh Tengah. Kadolog dan mitranya membeli beras di kilang-kilang padi di Sigli dan Banda Aceh.
Bahkan sebagian beras Dolog jatah pegawai negeri/JPS bulan Januari dan Maret 2000 yang telah dijual penerimanya ke pasaran umum dibeli kembali dan dijadikan beras pengadaan baru.
Beras yang dibeli itu dimasukkan ke dalam kantong 50 kg dan diberi lebel. Jumlah berasnya diperkirakan mencapai 500 ton. Beras sebanyak itu, ungkap seorang rekanan Dolog, dibawa langsung ke sub Dolog Aceh Tengah tanpa terlebih dahulu disurvei badan surveyor nasional, PT Socfindo.
"Tindakan tersebut jelas menyimpang dan dapat dikatagorikan masuk dalam tindakan pidana korupsi. Sebab, beras yang dibawa ke Aceh Tengah itu sudah tidak disurvei, harga belinya juga di bawah harga lelang, sedangkan pengamprahannya kepada pemasok sesuai dengan harga lelang yakni Rp 2.190 - Rp 2.200/kg," ungkap pedagang.
Untuk menghindari tudingan atau dugaan negatif dari pihak tertentu yang mengetahui praktik kotor tersebut, Sub Dolog Aceh Tengah diperintahkan membuka kran pengadaan, sehingga beras yang masuk ke gudang Dolog itu seolah-olah hasil pengadaan pangan setempat.
Sedangkan untuk mengelabui sejumlah rekanan lainnya, Sub Dolog Aceh Utara mengeluarkan surat perintah mobilisasi nasional (mobnas) lokal dari Aceh Utara ke Aceh Tengah. Tujuannya, agar pada waktu beras itu diangkut ke Aceh Tengah, seolah-olah beras berasal dari mobnas, sub Dolog Aceh Utara. Padahal, beras yang diangkut PT ASS itu, adalah beras hasil pembelian dari kilang-kilang padi di Sigli dan Banda Aceh dengan harga hanya sekitar Rp 1.600 - Rp 1.800/kg.
Kadolog Aceh, Kusumaatmadja ketika dikonfirmasi masalah tersebut menegaskan, ia tak pernah memerintahkan untuk berbuat tindakan melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku. "Kalau ada pejabat Dolog yang melakukan tindakan yang merugikan negara dan petani, kita siap menindaknya. Apalagi kondisi daerah ini masih sangat memprihatinkan," ujar Kusuma berjanji.(naz/her)

To Indek: 



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Piasan Malam Tinggal Kenangan

HAMPIR tiga tahun sudah kehidupan malam di Aceh redup. Lumpuhnya suasana keramaian yang sebelumnya mewarnai kehidupan warga, kini hanya tinggal kenangan. Bagi penduduk pedesaan, terutama kawula muda dan anak-anak se-usia sekolah, terasa sepi tanpa hiburan. Karena disadari atau tidak, piasan malam memang sudah menyatu dengan rakyat. Kini, semua itu tak pernah ada lagi.
Fenomena kehidupan dari beberapa aspek strategis belakangan ini jauh bertolak belakang dari apa yang dialami sebelumnya. Mungkin semua orang tak menyangka sama sekali, kalau perubahan ke arah seperti apa yang dirasakan selama ini terjadi. Namun harus disadari, semua itu ada untung dan ruginya.
Secara umum, kehidupan masyarakat akhir-akhir ini begitu komplek permasaalahan yang dihadapi. Berbagai problema datang silih berganti seakan tak pernah habis-habisnya. Tak usah jauh-jauh, lihat saja sekitar kita. Semua itu tentu ada sebab musababnya. Kalau tidak, mustahil hal itu terjadi.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengungkit kembali secara mendalam kenapa hal itu terjadi dan bagaimana upaya pemecahannya. Tapi hanya ingin mengambil sisi atau dampak yang timbul terhadap kebiasaan anak-anak, menyusul redupnya malam yang semakin kentara. Padahal, salah satu dunia mereka adalah hiburan.
Memang diakui, sejak beberapa tahun terakhir berbagai macam hiburan ikut mewarnai kehidupan masyarakat terutama kawulamuda. Walau pun tidak punya TV sendiri, tapi yang namanya hiburan dimana-mana ada. Apalagi belakangan ini, kehadiran CD membuat dunia hiburan semakin marak. Tak hanya di kota besar, hingga ibukota kecamatan pun tak ketinggalan.
Bahkan untuk menarik masyarakat akan dunia hiburan, pedagang sengaja menjual kaset tersebut di kaki lima. Suguhan hiburan dengan berbagai aneka lagu kini hampir merata semua kota. Dan, anak-anak pun dengan bebas menontonnya. Suasana tampak meriah seperti layaknya pesta perkawinann.
Dengan cara demikian, calon pembeli pun tak perlu repot-repot lagi. Kalau ingin tre, suruh putar saja di tempat itu. Cocok menurut selera, bayar dan angkat barang. Gampang sekali bukan ? Kata anak muda sekarang," Kesenangan memang lebih dari kekayaan". Itulah dunia hiburan.
Kendati demikian, bukan berarti semua lapisan masyarakat sudah puas dengan musik modern seperti itu. Bagi kawula muda mungkin oke-oke saja. Tapi bagaimana dengan orang dewasa termasuk nenek dan kakek. Tentu saja seleranya berbeda.
Umumnya mereka lebih menyenangi musik bernuansa Islami sejenis rebana atau hiburan tradisional lain yang sifatnya membangun. Penampilan hiburan sejenis itu sudah menjadi langganan rutin bagi masyarakat di pedesaan. Atraksinya pun disesuaikan menurut keadaan, waktu atau lokasi tempat dimana acara itu digelar.
Di Aceh, pagelaran hiburan biasanya dilakukan pada malam hari. Demikian halnya jenis hiburan yang ditampilkan. Kecuali di kota-kota, sementara di pedesaan atau ibukota kecamatan, yang sangat laris adalah pertunjukan hiburan tradisional.
Kehadiran piasan malam bukan hanya menguntungkan sebelah pihak saja, tapi ikut berimbas terhadap warga sekitarnya. Minimal mereka dapat mengambil peluang baik untuk mencari nafkah. Sejumlah pedagang kecil termasuk nyak-nyak ikut ambil bagian menjual makanan ringan baik itu kacang goreng atau minimal sirih.
Kini, semua itu hanya tinggal kenangan. Suara orang menabuh rapai dan rebana, lengang lenggok pemain seudati, sandiwara yang penuh lelucon serta suara biola yang merdu tak pernah terdengar lagi. Entah kapan itu bergema kembali seperti sediakala.
Beberapa macam hiburan yang masih digemari mayoritas penduduk di daerah ini antara lain, seudati tunang, sandiwara, rapai daboh, biola, rebana serta beberapa jenis tarian massal terutama yang ditampilkan anak-anak. Semua jenis hiburan tersebut, kini nyaris langka akibat ditelan modernisasi.
Konon lagi dengan situasi selama ini. Hampir tiga tahun suasana kehidupan malam tak terdengar lagi. Berbagai aktifitas sepertinya lumpuh. Kendati berdenyut, tapi tak senormal seperti dulunya. Melihat kenyataan tersebut, diakui atau tidak, masyarakat kita terutama orang dewasa termasuk yang berusia lanjut sudah kehausan akan piasan malam.
Lumpuhnya piasan malam selama ini lantaran kondisi yang tak mengizinkan. Semua kita menginginkan terciptanya perdamaian. Dan, apa yang dialami sekarang ini, mungkin dulu tak pernah terbayangkan dibenak kita. Semua menghendaki agar kedamaian itu tercipta kembali dengan baik. Begitupun, semua itu ada hikmahnya. Allah Maha tahu atas segalanya.(abdullah gani)