: 00.30 Wib Rabu, 17 Mei 2000
PASAR IKAN LAMBADA-
Pasar Ikan Lambada Lhok, Kecamatan Pembantu
Kuala Gigieng, Aceh Besar
merupakan salah satu pasar ikan yang ramai
dikunjungi masyarakat.
Bukan saja dari wilayah Aceh Besar, tetapi
juga warga kota
Banda Aceh. Di pasar ini, selain bisa
mendapatkan
ikan segar, harganya pun relatif
murah.
Menlu
Albright: AS Bantu Aceh Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Madeleine Albright, menyambut baik
penandatanganan "Perjanjian Kesepahaman Jeda Kemanusiaan untuk Aceh" antara
wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Davos, Swiss,
Jumat lalu, dengan menjanjikan bantuan kemanusiaan untuk mendukung kesepakatan
itu
Nasib
Camat Sawang Masih Misterius Nasib Camat Sawang, Aceh Selatan, Drs Sumiadi, yang dilaporkan hilang
diculik orang tak dikenal, hari Senin (15/5), saat dalam perjalanan dari Sawang
menuju Tapaktuan -ibukota Aceh Selatan, hingga dini hari tadi masih
misterius
Danrem
011/LW Nyatakan tak Mau Lagi Lihat Darah Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Syafnil
Armen menyatakan menyambut penandatanganan MoU Jeda Kemanusiaan, pihaknya tak
mau melihat lagi darah --dari pihak manapun-- berceceran di Aceh. Bersamaan
dengan itu, sebagai pimpinan TNI di daerah ia akan terus berusaha mengubah
perilaku prajurit menjadi lebih baik dan simpatik
Isi
Hati Terdakwa di Ujung Sidang Janganlah kami dianggap prajurit-prajurit pembunuh orang yang tidak
berdaya.
Janganlah kami dinggap mesin-mesin pembunuh yang menghilangkan nyawa
orang dengan mudahnya.
Janganlah kami dianggap manusia kejam dan tega yang tidak mempunyai rasa
perikemanusiaan.
Tim
Pembela Perkara Koneksitas: Bebaskan Mereka
Dua
Siswa SMU 5 Ditemukan Tewas
Sektor
Agama Oke, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Belum Memadai
Suplai
Air PDAM ke Keutapang Macet
Penataan
Lhokseumawe, Menyolek tanpa Mendesain
Naikkan
Gaji Keuchik
Korban
Penembakan Dirawat di Rumah
Empat
Hari MoU Jenewa: Kecamatan Mulai Ramai
Danrem
011/LW: TNI Terus Ubah Perilaku Prajurit
Gantirugi
Tidak Dibayar, Warga Mendatangi DPRD
Tarif
Pancung Naik, Pedagang Unjuk Rasa
Petani
Peudada Dapat Bantuan Jepang
Rapat
Intern DPRD Pidie Tegang
PDAM
Sigli akan Dikelola Swasta
Penelitian
Kontras: Pembacok Triyanto Bukan AGAM
Polisi
Sita Dua Pucuk Senjata Api dan Amunisi
IPK
Dipermainkan, DR Sulit Ditagih
To Indek:
Menlu Albright: AS Bantu
Aceh
Serambi-Washington
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS),
Madeleine Albright, menyambut baik penandatanganan "Perjanjian Kesepahaman Jeda
Kemanusiaan untuk Aceh" antara wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) di Davos, Swiss, Jumat lalu, dengan menjanjikan bantuan
kemanusiaan untuk mendukung kesepakatan itu.
Namun Albright, yang berbicara kepada para
wartawan dalam konferensi pers bersama Menlu Alwi Shihab di Deplu AS, hari Senin
(15/5) waktu setempat atau Selasa dinihari WIB, menekankan bahwa perjanjian
tersebut baru langkah awal guna menciptakan perdamaian di provinsi kaya minyak
itu.
"Perjanjian 12
Mei adalah suatu langkah awal yang penting, tetapi resolusi mengakhiri konflik
(Aceh) akan membutuhkan penyelesaian politik yang komprehensif dengan mencarikan
apa penyebab utama sehingga terjadinya konflik 'menyakitkan' di provinsi itu,"
tegas Albright.
Kesepakatan yang mulai efektif pada 2 Juni mendatang itu dan untuk waktu
tiga bulan, pantas mendapat dukungan masyarakat internasional, katanya lagi.
Menlu AS itu juga menyambut baik upaya Jakarta dan GAM atas niat baik mereka
menciptakan kedamaian di Aceh.
"Ini adalah langkah politik sungguh-sungguh
dan ikhlas dari kedua belah pihak dan sekaligus pula menunjukkan kesempatan
terbaik untuk mengakhiri konflik 24 tahun (di Aceh) yang telah menyebabkan
penderitaan serta menewaskan ribuan orang," kata Albright, yang tak mengumumkan
jenis dan jumlah bantuan kemanusiaan dari pemerintah AS.
"Kami mendesak negara-negara sahabat
Indonesia di masyarakat internasional untuk bergabung dengan kami dalam
persoalan ini sehingga kita dapat menciptakan suasana dari kesepakatan jeda
kemanusiaan ini menjadi perdamaian abadi di Aceh," katanya
menambahkan.
Perjanjian itu meningkatkan harapan bahwa kekacauan seperti melanda
Timor Timur (Timtim) setelah rakyat daerah itu memilih merdeka dari Indonesia
pada tahun lalu dapat dihindari di Aceh. Tapi harapan itu menyisakan
kekhawatiran sebab pihak GAM tetap menuntut kemerdekaan, sesuatu yang sangat
ditentang Jakarta.
Kedua Menlu menekankan solusi Aceh harus didasari kepada ide bahwa
provinsi ujung barat pulau Sumatera itu tetap bagian Indonesia. "AS mendukung
dialog yang bertujuan menciptakan keadilan dan perdamaian di Aceh dalam konteks
bersatu, demokrasi Indonesia," kata Albright.
Dalam kesempatan itu, Menlu Alwi Shihab
kembali menyatakan bahwa integritas wilayah Indonesia mendapat dukungan AS. "Ini
(kesepakatan GAM-RI) merupakan peristiwa bersejarah bagi rakyat Indonesia serta
rakyat Aceh untuk mulai menciptakan perdamaian Aceh dan daerah-daerah lain,"
katanya.
Sementara
itu, sebuah LSM yang memantau hak azasi manusia, Human Right Watch (HRW)
mendesak agar kesepakatan RI-GAM harus diikuti proses dialog dengan melibatkan
para pemimpin LSM dan kelompok sipil lain di Aceh untuk mengimplementasi
perjanjian itu. "Keadilan dan melindungi warga sipil adalah prioritas utama,"
kata organisasi pembela HAM yang berpusat di New York dalam keterangan pers yang
diterima Serambi, kemarin.
"Kelompok sipil telah memainkan peranan penting untuk mendesak agar
diakhirnya konflik bersenjata di Aceh," kata deputi direktur devisi Asia HRW,
Joe Saunders. "Tapi mereka tidak secara langsung terlibat dalam pembicaraan
tersebut padahal partisipasi dan dukungannya sangat dibutuhkan. Maka dalam
perundingan lanjutan, mereka harus dilibatkan."
"Begitu perjanjian ditandatangani, prioritas
utama adalah mencari jalan bagi keselamatan para pengungsi, pekerja kemanusiaan,
serta warga sipil lainnya yang selama ini menjadi target utama dari berbagai
tindak kekerasan," tandas Saunders.
"Masalah kritis lainnya adalah memberikan
rasa keadilan bagi rakyat Aceh dengan membawa para pelaku pelanggaran HAM selama
satu dekade terakhir ke meja pengadilan. Pemerintah (Indonesia) harus segera
membentuk pengadilan yang komprehensif," ujarnya.
Tarik pasukan
Sedangkan TAPOL --organisasi yang concern
memperhatikan kasus pelanggaran HAM di Aceh dan Papua Barat-- dalam suatu
pernyataan yang ditandatangani oleh Carmel Budiardjo juga menyatakan "Perjanjian
Kesepahaman Jeda Kemanusiaan untuk Aceh" merupakan langkah awal menuju
diakhirinya kekerasan di Aceh.
Tapi, TAPOL yang bermarkas di London, Inggris
itu menekankan, "Kalau pemerintah Indonesia serius menyelesaikan kasus Aceh
dengan membawa perdamaian di sana, langkah mendesak yang harus dilakukan adalah
segera menarik pasukan dan mengakhiri praktik melindungi pelaku pelanggaran
HAM."
TAPOL melihat
kesepakatan RI-GAM merupakan sebagai respon terhadap tuntutan dari kalangan LSM
dan kelompok aktivis mahasiswa di Aceh agar kedua pihak yang bertikai meletakkan
senjata dan mengakhiri tindak kekerasan.
"Perjanjian itu memang ditujukan untuk
kemanusiaan. Semoga organisasi pembela HAM dapat melindungi warga sipil dan
tersedia kesempatan untuk mendukung banyaknya masyarakat yang sangat menderita
akibat semakin meningkatnya eskalasi kekerasan dalam beberapa bulan terakhir,"
kata Budiardjo.
TAPOL
mengharapkan perjanjian RI-GAM bisa menjadi moment penting untuk mencarikan
solusi damai melalui negosiasi dan dialog bagi penyelesaian krisis di Aceh.
"Namun, perdamaian tidak dapat dicapai tanpa adanya keadilan," tambahnya, yang
mendesak agar pemerintah Indonesia serius mengatasi masalah para pelaku
pelanggaran HAM tersebut.
Sementara itu, Uni Eropa dalam pernyataannya menyambut baik upaya
pemerintah Indonesia menyelesaikan konflik dengan GAM lewat dialog yang ditandai
dengan tercapainya kesepakatan untuk kemanusiaan di Swiss, Jumat lalu. Hal itu
disampaikan Portugal, yang kini menjadi presiden Uni Eropa.
Uni Eropa mendesak seluruh pihak
yang terlibat konflik Aceh dapat menghormati kesepakatan itu dan mengharapkan
menjadi langkah awal bagi penyelesaian menyeluruh kasus provinsi itu. Uni Eropa
juga mengharapkan segera dimulainya upaya memberi keadilan bagi rakyat Aceh
dengan membawa pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan. (afp/nuh)
To Indek:
Nasib Camat Sawang Masih
Misterius
Serambi-Banda
Aceh
Nasib Camat
Sawang, Aceh Selatan, Drs Sumiadi, yang dilaporkan hilang diculik orang tak
dikenal, hari Senin (15/5), saat dalam perjalanan dari Sawang menuju Tapaktuan
-ibukota Aceh Selatan, hingga dini hari tadi masih misterius.
Pjs Kapolres Aceh Selatan, Mayor
Pol Drs Supriadi Djalal yang berulangkali dihubungi Serambi sampai tadi malam
tidak berhasil dikonfirmasi, karena sangat sibuk mengkoordinir upaya
pencarian.
Sementara
sumber-sumber di Polres setempat menyebutkan, aparat keamanan terus dikerahkan
ke sekitar lokasi kejadian untuk mencari Sumiadi. Tindakan pencarian, kemarin
menyisir kawasan pergunungan Air Dingin dengan mengerahkan puluhan personil
Polres dan anggota BKO Brimob, tapi belum menemukan jejak pelaku.
Kawasan itu disisir karena di sana
ditemukan mobil dinas camat tersebut. Mobil ditemukan dalam keadaan kosong
diparkir di tepi jalan raya.
Dilaporkan, Polres Aceh Selatan telah meminta keterangan dari dua orang
penduduk Sawang. Di samping itu, empat tokoh masyarakat Sawang yang sebelumnya
satu mobil dengan camat -- tapi kemudian diperintah turun oleh penculik -- juga
diminta keterangan di Mapolsek Sawang.
Istri korban, dr Ina Sayitri sangat khawatair
atas nasib suaminya. Dokter yang kini sedang mengandung anak kedua itu memohon
kebaikan hati pelaku untuk melepaskan suaminya dalam keadaan sehat. "Anak kami
terus-menerus menangis karena tidak melihat bapaknya," kata dr Ina ketika
dihubungi di rumah mertuanya di Kelurahan Kampung Hilir, Tapaktuan, kemarin
petang.
Ia tidak tahu
kenapa suaminya diculik. "Saya berdoa semoga Bapak mendapat perlindungan Allah,"
kata Kepala Puskesmas Blang Kejeren, Labuhan Haji itu
dengan suara terputus-putus.
Bupati Aceh Selatan, Ir T
Machsalmina Ali sangat terpukul atas peristiwa tersebut. Dengan hati tulus,
bupati minta pelaku segera melepaskan anak buahnya itu dalam keadaan hidup.
"Kami tak tahu apa kesalahannya sehingga diculik. Saya mohon dilepas dalam
keadaan sehat. Kasihan istri dan anaknya yang masih kecil terus menangis," kata
Machsalmina ketika dihubungi Serambi tadi malam.
Peristiwa penculikan Camat Sawang membuat
jajaran Setwilda Aceh Selatan terguncang. Bupati Machsalmina didampingi sejumlah
staf, Selasa pagi kemarin, turun ke Sawang, untuk memantau perkembangan dan guna
mengetahui kronologis aksi penculikan yang menimpa anak buahnya itu. Ikut turun
ke lapangan, Pjs Kapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi
Djalal.
Berdasarkan
informasi yang dihimpun bupati, aksi penculikan terhadap Camat Sumiadi terjadi
sekitar pukul 13.30 WIB di lintasan jalan raya. Persisnya di daerah sepi kawasan
gunung Desa Sawang I, sekitar 18 Km dari Tapaktuan arah
Blangpidie.
Saat
kejadian Camat Sumiadi mengendarai mobil dinas Toyota Kijang setelah
mengantarkan bantuan Pemerintah Arab Saudi untuk warga miskin di desa-desa,
berupa kurma dan tepung terigu.
Selain Sumiadi, dalam kendaraan tersebut ada
empat tokoh masyarakat, yaitu Fadli (staf camat) warga Desa Blang Gelinggang,
Tgk Tarmizi (tokoh ulama) warga Desa Trieng Meuduro Baroh), M Yusuf (tokoh
masyarakat/mantan Kades Ujong Kareng) dan Muhibbudin (pengurus OKP) warga Desa
Sawang Ba'U). Tiga nama terakhir merupakan tim pemantau penyaluran bantuan Arab
Saudi tersebut.
Dilaporkan, Camat Sumiadi bersama empat orang tersebut, Senin siang
sempat masuk kawasan Desa Trieng Meudoro Baroh, tempat tinggal Tgk Tarmizi.
Kemuadian mereka bergerak menuju Desa Sawang II, lokasi kantor camat yang telah
dibakar beberapa bulan lalu.
Ketika melintas di daerah belokan pegunungan Desa Sawang I, mobil camat
dihadang sejumlah sipil bersenjata yang mengendarai empat sepeda
motor.
Kecuali Camat
Sumiadi, keempat penumpang mobil dinas tersebut diminta turun dan diperintah
berjalan menuju sungai sekitar lokasi tanpa diperbolehkan menoleh ke
belakang.
Mereka
menuruti perintah itu, sementara camat bersama mobil dinas dan pelaku bergerak
ke arah Tapaktuan.
Mobil dinas camat itu, kemudian dilihat sejumlah pengguna jalan,
diparkir dalam keadaan kosong di pinggir jalan raya kawasan pegunungan Air
Dingin, Desa Lhok Pawoh, perbatasan Kecamatan Sawang dengan Kecamatan
Samadua.
Beberapa
pengguna jalan mengaku sudah melihat kendaraan tersebut parkir di daerah itu
sejak pukul 14.00 WIB sampai waktu shalat Magrib. Sementara keempat tokoh
masyarakat yang menjadi teman seperjalanan Sumiadi baru melaporkan kejadian
tersebut kepada Polsek Sawang, sekitar pukul 19.00 WIB.
Beberapa saat sebelumnya aparat Polsek
setempat mendapat informasi bahwa mobil camat ditemukan dalam keadaan kosong di
tepi jalan raya kawasan gunung Air Dingin. Tidak lama kemudian, informasi bahwa
Camat Sawang Sumiadi menjadi korban penculikan segera merebak sampai ke
Tapaktuan.
ada hari
kejadian, Dokter Ina Sayitri pada hari kejadian masih berada di rumah orangtua
Sumiadi di Kelurahan Hilir Tapaktuan. Ia bersama Sumiadi pulang ke Tapaktuan
sejak Sabtu (13/5) lalu karena orangtua Sumiadi sakit.
Senin pagi, dr Sayitri pamit pergi ke Dinas
Kesehatan untuk suatu keperluan, sedangkan Sumiadi berangkat tugas ke
Sawang.
Dia sepakat
dengan suaminya akan pulang ke Blang Kejeren paling lambat pukul 17.00 WIB sore.
Tapi setelah ditunggu sampai pukul 18.00 WIB, Sumiadi tidak
menjemputnya.
Ina
Sayitri mulai gelisah, kemudian menelpon salah seorang camat. Ia menduga ada
yang tidak beres, karena rekan suaminya itu mengaku melihat mobil dinas Camat
Sawang parkir di kawasan gunung Air Dingin.
Ia Sayitri menelpon Polsek Sawang sekitar
pukul 19.15 WIB, kemudian mendapat laporan bahwa suaminya diculik. Sedangkan
empat orang yang juga semobil dengan suaminya selamat dan telah melapor ke
Polsek.
Drs Sumiadi,
putra kelahiran Tapaktuan, 25 Desember 1963. Ia dilantik menjadi Camat Sawang 24
Januari 2000 lalu menggantikan Drs Harmaini. Menikah dengan dr Ina Sayitri di
Banda Aceh 3 Agustus 1996 lalu, kini dikaruniai satu putri berusia tiga
tahun.
Dokter Ina
Sayitri merupakan putri kedua Drs Thamrin Z, mantan Kepala Perpustakaan Wilayah
Aceh, putra asal Kayee Aceh, Kecamatan Manggeng. Thamrin kini aktif sebagai
salah seorang anggota DPRD Aceh mewakili PNU.(tim)
To Indek:
Danrem 011/LW Nyatakan tak Mau Lagi Lihat
Darah
Serambi-Lhokseumawe
Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Syafnil
Armen menyatakan menyambut penandatanganan MoU Jeda Kemanusiaan, pihaknya tak
mau melihat lagi darah --dari pihak manapun-- berceceran di Aceh. Bersamaan
dengan itu, sebagai pimpinan TNI di daerah ia akan terus berusaha mengubah
perilaku prajurit menjadi lebih baik dan simpatik.
Pernyataan itu diungkapkannya dalam pertemuan
dengan wartawan media cetak dan elektronik di aula Makorem setempat, Selasa
(16/5). Selain Syafnil, hadir juga sejumlah pimpinan TNI seperti Dandim 0103
Aceh Utara Letkol Inf Suyatno dan Dansatgas Marinir Letkol Mar Ahmad Farid
Wasington serta sejumlah perwira lapangan.
Diharapkannya, suasana sejuk dan sirnanya
ketegangan di Aceh haruslah tercipta dengan telah ditandatanganinya MoU Jeda
Kemanusiaan itu. "Saya tak mau lagi lihat darah di Aceh. Saya kira para prajurit
pun merasakan hal yang sama. Kalau boleh memilih, mereka lebih senang ditugaskan
di tempat lain ketimbang Aceh," katanya.
Dijelaskan, sejak bertugas menjadi Danrem
011/LW pada 16 Juni 1999 lalu, ia sudah sering kali melihat darah para
prajuritnya yang menjadi korban penghadangan. "Ada prajurit saya yang terpaksa
diamputasi karena terlambat dievakuasi. Sampai menangis saya melihatnya," ungkap
Danrem.
Dalam usaha
meredakan ketegangan, ke intern TNI Syanil berjanji akan terus mengayomi
anakbuahnya agar bertingkah laku lebih baik, dan bertindak simpatik kepada
rakyat. Namun, menurutnya, hal itu tidak semudah membalik telapak tangan karena
menyangkut budaya yang sudah berlangsung puluhan tahun.
"Mengubah kultur yang sudah berakar
membutuhkan waktu panjang, karena ini juga menyangkut doktrin dan pendidikan TNI
yang perlu diubah. Tapi ini akan hilang secara perlahan. Semuanya butuh waktu
dan kesabaran," kata Syafnil Armen
Menjawab pertanyaan seorang wartawan mengenai
sikap kurang simpati prajurit TNI di lapangan, Danrem mengakui masih banyak
aparat yang arogan. Sehingga banyak pihak tak bersalah ikut menjadi korban
sebagai ekses dari suatu insiden. "Terus terang, saya prihatin dengan keadaan
ini," katanya seraya menambahkan bahwa rakyat mengharap banyak dari TNI di
tengah berbagai kekurangannya.
Selain doktrin dan pendidikan, tambah
Syafnil, faktor psikologis dan dinamika di lapangan juga sangat berperan dalam
membentuk sikap prajurit. "Seandainya prajurit mau menerapkan sumpah prajurit
dan sapta marga saja, sikapnya sudah seperti malaikat."
Dalam kesempatan itu, Danrem memaparkan
situasi dan kondisi keamanan yang mulai terjadi pasca pencabutan DOM, 1998
silam, hingga 15 Mei 2000. Eskalasi gangguan keamanan saat itu meningkat dengan
munculnya aksi pembunuhan TPO, penyerangan instalasi militer, propaganda, dan
pemerasan. Ditanya mengapa aparat terkesan membiarkan ketika benih insiden itu
baru muncul, Danrem menyatakan konsep aparat ketika itu memang defensif
pasif.
Mengenai aktor
intelektual yang memenej konflik di Aceh, Danrem mengaku sulit menangkapnya
karena tidak ada bukti-bukti yang jelas. Seorang wartawan menyatakan, tidak
banyak orang yang menguasai manajemen konflik dan ahli pra kondisi di Indonesia.
"Seharusnya aparat bisa mendeteksi mereka," sebut
wartawan.(tim)
To Indek:
Isi Hati Terdakwa di Ujung
Sidang
"Hukum Saya Sebagai
Komandan"
Janganlah kami dianggap
prajurit-prajurit pembunuh orang yang tidak berdaya.
Janganlah kami dinggap
mesin-mesin pembunuh yang menghilangkan nyawa orang dengan
mudahnya.
Janganlah kami dianggap manusia kejam dan tega yang tidak mempunyai rasa
perikemanusiaan.
KALIMAT-kalimat -- yang meski
bernada memelas -- itu, kemarin diucapkan Lettu Trijoko Adiwiyono secara lantang
hingga menyeruak ke sisi-sisi ruang sidang Pengadilan Negeri Banda Aceh, tempat
25 prajurit muda dari TNI AD sedang diadili. Di ruang itu pula, beberapa hari
sebelumnya mereka mengaku telah menembak hingga tewas Tgk Bantaqiah dkk, karena
para prajurit ini tak punya kuasa melawan perintah atasan, yakni Letkol Sudjono.
Dan, setelah melaksanakan perintah itu, mereka sudah mendapat "cap" sebagai
pembunuh.
Untuk
itulah, kemarin mereka meminta waktu kepada majelis hakim guna menyampaikan isi
hati nuraninya, di samping yang disampaikan Tim Penasihat Hukum mereka. Seolah
para terdakwa ingin mengklarifikasi apa yang telah mereka lakukan.
Kalimat-kalimat pembelaan itu mereka susun dalam nuansa yang sangat menyentuh.
Mereka ingin membuka mata dan hati majelis hakim. Apalagi, saat "Ungkapan Hati
Nurani Terdakwa dari Prajurit Kodam I/BB yang disampaikan Lettu Trijoko
Adiwiyono (Komandan Kompi B Yon 113/JS Cunda Lhokseumawe), suasana di dalam
ruang sidang sangat hening. Di luar hujan lebat terus mengguyur. Dan, di muka
ruang sidang itu, majelis hakim tampak mengangguk-angguk.
Namun, akan adakah keringanan buat
para terdakwa? Entahlah. Yang pasti, Lettu Trijoko Adiwiyono yang mewakili 14
prajurit Kodam I/BB menyampaikan sebagian nurani mereka.
"Kami selaku prajurit TNI harus tunduk dan
patuh terhadap perintah atau putusan atasan," katanya.
Di tengah suasana hening ruang sidang
Pengadilan Koneksitas itu, Trijoko terus melanjutkan ungkapan hati nurani
dirinya dan kawan- kawan. "Kami prajurit menyadari tiga resiko kemungkinan yang
akan terjadi dalam menjalankan tugas bangsa dan negara."
þ Kalau kami dianggap berjasa terhadap bangsa
dan negara, kami akan bangga.
þ Kalau kami dianggap bersalah, masuk penjaralah yang kami
terima.
þ Kalau kami
mati, taman makamlah yang siap menanti raga kami.
Masih ada lagi kalimat menyayat hati dan
mendayu-dayu yang ditulis tangan Trijoko cs pada dua lembar kertas double
folio.
Pengunjung
sidang sebagiannya memang kian tercenung kala tangisan hati Trijoko cs terus
menyeruak ruang sidang itu.
"Janganlah kami dianggap prajurit-prajurit pembunuh orang yang tidak
berdaya. Janganlah kami dinggap mesin-mesin pembunuh yang menghilangkan nyawa
orang dengan mudahnya. Janganlah kami dianggap manusia kejam dan tega yang tidak
mempunyai rasa perikemanusiaan," pinta Trijoko cs.
Para terdakwa ini menyatakan, meski mereka
dilengkapi senjata, tapi mereka tetaplah hamba Tuhan yang sama dengan hamba
lainnya. Mereka mengaku masih punya rasa belas kasihan, tidak tega, dan rasa
perikemanusiaan bila menghadapi orang-orang yang tidak berdaya.
"Kami sangat terpaksa melakukannya
karena perintah kepada kami, bukan atas kehendak kami. Kami mohon kepada majelis
hakim untuk mempertimbangkan kesalahan kami, karena kedudukan kami selaku
prajurit bawahan hanya melaksanakan perintah atasan," demikian Trijoko
cs.
Tentang perintah
'atasan' dan kedudukan mereka sebagai prajurit, agaknya dilontarkan Trijoko
secara khusus. Meski tidak merincinya, kedudukan perintah di TNI memang bersifat
mutlak. Seorang prajurit harus segera melaksanakan perintah atasannya, saat itu
juga. Dia tak boleh bertanya, apalagi membantah. Seorang prajurit hanya boleh
mengajukan keberatan minimal delapan hari setelah perintah dikeluarkan. Padahal,
ada ketentuan bahwa perintah harus dilaksanakan segera.
Lain lagi, pembelaan yang disampaikan
terdakwa Kapten Anton Yuliantoro. Komandan Kompi A Yon Linud 328 Kostrad
Cilodong- Bogor Jawa Barat mengatakan, jika perbuatan mereka bersalah, maka
kesalahan itu jangan ditimpakan kepada anak buahnya, tapi ditimpakan kepada
dirinya selaku atasan.
"Sebagai komandan kompi, saya merasa mendapat suatu kehormatan untuk
melaksanakan tugas negara. Kalau dalam persidangan ini kami dinyatakan bersalah,
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, saya mohon dengan hormat kesediaan
majelis hakim untuk memberikan hukuman itu kepada saya sebagai komandan dan
bukan kepada anggota saya dari Yon Linud 328 Kostrad," katanya.
Sikap kesatria Kapten Anton ini,
tentu bukan bukan untuk menyindir atasannya yang melakukan perintah operasi ke
Beutong. Tapi seusai sidang, banyak yang menyelutuk; andai para perwira yang
terlibat dalam garis komando operasi Beutong punya prinsip kestaria seperti yang
dimiliki oleh Kapten Anton. "Berikan hukuman itu kepada saya sebagai komandan
dan bukan kepada anggota saya," katanya.
Yang tak kalah menarik adalah pembelaan yang
disampaikan terdakwa II Letda Maychel Asmi. Anggota Yon Linud 328 Kostrad
Cilodong Bogor ini dalam kalimat-kalimat yang sangat puitis mengungkapkan, "Hari
demi hari telah kami lalui dalam persidangan yang memberikan arti tersendiri
bagi kami. Mungkin ini adalah salah satu wujud dari tanggungjawab yang harus
kami pikul dari apa yang pernah kami perbuat serta kami yakini, bahwa kami tidak
akan pernah lari dan mengelak dari apapun yang telah kami
lakukan."
"Untuk itu,
terimalah salam hormat dan maaf dari kami semua kepada saudara-saudara kami yang
ada di Tanah Rencong ini. Karena kami datang dengan niat yang tulus dan suci,
menjalankan tugas yang dipikulkan di pundak kami. Semoga kita senantiasa
mendapatkan ampunan, ridha, dan hidayah dari Allah SWT."
(tim)
To Indek:
Tim Pembela Perkara Koneksitas: "Bebaskan
Mereka!"
Serambi-Banda
Aceh
Tim pembela
dari Kostrad dan tim pembela dari Kodam I BB, meminta agar majelis hakim
membebaskan seluruh terdakwa yang terlibat operasi Beutong. Karena secara
yuridis, para terdakwa tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana seperti
dakwaan jaksa.
Sebelum kedua tim pembela membacakan nota pembelaannya pada sidang
lanjutan perkara koneksitas, kemarin (16/5) di Pengadilan Negeri Banda Aceh,
terdakwa 1 Kapten Inf Anton Yuliantoro (Dan Kie A Yon Linud 328 Kostrad),
terdakwa 2 Letda Inf Maychel Asmi (Dan Ton Yon Linud 328 Kostrad), dan terdakwa
12 Letda Trijoko Adiwiyono (Dan Ki B Yon 113/JS Cunda Lhokseumawe),
masing-masing atas nama terdakwa lainnya, telah membacakan pembelaannya di depan
majelis hakim. (Lihat boks Hukumlah Saya Sebagai Komandan-red).
Tim pembela dari Kostrad yang
menangani terdakwa 1 sampai 10, membacakan pembelaanya setebal 142 halaman folio
secara bergantian selama satu jam lebih. Masing-masing disampaikan oleh Kolonel
CHK Drs Burhan Dahlan SH, Letkol CHK Masiran SH, Mayor CHK Apang Supandi SH, dan
Mayor CHK Kantor Ketaren SH.
Dalam nota pembelaanya, kuasa hukum terdakwa menyatakan, dari hasil
pemeriksaan para saksi dan para terdakwa, maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan
yang dilakukan terdakwa 1 Kapten Anton Yuliantoro sampai ke terdakwa 10 Prada
Herianto, semata-mata untuk membela diri.
Menurut penasihat hukum, tidak ada niat dari
prajurit tersebut untuk membunuh, hal itu ditandai ketika terdakwa 1 dan
terdakwa 2 bertemu dengan Tgk Bantaqiah di halaman dayah, terjadi hubungan
silaturahmi yang kental dan akrab. Mereka saling berjabat tangan dan mengucapkan
Assalamualaikum. Dan selanjutnya terdakwa 1 dan terdakwa 2 menyampaikan maksud
datang ke dayah, karena diperoleh informasi di tempat itu ada disimpan 100 pucuk
senjata. Tapi oleh Tgk Bantaqiah membantah, bahwa senjata dimaksud tidak
ada.
Selanjutnya,
terdakwa 1 dan terdakwa 2 meminta izin kepada Tgk Bantaqiah untuk mengumpulkan
seluruh senjata api dan senjata tajam yang ada pada pengikutnya. Bahkan
permintaan itu disetujui oleh Tgk Bantaqiah. Namun, ketika KTP dan senjata tajam
dikumpulkan, pada saat itu pula terlihat anak Tgk Bantaqiah dipukul oleh salah
seorang prajurit karena tidak mau menyerahkan HT yang dimilikinya. Saat itu
pulalah Tgk Bantaqiah menyeru pengikutnya untuk menyerbu prajurit
TNI.
Kalau saja, Tgk
Bantaqiah tidak memerintahkan pengikutnya untuk menyerbu TNI, maka kejadian
pembunuhan Tgk Bantaqiah dan pengikutnya tidak akan pernah
terjadi.
Tim pembela
mengakui, bahwa Letkol Sujono yang datang ke halaman dayah, memang ada
memerintah kepada terdakwa 1 dan terdakwa dua untuk membunuh Tgk Bantaqiah.
Tapi, kedua terdakwa menolak untuk melakukannya, karena kedua terdakwa baru
tunduk atas perintah Dan Yon nya (Letkol Heronimus Guru), hal itu juga ditandai
adanya saran dari terdakwa 1 supaya Letkol Sujono mengkonsultasikannya ke Dan
Yon Linud 328 Letkol Inf Heronimus Guru yang saat itu berada di seberang
sungai.
Memang,
Letkol Sujono menghubungi Letkol Heronimus Guru dan memerintahkan supaya Tgk
Bantaqiah dan pengikutnya di bunuh. Tapi, permintaan Letkol Sujono itu tidak
pernah ditanggapi Letkol Heronimus Guru yang pada waktu itu selaku Komandan
Operasi.
Tim pembela
menilai bahwa JPU sangat berlebihan dalam mengambil konklusi atas keterangan
para terdakwa. Hal itu terjadi karena JPU hanya memikirkan cara memanipulasi
keterangan terdakwa dengan mengambil subtansi matinya orang lain tanpa
menganalisa mengapa orang tersebut mati.
Subtansi pembuktian yang dipotong atau
diperas seperti cara pembuktian yang dilakukan JPU akan mengakibatkan banyaknya
delik pembunuhan terjadi.
Sedangkan kesaksian istri Tgk Bantaqiah Nurliah dan Manfarisyah yang
dibacakan di persidangan, oleh Tim pembela disangsikan kebenarannya. Begitu
juga, kesaksian kedua istri Tgk Bantaqiah itu telah ditolak oleh seluruh
terdakwa.
Kedua saksi
dengan sengaja tidak menghormati lembaga peradilan dengan memberikan
pernyataan-pernyataan yang sulit diterima akal sehat. Dengan tidak hadirnya
kedua saksi di persidangan maka keterangannya yang dibacakan di persidangan
tidak menjadi berimbang dan mempunyai kebenaran mutlak tanpa dapat dinilai lagi
kualitas kebenaran kesaksiannya melalui tanya jawab antara hakim, jaksa dan
penasehat hukum.
Tim
pembela berkesimpulan, bahwa dakwaan maupun tuntutan melakukan perbuatan pidana
yang disampaikan JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karena itu,
terdakwa 1 sampai dengan terdakwa 10 harus dibebaskan dari segala dakwaan. Tim
Pembela meminta kepada majelis hakim supaya melepaskan seluruh terdakwa dari
segala tuntutan, membebaskan terdakwa-terdakwa dari tahanan negara dan
membebankan biaya perkara kepada negara. Bila Majelis hakim berpendapat lain,
mohon putusan yang seadil-adilnya.
Sementara tim Penasehat hukum dari Kodam I
Bukit Barisan yang dibacakan secara bergantian oleh Kolonel Tatang Masfur SH,
Letkol CHK Supo KDM SH, Mayor CHK Robert Purba SH, Kapten CHK Marthin Ginting
SH, Kapten CHK J Silaban, dan Lettu CHK Bekti Soetiono dalam nota pembelaanya
yang disampaikan lebih dari dua jam itu, menolak semua dakawaan dan tuntutan
oleh JPU. Karena secara sah dan meyakinkan tidak terbukti.
Apalagi terdakwa 12 sampai 25
melakukan pembunuhan terhadap korban luka-luka di KM 7 dan 8 Jalan Beutong Ateuh
ke Takengon, semata- mata atas perintah Letkol Sujono. Terdakwa 12 Letda Trijoko
Adiwiyono sempat menyampikan keberatan atas perintah tersebut, dengan alasan
tidak tega dan tidak manusiawi membunuh orang yang sudah tidak berdaya. Akibat
keberatan yang disampaikannya, Letda Trijoko ditampar oleh Letkol Sujono seraya
mencabut pistol dan mengarahkannya ke arah Letda Trijoko.
Dalam suatu operasi tempur di
lapangan, prajurit tidak boleh membantah perintah atasannya. Kalau saja perintah
itu tidak dilaksanakan, bisa saja ia dibunuh di tempat itu dengan alasan menolak
perintah.
Ketika
Letda Trijoko melanjuti perintah itu ke prajuritnya, anak buahnya juga sempat
memprotes. Tapi setelah dijelaskan itu perintah Letkol Sujono yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, maka dengan hati berat perintah membunuh para terdakwa yang
luka-luka terpaksa terdakwa-terdakwa lakukan.
Dari fakta-fakta hukum tersebut, tindakan
yang dilakukan para terdakwa 12 sampai terdakwa 25 di TKP KM 7 dan KM 8 arah ke
Takengon, tidak termasuk dalam pengertian sengaja. Sebab, matinya korban bukan
merupakan perwujudan dari maksud -tujuan dan tidak dikehendaki dari para
terdakwa.
Perbuatan
menembak para korban yang dilakukan para terdakwa semata- mata hanya
melaksanakan perintah Letkol Sujono. Sehingga dakwaan dan tuntutan yang
disampaikan oleh JPU kepada para terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan. Kepada Majelis Hakim, Tim Penasehat hukum meminta supaya terdakwa 12
sampai terdakwa 25 dibebaskan dari pertanggungjawaban pidananya sesuai dengan
Pasal 51 ayat ke 1 KUHP.
Setelah kedua tim pembela membacakan nota pembelaannya, JPU Nuraini AS
SMhk pada kesempatan itu secara lisan menyampaikan tanggapan atas nota pembelaan
tersebut. Pada prinsipnya JPU tetap pada tuntutan yang telah disampaikan pada
sidang sebelumnya.
Atas tanggapan JPU itu, kedua tim pembela tidak lagi menanggapinya.
Setelah sidang selesai, Ketua Majelis mengundurkan sidang sampai Rabu (17/5)
pukul 08.00 WIB untuk menyampaikan Vonisnya.
Jangan "Sandiwara"
Sementara itu, dua anggota tim independen
pengusut tindak kekerasan di Aceh mengharapkan, vonis kasus Tgk Bantaqiah harus
mempertimbangkan perasaan keadilan rakyat, dan dijalankan secara
nyata.
Pernyataan itu
disampaikan Ir Abdul Gani Nurdin, dan H TU Bulqaini Tanjongan SAI. Selaku ketua
tim testimoni, kata Abdul Gani Nurdin, timnya sangat mengharapkan putusan yang
bukan 'sandiwara'. Tapi harus dijalankan oleh terpidana. Jangan sampai, setelah
keputusan diambil, terpidana masih tetap seperti biasa.
Tanpa bermaksud mencurigai, katanya lagi,
sebaiknya penerapan hukum diawasi oleh berbagai pihak. Peran pengontrol ini,
juga harus secara aktif dilakukan masyarakat Aceh.
Karena, katanya, yang jadi persoalan, bukan
isi vonisnya. Tapi apakah keputusan itu dijalankan atau tidak setelah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap. "Ini yang jadi penekanan kita," ujar Abdul Gani
Nurdin.
Sedangkan
seorang anggota tim lainnya, H TU Bulqaini Tanjongan, mengharapkan vonis harus
dilakukan dengan seadil-adilnya. Sebab, peradilan koneksitas ini merupakan yang
pertama dilakukan di Indonesia. Sehingga, putusannya harus mampu memberikan
kewibawaan bagi penegakan hukum pada kasus selanjutnya.
Jika putusannya merupakan 'sandiwara', jangan
harap rakyat akan percaya. Karena tidak sedikit orang pintar dan pakar hukum
yang mengamati berlangsungnya proses peradilan ini.
Yang paling dikhawatirkan, keputusan yang
telah mempunyai kekuatan yang tetap, akan kembali mentah. Dimana, kasus yang
sama akan kembali diproses secara hukum dalam pentas pengadilan lainnya di masa
yang akan datang.
Ini, kata Bulqaini, memungkinkan dan bisa saja terjadi. Syaratnya,
apabila keputusan yang telah mempunyai kekuatan, tidak dijalankan dengan
sebenar-benarnya.
Mudah-mudahan, katanya, persoalan seperti ini tidak akan terjadi dalam
putusan terhadap kasus Tgk bantaqiah. Sebab, aparat hukum juga tahu, bahwa orang
Aceh sudah bosan dengan sandiwara.(tim)
To Indek:
Dua Siswa SMU 5 Ditemukan
Tewas
Serambi-Banda
Aceh
Setelah
menghilang ketika mandi-mandi di laut Lampuuk, Aceh Besar pada Minggu sore
(14/5), akhirnya Selasa pagi kemarin, dua siswa SMU 5 Banda Aceh, Akmad Khusyasi
dan Ismunandar ditemukan jadi mayat.
Sejak menghilangnya kedua remaja yang duduk
di kelas I/5 itu, upaya pencarian dilakukan secara besar-besaran melibatkan
aparat Satpol Air, Polsek Lhoknga, dewan guru, masyarakat dan rekan-rekan
korban. Musibah itu sendiri terjadi ketika rombongan SMU 5 melakukan acara
perpisahan dengan siswa kelas III.
Laporan yang diterima Serambi menyebutkan,
jenazah korban Ismunan- dar ditemukan sekitar pukul 03.00 (menjelang subuh).
Tiga jam kemudian ditemukan rekannya, Ahmad Khusyasi yang juga telah jadi
mayat.
Ketika
ditemukan, posisi kedua korban dalam keadaan telungkup tak jauh dari lokasi
musibah. Badan mulai gembung. Pakaian masih mele- kat di tubuh kedua
korban.
Menyusul
temuan tersebut, kedua jenazah dibawa ke RSU Zainoel Abidin untuk kepentingan
visum dan sempat disemayamkan beberapa saat di kamar jenazah.
Ahmad Khusyasi, putra pasangan
Ilyas Umar-Darma Taksiah, beralamat di Lorong Tunggai, Desa Lamgugop, Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh. Jenazahnya dikebumikan sekitar pukul 14.00 kemarin di
pekuburan keluarga ibundanya di Desa Lam Puuk, Kecamatan Darussalam, Aceh
Besar.
Sedangkan
jenazah Ismunandar, sekitar pukul 12.00 kemarin dibawa pulang oleh orangtuanya
ke kampung asalnya di Kecamatan Batee, Pidie.
Selama ini, Ismunandar tinggal di rumah
kakaknya, Lorong II Dusun Belibis 7, Desa Blang Oi, Kecamatan Meuraxa, Banda
Aceh. Orangtua korban berada di Banda Aceh sehubungan musibah yang menimpa
putranya, dan ikut bergabung bersama tim pencari.
Ilyas Umar dan Darma Taksiah, orangtua
almarhum Ahmad Khusyasi yang ditemui Serambi di rumah duka sore kemarin tampak
sangat terpukul menghadapi musibah yang menimpa putra bungsu mereka. Namun, pa-
sangan itu berusaha tetap tegar. "Kami serahkan sepenuhnya pada kehendak Allah
SWT," ujar Darma Taksiah.
Ketika musibah itu terjadi, Ilyas Umar sedang berada di Lamno, Aceh
Barat. Setelah mendapat kabar putranya hilang di Lampuuk, Ilyas Umar yang
menjabat salah satu Kabag di Dinas Sosial Aceh langsung kembali ke Banda Aceh.
Ia segera ke Lampuuk melakukan pencarian bersama anggota tim lainnya. Malah,
Ilyas Umar ikut menyewa dua buah boat untuk melancarkan pencarian.
Menolong kawan
Menurut keterangan para saksi mata,
musibah yang dialami Ahmad Khusyasi berawal ketika ia berusaha menyelamatkan
rekannya Ismunandar yang tampak kepayahan karena diseret ombak. Waktu itu, Ahmad
Khusyasi sedang berenang tanpa melepaskan baju dan celana.
Ketika melihat rekannya
megap-megap, secepatnya remaja itu membuka baju. Sedangkan celana beserta jam
tangan merek G Shock tetap melekat di tubuhnya. Malah, ketika jenazahnya
ditemukan, jam tangan yang dibelinya di Penang, Malaysia beberapa tahun lalu
masih utuh. Penunjuk waktunya masih berfungsi normal.
Diduga, Ahmad Khusyasi kehabisan tenaga
sewaktu membantu rekannya. Akhirnya kedua remaja sekelas itu sama-sama tenggelam
dan terseret arus.
Sebelum membantu Ismunandar, ternyata Ahmad Khusyasi terlebih dahulu
mempertaruhkan nyawanya menolong seorang pemuda lain, yaitu Irhamsyah, mahasiswa
Akper Lhopksemawe yang juga sempat diseret arus. Hal itu diakui sendiri oleh
Irhamsyah kepada Ilyas Umar (ayah almarhum Ahmad Khusyasi) ketia ia berkunjung
ke rumah duka, Selasa kemarin.
Menurut Irhamsyah, ketika dirinya sedang
kepayahan akibat diseret ombak, langsung dibantu oleh Ahmad Khusyasi. "Meski
sempat kritis, tapi saya selamat," ujar Irhamsyah menyiratkan perasaan duka
menda- lam atas meninggalnya orang yang telah menyelamatkan
nyawanya.
Seperti
diberitakan kemarin, dua siswa SMUN 5 Darussalam Banda Aceh, yaitu Ahmad
Khusyasi dan Ismunandar serta seorang mahasiswa Akper Lhokseumawe, Irhamsyah
(21) diseret ombak ketika mandi-mandi di laut Lampuuk, Aceh Besar, Minggu
(14/5). Irhamsyah yang sedang praktek di RSU Zainoel Abidin Banda Aceh ditemukan
dalam kondisi kritis dan sempat dirawat selama satu malam di rumah
sakit.(rid)
To Indek:
APBD Aceh Besar Rp 77
Milyar
Sektor Agama Oke, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
belum Memadai
Serambi-Jantho
Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD) Aceh Besar tahun 2000 yang diajukan eksekutif sebesar Rp
77.004.305.680 disetujui untuk ditetapkan menjadi Perda oleh DPRD setempat
melalui penutupan masa persidangan VII (pendapat akhir fraksi-fraksi) yang
berlangsung di Kota Jantho, Selasa kemarin.
F-PPP menilai, penyusunan anggaran tahun ini
sangat mengembirakan, karena alokasi untuk sektor agama meningkat dari Rp 38
juta menjadi Rp 790 juta, atau naik 2000 persen lebih.
Sedangkan menurut Fraksi PAN yang diketuai
Anwar Achmad SE, dana pembangunan sebesar Rp 38.986.984.000 (untuk 20 sektor)
belum sepenuhnya mengacu pada skala prioritas sesuai kebijakan dan arah
pembangunan yang telah disetujui.
Anwar menunjuk contoh sektor tranportasi
mendapat alokasi dana sebesar Rp 15.274.911.000 atau 30,18 persen. Sedangkan
sektor lain, terutama untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dinilai belum
memadai.
Mengenai
proses tender proyek di Aceh Besar, menurut F-PPP sering bermasalah karena
kurang transparan. Pelaksanaan Kepres No 16/1994 terkesan hanya formalitas
belaka. Akibatnya tak jarang terdengar suara-suara sumbang seperti "bagi-bagi
proyek", "orang saya", dan "titipan bos".
Masalah proyek juga mendapat sorotan Fraksi
Gabungan yang diketuai Taslim A Jalil. Kalau selama ini sering terjadi
kesenjangan antara kecamatan yang satu dengan lainnya, maka untuk ke depan
diharapkan oleh Taslim harus ada pemerataan untuk semua kecamatan. "Dalam
melakukan tender proyek harus transparans dengan mengutamakan kwalitas hasil
guna," kata Taslim.
Penutupan masa persidangan VII dipimpin Ketua DPRD Aceh Besar, Tgk HM
Amin Hasan didampingi Wakil Ketua Bachtari Arahas dan Amiruddin Usman Daroy.
Sedangkan Bupati Aceh Besar diwakili Sekda Drs H Baswedan Yunus
SH.
APBD 2000 yang
dimensi waktunya hanya sembilan bulan berimbang pada angka Rp 77.004.305.680
seperti jumlah penerimaan. Perinciannya, untuk belanja rutin (gaji pegawai,
belanja rutin dinas, kantor/instansi) Rp 38.017.321.680 dan belanja pembangunan
Rp 38.986.984.000.
Jika dibanding tahun lalu, distribusi dana tahun anggaran ini lebih baik
karena beberapa sektor mengalami kenaikan jumlah anggaran. Seperti sektor agama,
pertanian, kehutanan, sektor sumber daya air irigasi, perumahan/pemukiman, serta
sektor ilmu pengetahun dan teknologi.
Bupati Aceh Besar dalam sambutannya pada
penutupan masa persidangan VII tersebut mengatakan, anggota dewan telah
menunjukkan komitmen terhadap fungsi dan keberadaan sebagai suatu lembaga wakil
rakyat dengan mengajukan berbagai masukan, saran, tanggapan, pendapat koreksi
bahkan kritikan yang konstruktif. Terhadap semua itu Bupati Aceh Besar
menyampaikan penghargaan dan terima kasih.(gus)
To Indek:
Suplai Air PDAM ke Keutapang
Macet
Serambi-Banda
Aceh
Sejak dua
pekan terakhir suplai air PDAM Tirta Daroy Banda Aceh kepada pelanggan di
kawasan Ketapang Dua, Geuceu Meunara, dan Geuceu Komplek macet
total.
Sejumlah
pelanggan di Keutapang Dua dan sekitarnya kepada Serambi sejak tiga hari
terakhir mengeluhkan kondisi itu. "Air macet sudah hampir dua minggu. Pihak PDAM
tenang-tenang saja," lapor seorang pelanggan yang mengaku tinggal di Dusun
Teladan.
Dampak
macetnya distribusi air bersih PDAM ke wilayah itu, pelanggannya terpaksa
membeli air eceran seharga Rp 500 sampai Rp 700/jirigen. Sedangkan bagi yang
tidak mampu membeli air eceren, terpaksa "mengemis" air ke rumah-rumah tetangga
yang memiliki sumur. "Kinerja PDAM bukannya tambah bagus. Malah semakin bobrok,"
timpal seorang pelanggan lainnya.
Keluhan serupa juga dilontarkan pelanggan
dari kawasan Geuceu Meunara dan Geuceu Komplek. Pelanggan di kedua desa itu
mendesak PDAM segera memperbaiki kerusakan pipa induk di dekat jembatan
Peunjeura yang dipastikan sebagai penyebab macetnya suplai air. "Seharusnya PDAM
semakin profesional. Jangan sampai masyarakat menuduh macam-macam. Apalagi
baru-baru ini, perusahaan itu sempat mendapatkan suntikan dana DTD sebesar
ratusan juta," ujar seorang warga Geuceu Meunara.
Sumber Serambi di PDAM Tirta Daroy
membenarkan, macetnya suplai air ke Ketapang Dua, Geuceu Meunara, dan Geuceu
Komplek akibat pipa induk di dekat jembatan Desa Peunjeura, Kecamatan Darul
Imarah, Aceh Besar bocor. Kerusakan itu sedang ditangani teknisi
PDAM.(mis)
To Indek:
Penataan Lhokseumawe, Menyolek tanpa
Mendesain
LHOKSEUMAWE bukan hanya kesohor di
Aceh. Nama ibukota Kabupaten Aceh Utara ini bahkan disebut secara fasih oleh
lidah-lidah masyarakat internasional. Bukan karena kota itu menjadi pusat
kebangkitan pergolakan dan pembangkangan sosial politik di Aceh pada era
reformasi. Tetapi, lebih karena keberadaan proyek-proyek vital yang mengolah
kedahsyatan sumber daya alam ekspornya.
Dibandingkan namanya yang meuceuhu,
Lhokseumawe sebenarnya tidak lebih sebagai sebuah kota tanpa talenta dan tidak
memiliki fasilitas layak untuk disebut kota. Tengok saja nasibnya ketika hujan
lebat turun dan air laut pasang. Tergenang bak sebuah kolam
penampungan.
Kondisi
itu sudah berlangsung jauh sebelum proyek-proyek vital hadir di Aceh Utara.
Namun, ironisnya hingga PT Arun NGL Co akan mengurangi operasional train gasnya
dari enam menjadi dua unit pada tahun 2005 mendatang, keadaan Kota Lhokseumawe
masih tetap seperti dulu. Tergenang luapan air pasang laut dan
hujan.
Bukan hanya
drainase kota yang tidak keberesan yang menjadikan Lhokseumawe dan 13 desa serta
lima kelurahan yang dinaunginya sebagai langganan banjir tak pantas menyandang
predikat kota. Tetapi, juga tata letak dan penataan bangunan yang seperti tidak
pernah terpikirkan penanganannya.
Belum lagi bila berbicara soal air bersih
yang sejak masa lahirnya hingga saat ini Lhokseumawe seperti tidak tersentuh
modernisasi air pet. Sehingga dalam kondisi kotanya banjir genangan, warga tetap
membeli air dari jasa kereta dorong atau mobil tanki partikelir.
Kompleksitas permasalahan fasilitas
pendukung Kota Lhokseumawe sudah terlalu sering diperbincangkan. Termasuk oleh
DPRD yang nota benenya perpanjangan tangan rakyat di lembaga legislatif. Namun,
kota yang berjuluk kota gas dan kota sejuta harapan itu, tetap tumbuh dalam
keringkihannya.
Tidak
berubahnya kondisi rutinitas Lhokseumawe, terutama di musim hujan dan saat air
pasang laut, menjadi tanda tanya besar banyak kalangan. Tidak terkecuali
masyarakat pendatang. Apalagi, bila meneliti buku Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Aceh Utara yang saban tahun mengalokasikan anggaran khusus
untuk pembenahan drainase kota dimaksud.
Namun, anehnya kendati setiap tahun mendapat
suntikan anggaran tapi selama itu pula Lhokseumawe 'hanyut' dalam genangan air
hujan dan pasang laut. Kalangan DPRD yang melakukan tinjauan khusus setiap tahun
kerja menemukan adanya kesalahan penanganan dalam pembangunan fasilitas drainase
kota.
Menurut bocoran
yang didapat, dalam pembangunan drainase kota tahun-tahun sebelumnya dilakukan
secara acak-acakan. Tanpa melalui sebuah proses survei yang melahirkan desain
yang pas. Padahal, jangankan tenaga teknis semua warga kota termasuk yang awam
tahu, bahwa permukaan Lhokseumawe jauh lebih rendah dari laut Selat Sumatera
yang mengelilinginya.
Karena itu, sangat keliru bila dalam pembangunan drainase yang
benar-benar bisa menjadi saluran pembuang tidak dilakukan sebuah kajian teknis.
Dan semua orang yakin, kalau pembangunan drainase induk dan pendukungnya selama
ini tidak melalui proses itu. "Kalau tidak, mana mungkin Lhokseumawe tidak bisa
bebas dari genangan setiap hujan dan air pasang," kritisi seorang
warga.
Diakui atau
tidak, sindiran warga yang tidak mengerti teknis bangunan itu mengandung banyak
kebenaran. Faktanya, barangkali proyek drainase yang ada sekarang boleh untuk
dijadikan sampel. Drainase itu tidak memiliki saluran pembuang yang jelas.
Sehingga fungsinya hanya sebatas menampung air produksi warung, toko, atau ruko
sekitarnya. Dan ketika hujan turun air dari got itu meluap ke badan jalan dan
muncullah genangan-genangan.
Pada masa kebupatian Ramli Ridwan, persoalan genangan air hujan dan
pasang laut ini sudah pernah ditangani dengan cara membangun beberapa tando,
mesin penghisap/penyedot di kawasan Jalan Pase. Namun, tando ini kalah hebat
dibandingkan tingkat luapan. Sehingga, keberadaan tando itu walaupun membantu
tapi tidak bisa dijadikan tumpuan peniadaan genangan di Kota
Lhokseumawe.
Setelah
sekian lama proses penyolekan berlangsung tanpa hasil, pada tahun anggaran 2000
ini, Pemda Aceh Utara sepertinya mulai menyadari arti penting dari penataan
fasilitas kota ini secara terarah. Sebanyak Rp 25 milyar dana dialokir secara
khusus untuk itu.
Namun, sejauh ini belum didapatkan gambaran apakah dana Rp 25 M tersebut
dikhususkan bagi Kota Lhokseumawe atau akan ada kota-kota lainnya yang menjadi
bagian kucuran dana tersebut.
Dan tidak ada paparan pula apakah penataan itu akan dilakukan secara
terarah lewat pendesainan yang proporsional dan profesional. Bukan sekadar make
up atau solek di sana-sini biar dibilang bahwa Pemda punya perhatian terhadap
pembangunanan atau penataan kota.
Dana Rp 25 M bukan sedikit. Dengan nilai
sebesar itu diharapkan yang terberesi bukan hanya masalah drainase yang
berstruktur untuk mengatasi rutinitas genangan setiap turun hujan dan air pasang
laut. Tetapi, lebih dari itu. Termasuk pengadaan dan membenahi berbagai
infrastruktur lainnya seperti halte, bak penampungan sampah sementara, dan
perparkiran.
Kota
Lhokseumawe sebagai ibukota Kabupaten Aceh Utara sekaligus ibukota Kecamatan
Banda Sakti dan pusat perdagangan nomor wahid di bumi Malikussaleh sudah
sepantasnya dibangun secara serius. Sehingga kesannya tidak seperti keude
kleep.
Selama konflik
bersenjata Lhokseumawe memang nyaris tanpa rona. Terutama di malam hari. Suasana
kota itu selepas senja nyaris seperti kota mati. Tidak ada aktivitas
perdagangan, kecuali warung makanan terbuka di Jalan Merdeka yang kelihatan
tetap merdeka menjalankan usaha hingga pukul 23.00 WIB.
Masalah lain yang pantas dijadikan perhatian
dalam penataan Lhokseumawe adalah rambu-rambu lalulintas yang sejak pecahnya
konflik bersenjata September 1998 dicabut dan diubah bentuknya oleh
tangan-tangan jahil. Sehingga sejumlah ruas jalan masuk kini berubah jadi jalan
keluar bahkan menjadi jalan dua arah sehingga menimbulkan kemacetan pada jam-jam
sibuk.
Lhokseumawe
dipandang berbagai kalangan perlu mendapat pembenahan dan penataan secara
besar-besaran sedini mungkin. Bila tidak, sampai satu persatu proyek vital di
pusaran wilayahnya mengakhiri operasionalnya Lhokseumawe tetap akan seperti
sekarang. Sehingga tidak berlebihan bila ada sindiran, "Lhokseumawe boleh
berbangga dengan industri teknologi canggih yang diterapkan perusahaan vital
daerahnya. Namun, kecanggihan itu jangan harap menyamperi penataan
kotanya."
Bupati
Tarmizi Karim adalah satu dari sekian putra terbaik yang memimpin kabupaten ini
yang sejak awal kebupatiannya berkeinginan "menyulap" wajah Kota Lhokseumawe
dari ringkih fasilitas menjadi kota yang berfasilitas lengkap.
Namun, cita-citanya lama terpendam
karena hadangan kekisruhan keamanan yang menerpa daerahnya sejak ia menjadi
bupati. Kini, setelah MoU jeda kemanusian untuk Aceh ditandatangani di Swiss,
tentunya rencana pembenahan itu sudah dapat dimulai.
Namun, dalam pembenahan itu hendaknya Tarmizi
tetap memberikan penekanan kepada perancang dan para teknisinya agar penataan
Lhokseumawe itu tidak berzsifat menyolek. Bedaki di sana-sini lalu selesai.
Sebaliknya, harus didesain sehingga penataan yang dilakukan benar-benar dapat
mengatasi kompleksitas persoalan mendasar Kota Lhokseumawe. Selamat memulai Bang
Tarmizi. (hamdani s rukiah)
To Indek:
"Naikkan Gaji Keucik"
Serambi-Lhokseumawe
Gaji kepala desa (Kades) di Aceh Utara, akan
diupayakan tetap seperti semula kalaupun tidak bisa dinaikkan karena keadaan
keuangan daerah yang tidak mengizinkan. Namun, banyak pihak mengharapkan Pemda
tidak mengacu pada keputusan Mendagri dalam memberikan gaji kepada pimpinan desa
tersebut.
"Menjadikan
keputusan Mendagri sebagai acuan, berarti tidak sesuai dengan semangat otonomi
daerah. Pemda bisa membuat keputusan sendiri yang aspiratif agar gaji Kades
sesuai dengan tanggung jawabnya," kata anggota DPRD Aceh Utara, Syahruddin
Hamzah. Ia juga mengusulkan gaji aparat desa mulai dari Kades, Kadus, kepala
urusan, hingga imam dinaikkan sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab.
Berdasarkan
keputusan Mendagri No.911/261/PUD tanggal 27 Maret 2000, gaji Kades diturunkan
dari Rp 60.000 menjadi Rp 52.500 yang dibayar tiga bulan sekali. Mengenai metode
pembayaran ini, Syahruddin mengatakan tidak banyak membantu pimpinan desa.
"Lapar hari ini 'kan tidak mungkin diatasi sampai tiga bulan. Jadi sebaiknya
harus dibayar satu bulan sekali seperti PNS."
Sumber Serambi di Setdakab Aceh Utara
menyebutkan, pihaknya sudah menyiapkan dua alternatif untuk menstandarkan gaji
Kades, Sekdes, dan kepada urusan (Kaur). Pertama, gaji Kades dinaikkan dari Rp
60.000 menjadi Rp 65.000 per bulan. Sekdes dari Rp 44.000 menjadi Rp 50.000 dan
Kaur dari Rp 22.000 menjadi Rp 30.000. Sedangkan alternatif kedua, tetap
mempertahankan gaji yang selam ini diperoleh.
Sambil berkali-kali mengingatkan agar tidak
menyebarkan berita itu karena belum diajukan ke bupati, sumber tersebut
menyatakan kesetujuannya bahwa gaji Kades, Sekdes, dan Kaur, memang harus
dinaikkan karena tanggung jawab mereka yang demikian berat. "Tapi saya bukan
pengambil keputusan dalam bidang ini," katanya kepada Serambi,
kemarin.
Sementara
Kabag Pemerintahan Desa, Ismail Aji, yang ditanyai masalah ini Senin (15/5),
menolak memberikan keterangan. Namun ia membenarkan adanya penurunan gaji Kades
berdasarkan keputusan Mendagri. Menurutnya, sumber dana pembayaran gaji 906
Kades, 906 Sekdes, dan 2.718 Kaur di Aceh Utara yang mencapai Rp 1,691 milyar
berasal dari dana ganjaran, subsidi dan sumbangan Pemerintahan Pusat. "Ini untuk
tahun anggaran 2000," jelasnya.
Ditanya kemungkinan penambahan dari APBD, ia
menyatakan hal itu bisa saja dilakukan jika ada dana. Namun dikatakan, tidak
mudah mengubah ketentuan yang sudah ada begitu saja. "Apalagi setiap tahun ada
pemeriksaan," katanya.
Bupati Aceh Utara H Tarmizi A Karim dalam penjelasan kepada DPRD
baru-baru ini mengatakan, honorarium aparat pemerintahan tidak dapat
ditingkatkan pada tahun anggaran 2000 ini. Namun pada dasarnya, Pemda sangat
mendukung peningkatan gaji aparat desa seperti yang disarankan anggota dewan.
"Untuk tahun yang akan datang, kita mengusulkan agar Pemerintah Pusat dapat
meningkatkan honor aparat desa," ujar Tarmizi.(j/h)
To Indek:
Korban Penembakan Dirawat di
Rumah
Serambi-Lhokseumawe
Karena tidak sanggup membayar biaya rawatan
dan harga obat-obatan di rumah sakit, dua dari tiga korban penembakan aparat
keamanan di Desa Geudumbak Kecamatan Tanah Jambo Aye Aceh Utara, terpaksa
dirawat secara tradisional di rumahnya. Sementara seorang lainnya Juwairiah (30)
penduduk Desa Langkahan, terpaksa dibawa ke Lhoksukon, namun belum diketahui di
mana korban diobati.
Korban dirawat keluarga dengan bantuan petugas Bidan Desa masing- masing
Ny Latifah Ahmad (35) dan putranya Mohd Nizar Rauf (22). Sampai Senin (15/5)
kedua korban belum mampu turun dari rumah karena masih terasa sakit di luka
bekas tembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Ny Latifah mengaku tiga luka bekas tembakan
masing-masing di payudara sebelah kanan, kaki dan tangannya mulai infeksi dan
berdenyut serta kondisi tubuhnya semakin lemah. Namun, ia terpaksa berbaring di
rumah karena suaminya Tgk Abdurrauf yang berjabatan kepala desa tidak mampu
menyediakan biaya perawatan terhadapnya.
Sambil menahan rasa sakit, Ny Latifah meminta
perhatian pihak lain untuk membiaya pengobatan dia dan anaknya. "Saya bukan GAM,
saya bukan M Yasin, dan saya tidak mengganggu aparat, kenapa saya harus
ditembak," kata Latifah dengan kening berkerut-kerut menahan rasa
sakit.
Aksi
penembakan tersebut terjadi persis di tengah kelegaan warga Aceh atas
penandatanganan "Kesepahaman Jenewa" (MoU) antara pemerintah RI-GAM. Namun,
secara tiba-tiba sembilan personil aparat keamanan asal Julok Aceh Timur datang
mencari M Yasin yang lari dari tahanan.
Menurut Mohd Nizar dan beberapa warga Desa
Geudumbak lainnya, aparat keamanan datang sebanyak sembilan personil, satu di
antaranya dikenal bernama MHL yang bertugas sebagai TPO. Enam di antara aparat
masuk ke kawasan rumah korban mencari M Yasin, sedangkan tiga lain menunggu di
keude Geudumbak, sekitar 1,5 Km dengan lokasi kejadian.
Ketika enam aparat itu datang ke rumahnya,
keluarga M Yasin tidak tahu kalau Yasin telah berhasil lolos dari tahanan, sebab
sejak ditangkap aparat Rabu (3/5) lalu tidak pernah mendapat kabar kalau M Yasin
ditahan di Julok. "Kami baru tahu M Yasin lolos, hanya lewat aparat yang
mencarinya," ujar isteri M Yasin Nurhasanah yang mengaku ikut ditendang dan
ditodong dengan senjata.
Namun, karena yang dicari tidak ditemukan akhirnya para korban dijadikan
sasaran penembakan. Tembakan pertama dilakukan oleh MHL yang cukup dikenal
sebagai TPO dan tembakan selanjutnya dilakukan oleh aparat, ujar warga Geudumbak
yang dibenarkan Latifah Ahmad.
Menurut keterangan warga Geudumbak, 22 Km
selatan kota Pantonlabu, dalam penyisiran tersebut aparat selain menembak korban
juga menggeledah tiga rumah penduduk. Bahkan MHL mengancam membakar rumah itu
karena diduga rumah milik GAM, tapi seorang di antara mereka melarang
membakarnya.
Ketika
truk aparat itu kembali ke kota Lhoknibong Aceh Timur, tiba- tiba diserang
kelompok orang tak dikenal di Desa Alue Krak Kayee, sekitar 3,5 Km dengan Desa
Geudumbak. Akibat penghadangan itu, dikabarkan dua personil aparat sempat
terluka. (tim)
To Indek:
Empat Hari MoU Jenewa: Kecamatan Mulai
Ramai
Serambi-Lhokseumawe
Suasana bergairah sesudah
penandatanganan MoU (Nota Kesepahaman) antara RI-GAM di Jenewa Jumat lalu, bukan
hanya dirasakan oleh masyarakat dan terlihat di ibukota Lhokseumawe saja, namun
beberapa kecamatan di Aceh Utara juga mengalami hal yang sama.
"Kami sangat gembira dan bersyukur
kepada Allah, karena dalam empat hari terakhir ini keadaan semakin baik," ungkap
seorang warga Desa Bayi, Kecamatan Tanah Luas kepada Serambi
kemarin.
Katanya,
Kecamatan Tanah Luas yang merupakan salah satu basis pertikaian antara
GAM-TNI/Polri, hampir seminggu terakhir warga sudah mulai naik ke ke ladang
lagi. Apalagi harga pinang dan sawit belakangan ini cenderung melonjak, jelas
warga yang enggan menyebut nama.
Ditanya Serambi apa sebab mendasar suasana
desa-desa yang ada di Kecamatan Tanah Luas bergairah, mereka menyebutkan aparat
keamanan belakangan ini hampir bisa dipastikan tidak pernah patroli lagi. "Jadi
dengan sendirinya rasa takut kami sudah hilang dan mau kerja apa saja tidak
dibayang-bayangi dengan perasaan was-was."
Selain Kecamatan Tanah Luas bergairah selama
empat hari terakhir ini, Kecamatan Kuta Makmur dan Sawang, Aceh Utara juga
mengalami hal yang sama. Tingkat kecurigaan warga terhadap pendatang atau yang
tenar disebut orang tak dikenal tidak begitu kentara lagi. "Keadaan begini
tenang membuat kami warga desa mudah dalam berusaha dan mencari nafkah," ujar
Abdullah, warga Sawang.
Kondisi lain yang terpantau Serambi awak RBT dengan wajah ceria dan
bangga di setiap persimpangan, mulai dari Kruengmane, Kecamatan Muara Batu,
Simpang Paloh Punti, Kecamatan Muara Dua mulai antri melayani calon penumpang.
Beberapa waktu sebelumnya hal yang demikian sangat langka
terlihat.
Bahkan,
kata seorang penarik RBT Simpang Paloh Punti menjawab Serambi kemarin, setiap
calon penumpang yang akan pulang atau pergi ke desa yang dulunya disebut rawan,
sekarang tidak ada istilah lagi menolak. "Kami kembali melayani sewa seperti
dulu kala, tapi tetap berhati-hati." (h/u)
To Indek:
Danrem 011/LW: TNI Terus Ubah Perilaku
Prajurit
Serambi-Lhokseumawe
Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf
Syafnil Armen menyatakan TNI terus berusaha mengubah perilaku prajurit menjadi
lebih baik dan simpatik. Namun menurutnya hal itu tidak semudah membalik telapak
tangan karena menyangkut budaya yang sudah berlangsung puluhan
tahun.
"Mengubah
kultur yang sudah berakar membutuhkan waktu panjang, karena ini juga menyangkut
doktrin dan pendidikan TNI yang perlu diubah. Tapi ini akan hilang secara
perlahan. Semuanya butuh waktu dana kesabaran," kata Danrem Syafnil Armen dalam
pertemuan dengan wartawan media cetak dan elektronik di aula Makorem setempat,
Selasa (16/5).
Menjawab pertanyaan seorang wartawan mengenai sikap kurang simpati
prajurit TNI di lapangan, Danrem mengakui masih banyak aparat yang arogan.
Sehingga banyak pihak tak bersalah ikut menjadi korban sebagai ekses dari suatu
insiden. "Terus terang, saya prihatin dengan keadaan ini," katanya seraya
menambahkan bahwa rakyat mengharap banyak dari TNI di tengah berbagai
kekurangannya.
Selain
doktrin dan pendidikan, tambah Syafnil, faktor psikologis dan dinamika di
lapangan juga sangat berperan dalam membentuk sikap prajurit. "Seandainya
prajurit mau menerapkan sumpah prajurit dan sapta marga saja, sikapnya sudah
seperti malaikat."
Dalam kesempatan itu, Danrem memaparkan situasi dan kondisi keamanan
yang mulai terjadi pasca pencabutan DOM, 1998 silam, hingga 15 Mei 2000.
Eskalasi gangguan keamanan saat itu meningkat dengan munculnya aksi pembunuhan
TPO, penyerangan instalasi militer, propaganda, dan pemerasan. Ditanya mengapa
aparat terkesan membiarkan ketika benih insiden itu baru muncul, Danrem
menyatakan konsep aparat ketika itu memang defensif pasif.
Mengenai aktor intelektual yang
memenej konflik di Aceh, Danrem mengaku sulit menangkapnya karena tidak ada
bukti-bukti yang jelas. Seorang wartawan menyatakan, tidak banyak orang yang
menguasai manajemen konflik dan ahli pra kondisi di Indonesia. "Seharusnya
aparat bisa mendeteksi mereka," sebut wartawan.
Tak mau lihat darah
Dengan adanya penandatangan MoU tentang jeda
kemanusiaan, Danrem mengharapkan tidak ada lagi ketegangan di Aceh. "Saya tak
mau lagi lihat darah di Aceh. Saya kira para prajurit pun merasakan hal yang
sama. Kalau boleh memilih, mereka lebih senang ditugaskan di tempat lain
ketimbang Aceh," katanya.
Dijelaskan, sejak bertugas menjadi Danrem 011/LW pada 16 Juni 1999 lalu,
ia sudah sering kali melihat darah para prajuritnya yang menjadi korban
penghadangan. "Ada prajurit saya yang terpaksa diamputasi karena terlambat
dievakuasi. Sampai menangis saya melihatnya," ungkap Danrem dengan nada
getir.
Pertemuan
Danrem 011/LW dengan sejumlah wartawan juga dihadiri Dandim 0103 Aceh Utara
Letkol Inf Suyatno dan Dansatgas Marinir Letkol Mar Ahmad Farid Wasington serta
sejumlah perwira lapangan. (tim)
To Indek:
Gantirugi Tidak Dibayar, Warga Mendatangi
DPRD
Serambi-Takengon
Warga Desa Win Bakong Kecamatan
Silihnara yang tanahnya dipatok untuk jalur proyek PLTA (Pembangkit Listrik
Tenaga Air) mempertanyakan uang ganti rugi. Mereka mendatangi DPRD Aceh Tengah,
Selasa (16/5) kemarin setelah dewan menjanjikan pertengahan Mei 2000, rekab
ganti rugi sudah diterima warga.
Sebelumnya, menurut Keuchik Tgk Abd Wahab dan
Abd Azis yang menjadi juru bicara puluhan warga Win Bakong kepada Serambi,
mengaku mereka sudah bertemu Pimpinan Proyek PLTA Sulaiman Daud. Pihak PLTA
mengungkapkan, bahwa dana ganti rugi tanah masyarakat itu semuanya sudah
diserahkan kepada Pemda Aceh Tengah melalui panitia.
Disebutkan, Oktober 1999 lalu sekitar 100
persil lebih tanah milik masyarakat Win Bakong dipatok PLTA karena terkena
lokasi proyek pembangkit listrik dengan ganti rugi menurut klaisifikasi tanah.
Misalnya, klasifikasi T1 (tanah berisi tanaman baru) dibayar ganti rugi hanya Rp
1.800 per meter, sedangkan tanah berisi kopi kelas A dibayar Rp 50.000 permeter,
dan selanjutnya. Meskipun dalam pembayarannya, ternyata tidak sesuai ketentuan
tersebut, bahkan ada yang dibayar hanya Rp 500 per meter.
Mengenai tarif ganti rugi, kata
Azis, masyarakat tidak lagi memprotes karena disebut untuk kepentingan daerah.
"Namanya saja ganti rugi, pasti ada yang rugi dan yang untung," ketus seorang
warga. Namun mereka kecewa, karena sekian lama tanah mereka dikapling, ternyata
tidak juga dibayar ganti rugi tersebut. Sedangkan sebagian warga sudah
menerimanya, timpal M Sujud.
Abd Azis yang mengaku tiga persil tanahnya terkena lokasi PLTA,
seharusnya menerima ganti rugi Rp 40 juta, belum termasuk 7 persil kolam ikan
dengan klasifikasi B, milik ayahnya M Kasim. Sehingga diperkirakan jumlah ganti
rugi yang seharusnya diterima masyarakat berkisar Rp 3 milyar.
Untuk kejelasan ganti rugi, kata
warga Win Bakong, mereka juga sudah bertemu ketua DPRD Aceh Tengah Drs M Din AW
yang meminta Pemda agar masalah itu diselesaikan, dan berjanji paling lambat
pertengahan Mei 2000 sudah diketahui rekab dana serta dapat dibayar awal Juni
2000, "Kami pegang janji ketua DPRD itu," kata warga.
Sementara, warga Win Bakong yang diterima
anggota dewan Drs M Syarif, fraksi PAN, mengatakan pihaknya tidak mengetahui
adanya perjanjian dengan ketua DPRD berkaitan ganti rugi. "Sebaiknya dengan
ketua DPRD yang mungkin sudah memanggil panitia. Kalau perlu dihadapkan Pimpro
PLTA dan Pemda sehingga diketahui persis masalahnya," kata M Syarif memberi
saran kepada delegasi warga Win Bakong.
Sampai siang kemarin, Serambi tidak berhasil
mengkonfirmasi janji dewan itu kepada ketua DPRD M Din AW, karena dewan masih
melaksanakan sidang.(puh)
To Indek:
Tarif "Pancung" Naik, Pedagang Unjuk
Rasa
Serambi-Takengon
Ratusan pedagang di kawasan pasar
Donan Takengon berunjuk rasa ke DPRD Aceh Tengah, Selasa (16/5) menyusul
penaikan retribusi pasar (uang pancung) bagi pedagang oleh Dispenda sebesar Rp
750 per hari.
Para
pedagang sayur umumnya kaum ibu yang mendatangi kantor dewan, menyatakan sangat
keberatan atas penaikan uang 'pancung' yang selama ini hanya Rp 250 setiap hari
per lapak. Namun tanpa ada penjelasan, sejak dua hari ini petugas Dispenda
menaikkan sampai Rp 750. "Kami kadang hanya mendapatkan Rp 1000 dari hasil jual
sayur, sekarang harus membayar pajak Rp 750, apa yang bisa kami makan," tutur
Janda Amidah dan Inem Nur.
Para pedagang sayur dan pecah belah di kawasan pasar inpres "Donan"
kepada Serambi mengaku selama ini selain dikenakan retribusi sebesar Rp 250,
juga harus menyewa tanah/lapak seharga Rp 15.000 per bulan dari pemiliknya
Donan, seorang pengusaha kawasan tersebut. Di samping kewajiban untuk membayar
uang Keamanan (jaga malam) sebesar Rp 500/hari, dan biaya sampah sebesar Rp
1000/hari. "Setiap hari kami harus keluarkan uang Rp 1.750 tambah sewa lapak
lagi, berapalah untung dari jual sayur yang kadang lebih banyak dibuang karena
tidak laku," ungkap beberapa pedagang.
Sekitar 200 lebih pedagang kecil dengan
menggendong anak-anak mereka mendatangi kantor DPRD untuk mengadukan agar nasib
mereka diperhatikan. "Kami mohon dewan selaku wakil rakyat supaya membantu,"
kata Iwan Cs mewakil pedagang saat diterima wakil ketua DPRD, Ir Tagore
AB.
Amidah, janda
beranak tujuh, Inem Nur, dan Inem Murah secara khusus mengharapkan Pemda Aceh
Tengah tidak lagi membebani dengan menaikkan tarif pasar. Sebab hasil jual sayur
yang hanya berkisar Rp 5000 per hari, sudah sangat memberatkan. "Kalau pun kami
tak mendapat bantuan pemerintah seperti tanggap darurat itu, tapi jangan lagi
dicekek," imbuh janda Mahmudi alias Inem Murah (55) seraya mengaku ia sudah
diminta foto kopi KTP yang katanya dapat bantuan dana dari
pemerintah.
Wakil
ketua DPRD, Ir Tagore AB didampingi anggota komisi C Ir Mursyid yang
dikonfirmasi, mengatakan pihaknya sudah menampung keluhan para pedagang serta
meminta penjelasan Kadispenda Aceh Tengah untuk mencari solusi agar masalah
tersebut diatasi. "Kita janjikan dalam tempo tiga hari akan dicari jalan
keluar," kata Tagore.
Menurut Mursyid, komisinya juga akan memanggil pemilik tanah yaitu Donan
agar memberikan konpensasi bagi Pemda, sehingga tarif retribusi yang dinaikkan
tidak lagi menjadi beban pedagang. Masalahnya, kata anggota dewan itu, pedagang
keberatan karena mereka juga harus menyewa tanah dari Pak Donan seharga Rp
15.000 per kapling (lapak) setiap bulannya. "Maka kita minta pemilik tanah
supaya mengurangi sewa tanahnya untuk membantu daerah," kata
Moersyid.
Secara
terpisah Kadispenda Aceh Tengah, Drs Khairul Asmara, mengatakan pihaknya hanya
melaksanakan Perda No 3 tahun 2000, tentang retribusi pasar yang sebelumnya
sebesar Rp 250, dan mengalami kenaikan setelah dilakukan perhitungan. "Itu
berlaku seluruh Aceh Tengah. Jika tarif itu tidak dijalankan, maka terjadi
komplin pedagang lainnya," jelasnya.
Sementara kalangan DPRD meminta pemilik tanah
dapat memberikan kontribusi bagi daerah melalui penurunan sewa tanah kepada
pedagang. Sebab tanah yang sebelumnya rawa itu telah ditimbun tanpa dikenakan
biaya dari pemilik. Begitu juga lapak dagangan dibangun oleh OKP Pemuda
Pancasila, dan bukan biaya dari pemilik tanah.(puh)
To Indek:
Petani Peudada Dapat Bantuan
Jepang
Serambi-Banda Aceh
Pihak Kedubes Jepang di Jakarta
bekerjasama dengan PKBI Aceh, Senin (15/5) kemarin menyerahkan bantuan modal
usaha kepada 25 petani Kecamatan Peudada, Bireuen sebesar Rp 10
juta.
Bantuan yang
diantar langsung kedua desa itu, kata Direktur Pelaksana Daerah (Dirpelda) PKBI
Aceh, M Yunus Ilyas SE dimaksudkan untuk membekali modal usaha para penduduk
miskin pasca pengungsian.
Bantuan berupa uang kontan itu, kata Yunus Ilyas, diberikan Rp 400 ribu
per petani. "Dana sebesar itu sebenarnya belum mencukupi untuk kebutuhan
pengolahan tanah pertanian dan pembibitan. Tapi, kami mengharapkan agar dana
yang ada itu diharapkan bisa dimanfaatkan secara maksimal,"
ujarnya.
Bantuan
berupa pinjaman modal kerja yang diberikan untuk petani Paya Bunot dan Pulo Ara
itu diharapkan sudah bisa dikembalikan Nopember 2000 mendatang.
Beberapa petani yang penerima
bantuan pinjaman modal yang dihubungi Serambi mengaku mereka sangat mengharapkan
modal kerja. "Kami segalanya telah habis. Rumah sudah porak-porakda, kebun sudah
hancur-hancuran, kini untuk mengolah sawah tidak punya modal apa- apa lagi,"
katanya.
Dikatakan,
"kami semula sangat berharap untuk mengatasi ini akan ada kuncuran dana kredit
usaha tani (KUT). Tapi, hingga kini yang namanya KUT hanya sebuah angan-angan
yang tak pernah jadi kenyataan bagi kami," keluh seorang petani
Peudada.
"Dan, ketika
bantuan modal sangat kami butuhkan, tiba-tiba Kedubes Jepang di Jakarta
menyalurkan bantuan lewak PKBI Aceh bekerjasama dengan LSM LIMID Aceh Utara,"
kata petani yang menolak disebut namanya.
Pengungsi
Kecuali membantu pinjaman modal usaha untuk
sektor pertanian bagi penduduk Paya Bunot dan Pulo Ara Peudada, Kedubes Jepang
juga membantu ratusan jiwa pengungsi di Kecamatan Sawang, Aceh
Utara.
Bantuan yang
diserahkan staf pelaksana PKBI Aceh, Drs T Husein Banta, terdiri dari gula
pasir, minyak goreng, mie instan, kacang ijo, sabun cuci, dan susu untuk
Balita.
Pengungsi
dari Desa Cot Rawatu tersebut selama tiga bulan terpaksa meninggalkan rumah,
sawah, dan ladang mereka untuk menghindari konflik bersenjata yang sering
terjadi di desa yang terletak di pedalaman Aceh Utara. "Kami sudah tiga bulan
berada di desa Jurong. Rumah dan lahan pertanian yang terpaksa kami tinggalkan
kini sebagian sudah rusak dan terbengkalai," seorang pengungsi seperti dikutip T
Husein Banta.
Penduduk Cot Rawatu yang mengungsi ke Desa Jurong atau sekitar 15 Km
dari desanya seluruhnya berjumlah 57 kepala keluarga dengan 237 jiwa.
(sir)
To Indek:
Rapat Intern DPRD Pidie
Tegang
* PPP
Tolak Jadi Panitia Suksesi
Serambi-Sigli
Rapat intern DPRD Pidie yang
dihadiri puluhan anggota dewan--kecuali F-ABRI-- yang berlangsung, Senin (15/5)
berjalan alot dan tegang. Kendati sebagian besar anggota dewan menginginkan
segera terbentuknya panitia suksesi bupati. Namun, ada juga yang menentang,
bahkan keluar dari ruang rapat. Sementara, PPP tidak bertanggungjawab dan
menolak menjadi panitia suksesi.
Wakil Ketua DPRD Pidie, Tgk H Nurdin Amin
sebagai pimpinan rapat ketika itu meminta pendapat para anggota dewan menyangkut
pembentu- kan panitia suksesi. Sebagian besar dari anggota dewan sangat setuju
segera terbentuknya panitia suksesi. "Umumnya kami sangat sependapat dengan
pembentukan panitia," kata T Arifin kepada Serambi.
Namun, tambah Cek Fin, ada juga sebagian
anggota dewan yang belum setuju dibentuknya panitia. Mereka meminta agar
pimpinan dewan mem- inta petunjuk dari atas. Tapi, dari jumlah anggota dewan
yang hadir, pada umumnya setuju segera dibentuknya panitia
suksesi.
Diinginkan
segera dibentuknya panitia, menurut Cek Fin, agar jika terjadi kelambatan dalam
proses bupati dam wakil bupati nantinya tidak disalahkan DPRD sekarang. Karena
masa jabatan Bupati Drs HM Djakfar Is Msi, hanya tinggal tiga bulan lagi. "Kalau
msalah panitia saja belum terbentuk, tidak mungkin terjadinya pergantian bupati
tepat waktu," katanya.
Karena itu, menurut Cek Fin dan diperkuat sejumlah anggota dewan
lainnya, meminta kepada pimpinan dewan untuk segera memikirkan tentang panitia
suksesi. Banyaknya anggota dewan yang mendesak dibentuknya panitia, sehingga
arah menuju pembentukan panitia hampir final. "Sudah sepakat, mungkin dalam dua
hari ini sudah terbentuk, apalagi pimpinan dewan sudah setuju," tambah Cek
Fin.
Terpenting,
tambah Cek Fin, DPRD yang ada sekarang melakukan sesuatu. Kalau nanti di tengah
jalan mendapat hadangan, maka baru berhenti. Sehingga lebih mudah
mempertanggungjawabkan di kemudian hari. Artinya, sudah ada sebuah alasan yang
kongkret, kenapa DPRD sekarang tidak membentuk panitia.
Apa pun alasannya, tambah Cek Fin, keberadaan
DPRD sekarang sah karena sudah dikukuhkan dengan Keppres No 118 tahun 1999.
Artinya, semua kegiatan dapat dilakukan asal sesuai dengan ketentuan. "Kalau di
tengah jalan nantinya lahir DPRD baru, semua tugas diserahkan kepada mereka yang
baru," katanya
PPP
Menolak
Suasana rapat
intern menjadi hangat dan tegang, setelah Ketua DPC PPP Drs Tgk Yusri Ahmad
(Ketua FPP) menolak dibentuk panitia suksesi. Alasannya, ia meminta terlebih
dahulu kepada pimpinan dewan untuk melakukan musyawarah dengan pimpinan tingkat
atas. "Saya bukan tidak setuju, tapi keberadaan DPRD sekarang masih tahap
transisi," katanya.
Kalau pun pimpinan dewan memaksa kehendak, kata Yusri, pihaknya tidak
dapat menghalanginya. Tapi PPP tidak bertanggungjawab dan menolak untuk menjadi
anggota panitia suksesi. Kalau petunjuk sudah ada, pihaknya tidak keberatan bila
panitia terbentuk. Dan, ia juga akan ikut serta. "Kalau hanya memaksa kehendak,
kami dari PPP jan- gan diikutkan," katanya.
Sebenarnya, tambah Yusri, dewan tidak perlu
terburu nafsu untuk membentuk panitia suksesi. Karena ada masalah lain sekarang
yang lebih penting harus dibicarakan dan dicari solusinya. "Sekarang kita maunya
lebih memfokuskan perhatian kepada nasib rakyat. Masalah suksesi bisa dinomor
delapankan," katanya.
Suasana rapat intern, menurut sumber Serambi di dewan diikuti tiga
farkasi masing-masing PPP, Golkar, dan PDI. Sedangkan dari F-ABRI tidak satu pun
yang ikut dalam rapat tersebut. Kendati pihak PPP tidak sependapat, kemungkinan
besar pembentukan panitia akan segera terealisasi.(tun)
To Indek:
PDAM Sigli akan Dikelola
Swasta
* PNS
Ditarik
Serambi-Sigli
PDAM Tirta Mon Baro Kabupaten Pidie
akan segera dikelola pihak swasta. Seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang
selama ini diperbantukan di instansi tersebut akan ditarik. Diharapkan, dengan
swastanisasi akan terjadi perubahan dan mampu melayani ribuan
pelanggan.
Bupati
Pidie, Drs HM Djakfar Is MSi beberapa hari lalu kepada Serambi mengatakan
pihaknya sedang melihat tempat bagi PNS yang selama ini bertugas di PDAM. Dengan
demikian, PDAM akan memiliki pegawai sendiri dan akan lebih mudah dalam
beroperasi.
Dengan
ditangani swasta, harap Djakfar Is, supaya PDAM yang selama ini mendapatkan
cercaan dan makian dari pelanggan akan mampu mengubah semuanya. Artinya, akan
mampu memenuhi kebutuhan ribuan warga Kota Sigli dan sekitarnya. Sehingga
pertumbuhannya akan sehat, karena dapat memberlakukan tarif yang sesuai dengan
pelayanan yang diberikan.
Saat ini, tambah Djakfar Is, pihaknya sedang membangun sejumlah pipa
yang menghubungkan dengan berbagai kawasan. Setelah itu, akan melihat lagi
dimana sumber air yang cocok untuk kebutuhan dan mampu melayani ribuan
pelanggan. "Kita berharap dalam tahun ini sudah dikelola swasta,"
katanya.
Direktur
PDAM Pidie, Drs H Bakhtiar Daud kepada Serambi Selasa (16/5) mengatakan pihaknya
sudah memanggil seluruh PNS yang bekerja di instansinya, guna menanyakan mereka
akan tetap menjadi karyawan perusahaan milik pemerintah atau tetap berkiprah di
PNS.
Sesuai petunjuk
Mendagri dan Mempan, ungkap Bakhtiar, hingga November 2000, seluruh pegawai di
PDAM harus sudah ditarik. Karena PDAM akan sepenuhnya dikelola swasta. Karena
itu, mereka--PNS-- sekarang sedang dicari posisi dan kedudukan pada berbagai
instansi pemerintah.
Dari 31 PNS yang ada di PDAM semuanya memilih tetap menjadi PNS.
Sedangkan jumlah karyawan PDAM hanya 41 orang, dari jumlah itu dinilai akan
mampu mengelola PDAM dengan baik. Karena kehidupan mereka juga akan lebih layak
dengan menerima gaji yang agak lumayan. Saat ini, mereka menerima gaji hanya Rp
250.000 per bulan, bahkan ada yang menerima di bawah Rp 200 ribu.
Dengan dikelola pihak swasta, kata
Bakhtiar, mereka akan mendapatkan gaji yang lebih besar. Terutama setelah
terjadinya perubahan manajemen. Sehingga tarif rekening juga akan punya alasan
tersendiri bila dinaikkan. "Kalau pelayanan dan airnya bagus, pelanggan rasanya
tidak keberatan bila tarifnya dinaikkan," kata- nya.
Selama ini, tambah Bakhtiar, jumlah pelanggan
aktif PDAM Pidie hanya sekitar 2.000 pelanggan, sementara yang pernah tercatat
sebagai pelanggan mencapai 3.500 orang. Kondisi seperti itu terjadi karena PDAM
selama ini kurang sehat. "Jangankan untuk bayar gaji pegawai, biaya perawatan
harus disubsidi pemerintah daerah," katanya.
Selama ini, kata Bakhtiar, pihaknya sangat
merasa prihatin melihat nasib pegawai (non PNS). Karena mereka tidak menerima
gaji sesuai ketentuan. Bahkan mereka menerima gaji dua bulan sekali. "Itu pun
terpaksa dicicil. Saya salut karena mereka sangat sabar dan mengerti situasi
perusahaan yang kurang sehat," tambahnya.(tun)
To Indek:
Penelitian Kontras: Pembacok Triyanto Bukan
AGAM
Serambi-Langsa
Pelaku pembacok Prada Triyanto
(bukan Sriyanto -Red), anggota TNI Sat Rajawali-III Pos Idi Rayeuk hingga tewas,
yang bernama Musliadi (20), warga Desa Buket Teupah, Kecamatan Nurussalam, Aceh
Timur, yang juga tewas ditembak aparat, dinyatakan bukan anggota Angkatan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pernyataan bahwa Musliadi bukan anggota AGAM merupakan hasil penelitian
Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh Timur, yang
disampaikan kepada Serambi Selasa (16/5). "Dia itu sedang stres, dan sangat
emosi melihat tentara," jelas Saiful Bahri, koordinator Kontras Aceh
Timur.
Seperti
diberitakan kemarin, Prada Triyanto (23), anggota Sat Linud 100/PS yang
bergabung dalam Sat Rajawali-III Idi Rayeuk tewas dikampak Musliadi saat
menunggu temannya, Prada Aang Kurniawan (anggota satuan sama) menelepon di
sebuah Wartel di Kutabinje, kecamatan Julok, Aceh Timur, Senin (15/5) siang.
Musliadi yang sempat merampas senjata (SS-1) Triyanto dan mencoba melarikan
diri, akhirnya juga tewas setelah terkena tembakan beruntun dari Prada
Aang.
Menurut Saiful,
beberapa hari sebelum kejadian, Musliadi sempat menyampaikan kekesalannya kepada
beberapa warga, mengapa aparat belum juga ditarik. Ucapannya antara lain, "MoU
ka diteken, awak nyak mantong meuwot-wot jino (MoU sudah diteken, mereka
(tentara Rajawali, maksudnya -Red) kok masih mondar mandir di sini," kata
Musliadi, seperti dikutip Saiful Bahri. Almarhum nampak sangat
emosi.
Ditambahkan,
Musliadi yang dikenal bertemperamen "panas" (agak stres) dan berpembawaan nekad,
sehari-hari bekerja memotong kayu. Sehingga tak heran ia sering memegang
kapak.
Begitupun,
Saiful menyayangkan kejadian tersebut akibat kurang mengertinya masyarakat
tentang Memorandum of Understanding (MoU) damai antara RI dengan GAM.
"Kemungkinan masyarakat mengira, setelah MoU ditanda-tangani, semua aparat
non-organik harus ditarik, dan aparat hanya boleh berpatroli membawa senjata
hanya sekitar radius 500 meter dari markas. Padahal, ketentuan ini baru berlaku
tanggal 2 Juni 2000 mendatang," jelasnya.
Karenanya, ia minta masyarakat dapat
mengendalikan emosi dan menghormati MoU yang telah ditanda-tangani sebagai
sebuah kesepakatan bersama.
Rampas Senjata
Menurut keterangan masyarakat, tragedi pembacokan itu bermula ketika dua
anggota Sat Rajawali (Prada Aang Kurniawan dan Prada Triyanto) bersenjata laras
panjang hendak menelepon ke sebuah Wartel di Kutabinje, Senin sekitar pukul
15.25 Wib. Aang masuk ke KBU, dan Triyanto menunggu di luar Wartel untuk
berjaga-jaga.
Tiba-tiba muncul Musliadi dengan sebilah kapak dan langsung membacok
Triyanto dari belakang. Korban spontan roboh bersimbah darah. Begitu mendengar
teriakan Triyanto, Aang dari KBU langsung berlari dan melihat korban telah
roboh. Senjata dirampas.
Tanpa pikir panjang, sang teman mengejar Musliadi yang hendak melarikan
diri, dan langsung menembak beruntun dari jarak puluhan meter. Musliadi diduga
tewas di tempat sebelum dilarikan ke Puskesmas. Senjata yang dirampasnya diambil
kembali oleh aparat.
Sedangkan Prada Triyanto meninggal dalam perjalanan ke RSU Langsa. Senin
malam, jenazah korban dibawa pulang ke kampung halamannya di Binjai, Sumatera
Utara, untuk dikebumikan.(non)
To Indek:
Polisi Sita Dua Pucuk Senjata Api dan
Amunisi
Serambi-Tapaktuan
Anggota Polres Aceh Selatan bersama
anggota BKO Brimob Polsek Simpang Kiri, berhasil menyita dua pucuk sejata api
(senpi) dalam sebuah operasi yang dilancarkan di kawasan hutan daerah perbatasan
Kecamatan Simpang Kiri, Aceh Singkil dengan Kabupaten Dairi,
Sumut.
Pelaksana
sementara (PGS) Kapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal kepada
Serambi, Selasa (16/5) kemarin menjelaskan, operasi penyitaan dua pucuk senpi
dilancarkan pada hari Sabtu (13/5) lalu dengan melibatkan 21 personil
polisi/Brimob.
Operasi pencarian senjata api itu, merupakan hasil pengembangan
pemeriksaan terhadap tersangka Kajol bin Ijol. Tersangka ditangkap Tim IPP
Polres Aceh Selatan di Desa Paya Roba Binjai, Kabupaten Langkat pada tanggal 9
Mei lalu.
Pengembangan intrograsi terhadap tersangka Kajol mengaku menanam dua
senpi di kawasan hutan Kecamatan Simpang Kiri, yaitu daerah perbatasan, sebelum
mencapai Desa Siudeng-udeng, Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi,
Sumut.
Berdasarkan
pengakuan tersangka, menurut Mayor Pol Drs Supriadi Djalal, dilakukan operasi
pencarian senjata. Operasi dilakukan Sabtu (13/5) yang melibatkan 21 personil
Polres/BKO Brimob dipimpinan Lettu Pol Fajar Budiarjo (dari Polres Aceh Selatan)
dan Danton Brimob Resimen I, Lettu Pol FR Ukoli.
Mereka berangkat dengan tiga truk dari
Subulusalam, Kecamatan Simpang Kiri sekitar pukul 06.00 WIB dan tiba di lokasi
senjata api ditaman kelompok Kajol sekitar pukul 13.00 WIB, yaitu sebuah lokasi
kawasan hutan. Di lokasi benar ditemukan dua pucuk senpi berserta puluhan butir
amunisi yang ditanam di celah batu dengan dibungkus plastik warna
merah.
Dua pucuk
senpi yang di sita di lokasi, masing-masing satu pucuk FN jenis S dan W Mod 725
cal 9 mm, madein USA, tanpa nomor seri. Kemudian satu pucuk senpi FN jenis
Broning cal 32 mm, madein Jerman, juga tanpa nomor seri. Lalu, dua buah magazen
senpi FN, 46 butir amunisi cal 32 mm, 14 butir peluru cal 6 mm merek Pindap,
satu buah baret GAM warna hitam.
Semua barang bukti hasil penyitaan di lokasi,
menurut Mayor Pol Supriadi Djalal, kini telah diamankan di Polres Aceh Selatan.
Sedangkan tersangka Kajol bin Ijol, kini masih ditahan di Polsek Simpang Kiri,
Aceh Singkil untuk menjalani pemeriksaan sebagai tindak pengusutan lebih
lanjut.(tim)
To Indek:
Pejabat Kehutanan Diduga
Terlibat
IPK Dipermainkan, DR Sulit
Ditagih
Serambi-Banda Aceh
Sebanyak 27 pengusaha pemegang Izin
Pemanfaatan Kayu (IPK) di Aceh hingga April 2000 menunggak Dana Reboisasi (DR)
Rp 10 milyar lebih. Namun, piutang negara tersebut sangat sulit ditagih karena
prosedur penerbitannya dipermainkan Kanwil Dephutbun dan Dinas Kehutanan
(Dishut) Aceh.
EM
Barifi, anggota Komisi C (Bidang Keuangan) DPRD Aceh kepada Serambi, Senin lalu
mengatakan, tunggakan DR IPK di Aceh cukup besar karena cara kerja Kanwil
Dephutbun selaku penerbit izin dan Dinas Kehutanan selaku pengawas tidak
benar.
Menurut SK
Menhut Nomor 227 tahun 1998 ayat 7, katanya, setiap IPK yang dikeluarkan,
pemohonnya harus memenuhi persyaratan, termasuk melampirkan bank garansi. "Bank
garansi merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dilampirkan. Tapi kenapa
semua penunggak DR yang diserahkan kepada PUPN, tidak mempunyai dokumen
tersebut. Jadi wajar saja tunggakan DR membengkak," katanya.
Barifi mensinyalir oknum Dishut dan
Kanwildephutbun terlibat dalam permainan ini. "Justru itu mereka harus
bertanggung jawab. Sebab, bila mereka tak lalai dalam melaksanakan tugas,
tunggakan DR tidak akan sebesar itu," katanya.
Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
Banda Aceh, Drs Irawan kepada Serambi, Senin lalu mengatakan, penagihan
tunggakan DR IPK itu sulit sekali, karena dokumen yang diserahkan Dishut Aceh
sangat sederhana. Dokumen tunggakan DR yang diserahkan Dishut, katanya, hanya
selembar surat lampiran mengenai jumlah piutang dan alamat perusahaan. Pada
waktu dilakukan pengecekan di lapangan berdasarkan alamat yang ditulis pada
lampiran surat, pengusaha IPK atau kantornya sudah tak berada di
lokasi.
Cara-cara
penyerahan piutang negara yang dilakukan Dishut itu, katanya, bisa dikatagorikan
sebagai sistem administrasi kuno. Jauh berbeda dengan administrasi perbankan.
"Pihak bank jika sudah tak mampu menagih kredit macet dari debiturnya, mereka
menyerahkan banyak dokumen. Mulai dari agunan sampai alamat kawan akrab
debitur," katanya.
Dokumen tunggakan DR atau IHH yang diserahkan Dishut Aceh ke PUPN, hanya
dua lembar kertas. Yaitu satu lembar surat pengantar yang ditanda tangani
Kadishut dan satu lembar lagi lampirannya. "Pada lampiran itu tersebutlah nama
pemegang IPK yang menunggak, dan nilai tunggakannya. Sedangkan alamatnya banyak
yang tidak jelas, terutama nomor rumah, lorong atau jalan,"
katanya.
Anggota DPRD
terlibat
Ketika
ditanya perusahaan mana dan siapa saja penunggak DR IPK itu, Ketua PUPN Banda
Aceh, Irawan mengungkapkan, mereka berasal dari berbagai golongan masyarakat.
Dari yayasan sampai koperasi. Bahkan penunggak DR itu kini ada yang telah
menjadi anggota DPRD Aceh.
Siapa nama anggota DPRD itu?, Irwan enggan menyebutkannya. "Itu tak
boleh karena rasia," ujarnya.
Sumber-sumber Serambi menyebutkan, anggota dewan yang menunggak DR IPK
itu berasal dari daerah pemilihan Kabupaten Aceh Singkil. Nilai tunggakan DR-nya
mencapai 7.426,48 dolar AS atau sekitar Rp 37 juta lebih. "Sebelumnya ia juga
menunggak IHH senilai Rp 6 juta, tapi dua pekan lalu telah dilunasinya," kata
sebuah sumber di Dishut Aceh.
Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Ir Hanifah Affan yang
dihubungi berulang kali, selalu menghindar bertemu Serambi dengan alasan selalu
sibuk karena banyak tamu.
Sementara KTU Diishut Aceh, Ir Jaswin Polem mengatakan, pihaknya tidak
akan menanggapi berbagai tudingan ketidakberesan pihaknya dalam pengawasan DR.
"Apa yang kami lakukan, semuanya berdasarkan prosedur. Kalau kami tanggapi,
nanti hanya menimbulkan polemik saja. Wartawan hendaknya tidak mempolemikkan,
karena hal itu bisa berdampak negatif terhadap kinerja Dishut di masa datang,"
katanya.(her)
To Indek: