Update: 06.00 Wib Juma't,  19 Mei 2000
 
 

  Delapan Orang Tewas Delapan warga desa pesisir utara Kota Lhokseumawe, Kamis (18/5) dinihari, tewas ditembak aparat keamanan. Warga mengidentifikasi korban sebagai masyarakat biasa yang sedang menonton televisi, sedangkan aparat mengklaim mereka adalah anggota kelompok sipil bersenjata

   Peristiwa Versi GAM Juru Bicara GAM Ismail Syahputra menyatakan, para korban yang ditembak aparat di Desa Hagu Barat Laoet, bukan anggota GAM.

  Versi Kapolres Aceh Utara "Saat itu kita sedang melakukan patroli rutin. Tiba-tiba di sebuah kawasan di Dusun Seulanga, pasukan diserang dengan tembakan GLM oleh sekitar 20 orang yang juga bersenjata api laras panjang dan pendek diperkirakan 10 pucuk," katanya tadi malam.

  Indonesia Gagal Beri Keadilan kepada Aceh

  Warga Panca Kubu Tidur di Hutan

  Tindakan Aparat Dinilai Berlebihan, Pimpinan Dewan Melapor ke Kapolres

  Jenazah Camat Sawang Ditemukan

  Luka itu Dijahit Sendiri

  Pemerintah Monitor Bantuan LN ke Aceh

  Utusan HDC Himpun Masukan

  Potensi Perempuan Terabaikan

  Penyelundup Kayu Marak Lagi

  Hukum Mulai Berdenyut di Idi


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

To Indek:



 
 
 
 
 
 

Pesisir Lhokseumawe Bersimbah Darah
Delapan Orang Tewas

Serambi-Lhokseumawe
Delapan warga desa pesisir utara Kota Lhokseumawe, Kamis (18/5) dinihari, tewas ditembak aparat keamanan. Warga mengidentifikasi korban sebagai masyarakat biasa yang sedang menonton televisi, sedangkan aparat mengklaim mereka adalah anggota kelompok sipil bersenjata. Peristiwa itu diawali oleh kegiatan aparat kepolisian menggerebek sebuah rumah di Dusun Seulanga, Desa Hagu Barat Laoet, Kecamatan Banda Sakti, Aceh Utara. Tak lama kemudian terdengar rentetan suara tembakan cukup lama. Lima korban di antaranya, menurut saksi mata, berada di dalam sebuah rumah tersebut. "Tiba-tiba, aparat sudah mengepung rumah dari berbagai arah," sebut warga setempat. Menurut para saksi mata, aparat memang berhasil mengepung rumah tersebut, dan menangkapi sejumlah orang. Lima korban di antaranya, ditembak secara dramatis. "Setelah digelandang dari rumah, mereka dibariskan kemudian disiksa sebelum akhirnya ditembak," ungkap warga yang menyaksikan jalannya tragedi itu dari kisi jendela rumahnya. (Baca Penjelasan Kapolres dan GAM-red). Saksi mata membenarkan ada beberapa penghuni rumah yang melarikan diri. Namun, mereka tidak berhasil lolos karena ketatnya penjagaan aparat. Salah seorang korban yang sudah meninggal, Usman, dikabarkan sempat diseret dari lokasi penggerebekan hingga mulut Lorong Tgk Madjid. Penjelasan ini dikuatkan dengan adanya temuan ceceran darah di sepanjang lorong. Masih menurut warga di TKP, selain delapan korban tewas, ada lima lainnya yang hilang tak berbekas. Di antaranya bernama Mansur alias Tjut Aja, Bustamam, dan Nasrun. Sedangkan dua lainnya belum diketahui identitasnya. Menurut mereka, pada malam itu, di rumah tersebut memang tampak beberapa warga yang sedang menunggu siaran langsung pertandingan bola Piala UEFA dari televisi antara Galatasaray dari Turki melawan Arsenal Inggris. Tak ada kontak senjata atau suara gaduh semacam pertengkaran, misalnya. Yang ada, kata sejumlah saksi mata di lokasi kejadian, beberapa saat setelah aparat datang, terdengar suara tembakan nyaris tanpa henti selama hampir tiga jam dari pukul 00.30 - 03.15 WIB. Tapi, kata warga, tembakan itu dilepaskan aparat. "Tak ada tembakan balasan dari dalam rumah," kata mereka. Suara tembakan bak perang itu membuat warga Hagu Barat Laoet dan empat desa sekitar ketakutan dan membuat mereka tidak bisa memejamkan mata sampai pagi. Data yang dikumpulkan Serambi dari warga, tujuh di antara delapan korban tewas itu adalah penduduk Desa Hagu Barat Laoet. Masing- masing M Nasir Yusuf (23), Zulfikar Yusuf (23), Zulkifli Jamil (25), Usman Hasan (42), Sofyan (32 tahun, sebagian besar warga menyebut namanya Musran), Basyir (26), dan Mahdi Ahmad (22). Sementara satu lainnya adalah Samsul (34), warga Desa Hagu Teungoh. Tujuh korban asal Desa Hagu Barat Laoet, sekitar pukul 15.30 WIB kemarin dikebumikan di pekuburan umum setempat dengan diantar ratusan warga setelah dishalatkan di Masjid Darul Bahar. Jenazah para korban dishalatkan secara sekaligus. Dan diantar ke pemakaman secara beriring-iringan. Suasana duka tampak menyelimuti desa yang berbatasan langsung dengan laut Selat Malaka itu. Sementara Samsul dikebumikan di pekuburan umum Desa Hagu Teungoh. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Peristiwa Versi GAM

Juru Bicara GAM Ismail Syahputra menyatakan, para korban yang ditembak aparat di Desa Hagu Barat Laoet, bukan anggota GAM. "Di desa itu tidak ada markas GAM. Korban yang syahid adalah para nelayan yang sedang menunggu waktu turun melaut sambil menghabiskan waktu dengan menonton televisi," katanya, kemarin. Ia mengaku, GAM sangat bersedih atas peristiwa itu. Apalagi terjadi di tengah upaya damai yang dirintis lewat penandatanganan Kesepakatan Jenewa. "Pemerintah Indonesia itu benar-benar tidak bisa dipegang bicaranya. Ngomong lain, kerja lain. Buktinya, di saat kita menahan diri, mereka justru melakukan tindak kekerasan," ungkapnya. MoU Jeda kemanusiaan yang ditandatanganinya, menurut Ismail, hanya sebatas propaganda internasional bagi Indonesia agar mereka dibilang peduli terhadap persoalan Aceh. "Namun demikian, Aceh sebagai bangsa beradab tetap komit pada MoU itu. Kita harus hormat karena itu dilakukan di hadapan mata dunia dan demi kemaslahatan. Biarkan Indonesia yang mengingkarinya," tandas Ismail. Ia mengingatkan, TNI/Polri untuk segera menghentikan tindak kekerasan terhadap masyarakat. "Bila tidak GAM akan mengadakan tueng bila (pembalasan-red)." Ismail juga menegaskan agar aparat keamanan menghentikan operasi ke desa-desa. "Kalau tetap tidak mengindahkannya, jangan salahkan kami bila bom-bom yang sudah tertanam di desa-desa itu meledak. GAM tidak akan bertanggung jawab kalau itu terjadi," tandasnya. Juru Bicara Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) itu juga mengingatkan kepada kendaraan bermotor agar tidak menggunakan kaca hitam, bila menuju ke perkampungan penduduk. Dan, kalau pun ada kendaraan yang masih menggunakan kaca gelap, bila masuk desa diimbau untuk diturunkan. Ismail Syahputra yang menelepon Serambi, tadi malam mengatakan bila peringatan ini tidak dipatuhi, maka resikonya harus ditanggung sendiri. "Peringatan ini saya minta dipatuhi untuk kepentingan bersama," katanya lagi. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Versi Kapolres Aceh Utara

KAPOLRES Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal mengemukakan, peristiwa Hagu Barat Laoet, Kecamatan Banda Sakti, Kamis (18/5) dinihari, terjadi di luar dugaan. "Saat itu kita sedang melakukan patroli rutin. Tiba-tiba di sebuah kawasan di Dusun Seulanga, pasukan diserang dengan tembakan GLM oleh sekitar 20 orang yang juga bersenjata api laras panjang dan pendek diperkirakan 10 pucuk," katanya tadi malam. Didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, kapolres menjelaskan kejadian itu bukan dibuat-buat. "Dan kita baru tahu ada delapan korban tewas pada pagi hari saat melakukan penyisiran ulang sekitar pukul 06.00 WIB. Semuanya kita evakuasi secara bersamaan dari lokasi ke RSU Lhokseumawe sekitar pukul 07.00 WIB." Menurutnya, pada Rabu malam hingga Kamis dinihari ada dua pasukan Polri yang bergerak melakukan patroli rutin di Kecamatan Banda sakti. Satu pasukan meluncur ke Desa Mon Geudong dan satu lainnya ke kawasan Hagu. "Di Mon Geudong kita juga menggeledah, tapi tidak ada serangan. Namun, pasukan yang berpatroli ke Hagu Barat Laoet mendapat serangan di dua titik," ungkapnya. Setelah menyerang dengan GLM di titik pertama di Dusun Seulanga, ungkap kapolres, pelaku melarikan diri. Sehingga dikejar pasukan seraya melepaskan tembakan peringatan ke udara. "Tidak jauh dari lokasi pertama pasukan kembali diserang dari dalam rumah. Namun, GLM-nya tidak meledak. Setelah itu pecah kontak tembak. Pasca itu, rumah tersebut pun kita gerebek dan pria yang ada di dalam rumah berupaya melarikan diri yang diantisipasi pasukan dengan pengejaran, penembakan ke udara, dan tembakan pelumpuhan." Korban yang tewas, kata kapolres, mayoritas yang melarikan diri dari rumah-rumah. "Kami bisa mempertanggungjawabkan itu. Dan kita tidak khawatir bila dipengadilankan. Semuanya dilakukan sesuai prosedur bertindak. Kita pengayom hukum, tidak bertindak dengan cara-cara yang bertentangan hukum," tambah Syafei Aksal. Ditambahkan, dalam insiden itu tidak ada anggota kepolisian yang tertembak. Ia menyebutkan, bahwa para korban mayoritas adalah anggota kelompok GBPK. "Di antaranya tercatat sebagai DPO polisi. Nama dan fotonya tertera di kantor polisi. Tidak percaya, datang dan lihat di Mapolres." Adanya penyerangan itu, sebut Kapolres, dikuatkan dengan ditemukannya sejumlah barang bukti berupa satu pucuk pelontar GLM bersama dua amunisi, satu revolver plus lima amunisi FN, empat bom rakitan, satu granat manggis, dua HP (handphone) aktif atas nama Bustamam, satu baju loreng PDL, pakaian sipil, uang Rp 6,5 juta pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu. Kemudian tiga sepeda motor Astrea Supra BL 2373 KB, Astrea BL 5361 KY, GL Pro BL 2565 AC, dan dua kaset.

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Tiga Organisasi Internasional:
Indonesia Gagal Beri Keadilan kepada Aceh

Serambi-London
Tiga organisasi pembela hak asasi manusia (HAM) international, hari Kamis (18/5), mengecam keputusan majelis hakim yang mengadili kasus pembantaian Teungku Bantaqiah dan pengikutnya dengan menyatakan bahwa hal itu "sangat cacat dan pemerintah Indonesia gagal memberi keadilan yang dituntut orang Aceh karena pelakunya hanya prajurit. Para komando militer dan bukan hanya prajurit yang harus bertanggungjawab dalam pembantaian lebih 50 orang, tahun lalu di Beutong Ateuh Aceh Barat, kata Amnesti Internasional yang bermarkas di London dan Human Right Watch dalam pernyataan bersama seperti dikutip kantor berita Perancis, AFP. Sedangkan satu organisasi lagi adalah TAPOL yang juga berpusat di London, Inggris, menyebut dalam sebuah pernyataan yang diterima Serambi, kemarin, bahwa tuntutan keadilan dari rakyat Aceh baru terpenuhi jika para pejabat militer yang memberikan perintah operasi ke Beutong Ateuh ikut diseret ke pengadilan. Salah seorang aktivis TAPOL, organisasi yang concern mengampanyekan kasus pelanggaran HAM di Aceh dan Papua Barat, Paul Barber menyebutkan, "rakyat Aceh sangat mendambakan perdamaian, keadilan dan segera berakhirnya sikap membiarkan tentara dan pejabat militer senior lepas dari jeratan hukum." "Ini (pembantaian Tgk Bantaqiah) bukan pembunuhan biasa, tetapi merupakan bagian dari kampanye kekerasan yang diorganisir oleh pasukan keamanan dan polisi terhadap orang Aceh. Jadi ini harus diperlakukan sebagai kejahatan negara terhadap kemanusiaan. Para komandan yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan itu harus diadili melalui pengadilan HAM sesuai dengan standar internasional," ujar Barber. Dikatakannya, pemerintah Indonesia sudah gagal untuk pertama kali memberi keadilan kepada Aceh seperti dijanjikan. "Ini dapat berakibat pada proses perdamaian yang dimulai setelah ditandatanganinya kesepakatan, hari Jumat pekan silam di Swiss, antara wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," katanya. Sedangkan Amnesti Internasional dan Human Right Watch menyatakan pihaknya "sangat khawatir dan was-was" terhadap keputusan majelis hakim pengadilan koneksitas terhadap 24 tentara, dan seorang terdakwa sipil antara delapan setengah hingga 10 tahun hukuman penjara yang terlibat aksi pembunuhan di Beutong Ateuh pada Juli lalu. Kedua organisasi itu juga menyebutkan cacatnya peradilan tersebut menjadi "perhatian kurang baik" di mata rakyat Aceh. "Peradilan menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha mengakhiri tindakan militer di Aceh dan itu merupakan langkah penting" untuk menyelesaikan persoalan di provinsi kaya minyak tersebut," katanya. Tapi, cacat hukum sudah nampak di awal usaha tersebut. Para komandan yang terlibat dakam operasi tersebut tidak diadili sementara saksi kunci gagal dihadirkan," ujar kedua organisasi itu, sambil menambahkan tak ada mereka yang didakwa pada peradilan itu "di atas kapten dan umumnya adalah pelaku lapangan yang hanya menjalankan perintah atasan." Amnesti Internasional dan Human Right Watch menilai bahwa persidangan itu "kurang kredibilitas dan legitimasinya sebab gagal mengadili para pejabat berpangkat tinggi --argumen yang juga digunakan oleh kuasa hukum terdakwa selama berlangsungnya proses persidangan. "Jika usaha menegakkan keadilan di Aceh kredibel, pejabat yang paling senior harus dibawa ke pengadilan," demikian pernyataan tersebut. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Pembakaran Rumah Berlanjut
Warga Panca Kubu Tidur di Hutan

Serambi-Jantho
Kelompok tak dikenal kembali membakar perumahan warga Desa Panca Kubu (eks UPT II Trans Panca), Aceh Besar yang sebelumnya sudah pernah dibumihanguskan. Kuatir terjadi aksi susulan, warga setempat dilaporkan tidur di hutan. Laporan dari seorang sumber Serambi yang minta identitasnya tidak ditulis menyebutkan, kelompok tak dikenal kembali "menyerbu" Desa Panca Kubu pada Sabtu dinihari (13/5). Sembilan unit rumah yang ditinggalkan pemiliknya dibakar oleh kelompok misterius tersebut. Dampak terjadinya pembakaran susulan itu, warga setempat semakin trauma. Sebagian di antaranya ada yang terpaksa tidur di hutan. Kecuali itu, puluhan KK dilaporkan meninggalkan desa itu. Mengutip laporan resmi yang diterima pejabat pemerintahan di Aceh Besar, pembakaran susulan yang terjadi menjelang subuh Sabtu (13/5) menyebabkan sembilan rumah jadi korban. Satu di antaranya terbakar habis yaitu milik Ibrahim TS (warga RT II). Sedangkan delapan unit lainnya mengalami rusak ringan, masing-masing milik Amin, Safruddin, Ramli, Amin, Jaham, Burhan, dan Usman. Tak ada yang bisa menggambarkan bagaimana insiden susulan itu terjadi, termasuk berapa jumlah anggota kelompok tak dikenal tersebut. Karena sasaran pembakaran adalah rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Sebelumnya, pada Selasa dinihari (9/5), sekitar pukul 01.20, kelompok orang bersenjata membakar 12 unit rumah warga, termasuk rumah dinas guru dan sebuah Puskesmas yang baru dibangun. Dalam musibah pertama itu, sembilan rumah dilaporkan hangus, masing-masing milik Sudarto, Zulfizar, Junaidi AR, Syamsuddin, Zainab/Iskandar, Yusri AG, Sukardi, Sudarto dan Edi Purwanto. Sedangkan tiga lainnya rusak ringan yaitu yang dihuni Mahdi, Husaini, dan Basri. Untuk membantu meringankan derita korban, Satuan Penanggulangan Bencana Aceh Besar, Rabu pagi (17/5) menyalurkan bantuan dari Fatayat NU Aceh berupa beras, mie instan dan pakaian bekas. Bantuan dari sumber serupa juga disalurkan kepada para korban pembakaran rumah di Desa Suka Tani (eks UPT III Panca) dan korban di Desa Jantho Baru (eks UPT I Jantho).(gus)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Di Montasik
Tindakan Aparat Dinilai Berlebihan, Pimpinan Dewan Melapor ke Kapolres

Serambi-Banda Aceh
Ketua DPRD Aceh Besar, Tgk HM Amin Hasan bersama Wakil Ketua Bachtari Arahas, Kamis petang kemarin menghadap Kapolres Aceh Besar Letkol Pol Sayed Husaini melaporkan keluhan masyarakat Kecamatan Montasik menyangkut sikap aparat Brimob yang dinilai berlebihan sewaktu melakukan pemeriksaan terhadap warga. Wakil Ketua DPRD Aceh Besar, Bachtari Arahas yang dihubungi Serambi tadi malam mengatakan, menyusul ditembaknya dua aparat Brimob yang di-BKO-kan di Polsek Montasik oleh sipil bersenjata pada Rabu petang (17/5), telah memicu ketegangan di wilayah itu. Menurut laporan yang diterima Bachtari, penyisiran dan sweeping yang dilakukan oleh aparat untuk mencari pelaku penembakan tersebut menimbulkan ketakutan masyarakat. Aparat juga dilaporkan bertindak kasar sewaktu melakukan pemeriksaan terhadap warga. "Kita bisa mengerti betapa terpukulnya aparat Brimob tersebut mendapati rekan-rekan mereka terkapar kena tembak. Tapi tindakan yang berlebihan sewaktu penyisiran dan pemeriksaan terhadap warga bisa memicu masalah baru yang tidak kita kehendaki," kata Bachtari. Hingga pukul 12.00 kemarin, menurut Bachtari tak sedikit warga yang melaporkan mendapat perlakuan kasar (seperti dipukuli) ketika diperiksa oleh aparat Brimob di Mapolsek Montasik. Padahal warga yang dikasari itu tidak tahu-menahu menyangkut insiden yang terjadi sehari sebelumnya. Sangat respon Semua keluhan masyarakat Montasik ditindaklanjuti oleh Ketua DPRD Aceh Besar, Tgk HM Amin Hasan. "Sore tadi (maksudnya sore kemarin, red) saya bersama Pak Ketua menghadap Pak Kapolres di rumahnya. Semua yang dilaporkan masyarakat sudah kami sampaikan kepada beliau. Pak Kapolres menanggapi positif laporan kami dan berjanji akan menindaklanjutinya," kata Bachtari. Ketika bertemu Kapolres Aceh Besar, baik Tgk Min (panggilan akrab Ketua DPRD Aceh Besar) maupun Bachtari sangat mengharapkan agar aparat Brimob yang di-BKO-kan di kecamatan-kecamatan bisa ditertibkan. Pihak dewan berharap, kalau terjadi musibah atas aparat, diharapkan tidak menimbulkan ekses terhadap masyarakat tak berdosa. "Kami mengimbau semua pihak untuk sama-sama menghormati MoU 'jeda kemanusiaan' yang ditandatangani bersama antara RI dan GAM. Semua kita merindukan suasana damai, tenang, dan aman," ujar Bachtari. Korban penembakan? Tadi malam Serambi menerima laporan seorang warga yang mengaku dari Montasik. Warga tersebut melaporkan, beberapa saat setelah ditembaknya dua aparat Brimob, terjadi penembakan terhadap seorang warga sipil bernama Muhammad (60) warga Lampaseh Lhok Montasik yang menyebabkan korban meninggal dunia. Muhammad dilaporkan terkena tembakan di bagian punggungnya ketika aparat Brimob melakukan penyisiran menyusul ditembaknya dua rekan mereka. Waktu itu, korban sedang menutup kedainya, karena menjelang Magrib dan bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya. Perihal tertembaknya Muhammad, hingga berita ini diturunkan belum diperoleh konfirmasi dari pihak berkompeten. Wakil Ketua DPRD Aceh Besar, Bachtari Arahas yang ditanyai hal itu, mengaku belum menerima laporan ada warga sipil di Montasik yang meninggal akibat terkena tembakan. Membantah Sementara itu Ayah Muni, Panglima Operasi AGAM Wilayah Aceh Rayek kepada Serambi melalui telepon tadi malam menyebutkan, pihaknya tidak bertanggungjawab terhadap insiden di Montasik. Menurutnya, pelaku insiden Montasik sudah jelas kelompok yang tidak menginginkan terciptanya ketenangan dan kedamaian di Aceh, sebagaimana isi MoU yang ditandatangani oleh pihak RI dengan GAM di Davos, Swis. "Kami memastikan bahwa kami tak melakukan tindakan penembakan Brimob di Montasik. Kami berupaya mencari pelakunya dan mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku dalam komando GAM," tegas Ayah Muni.(tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Jenazah Camat Sawang Ditemukan
Dua Tersangka Ditahan

Serambi-Tapaktuan
Camat Sawang Aceh Selatan, Drs Sumiadi (37) yang menjadi korban penculikan sekelompok orang, Senin lalu, Kamis dinihari kemarin ditemukan telah menjadi mayat di pinggir jalan raya kawasan Desa Ujung Kareung, Kecamatan Sawang atau sekitar 14 Km dari Tapaktuan arah Blangpidie. Berkaitan dengan itu, dua pelaku berhasil ditangkap pihak kepolisian. Jenazah pejabat pamong tersebut ditemukan petugas jaga malam (ronda) dalam keadaan dibungkus plastik sekitar pukul 02.00 WIB. Di dalam plastik itu, kondisi mayat amat menggenaskan. Tangan terikat ke belakang dan tubuh penuh luka. Fakta tersebut memastikan korban mendapat siksaan maha berat sebelum dibunuh. Temuan tak terduga itu segera dilaporkan kepada aparat Polsek Sawang yang bertugas patroli. Menerima laporan, polisi segera turun ke TKP, kemudian melakukan evakuasi jenazah ke Puskesmas Sawang sekitar 3 Km dari lokasi. Kamis pagi, jenazah Drs Sumiadi dibawa ke RSU Dr Yulidin Away Tapaktuan dengan mobil ambulan untuk keperluan visum et revertum. Informasi bahwa Camat Sawang Sumiadi ditemukan dalam keadaan menggenaskan, membuat pegawai jajaran Setwilda Aceh Selatan larut dalam duka. Puluhan staf Setwilda, termasuk para camat dari kecamatan-kecamatan, rekan-rekan korban sejak pagi mengalir ke rumah sakit. Selain Bupati Ir T Machsalmina Ali, tampak hadir di rumah sakit menunggu selesai visum, Ketua DPRD Ir Mismaruddin Mahdi, Dandim 0107 Letkol Inf Drs Sunarto, Pejabat Pelaksana Sementara (PGS) Kapolres Mayor Pol Drs Supriadi Djalal, Kasdim 0107 Mayor Inf Yusman, serta sejumlah kepala dinas instansi. Disamping isak tangis keluarga korban, ada pemandangan lain sangat mengharukan di dalam ruang jenazah. Di sana ada dr Ina Sapitri (30), tidak lain istri Camat Drs Sumiadi, ikut langsung dalam proses visum. (Baca boks-red) Ibu muda yang kini menjabat Kepala Puskesmas Blang Kejeuren, Labuhan Haji itu sekali-kali mengusap air mata bening yang meleleh dipipinya. Sejumlah warga yang menyaksikan pemandangan itu tak mampu menahan haru. Selesai divisum, jenazah Drs Sumiadi yang baru menjabat sekitar lima bulan sebagai Camat Sawang itu dibawa pulang ke rumah duka, Kelurahan Hilir Tapaktuan. Dan setelah dishalatkan di Masjid Istiqamah, jenazah dimakamkan di lokasi perkuburan keluarga, dekat kompleks terminal Tapaktuan sekitar pukul 11.15 WIB. Prosesi penguburan dipimpin langsung Bupati Ir T Machsalmina Ali, dihadiri sejumlah pajabat dan masyarakat Tapaktuan. Rangkaian acara pemakaman dibacakan riwayat hidup korban, pada kesempatan itu dibacakan keputusan pemerintah memberikan penghargaan kepada almarhum, yaitu kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi dari golongan III/C menjadi III/D. Bupati Aceh Selatan, Ir T Machsalmina Ali pada acara penglepasan jenazah dari rumah duka mengaku sangat terpukul atas meninggalnya salah seorang staf terbaik dengan cara bengitu tragis. Pihaknya mengajak agar masyarakat memanjatkan doa semoga almarhum mendapat tempat layak di sisi Allah SWT. Kepada istri almarhum serta keluarga ditinggalkan diminta ketabahan dalam menerima cobaan tersebut. Pernah dikubur Sebelumnya Pejabat Pelaksana (PGS) Kapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal menjelaskan dari hasil penyelidikan, Camat Sawang Drs Sumiadi merupakan korban pembunuhan kelompok GBPK --sebut aparat terhadap kelompok sipil bersenjata-- setelah diculik anggota kelompok tersebut, Senin (15/5) siang. Mayat korban yang ditemukan masyarakat yang bertugas ronda di tepi jalan raya Desa Ujung Kareung, Sawang, menurut Mayor Pol Drs Supriadi Djalal sudah pernah dikuburkan pelaku. Buktinya, mayat yang ditemukan berluka gorok, tangan terikat ke belakang, dan dibungkus palstik, masih tersisa tanah galian. Diperkirakan, setelah dibunuh mayat korban ditanam di kawasan Panton Luas, kawasan paling udik Desa Trieng Meuduro Tunong, Kecamatan Sawang. Pelaku menggali kembali kuburan itu, sebelum aparat polisi dan anggota BKO Brimob/Gegana Polres Aceh Selatan melancarkan penyisiran kawasan tersebut, Rabu (17/5). "Mayat korban yang telah ditanam, kami perkirakan digali oleh pelaku untuk dipindahkan. Kemudian untuk membuang jejak, pelaku meletakkan mayat tadi di tepi jalan raya Desa Ujung Kareung. Lalu, jenazah korban yang masih dibalut celana seragam dinas hansip itu ditemukan anggota jaga malam," jelas Mayor Pol Drs Supriadi Djalal. Seperti diberitakan, operasi percarian korban secara besar-besaran sepanjang hari Rabu melibatkan personil polisi dan anggota BKO Brimob/Gegana Polres dengan menyisir kawasan Panton Luas. Penyisiran yang berakhir sekitar pukul 17.00 WIB berhasil ditemukan baju seragam hansip Camat Sawang yang telah dibakar pelaku, berikut tanda jabatan (lencana). Tapi di lokasi tidak ditemukan korban. "Dua pelaku berhasil kita tangkap. Mereka masing-masing Jun (24) warga Kuta Baro, dan Mir alias Iw (25) warga Blang Bladeh, Kecamatan Meukek," jelasnya. Semula mereka berdua diambil untuk diminta keterangan. Sebab, berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, beberapa hari sebelum kasus penculikan terjadi, kedua orang itu pernah menanyakan kepada seseorang tentang dimana Camat Sawang sering tidur, kemana pula ia sering pergi. Intrograsi yang dilakukan polisi berhasil mengorek keterangan cukup berharga dari Jun dan Mir. Malahan pengembangan selanjutnya, kedua orang itu mengaku terlibat. Bahkan operasi yang dilancarkan polisi di lokasi Panton Luas merupakan hasil pengembangan keterangan kedua orang tersebut. "Makanya Jun dan Iw sudah kita tetapkan sebagai tersangka," jelas Mayor Pol Supriadi Djalal. Bukan hanya itu, polisi juga berhasil mengungkapkan bahwa keterangan yang diberikan empat tokoh masyarakat yang satu mobil dengan camat pada saat penculikan terjadi, merupakan hasil rekayasa, atau cerita karangan karena takut ancaman pelaku. Keempat tokoh masyarakat Kecamatan Sawang masing-masing, Fadli (staf camat), warga Desa Blang Gelinggang, Tgk Tarmizi (ulama), warga Desa Trieng Meuduro Baroh, M Yusuf (mantan Kades Ujung Kareung), dan Muhibuddin (pengurus OKP) warga Desa Meuligo. Dalam laporan kepada Polsek Sawang, Senin malam, mereka mengaku Camat Sumiadi diculik orang tak dikenal ketika melintasi jalan raya kawasan Desa Sawang I sekitar pukul 13.30 WIB dengan mengendarai mobil Toyota Kijang. Sejumlah laki-laki dengan empat sepeda motor menghadang mobil camat di TKP dengan senjata laras panjang serta memakai shebu. Sedangkan mereka berempat dalam satu mobil dengan camat diturun penculik, kemudian diperintah berjalan menuju arah sungai sekitar TKP. Ternyata, menurut Mayor Pol Supriadi pengakuan yang diberikan itu merupakan hasil karangan belaka. Karena hasil pemeriksaan dua tersangka pelaku yang sudah ditahan, aksi penculikan bukan terjadi di kawasan jalan Desa Sawang I, melainkan suatu tempat kawasan Desa Trieng Meuduro Baroh. Demikian juga pelaku tidak memakai shebu dan senjata laras panjang melainkan senjata pendek. Bahkan polisi menduga keras keempat tokoh itu mengenali tersangka, tapi tidak mau mengaku karena sudah mendapat ancaman. Karenanya, mereka sudah dibawa ke Mapolres untuk diminta keterangan lebih lanjut. Camat Sawang Drs Sumiadi pada hari nahas tersebut melaksanakan tugas mengantarkan bantuan Arab Saudi kepada masyarakat di sejumlah desa, berupa paket berisikan kurma dan tepung terigu. Ikut satu mobil dengan camat empat tokoh masyarakat tadi yang bertindak sebagai pengawas sehingga paket bantuan sampai ke tujuan.(tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Cerita Duka Istri Camat Sawang
Luka itu Dijahit Sendiri

DIA menjahit sendiri luka-luka suaminya yang kaku setelah diculik orang-orang tak dikenal. Mayat itu penuh luka bekas penganiayaan maha sadis. Entah bagaimana perasaan kala melakukan pekerjaan berat tersebut. Yang terlihat, wanita yang sedang hamil itu menangis terisak-isak, dan nyaris pingsan. Belakangan baru orang tahu, wanita berbaju putih seragam dokter itu adalah Dokter Ina Sapitri, istri Drs Sumiadi, Camat Sawang yang sebelumnya diberitakan hilang diculik. Dengan mata sembab, ia memohon kepada petugas medis agar bisa melakukan 'bakti' terakhir untuk suami tercinta; menjahit sendiri luka-luka di tubuh mayat almarhum Drs Sumiadi setelah divisum. Hari itu, awan duka seakan memang sedang menyelimuti staf jajaran Setwilda Aceh Selatan, ketika mendatangi Rumah Sakit Umum (RSU) Tapaktuan. Tak kecuali Bupati Aceh Selatan Ir T Machsalmina Ali tampak sangat terpukul melihat jasad Camat Sawang, Drs Sumiadi (37) terbujur kaku di kamar jenazah. Sejumlah staf Setwilda, para camat, dan kerabat dekat lainnya terlihat menetes air mata menyaksikan mayat korban dengan luka-luka sangat mengenaskan. Terlebih lagi bagi anggota keluarga korban, mereka nyaris jatuh pingsan manakala mayat pejabat pamong itu diturunkan dari mobil ambulan, kemudian dibawa masuk ke dalam ruang jenazah untuk divisum. Jenazah Camat Sumiadi, Kamis (18/5) pagi dibawa dari Puskesmas Sawang setelah dievakuasi dari lokasi temuan di tepi jalan raya kawasan Desa Ujung Kareung. Mayat dalam kondisi tangan masih terikat ke belakang dengan tali nilon dan dibungkus plastik itu, ditemukan masyarakat yang sedang bertugas jaga malam (ronda) dinihari sekitar pukul 02.00 WIB. Informasi tersebut segera merebak. Ratusan warga tumpah ke RSU Tapaktuan lokasi Desa Gunung Kerambil. Mereka ikut merasakan kesedihan melihat kenyataan bahwa pejabat pemerintah kecamatan itu menjadi korban pembunuhan cukup sadis. Hampir tak ad kata yang terucap, kecuali kedukaan yang terpancar di rawut wajah mereka. Masalahnya, siapa pun Sumiadi, mengapa masih ada manusia yang tega melakukan penyiksaan luar biasa seperti itu? Beberapa saudara kandung dan famili dekat korban tampak terisak-isak di sudut-sudut ruang jenazah. Ada di antara mereka sambil menangis mendekap tubuh Bupati Ir T Machsalmina Ali dan Ketua DPRD Ir Mismaruddin Mahdi, sehingga membuat suasana semakin haru biru. Di tengah suasana hening, dalam ruang jenazah terlihat seorang ibu muda dengan raut wajah sembab lantaran kurang istirahat. Wanita yang sedang mengandung itu tampak ikut menangani jenazah yang terbaring kaku bersama-sama beberapa tenaga medis setempat. Wanita tersebut seorang dokter, lengkapnya Dokter Ina Sapitri (30), Kepala Puskesmas Blang Kejeuren, Labuhan Haji. Dan dia juga adalah istri Camat Sawang, Drs Sumiadi yang telah terbujur menjadi mayat. Dengan air mata meleleh di pipi, dr Ina --begitu namanya dipanggil-- secara tabah menjahit sendiri luka-luka pada mayat suaminya. Pekerjaan itu dilakukan setelah minta izin pada direktur rumah sakit setempat. Ketabahan seorang istri seperti dimiliki dr Ina Sapitri, barangkali sulit ditemukan pada diri wanita lain. Meskipun di dalam sudah berkeping, ia masih mampu mengendalikan perasaan sedih yang sebenarnya tak tertahankan. Ketabahan dr Ina membuat suasana semakin haru-biru, apalagi melihat kondisinya tengah mengandung anak kedua. Dalam keharuan itu, sekonyong-konyong tangis dr Ina Sapitri meledak manakala wartawan dan polisi ingin memotret jenazah suami yang terbujur di hadapannya. "Saya mohon mayat suami saya jangan difoto," pinta dr Ina dengan berderai air mata. Entah mengapa dokter Ina meminta demikian. Namun banyak yang yakin bahwa larangan itu agar 'jasad' suaminya yang tercabik-cabik itu tidak membuat orang lain trauma, termasuk mungkin diri dan anak- anaknya kelak. Permintaan agar jangan potret juga disampaikan kepada Pejabat Pelaksana Sementara (PPS) Kapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal, yang turut berada di ruang jenazah. Wartawan dan polisi pun surut dan membatalkan rencana pemotretan, walau bagi polisi sangat penting sebagai bahan penyelidikan. Setelah dimandikan di rumah sakit, jenazah Camat Sumiadi dibawa pulang ke rumah duka di Kelurahan Hilir Tapaktuan. Pada saat keluar dari pintu ruang jenazah, dr Ina tampak masih tegar, meskipun air mata terus meleleh di pipinya. Ia pun sempat memeluk wanita anggota keluarga suami tercinta. Bagi dr Ina Sapitri kepergian sang suami untuk selama-lamanya memang terlalu cepat. Mereka menjalin tali pernikahan di Banda Aceh 3 Agustus 1996, dan baru dikaruniai seorang putri, Alisa Humaira Supit, yang masih berumur tiga tahun. Satu hari menjelang suaminya hilang setelah diculik --tepatnya pada hari Minggu (14/5) -- kemudian ditemukan meninggal dunia, dr Ina masih sempat berpoto bersama dengan suaminya Drs Sumiadi di Tapaktuan. Mereka pulang ke rumah mertuanya di Kelurahan Hilir Tapaktuan pada hari Sabtu (13/5) karena ibu mertua sakit. Dalam bulan-bulan terakhir mereka menetap di Blang Kejeuren, Labuhan Haji, karena dr Ina Sapitri menjabat kepala puskesmas di sana. Lagi pula, Drs Sumiadi tidak bisa menetap di Kecamatan Sawang, setelah dua bangunan yang dipakai sebagai kantor dibakar pelaku tak dikenal secara berturut-turut. Sedangkan kantor berikut rumah dinas camat yang lama memang sudah musnah dibakar akhir tahun 1999 lalu. Kenangan terakhir dengan suaminya, Drs Sumiadi terjadi pada hari Senin (15/5) pagi. Saat itu dr Ina Sapitri pamit kepada suaminya untuk pergi ke kantor Dinas Kesehatan di Tapaktuan. "Saat saya pamit, bapak mengatakan, 'hati-hati dik," kata Ina. Rupanya, kata-kata tersebut merupakan yang terakhir. Karena Drs Sumiadi pagi itu berangkat menuju Sawang melaksanakan tugas dengan memakai seragam Hansip. Dokter Ina yang menunggu di rumah mertuanya sampai pukul 17.00 sore tak kunjung dijemput. Rupanya tanpa disadari suami tercinta pada saat itu sudah berada dalam genggaman penculik. Dokter Ina baru tahu suaminya menjadi korban penculikan, setelah menelepon Polsek Sawang, sekitar pukul 18.30 WIB. Dan sebelumnya ia sempat menghubungi seorang camat yang menjadi rekan dekat suaminya, yang memberitahukan mobil Toyota Kijang yang dikendarai Drs Sumiadi terlihat parkir di tepi jalan raya kawasan Desa Lhok Pawoh Sawang. Dalam perasaan gelisah, Ina segera melapor kepada Bupati Ir T Machsalmina Ali di pendopo, kemudian mendatangi Mapolres Aceh Selatan untuk menanyakan nasib suaminya. Malam itu nasib Sumiadi masih misterius, sampai ditemukan menjadi mayat di tepi jalan raya kawasan Desa Ujung Kareung, Kamis (18/5) dini hari. Drs Sumiadi, putra bungsu dari 11 bersaudara pasangan Aminuddin Rajo (alm) dengan Ny Kalason. Lahir di Tapaktuan 25 Desember 1963 menamatkan APDN Banda Aceh tahun 1986, kemudian menyelesaikan pendidikan di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta tahun 1992. Karir pegawai negeri diawali sebagai staf DPRD Aceh Selatan tanggal 6 Januari 1987, Kemudian menjabat Manpol Sawang 9 Januari 1989, Kasubbag Ketatalaksana pada Bagian Organisasi Setwilda tanggal 1 Maret 1994. Lalu, Kasi Pembangunan pada Kantor Pembantu Bupati Wilayah Bakongan tanggal 26 Juni 1998. Di-SK-kan sebagai Camat Sawang tanggal 14 Desember 1999, tapi pelantikannya pada tanggal 24 Januari 2000 lalu.(nun)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Pelaksanaan Jeda Kemanusiaan
Pemerintah Monitor Bantuan LN ke Aceh

Serambi-Merauke
Sebagai tindak lanjut dari penanda-tanganan kesepahaman jeda kemanusiaan antara pemerintah Indonesia dengan GAM di Davos, Swiss, pemerintah Indonesia akan melakukan pengawasan secara aktif terhadap semua bantuan luar negeri yang masuk untuk rakyat Aceh. Menteri Negara HAM Hasballah M Saad ketika ditemui di sela-sela kunjungan kerja Wapres Megawati Soekarnoputri di Rumah Sakit Umum Daerah Merauke, Irian Jaya, Kamis kemarin, menyatakan langkah untuk pengawasan bantuan itu adalah dibentuknya komite bersama antara pemerintah dan GAM untuk pengawasan dan penyaluran bantuan luar negeri. "Diharapkan komite ini bisa aktif 2 Juni (2000)," katanya. Dalam pelaksanaannya komite ini akan dibantu Henry Dunant Centre yang merupakan koordinator bantuan luar negeri untuk Aceh. Aktifnya pemerintah dalam pengawasan masuknya bantuan asing itu, menurut Hasballah, bagian dari upaya antisipasi kemungkinan terjadinya pemanfaatan bantuan tersebut untuk tujuan-tujuan politis untuk pihak-pihak tertentu. "Jadi tidak akan seperti dulu lagi di mana banyak orang masuk bantuan (Aceh) dengan misi-misi khusus," katanya. Untuk kelancaran komite tersebut pemerintah dan GAM sedang merekrut tenaga-tenaga yang akan ditempatkan dalam komite. Dikatakan, tenaga itu harus memiliki integritas tinggi, jujur dan profesional dalam penanganan bantuan untuk masyarakat. Selain itu, katanya, pemerintah sedang membentuk satuan tugas untuk Kesra dan Polkam. Kalau satuan tugas bidang Kesra mempunyai tugas untuk pemerataan dan penyaluran bantuan, satuan tugas bidang Polkam akan mengupayakan penciptaan situasi aman di seluruh Aceh guna kelancaran penyaluran bantuan tersebut. Pemerintah juga segera membentuk pusat informasi masalah Aceh yang akan berada di bawah Kantor Meneg HAM. (ant)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Utusan HDC Himpun Masukan

Serambi-Banda Aceh
Tenaga lapangan utusan Hendry Dunant Centre (HDC), Larry Hollingworth, sejak dua hari lalu berada di Aceh guna menghimpun masukan dari kalangan LSM, NGO HAM, cendikiawan, pemerintah, dan unsur lain di daerah ini. Ia mengundang dan mendatangi orang-orang yang dianggap mampu dan punya kredibilitas memberikan masukan menyusul akan dilaksanakannya nota kesepahaman jeda kemanusiaan yang telah ditandatangani di Swiss. Menurut pantauan Serambi, Kamis (18/5), Larry di antaranya menerima Dr Ahmad Humam Hamid dan Drs Maimul Fidar di hotel tempat ia menginap. Dalam pembicaraannya dengan tokoh HAM dan kemanusiaan ini, Larry meminta input-input yang diperlukannya dalam proses penyusunan personil komite kerjasama sesuai MoU yang ditandatangani di Davos 12 Mei 2000. Tujuan itu, diketahui setelah Serambi menghubungi kedua sumber tersebut. Menurut Humam Hamid, yang dihubungi tadi malam, pertemuannya dengan Larry hanya bincang-bincang biasa. Pembicaraan sedikit mengarah pada "tukar pikiran" mengenai rencana pembentukan komite kemanusiaan yang efektifnya akan dimulai berlaku 2 Juni 2000. Selama 30 menit bersama Larry, kata Humam, ia merasakan ada sesuatu yang sangat simpatik dari HDC. Sebab, mereka menginginkan suatu operasi kemanusiaan yang berhasil. Mereka akan memanfaatkan waktu berlakunya nota kesepahaman antara pemerintah RI - GAM dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kemanusiaan. Sedangkan kepada Maimul Fidar, Larry Hollingworth juga meminta pikiran-pikiran positif agar bantuan kemanusiaan bisa tepat sampai ke sasaran. Larry juga meminta pendapat Koordinator Eksekutif NGO HAM Aceh agar bisa bekerja dengan baik di daerah ini. Menurut Maimul Fidar yang dihubungi terpisah, ia membayangkan kepada Larry bahwa persoalan mencari orang-orang yang bisa diajak untuk pekerjaan bidang HAM dan kemanusiaan memang mudah. Tapi, mencari orang yang akan bertugas untuk komite keamanan terasa agak sulit. Oleh karena itu, Maimul Fidar yang kabarnya diusul menjadi anggota yang duduk di salah satu komite bentukan HDC, mengaku tidak paham tentang mekanisme kerja HDC. Karena, selama ini NGO tidak terlibat dalam persoalan dukung-mendukung. Jika usulan itu benar, kata Maimul Fidar, berarti ia merupakan salah seorang utusan dari pihak pemerintah RI atau pihak GAM. Kepercayaan seperti itu bukan berarti ia selama ini mendukung salah satu pihak dimaksud. Sebab, kata Maimul Fidar, ia juga tidak mengetahui siapa yang mengusulkannya agar masuk dalam komite. Bisa saja diusul pihak pemerintah RI atau pihak GAM. "Yang jelas, saya tidak paham bagaimana mekanismenya. Bila ditunjuk, NGO akan bekerja untuk membela hak azasi rakyat Aceh," kata Maimul Fidar. Ketika dimintai tanggapannya mengenai sekretariat perwakilan HDC di Aceh, Maimul Fidar mengaku menawarkan dua tempat. Yaitu, di Balai Gading dan eks Kantor KRA. Menurut Maimul Fidar, kedua tempat ini berada di Banda Aceh. Pertimbangannya kedua tempat itu baik dan strategis bila dijadikan kantor. Tapi, kata Maimul Fidar, ia tidak tahu apakah usulan itu disetujui. Sebab, komite itu bekerja singkat, yaitu selama nota kesepahaman itu berlaku. Sementara itu, kemarin, Serambi sudah beberapa kali berupaya menemui Larry. Pada mulanya, ketika dihubungi via telepon Larry sudah bersedia di wawancarai. Namun ia beberapa kali menyebutkan masih sibuk dengan pekerjaannya. Begitupun, dari sumber-sumber yang ada di sekitar Larry menyebutkan, HDC untuk saat ini belum bersedia memberikan komentar. Alasannya, kedua komite kerjasama antara pemrintah RI - GAM baru mulai bekerja tanggal 2 Juni 2000. Dengan demikian, Larry berupaya untuk tidak memberikan komentar terlalu dini. Terlebih lagi, keterangan yang disampaikan melalui media massa. Dari sumber itu juga diperoleh keterangan bahwa HDC menginginkan jangan sampai terjadi salah penafsiran tentang kehadiran mereka di Aceh. Terutama saat menghimpun personil yang akan disetujui oleh kedua pihak (pemerintah RI dan GAM). Menurut sumber itu, personil yang akan dihimpun nanti, bisa jadi direkrut dari LSM, cendikiawan, atau unsur-unsur lainnya yang disetujui kedua pihak. Untuk memperoleh kejelasan tentang ini, Serambi juga telah berupaya mencegat utusan HDC berambut putih itu di Sekretariat FP-HAM Aceh. Namun, ia belum bersedia diwawancarai meski telah beberapa kali membuat appointment (janji). "Saya sangat sibuk," kata Larry ketika didesak. (yed/r)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Wagub Aceh:
Potensi Perempuan Terabaikan

Serambi-Banda Aceh
Pendidikan untuk kaum perempuan Aceh cenderung dianggap tidak begitu penting, sehingga dalam wacana sehari-hari yang lebih diprioritaskan adalah laki-laki. Padahal dalam kenyataannya jumlah perempuan lebih besar dari laki-laki. "Jika potensi perempuan bisa diberdayakan secara maksimal sangat menguntungkan bagi pembangunan di daerah ini". Demikian antara lain dikatakan Wagub Aceh, H Bustari Mansur ketika membuka Orientasi Mubalighah Korps Wanita Majelis Dakwah Islamiah Propinsi Aceh, di Aula Dolog Aceh, Kamis kemarin. Pada kesempatan itu Wagub Bustari menegaskan, "Salah satu misi pembangunan adalah meningkatkan kualitas hidup dan sumber daya manusia (SDM) perempuan di berbagai bidang strategis, terutama pendidikan, kesehatan, dan agama. Akhir-akhir ini, lanjut Wagub Aceh, ikhwal pemberdayaan perempuan telah menjadi salah satu isu penting dan sering menjadi buah bibir di berbagai kesempatan, termasuk di Aceh. "Perihal pemberdayaan perempuan menjadi semakin penting, apalagi dalam kondisi Aceh yang tidak kondusif selama satu dasawarsa terakhir ini. Disinilah muballighah dituntut berperan aktif," ujar Wagub Bustari. Bustari menengarai, dalam melaksanakan program dasar pembangunan pemberdayaan perempuan, Pemda hanya berfungsi sebagai koordinator dan fasilitator. Sedangkan pelaksanaannya di lapangan sangat diharapkan kiprah dari berbagai instansi terkait, lembaga, dan institusi masyarakat. Selanjutnya Wagub menilai, lebih dari separuh penduduk Aceh adalah perempuan. Jumlah perempuan yang banyak tersebut sebenarnya merupakan potensi dan menjadi modal bagi pembangunan. "Agar potensi itu bisa dimanfaatkan perlu didukung kualitas SDM memadai," katanya. Ironis Yang sangat ironis menurut Bustari adalah keterbatasan SDM perempuan Aceh. Penyebabnya antara lain akibat terbatasnya kesempatan perempuan memperoleh pendidikan. Sedangkan kaum laki- laki dinilai lebih terbuka kesempatan untuk itu. Konsekwensi minimnya pendidikan bagi kaum hawa terlihat antara lain dari rendahnya pengetahuan kesehatan kaum ibu. "Angka kematian ibu hamil masih tetap tinggi," kata Wagub. Kepada peserta orientasi, Bustari mengharapkan agar mampu memberikan bimbingan yang menyejukkan kepada masyarakat, sehingga perempuan Aceh mendatang dapat memberikan andil yang maksimal bagi pembangunan daerah dengan berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bustari menganjurkan agar mubalighah selalu mengatualisasikan diri dan meningkatkan kemampuan serta pengetahuannya sehingga dapat lebih optimal lagi dalam memberdayakan masyarakat. "Muballigh dan muballighah menjadi contoh dan panutan masyarakat. Sebagai tempat bertanya dan minta petunjuk," katanya. Sementara itu menurut Dra Mustabsyirah M Husen, ketua Korps Wanita Majelis Dakwah Islamiah Aceh, sebagai organisasi muballighah, pihaknya berkewajiban melakukan re-organisasi ke depan yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan perempuan. "Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu program prioritas kami," kata Mustabsyirah.(y)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Penyelundup Kayu Marak Lagi

Serambi-Banda Aceh
Kasus penyelundupan kayu asal Pulau Sinabang, Kabupaten Simeulue, setelah sempat terhenti beberapa pekan, belakangan marak lagi. Meski mendapat laporan rutin, namun belum ada yang direspon oleh aparat secara serius. Beberapa sumber di Sinabang menyebutkan, maraknya penyelundupan kayu asal pulau cengkeh itu, setelah sejumlah pengusaha asal Sumut mengirimkan kapal-kapal mereka ke sana. Setiap hari, kapal-kapal bermuatan 100 hingga 500 ton, terlihat mengisi perbekalan di Sabang, untuk kemudian terlihat mendekati Pulau Simeulue. "Belum ada penjelasan resmi dari aparat di Simeulue, Polda Aceh, maupun Lanal Sabang terhadap aksi berkelanjutan tersebut," ungkap tokoh-tokoh di Simeulue. Menurut mereka, operasi penyelundupan kayu yang konon kabarnya 'dilarikan' ke Thailand dan Malaysia tersebut hanya berhenti sejenak saat aparat melakukan operasi, seperti yang baru dilancarkan Polda Aceh. Satu atau dua pekan setelah operasi dihentikan, kegiatan ilegal itu marak lagi. Bahkan, kapal-kapal yang konon milik 'mafia Medan' itu berani mengisi minyak serta perbekalan lain di sekitar kompleks aparat di Sabang. Komandan Lanal Sabang, Kol Laut Syahrin Abdurrahman yang dihubungi Serambi belum lama ini menjelaskan, pihaknya belum mendapat informasi persis apakah fasilitas Pelabuhan Sabang dipakai oleh para penyelundup kayu sebagai transit, atau untuk mengisi perbekalan seperti minyak, air, dan bahan makanan. "Namun ini informasi bagus untuk kita selidiki," katanya. Ditanya apakah pihak Angkatan Laut dalam waktu dekat akan melakukan operasi khusus, Kol Syahrin mengatakan bahwa pihaknya cuma melakukan operasi rutin. Tapi tidak tertutup kemungkinan hal itu dilakukan bila indikasi penyelundupan kayu itu memang ada. Hal senada dikemukakan oleh sumber Serambi di Polda Aceh. Operasi rutin yang dilakukan Satpol Air sejak akhir bulan lalu, belum diketahui secara pasti hasilnya. Menurut sumber itu, petugas memang berhasil memergoki sejumlah kapal yang sedang mengangkut kayu secara ilegal, tapi benar atau tidaknya isu tersebut belum direspon secara resmi. "Belum ada penjelasan resmi dari pejabat yang berwenang untuk itu," tambah sumber lain yang mengetahui persis aktivitas operasi Satpol Airud. Sumber-sumber lain di kalangan tokoh Simelue menjelaskan, amat tidak beralasan kalau aparat mengatakan tak ada penyelundupan kayu dari daerah mereka. Setiap hari, ada saja kapal-kapal barang yang merapat ke sana untuk memuat kayu balok tim tanpa surat. Akhir- akhir ini, aktivitas itu tambah meningkat dengan masuknya sejumlah kapal eks mafia Tanjung Balai ke sana. "Sudah tak tahu lagi cara melapor bagaimana. Kalau dibiarkan, dalam beberapa tahun mendatang Simeulue akan gundul. Kita berharap Pemda Simelue dan aparat keamanan lebih proaktif sebelum rakyat memberi penjelasan menurut caranya sendiri," katanya. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Hukum Mulai Berdenyut di Idi

Serambi-Idi
Setelah lebih setahun vakum, awal tahun 1999, mulai Mei 2000 ini proses penegakan hukum di wilayah Pembantu Bupati I Aceh Timur mulai "berdenyut" lagi. Pantauan Serambi Rabu (17/5) Rumah tahanan (Rutan) Idi yang tadinya sempat kosong karena para penghuninya melarikan diri, kini telah terisi lima tahanan. Jaksa dan hakim yang nyaris tidak bekerja, juga mulai terlihat aktif, kendati tidak sesibuk sebelumnya. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Idi, Zainal Abidin SH, menjawab Serambi secara terpisah membenarkan ada lima tahanan yang saat ini mendekam di Rutan Idi. Kelima tahanan tersebut, merupakan pelaku tindak kriminal. Empat orang merupakan tahanan jaksa dan satu orang tahanan hakim."Kelihatannya hukum mulai bisa dijalankan," katanya. Menurut Kajari Idi tersebut, keempat orang tahanan jaksa yang dititip di Rutan Idi, dua orang tersangka penyalahgunaan narkotika dan dua orang tersangka pencurian sepeda motor. Sedangkan yang menjadi tahanan hakim, juga merupakan tersangka penyalahgunaan narkotika. Dikatakannya, perkara yang masuk dari pihak penyidik Polri memang cuma lima perkara pidana yang disebutkannya. Kelima perkara tersebut diserahkan pihak kepolisian sejak bulan April 2000. "Semua perkara telah kita tindaklanjuti dan kita ajukan untuk disidangkan pihak pengadilan," katanya. Disinggung kasus dugaan penyelewengan dan korupsi yang selama ini merebak, seperti kasus penyelewengan beras murah, dana tanggap darurat (DTD) serta penyimpangan penggunaan dana proyek pemerintahan, menurutnya, sejauh ini belum ada yang lapor. Karenanya kasus-kasus pidana korupsi itu tidak diselidiki. Begitupun, katanya, agar hukum terus bisa "berdenyut" harus didukung oleh semua pihak. Hukum baru bisa ditegakkan, apabila segala elemen pada pemerintahan berjalan sesuai dengan fungsinya, tanpa ada ganguan keamanan. "Jika keamanan tidak kondusif, tentu hukum tidak bisa berjalan," katanya. Kepala Rutan Idi, Usman Is, yang dikonfirmasi Serambi menyebutkan kelima tahanan yang saat ini medekam di Rutan yang dipimpinnya, menempati ruang tahanan yang sedikit longgar. Karena tidak ada tahanan lain. Sehingga kamar yang berkapasitas sekitar empat orang bisa ditempati satu orang tahanan.(an)