Update: 00.30 Wib Minggu,  21 Mei 2000
 

    Patroli di Seulawah dan Teunom Diserang Dua peristiwa penyerangan terhadap aparat yang melakukan patroli, Sabtu (20/5), dilaporkan terjadi di kawasan Seulawah, Aceh Besar, dan Teunom, Aceh Barat. Akibat peristiwa itu, dua meninggal dunia, masing-masing satu aparat dan seorang sipil. Petang kemarin sekitar pukul 17.00 WIB, sejumlah anggota Brimob BKO Polsek Seulimeum yang lintasan Alue Glong - Jantho, dihadang kelompok bersenjata. Seorang anggota Brimob, Bharada Prayitno, tewas di tempat.

    Andai tak Diserang, Kami tak Tahu itu Markas GAM  "Seandainya patroli simpati polisi Rabu (17/5) malam itu tidak diserang, kami tak tahu di situ ada markas sipil bersenjata alias GAM," ungkapnya.

    Kostrad Minta Maaf kepada Rakyat Aceh "Permintaan maaf ini dengan penjelasan bahwa prajurit kami dalam konteks menjalankan tugas dan perintah pimpinan," kata Agus Wirahadikusumah dalam pidatonya pada peringatan HUT Ke-34 Brigade Lintas Udara 17 Kostrad di Cijantung, Jakarta, Sabtu.

    Forkla Desak Provit Tangani Lingkungan

    BEM Unima Minta PIM Jangan Egois

    Tak Ingin Terperosok Kedua Kali

   Panitia Siapkan 25 Ribu Tiket

   Danrem Sosialisisakan MoU Jeda Kemanusiaan

   26 Mei, Sidang Peringatan Hari Jadi Daerah Istimewa

   Lain Kali, Hakim dari Luar jangan Dilibatkan
 

To Indek:


Patroli di Seulawah dan Teunom Diserang
*Dua Tewas

Serambi-Banda Aceh
Dua peristiwa penyerangan terhadap aparat yang melakukan patroli, Sabtu (20/5), dilaporkan terjadi di kawasan Seulawah, Aceh Besar, dan Teunom, Aceh Barat. Akibat peristiwa itu, dua meninggal dunia, masing-masing satu aparat dan seorang sipil.
Petang kemarin sekitar pukul 17.00 WIB, sejumlah anggota Brimob BKO Polsek Seulimeum yang lintasan Alue Glong - Jantho, dihadang kelompok bersenjata. Seorang anggota Brimob, Bharada Prayitno, tewas di tempat.
Kapolres Aceh Besar Letkol Pol Sayed Hussaini yang ditanyai Serambi tadi malam menjelaskan, pada sore nahas itu, lima anggota Brimob yang di BKO-kan di Polsek Seulimeum melakukan patroli rutin di lintasan tersebut. Lebih kurang 1 km lagi menjelang pintu gerbang Kota Jantho, mereka dihadang oleh kelompok bersenjata.
Pemberondongan secara sporadis tersebut, mengakibatkan Barada Prayitno terkena tembakan di dada kanan tembus ke dada kiri dan tewas di tempat. Mendapat serangan tersebut, anggota Brimob membalas tembakan ke arah kelompok penyerang. Akibatnya, kontak senjatapun tidak bisa dielakkan.
Dijelaskan, korban merupakan anggota Brimob Resimen III Mabes Polri. Tadi malam jenazah Bharada Prayitno disemayamkan di Poliklinik Lamteumen. Hari ini, Minggu (21/5) jenazah korban diterbangkan ke Jakarta. Sayed Hussaini yang juga masih merangkap Kadispen Polda Aceh menyatakan, sangat menyesalkan atas terjadinya penghadangan tersebut.
Apalagi, insiden itu terjadi setelah dilakukan penandatanganan jeda kemanusiaan. Menurutnya, penghadangan itu jelas telah melanggar kesepakatan Jenewa tersebut.
Sumber Serambi di Seulimeum menyebutkan, saat berkecamuknya kontak senjata di lintas Alue Glong-Jantho tersebut, masyarakat mendengarkan suara dentuman keras bagaikan suara petir. Setelah itu diikuti dengan suara rentetan tembakan senjata api. Suasana di Pasar Seulimeum dan di lintasan terjadinya penghadangan sangat mencekam.
Selanjutnya dilakukan penyisiran dari anggota Brimob yang didatangkan dari Polres Aceh Besar, serta didukung oleh anggota Brimob BKO Polsektif Kota Jantho. Namun, menurut Kapolres Aceh Besar, tidak ada korban di pihak penyerang.
Di Teunom
Dari Aceh Barat dilaporkan, dua regu pasukan TNI BKO Koramil Teunom diserang sekelompok orang bersenjata ketika sedang melakukan patroli rutin di sekitar Desa Blang Baro, Sabtu (20/5) siang. Dalam insiden itu, dilaporkan seorang anggota kelompok penyerang tewas di tempat dan lainnya berhasil melarikan diri ke semak berlukar.
Dandim 0105 Aceh Barat Letkol Inf Widhagdo yang didampingi Pasi Intel Lettu Inf Nurhadi kepada Serambi tadi malam mengatakan, insiden yang terjadi pukul 12.15 WIB itu diawali penghadangan terhadap dua mobil patroli bersama sepeda motor pasukan TNI yang sedang melakukan patroli rutin di lintasan menuju ke Desa Blang Ramee.
Beberapa jam setelah terjadinya penyerangan itu, Abu Tausi, yang mengatakan dirinya sebagai jurubicara AGAM Wilayah Meureuhom Daya, menelepon redaksi Serambi, Sabtu sore. Katanya, penyerangan itu dilakukan pihaknya karena aparat yang melakukan patroli menembak seorang warga di Desa Sarah Raya Teunom. "Jadi kita menyerang untuk tueng bila (membalas)," katanya.
Menurut Dandim Aceh Barat, sesampai di kawasan Desa Blang Baro, pasukan patroli yang berjumlah dua regu itu dihadang dengan granat rakitan yang dilontarkan menggunakan GLM. Dua granat yang dilepaskan dari arah semak belukar berjarak sekitar 100 meter dari pinggir jalan, tidak mengena sasaran dan jatuh ke atas badan jalan.
Mendapat serangan itu, pasukan TNI yang menggunakan mobil Hardtop dan Tatf serta sepeda motor langsung memberi perlawanan sehingga terjadi kontak senjata dengan kelompok penyerang yang bersembunyi di semak belukar. Kontak senjata selama 15 menit membuat kelompok GBPK yang diperkirakan 10 orang itu mundur sambil melarikan diri.
Dalam kontak senjata itu, menurut Dandim Widhagdo, salah seorang anggota kelompok penyerang bernama Bustamam (30) penduduk Desa Pulau Tinggi Kecamatan Teunom tewas di tempat kejadian. "Seluruh anggota kita selamat dan tidak ada yang terluka," kata Dandim.
Setelah kelompok penyerangan melarikan diri, pasukan TNI terus melakukan penyisiran di sekitar lokasi kejadian. Dalam penyisiran itu, selain menemukan mayat Bustamam aparat juga berhasil menyita barang bukti berupa satu buah granat tangan warna hijau, satu unit sepada dayung, 2 baskom nasi, sebilah parang, 100 meter kabel warna bening dan satu buah baterai 12 volt. "Semua barang bukti itu diamankan di Makoramil Teunom," kata Letkol Widhagdo yang didampingi Pasi Intel Lettu Nurhadi.
Sedangkan mayat Bustamam, langsung dievakuasi oleh pasukan TNI dari lokasi insiden untuk dibawa ke Puskesmas Teunom, selanjutnya akan jemput keluarganya untuk dikebumikan di Desa Pulau Tinggi. "Dari barang bukti yang ditemukan di lokasi kelompok GBPK itu sudah mempersiapkan sebuah rencana untuk melakukan penyerangan," ujar Dandim.
Tapi menurut Abu Tausi, Bustamam adalah penduduk sipil dan bukan anggotanya. Katanya, korban yang merupakan penduduk Desa Pulo Tinggi berada di Sarah Raya untuk mengunjungi keluarganya.
Menurut Abu Tausi yang menelpon Serambi, kemarin sore, Bustamam "takut melihat aparat yang melakukan operasi dengan sebuah truk serta tiga sepeda motor, sehingga dia melarikan diri. Akibatnya korban segera ditembak dan tewas di tempat," katanya.
Menyusul penembakan tersebut, ujar Abu Tausi, pasukan AGAM yang sedang berada di barak tidak bisa tinggal diam dan berkeinginan melakukan tueng bila (pembalasan). "Saat pasukan mereka pulang, kita hadang sehingga terjadilah kontak senjata selama 30 menit. Tidak ada korban di pihak kita," katanya.
Abu Tausi juga mengatakan bahwa tindakan aparat keamanan sangat disesalkan oleh pasukan AGAM karena hal itu tidak sesuai dengan perjanjian, yang ditandatangani antara pemerintah Indonesia dan wakil GAM di Swiss, Jumat silam.(tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kapolres Beberkan Kasus Hagu
"Andai tak Diserang, Kami tak Tahu itu Markas GAM"
*Darwis Djeunieb: Harus Dipertanggungjawabkan

Serambi-Lhokseumawe
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, Sabtu (20) kemarin, membeberkan kronologis dan fakta-fakta seputar kasus Hagu Barat Laoet, Kecamatan Banda Sakti, yang menewaskan delapan orang. "Seandainya patroli simpati polisi Rabu (17/5) malam itu tidak diserang, kami tak tahu di situ ada markas sipil bersenjata alias GAM," ungkapnya.
Selama ini, menurut kapolres, pihak kepolisian hanya mengetahui bahwa di desa itu bermarkas kelompok GBPK pimpinan Bustamam. "Namun, kita tidak tahu posisi persisnya. Patroli kita melintasi kawasan tersebut hanya untuk meniadakan gerakan dan memberikan rasa aman terhadap masyarakat yang was-was terhadap aksi pemerasan yang marak disamping pembakaran dan penggranatan bangunan."
Dikisahkan kapolres, sekitar pukul 22.00 WIB dua regu pasukannya bergerak melakukan patroli rutin ke kawasan-kawasan yang dicurigai menjadi wilayah rawan tindak gangguan Kamtibmas. Sekaligus daerah yang jadi lokasi persembunyian para pelaku tindak pidana pemerasan, pembakaran, dan penggranatan di wilayah Kecamatan Banda Sakti.
Didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, Kapolres menambahkan, ketika berpatroli di Desa Hagu Barat Laoet saat melintasi Lorong Tgk Madjid Dusun Seulanga, iring-iringan mobil pasukan ditembak dengan satu tembakan GLM dari sebuah rumah arah samping kiri lorong. Namun, tidak tepat sasaran.
Mendapat serangan dari kelompok yang diduga kuat GBPK, jelas kapolres, tim patroli dipecah menjadi dua regu dan melakukan pengejaran pelaku. "Regu 1 melakukan pengejaran di sekitar Lorong Tgk Madjid bagian depan. Sementara regu 2 melakukan pengepungan dari bagian belakang. Saat melakukan pengejaran, Regu 1 ditembak dari dalam sebuah rumah. Sehingga dilakukan pengepungan."
Seluruh penghuni rumah, sebut kapolres, diperintahkan untuk keluar dan menyerah. "Namun, mereka berusaha melarikan diri melalui jendela belakang sambil membawa lari senjata. Empat anggota pasukan yang menutup di belakang memberikan tembakan peringatan. Tetapi, tetap tak diindahkan dan terus berusaha lari dengan melompat kawat berduri sebelah rumah sehingga tembakan terpaksa diarahkan ke sasaran," jelas kapolres.
Regu satu, masih cerita kapolres, selanjutnya melakukan pembersihan dan penggeledahan rumah dan halaman kebun belakang. "Dari penyisiran itu ditemukan satu pucuk revolver beserta amunisinya, dua buah handphone aktif, tiga sepeda motor yang berdasarkan hasil identifikasi merupakan milik beberapa kantor pemerintah yang dirampas, uang tunai Rp 6,5 juta, dokumen-dokumen Aceh Merdeka, dan delapan butir kelongsong AK.
Sementara Regu 2, diungkapkan kapolres, saat melakukan pengejaran di bagian belakang saat melintasi bangunan SMPN IV diserang dengan senjata api GLM. Namun, amunisi granat lontarnya yang menghantam popor M-16 milik seorang anggota tidak meledak," jelas Syafei Aksal.
Pada saat bersamaan, beber kapolres, dari arah belakang bangunan SMP kelompok GBPK juga melancarkan serangan dengan rentetan tembakan senjata otomatis. "Pasukan yang sebelumnya sedang mengatur posisi kembali melakukan pengejaran sambil melepaskan tembakan balasan sehingga terjadi kontak senjata."
Pasca kontak senjata, Regu 2 melakukan penyisiran dan berhasil menemukan barang bukti satu pucuk pelontar GLM, empat bom rakitan aktif, satu granat rakitan, lima butir amunis FN, dua butir amunisi GLM, dua borgol, satu pasang baju PDL loreng, dua celana kain, tiga tas jinjing berisikan buku catatan dan nomor telepon, album, gunting, ajimat, tiga jaket, tiga tas pinggang, dan 15 kelongsong peluru AK.
Setelah situasi terkendali, menurut kapolres, pada pukul 04.00 WIB kedua regu pasukan melakukan konsolidasi dan pada pukul 06.00 WIB dilanjutkan dengan pembersihan. "Di sekitar TKP ditemukan delapan orang meninggal. Empat orang di belakang SMP dan empat lainnya di Lorong Tgk Madjid. Dua di belakang rumah, satu di depan, dan satu lainnya di depan pintu pagar SMKK," cerita Letkol Syafei Aksal.
Berdasarkan fakta-fakta itu, "Terlihat jelas bahwa Tuhan menunjukkan kebesarannya. Secara tanpa sengaja kita menemukan tempat berkumpul orang-orang yang selama ini telah membuat keresahan masyarakat. Saya mendapat banyak telepon bahwa dengan lumpuhnya kelompok dimaksud, aksi pemerasan kini telah tidak terjadi lagi," katanya.
Para pelaku yang menjadi korban, tukas Kapolres, selain memiliki senjata api secara ilegal juga mengantungi KTP asli tapi palsu. "Terutama identitasnya. Banyak di antara korban namanya yang tertera di KTP tidak sesuai dengan nama aslinya."
Bukan oknum
Sementara itu, Tgk Darwis Djeunieb, komandan operasi AGAM wilayah Batee Iliek, menyatakan keyakinannya bahwa peristiwa Hagu sebagai pembantaian warga sipil. "Kejadian itu membuat kesal siapa saja dan berideologi apapun di muka bumi ini," kata Darwis dalam keterangan tertulis yang diminta untuk disiarkan.
Selanjutnya Darwis mengatakan, "Karena pelakunya sebagai penegak dan pengawas ideologi Pancasila dalam hal ini dilakukan oleh institusi Kepolisian dan tidak boleh kita namakan sebagai perbuatan oknum melainkan kejahatan kemanusiaan seperti itu dilakukan imperialis Indonesia-Djawa terhadap bangsa Aceh."
Ia berharap, Kezaliman semacam itu harus dipertanggung jawabkan ke Mahkamah Internasional dan kita harus menuntut kepada komite bentukan lembaga dunia itu untuk memprioritaskan masalah pembantaian bangsa Aceh itu sehubungan dengan perjanjian damai yang dilakukan pihak RI-GAM di Davos Swiss 12 Mei lalu. "Jika tidak, maka perjanjian itu sia-sia belaka dan intensitas kekerasan oleh pasukan Indonesia semakin keras saja terhadap rakyat Aceh apalagi bila didiamkan oleh lembaga internasional yang bertanggung jawab dalam hal tersebut."
Dia mengatakan, GAM tetap komit menghormati dan menaati perjanjian Swiss serta bersabar selagi mampu terhadap pancingan-pancingan pihak RI, padahal mereka TNI/Polri sengaja memperkeruh suasana untuk memancing reaksi GAM supaya perjanjian yang telah ditandatangani bersama itu gagal karena dianggap tidak mampu meredakan gejolak. "Kami tidak sebodoh itu dan seluruh jajaran GAM sangat menghormati apa yang sedang dijajaki oleh wali negara kami Tgk Muhammad Hasan di Tiro yang telah melarang kami untuk bersikap keras sejak penandatanganan MoU dilaksanakan."
Sedangkan Ketua Perwakilan Komnas HAM Aceh Iqbal Farabi, mengatakan, peristiwa Hagu tidak lepas dari tanggung jawab Kapolres Aceh Utara. Karena secara struktural, daerah itu berada dalam wilayah teritorial Kapolres Aceh Utara.
Kepada Serambi Iqbal Farabi mengaku belum tahu secara rinci tentang peristiwa itu. "Saya baru tahu lewat berita media massa," katanya.
Tapi, menurut Iqbal, apapun alasannya, kejadian itu tidak dibenarkan dan sangat bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM). "Dan itu tergolong pelanggaran HAM berat," katanya.(tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kostrad Minta Maaf kepada Rakyat Aceh
*Letjen Agus: Kostrad Santuni Keluarga Korban Bantaqiah cs

Serambi-Jakarta
Panglima Kostrad Letjen TNI Agus Wirahadikusumah menyatakan permohonan maaf kepada rakyat Aceh, khususnya keluarga Bantaqiah, berkaitan dengan sudah divonisnya 24 anggota TNI oleh pengadilan dalam kasus yang sering disebut pembantaian Teungku Bantaqiah cs. Kepada keluarga korban, Kostrad juga berjanji akan memberi bantuan.
"Permintaan maaf ini dengan penjelasan bahwa prajurit kami dalam konteks menjalankan tugas dan perintah pimpinan," kata Agus Wirahadikusumah dalam pidatonya pada peringatan HUT Ke-34 Brigade Lintas Udara 17 Kostrad di Cijantung, Jakarta, Sabtu.
Pengadilan Negeri Banda Aceh, dalam pengadilan koneksitas, Rabu (17/5), memvonis bersalah kepada 24 anggota TNI yang terlibat dalam kasus Teungku Bantaqiah. Mereka divonis antara 8,5 hingga 10 tahun.
Menurut Agus, Kostrad ikut bertanggung jawab untuk memberikan bantuan kepada keluarga korban, karena dalam menjalankan tugasnya prajurit TNI selama ini tidak memiliki pikiran untuk menyakiti rakyat. Maka Kostrad mengimbau agar keluarga korban mau menyampaikan permohonan grasi kepada Presiden bagi para prajurit yang telah dinyatakan bersalah tersebut, katanya, karena pada prinsipnya tidak ada prajurit yang bersalah. "Yang bersalah adalah pimpinannya," katanya.
"Ya... semua yang merasa menjadi pimpinan dari prajurit saya (Kostrad, red.) yang mengendalikan operasi di sana (Aceh) harus bertanggung jawab, semua menurut garis komandonya, yang jelas saya di sini sebagai penyiap kesatuan bukan penanggung jawab operasional," ujar Agus.
Pangkostrad mengatakan, meskipun ia bukan penanggung jawab operasional, sebagai komandan langsung dari anggota pasukan Kostrad yang sudah dijatuhi hukuman atas peristiwa pembantaian keluarga Teungku Bantaqiah, ia menyatakan minta maaf. "Saya sebagai komandan langsung dari anak buah saya saya meminta maaf kepada seluruh rakyat Aceh khususnya keluarga korban, karena semua yang dilakukan oleh prajurit saya adalah dalam konteks pengabdian kepada bangsa dan negara," ujarnya.
Usaha selanjutnya, kata Agus, pihaknya akan melanjutkan konsolidasi ke dalam untuk memperbaiki dan tidak mengulangi kesalahan atau kemungkinan penyimpangan di masa yang akan datang, selain itu juga melakukan pembelaan sesuai hukum yang berlaku. "Sebagai Pangkostrad yang membela langsung anak-anak yang sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan dalam kesempatan ini menyatakan tunduk dan patuh kepada hukum, dan sekaligus memohon maaf kepada keluarga korban dan kami siap untuk memberikan bantuan dan beasiswa kepada seluruh keluarga korban," katanya.
Pangkostrad juga mengharapkan agar rakyat Aceh khususnya keluarga korban kasus Bantaqiah bersedia memaafkan para prajurit yang dijatuhi hukuman antara delapan hingga sepuluh tahun itu dan mengajukan permohonan grasi kepada presiden untuk mereka.
Ketika ditanya apakah ia kecewa dengan putusan terhadap anak buahnya tersebut, mantan Pangdam Wirabuana itu mengatakan tidak kecewa namun pihaknya berkewajiban melakukan upaya hukum semaksimal mungkin. "Prinsipnya tentara harus menjadi contoh untuk tunduk dan patuh kepada hukum, kami sangat menghormati hukum dan para prajurit saya siap untuk melaksanakan itu, tetapi saya pun berkewajiban untuk melakukan upaya hukum dan pembelaan semaksimal mungkin," ujarnya.
Ia juga mengimbau agar para penegak hukum melaksanakan tugas dengan sejujur-jujurnya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Sementara upaya hukum bagi prajurit yang telah dijatuhi hukuman itu pihak Kostrad telah mengajukan banding. "Upaya banding itu adalah sistem hukum yang berlaku di Indonesia, itu akan diperjuangkan, saya minta untuk diteruskan upaya banding," tambahnya.
Letkol Sudjono
Sementara itu, mengenai saksi utama dalam kasus Bantaqiah yaitu Letkol Sudjono yang menghilang, Pangkostrad mengatakan, sampai saat ini belum ada titik terang, dan terus melakukan pelacakan di beberapa daerah termasuk di Medan dan Jawa Tengah.
Namun Agus menyatakan telah membentuk tim khusus untuk mencari Letkol Sudjono dan akan melakukan pencarian secara terus-menerus.
Sedangkan akibat pertikaian yang "pecah" kembali di Ambon beberapa hari yang lalu, dua prajurit Kostrad juga tewas ketika berusaha menghentikan pertikaian tersebut. Ketika dikonfirmasi mengenai kebenaran kabar yang menyatakan kedua prajurit itu terbunuh ketika melawan laskar jihad yang datang ke Ambon, Agus membantah kabar tersebut.
Agus juga mengimbau agar masyarakat Ambon menghentikan pertikaian tersebut, ia yakin yang bisa menyelesaikannya adalah mereka sendiri bukan orang lain. "Jangan sampai menjadi alat permainan kekuatan politik di luar Maluku," demikian Pangkostrad.
Dalam perayaan HUT yang dihadiri oleh Komandan Brigif Linud-17, Kol Inf Geerhan Lantara, Panglima Divisi-1 Kostrad, Mayjen IG Purnawa, dan sesepuh Kostrad Letjen (Purn) Himawan Sutanto itu, Pangkostrad juga sempat melakukan berbagai ketangkasan seperti turun tebing, meluncur, dan halang rintang.(opi/ars)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Forkla Desak Provit Tangani Lingkungan

Serambi-Lhokseumawe
Forum Organisasi Rakyat Korban Lingkungan Aceh (Forkla) Aceh Utara mendesak proyek-proyek vital (provit) yang ada di sana untuk mempercepat penanganan masalah lingkungan, karena hingga saat ini kondisi riil di lapangan belum berubah, ujar Murdhani NU, kepada Serambi, Jumat (19/5).
Ketua Forkla itu mengatakan berdasarkan pendataan di lapangan, perekonomian di desa-desa sekitar provit dan kawasan binaan mereka, belum menampakkan perubahan yang berarti. "Masih banyak rumah-rumah kumuh atau tak layak huni di sekitar provit. Tingkat kesejahteraan warga yang mendiami di seputaran provit di bawah prasejahtera, masa depannya tidak menentu. Mereka umumnya bertempat tinggal di lingkungan provit dan pinggir laut," ungkap Murdhani yang didampingi Sekretarisnya, Iskandar Ar SAg.
Setelah melihat keadaan dan berbagai masukan, Forkla mendesak PT Arun untuk mempercepat pembangunan benteng di sepanjang pantai Desa Ujong Blang, Banda Sakti untuk mengatasi terjadinya abrasi yang berkepanjangan. PT Arun diminta mengeruk kembali kawasan yang dangkal, sehingga tidak terhambat aktivitas nelayan.
Menyangkut Program Pembinaan Petani Garam di Desa Bluka Teubai, sebut Forkla, Kecamatan Dewantara sesuai dengan perjanjian 5 Januari 1999 hingga saat ini belum berjalan. Program yang lahir atas kerjasama PT AAF dengan Dinas Perindustrian, dan turut ditandatangani mantan Kades Bluka Teubai hendaknya segera direalisasikan oleh kedua pihak.
Forkla juga mengharapkan PT KKA membina penduduk Desa Meunasah Drang, kawasan Muara Batu. Karena selama ini, pembinaan yang dilakukan di desa yang termasuk binaan perusahaan penghasil kertas itu belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi warga di sana.
Secara umum, kata Forkla, provit yang ada di Aceh Utara harus memperhatikan, sekaligus menangani berbagai keluhan rakyat yang mendiami di lingkungan mereka masing-masing. "Pergunakan dana Community Develoment (CD) secara profesional dan transparan dengan melibatkan warga setempat. Sehingga kehidupan dan kemelaratan mereka secara perlahan terus berkurang." (u)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

BEM Unima Minta PIM Jangan Egois

Serambi-Lhokseumawe
Ancaman PT PIM terhadap pemerintah Indonesia dianggap rasional dan wajar, tetapi jangan egois. Karena ancaman itu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi masyarakat Aceh yang sedang berusaha untuk bangkit kembali dari berbagai masalah, kata Ketua Badan Eksekutif Unima (BEM), T Hasansyah.
Dalam siaran pers yang ditandatanganinya itu, Hasansyah menyebutkan pihaknya dapat memahami bila PT PIM dan PT AAF akibat kondisi keamanan tidak menentu kedua provit di Krueng Geukueh berhenti operasi sejak Desember 1999. Tapi, disisi lain, acaman berhenti operasi bila tidak ada jaminan keamanan yang diminta provit itu sangat ironis bagi masyarakat Aceh. "Hal ini akan menambah ketakutan, ketidaktentaraman hidup masyarakat di sekeliling pabrik," tambah mereka.
"Seharusnya PT PIM jangan terlalu egois dan mementingkan satu sisi saja. Tetapi lebih mengedepankan masyarakat Aceh, terlebih mereka yang menetap di sekitar pabrik. Warga yang bertempat tinggal di seputaran perusahaan telah bertahun-tahun mengalami ketakutan dan menghirup polusi dari pabrik pupuk."
BEM Unima serta mahasiswa di Aceh Utara mengharapkan PT PIM berpikir lebih jernih. "Jangan korbankan rakyat Aceh, demi keamanan pabrik saja. Seharusnya dengan adanya kesepakatan jeda kemanusiaan, semua pihak bersyukur dan berdoa agar Aceh cepat aman, bukan meminta didatangkan kembali aparat keamanan ke Aceh.
Di point akhir dan turut ditandatangani Aiyub MY Sekretaris organisasi itu, BEM Unima mengajak semua komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan iklim yang lebih kondusif, sehingga provit dan masyarakat dapat beraktivitas sebagaimana layaknya. Karena provit itu sendiri merupakan aset daerah yang harus dipelihara bersama. (u)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Tak Ingin Terperosok Kedua Kali

Serambi-Banda Aceh
Kekalahan 0-3 atas PSDS Deli Serdang, di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh pada akhir Ligina V lalu, menjadi kenangan pahit bagi Persiraja. Selain itu ada dendam tersendiri yang diusung Tarmizi Rasyid cs terhadap tim dari Tanah Utara. Tim dari kawasan itulah yang merontokkan mitos Harapan Bangsa sebagai killing field bagi lawan Persiraja, tepatnya Medan Jaya.
Tak ayal, kekalahan tersebut menimbulkan kekecewaaan para maniak Persiraja yang menyaksikan duel bergengsi itu. Cercaan dan cemoohan akibat rasa ketidakpuasanpun dilontarkan Persirajanisti kepada pasukan Halilintar Gunawan --pelatih kala itu-- dan sempat menimbulkan konflik, di mana tim Persiraja sempat 'tersandera' dalam stadion beberapa jam karena publik tak bersedia meninggalkan arena pertandingan.
Meski itu sudah berlangsung satu musim kompetisi, namun menghadapi menghadapi PSDS Deli Sedang dalam laga Liga Bank Mandiri, petang ini di tempat yang sama, kenangan pahit tersebut menjadi catatan tersendiri bagi Tarmizi Rasyid dkk. "Kami tak ingin terperosok untuk kedua kalinya," kata Tarmizi, menanggapi duel Persiraja-PSDS, petang ini di Stadion Harapan Bangsa.
Selain el kapiten Tarmizi, beberapa pemain lain pun menyatakan hal yang sama. Mereka sepakat untuk tidak lagi dipermalukan PSDS di depan para pencintanya. Bukan hanya itu juga bersikukuh untuk memenangkan pertarungan.
Menurut Tarmizi, PSDS merupakan tim tangguh. Kecuali memiliki materi pemain yang lumayan bagus, tim asuhan Suryanto Herman -- mantan pelatih Persiraja-- juga punya modal semangat juang yang baik.
Namun begitu, tambah Tarmizi, sebagai tim yang sudah pernah kalah, Persiraja tidak ingin kegagalan itu terus berlanjut. Revans harus dilakukan. Untuk itu, tentunya diperlukan semangat dan mental bertanding yang baik. Sebab jika tidak, bukan tidak mungkin, Persiraja akan terperosok untuk yang kedua kalinya.
Sebagai pemegang tongkat komando di lapangan, Tarmizi berjanji akan berjuang keras untuk bisa memenangkan pertandingan tersebut. Kecuali untuk memberikan kepuasan kepada publik Harapan Bangsa, hanya kemenanganlah yang membuka kesempatan bagi Persiraja ke delapan besar.
Tarmizi berharap rekan satu timnya bahu membahu merealisasikan tekad angka penuh itu. Selain itu tentu saja dukungan moril dari publik sepakbola Aceh. "Insya Allah, dengan kebersamaan itu kita mampu meredam keperkasaan PSDS," katanya.
Dikatakan, untuk mengantarkan Persiraja ke gerbang kemenangan, Tarmizi berjanji akan tampil semaksimal mungkin. "Mudah-mudahan, kekurangan saya selama ini tidak terjadi dalam pertandingan menghadapi PSDS, petang ini," tutur karyawan Bank BPD Aceh itu.
Sementara itu, Suep 'sipemberang' Suprapto juga berharap bisa tampil baik menghadapi PSDS Deli Serdang, petang ini. Meski ini merupakan pertandingan pertamanya bersama Persiraja dalam menghadapi tim 'traktor kuning', namun dia juga turut merasakan kepedihan yang dialami timnya.
Karenanya, mantan pemain Medan Jaya itu berjanji akan tampil semaksimal mungkin. Sebagai pemain bawah Suep yang selalu berkolaborasi dengan Tarmizi Rasyid, berupaya mematahkan setiap serangan yang dibangun lawannya. "Meski tak dapat menyumbangkan gol, namun mudah-mudahan saya akan bisa memberikan yang terbaik buat Persiraja dan publik Aceh," kata Suep yang mengaku dalam kondisi fit dan siap tempur.
Striker muda Persiraja, Ismed Sofyan, tetap seperti biasanya. Pemain yang masih tercatat di timnas PSSI Piala Asia tidak mau berkomentar terlalu jauh. Namun dia berupaya bermain sebaik mungkin jika mendapat kepercayaan turun tanding.
"Pokoknya, jika pelatih mempercayakan turun, saya selalu siap. Sebagai pemain, dalam kondisi apapun tidak ada alasan untuk tidak siap," katanya.
Tentang target, menurut Ismed, tidak ada pemain yang tak mengharapkan kemenangan. Demikian pula dia. "Siapapun dia, pasti berupaya untuk memberikan yang terbaik bagi timnya. Begitu juga Saya. Karena itu, Saya juga akan berupaya memberikan yang terbaik buat Persiraja, sebagai tim kesayangan masyarakat Aceh," ungkap Ismed Sofyan.(aji)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Panitia Siapkan 25 Ribu Tiket

Serambi-Banda Aceh
Sebanyak 25.000 lembar tiket disiapkan panitia Liga Bank Mandiri (LBM) VI pada pertandingan Persiraja melawan PSDS Deli Serdang, hari ini, di stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, sebagai antisipasi membludaknya jumlah penonton. Jumlah tersebut menurun dibanding pertandingan sebelumnya yang mencapai 30.000 lembar.
Berkurangnya jumlah tiket tersebut, menurut bendahara panitia pelaksana Drs T Saifuddin TA, merujuk pada empat pertandingan sebelumnya, di mana jumlah penikmat sepakbola menurun drastis dibanding putaran pertama lalu.
Dari empat pertandingan yang dipentaskan Persiraja pada putaran kedua, di Stadion Harapan Bangsa, jumlah penonton yang hadir tidak sampai 10.000. Minimnya jumlah penonton tersebut berbuntut pada rendahnya nilai pemasukan. Malah, dari pertandingan kandang itu, panitia mengalami kerugian mencapai Rp 28 juta.
Meski belum mampu memberi pemasukan yang berarti buat Persiraja, namun Ampon Din --panggilan akrab T Saifuddin-- optimis jumlah penonton untuk pertandingan sore ini, akan lebih baik dari sebelumnya.
Salah satu yang menjadi pemikat untuk menarik publik menyaksikan duel tersebut, kecuali Persiraja dan PSDS merupakan musuh bebuyutan sepanjang masa, kedua tim juga ditukangi pelatih yang pernah menjadi arsitek di tim lawan.
"Parlin Siagian yang kini bergabung di Persiraja sebelumnya menangani PSDS. Begitu juga dengan Suryanto Herman yang sekarang bersama tim 'traktor kuning' di awal Liga V masih bersama Dahlan Jalil cs di Persiraja. Jadi, perang strategi kedua pelatih akan menjadi daya pikat," kata Ampon Din.
Selain itu, tambahnya, kekalahan Persiraja pada Liga V lalu serta masih terbukanya peluang tim lantak laju ke delapan besar akan menambah gairah publik untuk menyaksikan laga prestisius tersebut. Tentunya, dengan dukungan penuh suporter, Persiraja bisa mengatasi kekuatan PSDS, sekaligus memenangkan laga itu.(aji)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Danrem Sosialisisakan MoU Jeda Kemanusiaan

Serambi-Meulaboh
Komandan Korem 012/Teuku Umar Kolonel (CZI) Syarifudin Tippe ikut menyosialisasikan isi yang tercantum dalam MoU Jeda Kemanusiaan yang telah ditandatangani oleh wakil pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kepada masyarakat lapisan bawah dan aparat keamanan di lapangan.
"Saya ikut menyosialisasikan MoU, agar semua masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil itu bisa mengetahui apa sebenarnya isi yang tertuang di dalam nota kesepahaman tersebut," katanya kepada pers saat melakukan kunjungan kerja di Aceh Barat, Jumat (19/5).
Danrem 012/TU Kolonel CZI Syarifudin Tippe, yang didampingi Kapolres Aceh Barat Letkol (Pol) Her Aris Sumarman, Dandim 0105 Letkol (Inf) Widhagdo, sejumlah unsur Muspida serta alim ulama dan tokoh masyarakat menyosialisasikan MoU sambil bersilaturrahmi di Masjid Desa Kajeung, Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat.
Lebih lanjut, Syarifudin menjelaskan, pasca panandatanganan "Jeda Kemanusiaan" di Davos, Swiss, pada 12 Mei 2000 itu, ternyata di lapangan masih terjadi bentrokan-bentrokan senjata antara GAM dengan TNI/Polri. "Hal itu menunjukkan bahwa kenyataan di lapangan, mereka (TNI/Polri dan GAM) mungkin belum mengerti sesungguhnya apa MoU tersebut," katanya.
Untuk itu, tambah Syarifudin, diharapkan agar prajurit TNI/Polri dan GAM yang berada di lapangan untuk bisa menahan diri, sehingga apa yang dicita-citakan oleh masyarakat Aceh yakni menciptakan suasana yang tenang dan tentram di daerah "Serambi Mekah" bisa tercipta.
Dia mengakui pasca MoU, masih saja terjadi konflik bersenjata di lapangan daerah ini. "Saya selaku pejabat TNI di wilayah ini mengimbau semuanya (GAM-TNI/POlri) untuk menahan diri, sehingga tidak terjadi lagi preseden buruk", tambahnya.
"Walaupun MoU itu, pemerintah tidak menginternasionalkan masalah Aceh, tapi karena ditandatangani di luar negeri maka semua negara akan menyorotinya," ucap Syarifudin.
Pada bagian lain, ia mengingatkan agar pihak GAM juga betul-betul bisa konsisten untuk mematuhi apa yang menjadi tekad bersama menciptakan kedamaian sebagaimana tertuang di dalam nota Jeda Kemanusiaan.
"Pertemuan saya dengan sejumlah penduduk di Kecamatan Sungai Mas yang mewakili masyarakat di wilayah Korem 012/TU, sasarannya adalah untuk meyakinkan kepada kepada semua pihak bahwa TNI/Polri mendukung penuh (100 persen) kesepakatan Jenewa," tambahnya.
Letusan senjata
Kedatangan Danrem 012/Teuku Umar, Kolonel (CZI) Syarifudin Tippe, di masjid Desa Kajeung, Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, itu pada pukul 12.00 WIB, "disambut" suara letusan senjata api yang menggema sekitar 15 menit, namun tidak diketahui sumber tembakan tersebut.
Suara letusan senjata api yang sempat mengagetkan para jamaah shalat Jumat di masjid tersebut terdengar dari dua titik, yakni arah timur dan selatan yang berjarak sekitar satu kilometer lokasi pertemuan Danrem 012/TU dengan sejumlah masyarakat kecamatan tersebut.
"Saya belum bisa menyatakan siapa pelaku penembakan itu, apakah bersumber dari kelompok sipil bersenjata atau ada pihak-pihak lain yang sengaja ingin memperkeruh suasana," kata Danrem Syarifudin Tippe usai acara temu ramah itu.(ant)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

26 Mei, Sidang Peringatan Hari Jadi Daerah Istimewa

Serambi-Banda Aceh
Upacara puncak peringatan Hari Daerah Istimewa Aceh ke-41 dijadwalkan berlangsung 26 Mei mendatang dalam sidang istimewa DPRD Aceh dengan penyampaian pidato gubernur.
"Selain dari unsur pejabat dan anggota dewan, antara lain juga akan diundang tokoh-tokoh masyarakat dan ulama serta para penerima penghargaan untuk ikut menghadiri sidang istimewa tersebut," ujar Kepala Seksi Publikasi Panitia Hari Jadi Aceh, Drs Teuku Pribadi, kepada Serambi, Sabtu kemarin.
Teuku Pribadi yang juga Kepala Biro Humas Setwilda Aceh itu menjelaskan, menjelang peringatan hari bersejarah itu, juga telah digelar sejumlah kegiatan, seperti senam kesegeran jasmani dan lomba gerak jalan tingkat SD yang direncanakan Minggu (22/5) pagi ini di Lapangan Blangpadang Banda Aceh.
Selain kegiatan olahraga itu, juga dilaksanakan kegiatan penghijauan, bakti sosial kemasyarakatan seperti donor darah, kunjungan ke panti asuhan, dan khitanan massal. Di sektor pertanian, antara lain dengan menyalurkan bibit kelapa sawit, pinang, dan kelapa kepada pesantren, penglepasan 1.000 ekor bibit ikan di Krueng Aceh, konversi lahan di Aceh Selatan dengan menanam rambutan, serta perbaikan lahan tambak milik masyarakat Pidie.
Sementara itu, sejumlah teladan dari berbagai profesi, jelas Pribadi, akan diundang mengikuti sidang istimewa DPRD sekaligus akan menerima penghargaan dan hadiah atas prestasi yang mereka raih.
Mereka yang berprestasi itu adalah, camat terbaik, pengemudi teladan, seniman (pencipta lagu Aceh, musisi, penyanyi), pembina koperasi terbaik, pengrajin industri kecil (bordir motif Aceh, peci khas Aceh, pengrajin dodol jahe, dan kue tradisional), olargawan terbaik (atlit, pelatih, dan pembina).
Juga akan diundang rumah makan terbaik khas Aceh (baik pengelola maupun tukang masak), pelajar terbaik (SD/sederajat, SLTP, dan SMU), tokoh yang peduli dan berprestasi terhadap kelestarian lingkungan, pemuda pelopor, tokoh yang melestarikan adat, pemungut PBB tertinggi, serta pengurus masjid dan pesantren terbaik. (rul)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Nuraini As SM HK, Ketua Tim JPU Kasus Pembunuhan Tgk Bantaqiah:

Lain Kali, Hakim dari Luar jangan Dilibatkan

DALAM persidangan koneksitas kasus pembunuhan Tgk. Bantaqiah dan pengikutnya di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, ia merupakan "bintangnya," karena hanya dia satu-satunya wanita dalam peradilan yang banyak menyedot perhatian dunia internasional itu. Wanita berselendang yang setiap persidangan duduk di sudut dan timnya tidak lain adalah Nuraini As SM HK. Dia memimpin tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Nuraini sebenarnya bukan seorang "jaksa kacangan". Ia telah sering menangani kasus-kasus besar yang kadang bermuatan politis, seperti kasus tenggelamnya Kapal Gurita hingga pengadilan subversi. Tapi, dia tetap menganggap setiap kasus yang ditanganinya tetap berpegang pada UU dan berusaha menjauhkan diri dari nuansa politik. "Sebab di persidangan adalah mencari argumen lewat pasal-pasal yang terdapat dalam KHUP," katanya.
Kasus-kusus itu antara lain adalah tahun 1971, dia menjadi tim JPU perkara G.30.S/PKI. Pada 1975 jadi jaksa penuntut umum kasus penyeludupan. Perkara-perkara subversi hingga soal perkosaan tidak luput menjadi "lahan garapannya." Tetapi, ia mengakui yang paling berkesan adalah kasus pembunuhan Bantaqiah. "Ini mungkin kasus terakhir yang saya tangani, sebab tak lama lagi saya pensiun," kata wanita yang akan pensiun pada 1 April 2001.
Pendidikan formal yang ditekuninya adalah setelah menamatkan SD dan SMP, Nuraini belajar di Sekolah Hakim dan Jaksa di Medan hingga mendapat gelar Sarjana Muda Hukum, pada 1966. Berbagai jabatan di lingkungan kejaksaan dipercayakan kepada wanita yang lahir 17 Maret 1943 ini tetapi belum juga menikah. Nuraini memulai karir di Kejaksaan Negeri Banda Aceh antara lain menduduki Kasie Perkara dan Tahanan, Kasubsie Teritorial, serta Kaur Kepegawaian.
Karena prestasinya "cemerlang", ia ditarik ke Kejaksaan Tinggi Banda Aceh dan juga mendapat kepercayaan di beberapa bagian. Pertama, ia menjadi Pemeriksa Pembantu Pidana Umum. Lalu, Kasie Pratut Pidana Umum. Posisinya sekarang di Kejati adalah Kasie TP Kamtibum serta sejak November 1999 mendapat tugas rangkap sebagai Asisten Pidana Umum karena yang menduduki posisi eksodus.
Untuk menunjang karir, Nuraini banyak mengikuti pelatihan dan kursus atau pendidikan kedinasan, seperti pendidikan pemeriksa di PUSDIKLAT Kejaksaan Agung RI, pendidikan PIDUM PIDSUS dan lain- lain. Meski sibuk sebagai jaksa, dia juga terjun ke dunia politik, antara lain menjadi pengurus DPD Golkar Tk I Aceh sejak 1966. Tapi setelah "badai reformasi", Nuraini mengundurkan diri pada Februari 1999 dengan jabatan terakhir ialah wakil ketua biro wanita Golkar.
Kegiatan di organisasi-organisasi kewanitaan tetap digeluti hingga sekarang oleh tokoh yang kalau berbicara sangat bersemangat walau tetap menjaga ciri khas keacehannya. Maka, tak heran kalau Nuraini sulit ditemui di rumahnya, sebab dia lebih senang "ngumpul bersama ibu-ibu karir lainnya."
Kendati semuanya telah diperoleh, masih ada hal yang mengganjal yaitu ia ingin sekali pergi ke luar negeri, untuk bisa belajar soal hukum tentu saja. Harapan itu diutarakan saat menerima wartawan Serambi, Nurdin Hasan dan Yuswardi Mustafa di rumahnya di kawasan Kedah, Kamis (18/5). Berbagai hal dibeberkan dalam wawancara khusus sehari setelah majelis hakim memutuskan vonis atas para pelaku pembunuhan Tgk. Bantaqiah. Berikut petikannya:

Bagaimana perasaan Anda dengan keputusan majelis hakim itu?
Saya merasa sangat puas walau itu berbeda sedikit dengan tuntutan kami. Kan agak naik ya.. itu biasa. Biasanya ada naik sedikit ada turun sedikit. Saya merasa puas, karena tidak jauh berbeda dengan tuntutan kami.
Apa sebab putusan itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa?
Biasa. Lazim itu. Sebagaimana kita ketahui kalau penanganan perkara-perkara penting, kita mempunyai juklak tersendiri. Di kejaksaan punya juklak tersendiri. Seperti perkara-perkara penting itu. Pengendaliannya memang ada di Kejaksaan Negeri, ada di Kejaksaan Tinggi dan ada di Kejaksaan Agung. Kasus penembakan Tgk. Bantaqiah dan pengikutnya ini pengendalinya bukan Jaksa Tinggi, tapi di tingkat nasional, sehingga pengendaliannya dilakukan oleh Jaksa Agung.
Apakah vonis itu ada indikasi sebagai putusan politik mengingat kondisi Aceh seperti ini, sehingga putusan majelis lebih tinggi dari tuntutan JPU?
Kami tidak memikirkan dengan masalah politik. Untuk itu kita punya juknis. Jadi kita berpegang pada juklak dan juknis yang ada di kejaksaan. Menyangkut indikasi politik itu bukan urusan kami. Kami tetap ada pedoman-pedoman yang telah diberikan Jaksa Agung. Itu tidak kami campuri dalam urusan politik.
Selama menangani kasus ini, apakah Anda pernah diteror dan diancam?
Memang kami sejak bulan Desember (1999), sejak pengusutan masih di tingkat pusat, ditangani POM pusat, tim penyidik terhadap perkara koneksitas tingkat pusat itu sebagaimana prosedurnya. Sebagaimana diketahui kalau sudah disidik diberitahu ke Kejaksaan Agung. Setibanya di Kejaksaan Agung kami dipersiapkan empat orang jaksa sebagai calon untuk menangani perkara. Jadi jauh-jauh hari sebelumnya kami sudah dipersiapkan.
Bisa diperjelas dipersiapkan bagaimana maksud Anda?
Dipersiapkan agar bersiap-siap. Jadi kita harus bersiap-siap. Bulan Februari 2000, kami mendapat pemberitahuan dari Kejaksaan Agung bahwa itu sudah ada penyidikan. Saya dan teman-teman mempelajari berkas perkara. Berkas perkara diteliti secermat mungkin dan dilakukan penyempurnaan. Saya juga mempunyai data-data pelakunya.
Apa Anda tidak takut, sebab yang dihadapi anggota TNI?
Saya itu tidak ada perasaan takut. Dan Isya Allah nggak ada apa- apa. Karena sejak tahun 1990, ada perkara-perkara yang menarik perhatian. Dari Kejaksaan Tinggi selalu saya ditunjuk. Untuk menangani perkara seperti itu bukan mudah. Membuat paparan, kadang- kadang saya sampai jam 12 malam. Waktu ditunjuk memang sudah siap. Tak terpikir apapun. Tak terbayang terlibat anggota TNI, ditunjuk ya ditunjuk. Tapi kawan-kawan ada ngomong pada saya. 'Bu bagaimana ya bu.' Tapi saya tidak menggubris. Diam saja. Tanggal 1 Maret itu, tim kita mengadakan pertemuan pembekalan sambil menyusun rencana baik berupa dakwaan dan lain-lain.
Anda belum menjawab pertanyaan tadi. Apakah Anda pernah diteror misalnya lewat telepon?
Tidak pernah kita terima teror ke rumah baik yang menelpon, itu tidak ada. Hanya ngomong-ngomong saja di luar. Jadi tidak ada, Tak ada sama sekali. Malah kadang saya pulang larut malam. Alhamdulillah tak terjadi apa-apa.
Kenapa persidangan ini sempat beberapa kali tertunda. Ada apa dibalik itu?
Itu banyak kita dengar dari koran ada pembatalan sidang. Waktu itu kita belum menerima berkas. Kajati sendiri pernah mengatakan hal serupa. Mungkin Pak Meneg HAM (Hasballah M Saad) tidak tahu mekanisme penanganan perkara. Sebagaimana kita ketahui, mekanisme penanganan perkara itu ada dua tahap. Tahap pertama pemberitahuan penyidikan. Kita terima itu, terus pimpinan menunjuk tim JPU. Untuk pra-penuntutan oleh kejaksaan umum, diteliti oleh jaksa-jaksa senior. Lantas penyerahan perkara tahap satu belum rampung. Maksudnya tahap pertama diteliti kekurangan-kekurangan berkas. Ternyata saya ikut ke sana, berkas belum lengkap sehingga tanggal 1 Maret berkas tersebut dikembalikan kepada tim tetap. Pak Meneg HAM itu tidak tahu mekanismenya.
Berapa lama diteliti?
Seharusnya 14 hari. Tapi kenyataannya kalau enggak salah saya dikembalikan tanggal 1 Maret dan kembalinya dari Kejaksaan Agung satu bulan lebih. Setelah dipelajari dan dinyatakan sudah lengkap baru tanggal 12 April diserahkan ke Kejaksaan Tinggi.
Apakah waktu itu dipakai untuk menghilangkan Letkol Sudjono?
Saya nggak ikut teliti, yang meneliti itu jaksa di Kejaksaan Agung. Saya nggak tahu apakah waktu itu dipakai untuk dihilangkan atau menghilang. Saya benar-benar tak tahu. Cuma waktu penyerahan barang bukti dan berkas perkara, salah seorang anggota penyidiknya saya tanya, "Bagaimana dengan Letkol Sudjono ini." 'Aduh bu... kami sudah ke Lampung dan sampai ke Jawa. Mencari seluruh Jawa, itu (Sudjono) belum ketemu, kami sudah berupaya.'
Kenapa Soejono tidak dilakukan pengadilan in absentia?
Saya rasa untuk diketahui, pertama begini, di dalam dakwaan kita sebutkan bahwa terdakwa yang 25 ini bersama dengan Letkol Soejono yang belum dapat dituntut karena melarikan diri. Kalau dia nanti tertangkap bisa diajukan lagi. Orang yang kita putuskan ini menjadi saksi bagi dia. Jadi tetap kita lakukan tuntutan-tuntutan. Sudjono belum dapat dituntut karena melarikan diri.
Kenapa Danrem 011/LL yang memberi perintah dan Letkol Heronimus Guru sebagai komandan operasi ke Beutong tidak dijadikan tersangka?
Begini, di dalam berkas perkara yang tebal itu, yang sudah diteliti dan disempurnakan oleh tim penyidik tetap dan sudah diteliti kedua kalinya oleh jaksa peneliti, itu sudah dinyatakan lengkap tanpa adanya tersangka Danrem Lilawangsa dan Herimaus Guru. Dan perlu diketahui juga bahwa dalam hukum seseorang baru dapat dinyatakan tersangka, ditahan dan ditangkap harus mempunyai sedikitnya dua alat bukti awal. Terlepas dari masalah apa pun, sewaktu di persidangan tak satu orang saksi yang mengatakan Danrem itu ikut. Menyangkut perintah operasi, kita sudah mendengar saksi ahli. Itu memang harus begitu bunyinya.
Pendapat Anda tentang penolakan pengadilan koneksitas?
Itu oke-oke saja, mereka menolak. Tapi yang kami lakukan, itu kan bukan melanggar UU. Yang kami laksanakan ini sesuai UU. Sebagaimana jalannya persidangan itu menurut UU. Ada dakwaan, pemeriksaan saksi, itu ditentukan UU dalam KUHP. Jadi semua sejalan dengan digariskan. Umpamanya, dikatakan koneksitas karena ada sipil. Itukan sesuai pasal 89 sampai 91 KUHP.
Berarti pengadilan ini bukan pengadilan terhadap pelanggaran HAM?
Oh bukan.... yang menyangkut dengan HAM kan sedang dirancang mau diajukan ke DPR. Jadi kalau menunggu ini lama sedangkan menurut penjelasan Meneg HAM, bahwa pengadilan ini diminta masyarakat Aceh supaya pembantai Tgk Bantaqiah diadili. Jadi kalau kita nunggu tahun depan belum ada, ya nggak terselesaikan. Jadi kita mengacu pada pelanggaran pidana dalam KUHP.
Ada kesan sidang ini dagelan dan terkesan ada permainan duit?
Aduh... ya Allah. Saya pikir setelah reformasi itu kita jauh-jauh dengan uang. Kita tidak ada itu. Anda bisa melihat, kalau kami memang ada kongko-kongko tuntutan kan tidak bisa mengarah bersama dengan keputusan hakim. Itukan jauh berbeda. Itu menandakan bahwa visi kami menurut kami, dan hakim menurut hakim. Disinggung masalah uang aduh ngeri saya, memang nggak ada. Ini tak ada uangnya. Mungkin itu untuk pengamanan, saya tidak tahu.
Kenapa hanya kasus yang jadi prioritas, sehingga ada rumor bahwa ini proyek Hasballah M Saad?
Direkomendasi ada beberapa kasus. Tapi berdasarkan informasi, itu yang diprioritaskan, perkara Sumiati, Bantaqiah, Rumoh Geudong, Simpang KKA dan Idi Cut sesuai dengan urutan rekumendasi. Jadi itu prioritas dari tim independen sendiri.
Apakah memang target persidangan kasus ini harus selesai sebulan?
Saya nggak setuju itu cepat-cepat. Karena sebagaimana yang saya kemukakan di persidangan, sesuai pasal 182 KUHP, tuntutan pidana, pembelaan, pledoi, tanggapan terhadap pledoi harus tertulis. Akibat hakim-hakim itu mau cepat, sehingga hal itu kita sampaikan secara lisan. Kita tak setuju hal begituan. Karena paling lama diberikanlah waktu paling lama satu minggu untuk membuat tanggapan tuntutan. Nyatanya dua hari diberikan waktu. Kami mau teler. Betul saya sudah bosan sekali dengan itu.
Sebagai evaluasi, saya pikir, kalau ada persidangan perkara-perkara begini, entah bagaimanalah caranya, supaya jangan lagi hakim dari luar dilibatkan. Banyak hakim yang berkualitas dan berorientasi keacehan di sini. Buat apa kita angkat orang-orang luar kalau mereka ingin cepat-cepat selesai dengan alasan sidang cepat, biaya murah. Itu selalu disampai oleh hakim dalam persidangan ini, sehingga kira harus kerja banting tulang.
Yang tentukan hakim persidangan ini siapa?
Hakim sudah ditentukan dari pusat. Bagaimanalah caranya. Kalau ada persoalan lain janganlah diambil hakim dari luar. Jadi semuanya sangat kewalahan. Tidak cukup waktu untuk memberikan argumentasi.
Apakah vonis yang telah diputuskan hanya angin surga sebab ada dugaan vonis tinggal vonis, sedangkan pelakunya malah bebas atau ditugaskan ke tempat lain?
Perkara ini kan baru diputuskan. Selesai diputuskan terus ditanya pengadilan apakah sudah dinyatakan banding, kan begitu. Kalau sudah dinyatakan banding, itu wewenangnya bukan lagi pengadilan negeri. Menyangkut penahanan itu oleh pengadilan tinggi. Jadi kalau dia mau dibawa kemana itu harus seizin dari pengadilan tinggi. Sehingga kalau dibawa kemana-mana, nanti ada penetapan. Boleh dia ditahan disana, sehingga kami nanti dengan ada penetapan membuat berita acara pelaksana penetepan hakim untuk dipindah sesuai yang diminta.
Selama banding, apakah tidak mungkin mereka dibebaskan?
Itu bukan jangkaun saya.
Kalau dibebaskan, bagaimana sikap Anda?
Saya tidak setuju kalau mereka bebas, karena sesuai dengan fakta di persidangan mereka sudah ngaku ada menembak. Dan dikuatkan saksi- saksi, dan sudah jelas mereka menembak. Kalau dibebaskan, itu tidak sesuai dengan nurani saya. Dan sanga sangat tidak setuju.
Apakah Anda masih berhak memberi masukan?
Kalau memang mereka dibebaskan di tingkat banding, kami masih ada upaya untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi, tidak usah khawatir, upaya-upaya hukum itu ada. Upaya hukum banding, upaya ditingkat kasasi.
Apa sebab saksi keluarga korban tidak mau hadir di persidangan?
Kita sudah berusaha menghubunginya apakah secara kedinasan atau pribadi. Malah kita sangat ngotot supaya dihadirkan saksi yang hidup dari sipil dan bukan dari tentara. Tapi hakim itulah sebagaimana yang saya katakan dia mau cepat dan buru-buru. Padahal ini perkara nasional dan internasional, tapi dia (hakim) mau cepat- cepat.
Katanya saksi kelurga korban tidak ada jaminan keamanan?
Setelah kita panggil melalui Kontras (penasihat hukum para keluarga korban, red), bahkan Kapolda (Aceh) melalui stafnya telah berjanji untuk memberikan jaminan keamanan kepada keluarga korban kasus Tgk Bantaqiah. Sehingga jika diperlukan di persidangan tidak sulit.
Atau ada permainan Kontras agar saksi tidak hadir sebab mereka tidak setuju dengan pengadilan koneksitas ini?
Aduh... saya tidak mau mecurigai apa-apa. Saya hanya berpegang pada perintah pimpinan, petunjuk pimpinan dalam hal ini Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung. Kami hanya disuruh menangani perkara ini soal ada politik dan apa di belakang saya tidak mau tahu.
Berapa kali Anda menghubungi Kontras agar saksi bisa hadir?
Dua kali yang kami datangi. Secara pribadi secara non-formal, dan juga secara tertulis kami datangi. Kita memang dilayani secara baik. Saya rasa orang ini tidak macam-macam.
Tapi istri Bantaqiah menyebutkan tidak pernah dipanggil?
Dia boleh aja mengatakan begitu, karena secara kenyataan dan itu bisa ditanyakan ke Kontras. Berapa kali kami datangi dan berusaha untuk menjumpai dia, namun tidak berhasil.
Apa mungkin hukuman lebih berat lagi jika ada saksi korban?
Saya kira begitulah. Tapi, tak dapat dipastikan. Kenyataannya di persidangan semua saksi tentara. Mereka mengatakan prajurit dikejar pengikut Bantaqiah. Mungkin dengan hadirnya saksi dari keluarga korban, ada versi lain tentang kejadian yang sebenarnya.
Apa Anda mau terlibat lagi dalam kasus yang kini sedang disiapkan?
Sebaiknya jangan saya. Sebab masih banyak yang lain. Lagi pula saya telah banyak menangani kasus-kasus yang hampir mirip seperti ini. Jangan sayalah. Seolah-olah saya tidak senang dengan TNI. Itu yang saya takut. Ha... haa.... haaa....
Tapi Anda dianggap kredibel menagani kasus semacam ini?
Oh, tersanjung saya. Tetapi, itu bukan saya saja yang berhasil. Jangan lagi sayalah. Saya sudah tua dan masa pensiun sudah diambang pintu. Nanti orang akan marah kepada saya. Biarlah yang muda-muda tampil. Agar ada pertukaran pengalaman. Saya di belakang untuk membantu ya mungkin-mungkin saja.
Saran Anda dalam persidangan kasus lain?
Pertama, angkatlah hakim-hakim dari sini (Aceh). Kemudian, LSM-LSM harus dilibatkan dalam hal ini dengan memberi support kepada saksi korban agar bisa tampil ke pengadilan.