: 05.00 Wib Jum'at, 2 Juni 2000
Pemboman
Medan Diduga TNI Kasus
pemboman beberapa gereja di Medan kini mulai terkuak menyusul keberhasilan pihak
polisi "mengintip" jejak dua oknum TNI yang merupakan anggota Intel Kodimtabes
Medan.
Ribuan
Warga Pidie Mengungsi Sekitar 6.600 jiwa warga Ujongrimba Kecamatan Mutiara dan Beuraucan,
Meureudu, Kabupaten Pidie, Kamis (1/6) bergerak meninggalkan rumahnya. Mereka
bertahan dan mengungsi ke sejumlah masjid dan sekolah di pusat kecamatan. Para
pengungsi mengaku takut setelah TNI melakukan operasi.
Teuku
Don Ditembak Innalillahi wainnailaihi rajiun. Teuku Don Zulfahri, Sekretaris Jenderal
Majelis Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM), sekitar pukul 15:00 waktu
Kuala Lumpur atau 14:00 WIB hari Kamis (1/6), ditembak orang tak dikenal ketika
dia sedang makan bersama dengan temannya di sebuah restoran di ibukota
Malaysia.
Gus
Dur: Perdamaian akan Terbentuk di Aceh
GAM:
Mari Kita Sukseskan
TNI
Akan Menghormati JoU
Pak
Syam Ajak Semua Komponen Sejukkan Kondisi
Tak
Ada Lagi Mitos Kebal Hukum
Aceh
Pimpin Pawai Ta'aruf
Sudah
Jatuh Ketimpa Tangga
Despot
Panca Kubu Kosong
Hujan
Peluru di Geudong
Dar,
Der, Dor Jadi Simponi
Gubernur
Minta Kasus HPH PT Asdal Diusut
To Indek:
Dua Intel Ditahan
Pemboman Medan Diduga TNI
Serambi-Medan
Kasus pemboman beberapa gereja di
Medan kini mulai terkuak menyusul keberhasilan pihak polisi "mengintip" jejak
dua oknum TNI yang merupakan anggota Intel Kodimtabes Medan. Begitupun, Kamis
tadi malam, masyarakat di Medan kembali menemukan sebuah bom yang belum sempat
meledak.
Kedua oknum
yang diperkirakan terlibat dalam kasus pemboman tersebut adalah Sertu Zainal dan
Serma EF Duha. "Saat ini mereka sedang diperiksa dan akan diserahkan ke pihak
Polisi Militer," kata Dandim 0201/BS, Letnan Kolonel M Hariyanto, Kamis
kemarin.
Kendati
kedua tersangka itu adalah anak buah langsung Hariyanto, namun pamen TNI-AD itu
tetap akan meneruskan pemeriksaannya.
Keterlibatan kedua oknum TNI itu terungkap
setelah pada hari Rabu (31/5), aparat kepolisian dari Poltabes Medan melakukan
kejar-kejaran dengan pengendera mobil Toyota Crown di jalan raya sekitar pukul
14.30 WIB, selama satu jam lebih. Aparat dari Poltabes Medan terpaksa
menghentikan pengejaran setelah mobil tersebut menghilang dan masuk ke sebuah
kantor yang letaknya persis di samping Pengadilan Negeri Medan.
Bangunan yang ada di samping
pengadilan itu, memang selama ini merupakan Markas Kodim 0201/BS atau lebih
dikenal sebagai kantor Makodimtabes Medan.
Setelah aparat poltabes melaporkan kejadian
ini kepada atasan mereka, terjadi kontak komunikasi antar-petinggi polisi dan
TNI hingga ke Jakarta. Diketahui kemudian, mobil yang dipakai kedua pelaku
adalah B 888 IM.
Namun setelah dihubungi pihak kepolisian di Jakarta, plat nomor polisi
tersebut tidak terdaftar. Karenanya, dugaan aparat kepolisian di Medan bertambah
kuat, dan nomor polisi tersebut adalah palsu. Setelah diselidiki, ternyata mobil
tersebut biasanya digunakan Sertu Zainal.
Semula aparat Poltabes Medan sudah curiga
dengan dua mobil B 888 IM dan BK 691 LA yang terlihat sedang memindahkan dua
buah benda jenis granat dari sedan Toyota Crown B 888 IM ke mobil Taft BK 691
LA, tepatnya di depan pintu tol Belmera Bandar Selamat Ujung
Medan.
Kecurigaan
dengan mobil Toyota Crown B 888 IM itu, setelah pihak intel Poltabes Medan
menerima informasi dari masyarakat di sekitar Restoran Miramar, tempat bom
ke-empat meledak pada Senin (29/5) lalu.
Sedikitnya, sembilan saksi mengatakan, pada
Senin (29/5) lalu sekitar pukul 04.00 WIB dinihari, mereka melihat mobil Toyota
Crown B 888 IM itu beberapa kali melintas di depan restoran Miramar, dan tak
lama kemudian, bom itu pun meledak di depan restoran tersebut. Kini kedua mobil
yang diduga dijadikan sebagai alat mengangkut bahan peledak itu sudah disita
untuk dijadikan barang bukti, dan POM masih meminta keterangan para saksi,
termasuk kedua tersangka.
Seorang penduduk Medan, Zaenal Arifin yang ditanya wartawan mengenai
penangkapan dua oknum militer sebagai orang yang terlibat pemboman di Medan,
hanya menjawab ringan saja. Ia mengaku tak ambil pusing akan peristiwa tersebut.
Karena, katanya, mendengar adanya bom meledak di Medan, nalurinya sudah menduga
kalau itu kemungkinan besar pelakunya oknum aparat.
"Tak mungkin pelakunya sipil. Yang mampu
secara profesional merakit bom, kami masyarakat awam sudah feeling sebelumnya,
tapi karena menyangkut aparat, lebih baik kami diam, ketimbang kami berurusan
dengan mereka," kata Zaenal sinis.
Diledakkan
Sementara itu, dilaporkan, sekitar pukul
20.00 Kamis tadi malam, warga di Jalan Asia Medan menemukan sebuah koper
mencurigakan. Koper merk Echolac berwarna coklat ini ternyata kemudian diketahui
memang berisi bahan peledak.
Sumber Serambi menginformasikan, setelah penemuan koper itu, warga
segera menghubungi tim bahan peledak (Handak) Polda Medan. Polisi kemudian
menjinakkan bom tersebut. Setelah meletakkan bom tersebut ke sebuah tempat
khusus, pihak polisi lalu meledakkannya pada sekitar pukul 22.00 WIB tadi
malam.
Suara dentuman
bom yang diledakkan ini dilaporkan lumayan dahsyat sehingga mengejutkan warga
kota dalam radius beberapa ratus meter. Begitupun, hingga tadi malam, Serambi
belum memperoleh keterangan resmi dari pihak kepolisian tentang penemuan dan
peledakan bom di Jalan Asia tadi malam itu. (lau)
To Indek:
TNI Lancarkan Operasi
Ribuan Warga Pidie Mengungsi
Serambi-Sigli
Sekitar 6.600 jiwa warga Ujongrimba
Kecamatan Mutiara dan Beuraucan, Meureudu, Kabupaten Pidie, Kamis (1/6) bergerak
meninggalkan rumahnya. Mereka bertahan dan mengungsi ke sejumlah masjid dan
sekolah di pusat kecamatan. Para pengungsi mengaku takut setelah TNI melakukan
operasi.
Sejak pagi,
dengan mengendarai sepeda motor, pikup, atau bahkan berjalan kaki, ribuan
masyarakat yang pada umumnya berdomisili di daerah pinggiran, pergi mencari
tempat lebih aman. Sejumlah warga tampak tergopoh-gopoh meninggalkan
desanya.
Pantauan
Serambi hingga tadi malam, komplek Masjid Abu Beureueh dipadati sekitar 2.000
jiwa pengungsi lebih, berasal dari Desa Rinti, Didoh, Kulam Ara, Blangong Basah,
dan Barieh. Seluruhnya warga Kemukiman Ujongrimba Kecamatan Mutiara, berjarak
sekitar 10 kilometer dengan Kota Beureunuen. "Kami sangat takut," kata Tiaman
(45) warga Kulam Ara.
Kepada Serambi para pengungsi mengaku sangat takut, karena aparat dari
TNI melancarkan operasi ke wilayah mereka. Karena takut terjadinya sesuatu
terhadap rakyat, maka mereka memilih lebih baik mengungsi ke tampat yang lebih
aman. "Semua warga takut dan trauma dengan pengalaman masa lalu," kata Kades
Rinti, Abdul Muthaleb.
Apalagi, katanya, pada malam itu sepasukan TNI menginap di desa mereka.
Karena tak ingin mengambil resiko, masyarakat memilih pergi.
Para pengungsi mengatakan, semenjak
mereka melakukan aksi eksodus tidak ada masyarakat yang disakiti aparat. "Kami
lebih baik menghindar," kata salah seorang warga lainnya.
Sedangkan pengungsi yang bertahan
di Masjid Beuracan dan SDN Beuracan Kecamatan Meureudu, berasal dari Desa Lampoh
Lada, Mulieng, Rumpun, Dayah Tuha, Kulam, Rambong, Grong-Grong, dan Buloh
(Trienggadeng). Jumlah pengungsi dari delapan desa seluruhnya adalah sekitar
4.000 jiwa.
Alasan
pengungsi asal Meureudu juga karena adanya operasi yang dilancarkan TNI. Mereka
mengaku melihat banyak tentera di wilayah perkampungan tempat mereka tinggal.
"Masyarakat masih sangat trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu," kata Kades
Dayah Tuha, M Yusuf.
Pengungsi mengatakan, sejak dua hari lalu aparat dari kesatuan TNI sudah
mulai melakukan operasi di berbagai kecamatan. Dengan berjalan kaki mereka
menuju beberapa kawasan di Kecamatan Mutiara, Tiro, Bandar Baru, Glumpangtiga,
Trienggadeng, dan Meureudu. Karena itu, masyarakat terpaksa menghindar dan
memilih untuk mengungsi.
Patroli Rutin
Terkait dengan hal itu, pimpinan Polri di Pidie selaku pengendali
operasi, mengakui adanya aktivitas anggota TNI di sejumlah titik. "Itu bukan
operasi, tapi patroli rutin sebagaimana biasanya," jelas Kapolres Pidie, Letkol
Pol Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin.
Mereka itu, kata Bagus, merupakan anggota TNI
dari Batalyon terlatih dan tergolong profesional. Karena itu, dalam setiap
patroli yang dilancarkan, tidak akan ada masyarakat yang diganggu dan merasa
terganggu. Karena, patroli itu merupakan kegiatan polisionil. Selain lebih
melihat hukum juga tujuannya untuk melakukan pendekatan dengan
masyarakat.
Patroli
rutin itu, menurut Bagus, hanya melakukan kegiatan supaya aparat tidak hanya
duduk saja. Namun, selama melancarkan patroli, bila mendapatkan orang yang
melanggar hukum tetap juga ditangkap. Misalnya, melihat sipil bersenjata dan
pelanggaran hukum dalam bentuk lainnya. "Kalau ini tetap ditindak," tegas
Bagus.
Karena hanya
melakukan patroli rutin, papar Bagus, maka masyarakat tidak perlu takut dan
sampai melakukan aksi mengungsi. Sebab, aparat TNI yang melancarkan patroli
tidak akan menyakiti rakyat. "Saya imbau lebih baik pulang saja, karena rakyat
juga yang menanggung ruginya," kata Bagus.
Apalagi, kata Bagus, semua pasukan TNI yang
melakukan patroli agak ke pinggir kini sudah diperintahkan untuk segera ditarik.
Kemungkinan ada pihak tertentu yang merasa risih apabila TNI melakukan patroli
agak ke pinggir gunung. "Saya sudah perintahkan Dan Yon supaya menarik semua
pasukan dan melakukan patroli di kawasan desa saja," kata Bagus.
Kapolres Bagus melihat aksi eksodus
yang dilancarkan ribuan masyarakat tak lepas dari adanya pihak tertentu yang
melakukan rekayasa. Apalagi dalam patroli tersebut aparat TNI menemukan sebuah
markas di kawasan Desa Rinti Ujongrimba. Dan, aparat menduga itu adalah
markasnya GAM.
Begitu
pun, Bagus mengaku ada dua sepeda motor milik warga di Masjid Abu Beureueh yang
diambil aparat. Tapi, aparat akan tetap memberikan kembali kepada siapa saja
pemiliknya dengan catatan harus menunjukkan surat lengkap. "Bisa saja sepeda
motor itu dicurigai, kalau lengkap surat saya rasa tidak ada masalah,"
katanya.(tun/ag)
To Indek:
Teuku Don Ditembak
Serambi-Banda
Aceh
Innalillahi
wainnailaihi rajiun. Teuku Don Zulfahri, Sekretaris Jenderal Majelis
Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM), sekitar pukul 15:00 waktu Kuala
Lumpur atau 14:00 WIB hari Kamis (1/6), ditembak orang tak dikenal ketika dia
sedang makan bersama dengan temannya di sebuah restoran di ibukota
Malaysia.
Istri Teuku
Don, Putri Mei Abdullah, saat dihubungi Serambi melalui saluran langsung
internasional (SLJ), tadi malam, mengatakan bahwa jenazah korban masih berada di
sebuah rumah sakit Kuala Lumpur dan belum dibawa pulang ke rumah
duka.
Dengan suara
terbata-bata dan berusaha menahan tangis, Putri Mei menyebutkan, "sekarang saya
tidak punya apa-apa lagi. Tolonglah. Informasikan pada rakyat Aceh bahwa Habib
Adam (panggilan Teuku Don di Malaysia, red) sudah tidak ada lagi. Kenapa orang
itu tega membunuhnya."
Menurut Putri, suaminya menghembus nafas terakhir di rumah sakit. Tapi,
dia tidak mau menyebutkan nama rumah sakit tersebut. "Besok (hari ini, red) saya
akan mengurus jenazahnya. Saya belum melihat lagi jenazahnya. Jadi saya tidak
tahu dimana dia kena tembak," tutur Putri dengan logat Malaysia.
Dijelaskan, Teuku Don sedang makan
bersama rekannya di sebuah restoran Kuala Lumpur. "Lalu, orang bersenjata
langsung menembak Habib. Sedangkan teman makan Habib tidak terkena tembakan.
Saya tidak tahu siapa pelakunya," kata Putri sambil menangis.
Melalui Serambi, dia mengharapkan
rakyat Aceh dapat mendoakan Teuku Don agar diterima di sisi Allah. "Apalagi dia
pergi (untuk selama- lamanya) ketika rencana kesepakatan Jeda Kemanusiaan antara
pemerintah Indonesia dan GAM akan diimplementasikan," katanya tentang efektifnya
perjanjian yang ditandatangani di Swiss, pada 12 Mei lalu mulai hari
ini.
Dalam suatu
wawancara khusus dengan kantor berita asing, Mei lalu, Teuku Don pernah
mengatakan, dia ingin melihat Aceh merdeka pada akhir tahun 2004. Namun, Allah
ternyata berkehendak lain. "Kendati ada perbedaan antara pimpinan GAM, saya
mendukung kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan GAM di Jenewa," katanya
kepada Reuters.
Profil
Suara
Teuku Don selama ini sering didengar di radio dan televisi. Bahkan,
pernyataan-pernyataannya kerap muncul di berbagai media cetak. Lebih menarik
lagi, di kalangan GAM, ia "dicap" sebagai "kaki tangan" pemerintah RI atau
bekerja untuk militer Indonesia. Teuku Don dalam berbagai kesempatan pembicaraan
dengan Serambi via telepon mengakui adanya tuduhan itu. Bahkan ia pun menyadari
dirinya kurang disukai di kalangan GAM yang ada di Aceh. Karena itu, Serambi
berkali-kali "merayunya" untuk bersedia dimuat foto dan profil singkat
pribadinya. Awalnya ia menolak, tapi akhirnya bersedia. Dan, inilah Teuku Don
yang bercerita sendiri tentang dirinya dalam email yang dikirim kepada Serambi
beberapa waktu lalu.
Ketika redaksi Serambi meminta saya memaparkan kisah pribadi, langsung
saja saya bingung. Soalnya, saya tak biasa memperkenalkan diri sendiri kepada
publik. Apalagi saya pribadi tak punya cita-cita menjadi pemimpin atau
tokoh.
Cuma, saya
terpancing dengan tuduhan-tuduhan liar pihak-pihak tertentu yang menuding saya
ini sebagai intelijen Indonesia serta pengakuan anggota GAM di lapangan yang tak
pernah kenal dengan saya. Makanya, saya memenuhi kehendak Serambi. Bagi saya,
ini merupakan peluang untuk menjelaskan kepada rakyat Aceh bahwa tudingan liar
itu adalah salah.
Kemunculan saya dalam GAM memang memeranjatkan banyak pihak. Malah Pak
Syamsuddin Mahmud (Gubernur Aceh, red) sendiri terperanjat ketika mendapat kabar
bahwa saya sudah menjadi Sekjen MP GAM.
Kawan-kawan saya, pada awalnya semua tidak
percaya. Tetapi sekarang, saya pikir, mereka sudah seharusnya menerima hakikat
yang sesungguhnya dan kebanyakan mereka mendukung saya sejauh perjuangan saya
untuk kepentingan bangsa Aceh, kata mereka.
Terlibat dengan GAM
Pada 7 Februari 1999 siang saya ditelepon
seorang sahabat yang juga pengusaha seperti saya. Katanya, ada beberapa anggota
GAM angkatan I lepasan Libya ingin bertemu. Walaupun saya tidak menolak, tapi
dalam hati saya bertanya, "Apa gerangan yang mereka inginkan dari
saya?"
Soalnya sudah
hampir 20 tahun bermukim di Malaysia, baru kali ini ada anggota GAM ingin
bertemu saya. Sebenarnya, saya tak dekat dengan GAM sejak awal. Mereka pun tak
pernah mengajak saya untuk bergabung. Malah ramai yang melarang. Saya juga punya
kehidupan tersendiri yang berasingan dengan orang-orang Aceh lain yang
kebanyakannya berpusat di Chow Kit, Kuala Lumpur.
Singkat cerita, malamnya saya datang bertemu
mereka di sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Kuala Lumpur. Sahabat saya
rupanya sudah mem-booking satu meja besar khusus untuk kami bisa makan malam
bersama. Kebanyakan yang hadir terdiri dari adik-adik saya dalam dunia dagang
dan saya kenal mereka sebagai pedagang rokok, pedagang kelontong, dan
sebagainya. Sebelum ini saya tak tahu mereka adalah anggota GAM lepasan Libya
angkatan I, walaupun ada yang kenal baik dengan saya, tetapi mereka tak pernah
bercerita tentang GAM kepada saya.
Berawal dari pertemuan itulah saya terlibat
GAM. Berlanjut lagi dengan pertemuan-pertamuan sampai akhirnya saya dipercayakan
sebagai Sekjen MP GAM.
Maka, bermulalah satu episode baru dalam kehidupan saya dengan tugas dan
tanggung jawab yang mahabesar serta berbagai larangan yang wajib saya patuhi.
Yang paling menyusahkan saya adalah semenjak itu saya tak bisa lagi menginjakkan
kaki ke Medan, Jakarta, maupun Aceh seperti biasa. Kalau sebelumnya hampir
setiap minggu saya berkunjung ke Jakarta atau Medan dan hampir setiap bulan saya
pulang ke Langsa atau Banda Aceh, maka sekarang saya sudah kehilangan semua
"kemewahan" tersebut. Tentunya saya sedih dan merasa sangat terikat, malah
sekarang ini saya menjadi buruan TNI ke mana saja saya pergi.
Di Malaysia sendiri terpaksa saya
bersembunyi dan tidak bisa bergerak terlalu bebas. Untung saja saya punya banyak
kawan di Malaysia, kalau tidak tentunya saya sudah dibungkus TNI dan dibawa
pulang ke kandang mereka.
Kesimpulannya, keterlibatan saya dalam GAM buka sesuatu yang saya
rencanakan. Keterlibatan saya dalam GAM bukan karena saya suka-suka sendiri.
Keterlibatan saya dalam GAM hanya bermula pada awal tahun 1999, makanya ramai
anggota GAM yang sekarang ini berada di lapangan tidak kenal dan belum pernah
bertemu dengan saya.
Istri dan anak-anak
Cerita tentang istri dan anak-anak ini, kalau saya paparkan dari pertama
hingga akhir bisa mengejutkan Anda semua dan akan memakan kertas dan tinta yang
banyak. Namun, dari tiga orang istri yang saya miliki sekarang, bisa saya
katakan yang paling setia dan mendukung saya setiap saat adalah istri yang
keturunan Cina. Kita hidup ini tak perlu hipokrit, tak perlu bersembunyi dan
berlindung di sebalik yang baik-baik saja.
Walau bagaimanapun, yang paling
menggembirakan saya adalah ketiga istri saya menjalin hubungan erat antara satu
sama lain. Mereka tak pernah bertengkar dan tak bermusuhan. Insya Allah, kalau
Aceh sudah merdeka nanti saya akan cari istri yang keempat di Bumi Aceh, itu pun
kalau sempat dan diizinkan Allah.
Sewaktu kecil
Saya dilahirkan dalam keluarga berada dan
zaman kanak-kanak saya penuh kemanjaan dengan Abu Syik dan Nek. Sebagai cucu
pertama dari keluarga seorang ketua kampung dan hartawan lokal, tentunya saya
mendapat perhatian penuh dari sekeliling, baik dari saudara maupun masyarakat
setempat. Terlalu panjang dan akan memakan kertas yang banyak kalau saya
beberkan kesemuanya kehidupan masa kecil saya. Singkatnya, saya mulai pendidikan
di MIN, kelas tiga saya pindah ke SD. SMP saya di Aceh. Naik kelas dua SMA saya
pindah ke Medan. Tamat SMA, saya ke Amerika. Pulang dari Amerika saya langsung
menetap di Malaysia. Sejak di bangku MIN hingga SMA sewaktu di Aceh saya
manyandang juara kelas dan sekolah.
Pulang ke Aceh
Pada 3 November 1996, saya mendarat untuk
pertama kali di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh setelah merantau
meninggalkan Aceh selama 16 tahun. Kepulangan saya ke Aceh sebagai
pengusaha/investor atas undangan BKPMD Aceh yang kebetulan rekan sekelas saya di
SMP yang kini menjadi pegawai. Saya bertemu kembali dengan rekan ini sewaktu
Pemda Aceh menggelar pameran dagang di Kuala Lumpur pada medio tahun 1996. Dari
sinilah bermulanya kembali hubungan saya dengan bumi tumpah darah saya, sehingga
saya menjalin persahabatan dengan kebanyakan birkokrat dan pengusaha Aceh,
sehingga saya mendapat jalur hubungan dagang dengan keluarga Cendana sebelum
tumbangnya mereka.
Berbagai program investasi saya bawa pulang ke Aceh, sehingga runtuhnya
ekonomi Indonesia pada tahun 1998, semuanya terhenti. Alhamdulilllah, selama
saya berbakti membawa investasi ke Aceh, umumnya semua pihak memberi kerjasama
yang memuaskan tanpa perlu saya sogok (tanpa KKN). Saya pulang ke Aceh dengan
cara saya, dengan budaya saya yang berlawanan dengan budaya RI, tetapi rakyat
Aceh bisa menerimanya dan malahan menghargainya. Saya sangat bangga dilahirkan
sebagai orang Aceh.(tim)
To Indek:
Gus Dur: Perdamaian akan Terbentuk di
Aceh
Serambi-Jakarta
Presiden KH Abdurrahman "Gus Dur"
Wahid menyakinkan bahwa Jeda Kemanusiaan yang disepakati antara pemerintah RI
dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di Jenewa pada 12 Mei lalu, akan menghadirkan
perdamaian di bumi Serambi Mekkah.
"Saya yakin sepenuhnya bahwa dengan adanya
jeda kemanusiaan ini, maka perdamaian akan terbentuk di Aceh. Dan melalui
perdamaian itu pulalah, kita akan memulai upaya memakmurkan Aceh," kata Gus Dur
dalam pidato menyongsong pelaksanaan Jeda Kemanusiaan yang mulai efektif berlaku
hari Jumat ini (2/6). Pidato kepala negara disiarkan TVRI dan RRI di Jakarta,
tadi malam.
Gus Dur,
yang berpidato pelan-pelan dan terkesan sangat hati-hati, mengatakan bahwa
sesuai hasil penandatanganan dokumen bersama di Jenewa antara kepala perwakilan
Indonesia Hassan Wirayuda dan wakil dari Teungku Hasan Tiro, Dr Zaini, maka
mulai hari ini akan dimulai jeda kemanusiaan di Aceh.
Presiden mengharapkan, dengan jeda
kemanusiaan, akan dimulai suatu babak baru dalam kehidupan rakyat di Tanah
Rencong. "Babak baru karena kita akan mengalami masa perdamaian. Kita nantinya
akan mencapai Aceh baru yang benar-benar maju dalam pembangunan, tapi berjiwa
keagamaan yang kita kenal selama ini," katanya.
Menurut Presiden, banyak orang menganggap
jeda kemanusiaan adalah sebuah terobosan. "Kita berharap mudah-mudahan
demikianlah adanya. Dengan kata lain, babak baru dalam kehidupan orang Tanah
Rencong. Karena Aceh adalah tempat yang di samping menawan secara fisik, juga
mengandung kekayaan alam melimpah-limpah dan memiliki manusia yang mempunyai
daya hidup tinggi," ujar Gus Dur.
Dikatakannya bahwa Aceh adalah penyumbang
terbesar bagi kemerdekaan di saat permulaan. Contohnya adalah pembelian pesawat
Seulawah. Pesawat itu kita gunakan untuk kepentingan kemanusiaan dan untuk
tujuan diplomatik, katanya. Di Aceh pula, kita mencatat masuknya Islam yang
pertama.
"Di Aceh
pulalah kita melihat bahwa terkadang aspirasi yang benar dari masyarakat
terpaksa dituangkan dalam bentuk tindak kekerasan. Adakalanya itu berujung baik,
yaitu ketika terjadi peristiwa Darul Islam oleh Daud Beureueh dimana akhirnya
Presiden Soekarno menyetujui adanya sebuah propinsi Aceh yang berdiri sendiri,
serta memiliki keistimewaan-keistimewaannya," kata Gus DUr.
Tapi setelah itu, tambahnya, kita
lihat bagaimana kesulitan rakyat Aceh dengan adanya Daerah Operasi Militer (DOM)
dan sebagainya. "Ribuan janda, ribuan anak-anak jadi terlantar, ribuan pula yang
meninggal sebagai akibat dari hal ini," tandas Presiden.
Orang-orang Aceh banyak menjadi korban.
"Karena itu tidak usah heran jika rasa tidak puas rakyat Aceh menjadi sangat
besar. Ketika semua itu dituangkan dalam bentuk tindak kekerasan, segera hal itu
digunakan oleh orang untuk menimbulkan hal yang tidak-tidak tentang masyarakat
Aceh," katanya.
"Alhamdulillah, masa itu sudah kita lampaui. Kita telah sampai kepada
tahap baru dalam kehidupan rakyat Aceh, yaitu bahwa dengan tekad bersandar
kepada negara kesatuan Republik Indonesia mengikuti Undang-undang No 22 tahun
1999 tentang otonomi daerah yang memiliki keuangannya sendiri serta
sumber-sumbernya sendiri, maka kita bisa melihat di masa depan pemerintah akan
mendorong munculnya investasi secara besar-besaran di tanah
Rencong."
Menurut
Presiden, hal itu akan menimbulkan lebih banyak perubahan. Tapi Gus Dur yakin
bahwa rakyat Aceh akan mampu menjawab tantangan- tantangan yang dihadapi. Karena
setiap kemajuan tentu menimbulkan tantangan-tantangan. (nuh)
To Indek:
GAM: Mari Kita Sukseskan
Serambi-Banda
Aceh
Juru bicara
Angkatan Gerakan Aceh Merdeka, Tgk Ismail Syahputra, mengimbau semua bangsa Aceh
untuk bersama-sama mensukseskan dan menghormati jeda kemanusiaan yang mulai
berlaku pukul 00.00 WIB tadi malam.
"Semua kita tengah berusaha untuk mengurangai
kekerasan dan menghilangkan kekerasan di Aceh. Semua orang Aceh perlu
kedamaian," kata Ismail Syahputra melelui telepon, Kamis tadi
malam.
Ia berharap
kepada semua pihak untuk bekerja sama guna menyukseskan penyaluran bantuan
bangsa asing kepada rakyat Aceh, selama jeda kemanusiaan.
Kepada pemerintah, TNI dan polisi,
ia mengharapkan supaya jangan melakukan kekerasan di Aceh selama berlangsungnya
jeda kemanusiaan. "Mulai besok (hari ini --- red) TNI dan Polri jangan lagi
masuk kampung dan mengejar orang-orang GAM," ujar Ismail.
Pada bagian lain keterangannya,
Ismail Syahputra membantah keras sebuah berita yang disiarkan sebuah stasiun
televisi swasta memberitakan bahwa ledakan bom di seantero kota Banda Aceh dan
Aceh Besar, Rabu malam, adalah kerjaan orang-orang GAM.
"Dengan berat hati, saya bertanya kepada RCTI
langsung menyiarkan berita itu, tanpa mau mengonfirmasi dengan pihak kami (GAM),
itu kan tidak profesional namanya," kata Ismail Syahputra.
Berkenaan dengan pernyataan
Danrem-011/Lilawangsa Kolonel Syafnil Armen bahwa GAM masih melakukan kekerasan
di Aceh, menurut Ismail, itu adalah pernyataan bohong dan bertolak belakang
dengan kenyataan.
"Siapa yang masuk ke kampung-kempung di Kecamatan Ulim, Meureudu,
Bandardua, Trienggadeng di Pidie dan melakukan sweeping masyarakat, GAM atau
TNI?" tanya Ismail Syahputra dengan nada tinggi.
Berkaitan mulai berlakunya jeda kemanusiaan,
ia mengutuk keras tindakan-tindakan sweeping yang hingga kemarin masih dilakukan
di Pidie dan Aceh Timur. "Dengan mengangkat 10 jari ke atas saya harap pihak
Indonesia menghormati sepenuhnya perjanjian yang telah ditandatangani Perwakilan
Indonesia dan Perwakilan GAM, di Swiss 12 Mei lalu," pinta Ismail
Syahputra.
Pesimis
Cinta Meunasah
Sementara siaran pers yang dikirim Biro Penerangan GAM Wilayah Meureuhom
Daya mengingatkan bahwa operasi yang diberi nama "Operasi Cinta Meunasah" tidak
akan terwujud. "Operasi 'Cinta Meunasah' dikiranya cukup menarik padahal Bangsa
Aceh tidak mau lagi mendengar dan mengikutinya," kata Abu Tausi, juru bicara
wilayah Meureuhom Daya.
Menurut Abu Tausi, semenjak digelar operasi militer di Aceh oleh
TNI/Polri dari masa DOM hingga sekarang puluhan sandi diberi nama. "Namun tidak
satupun nama sandi yang dapat menyejukkan dan mengamankan masyarakat," kata Abu
Tausi.
Malahan,
sebutnya, perempuan Aceh banyak yang jadi janda, anak-anak banyak yang yatim,
perampasan kerap terjadi, pemerkosaan, terjadi akibat dari operasi yang digelar
tersebut.
"Saya minta
kepada seluruh bangsa Aceh agar tidak terpancing dengan dan terpengaruh dengan
bujuk rayu dengan istilah operasi 'Cinta Meunasah' karena itu penipuan gaya
baru," himbau Abu Tausi.
Sedang mencari
Sedang Komandan operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Aceh Besar,
Ayah Muni yang ditanyai perihal ledakan bom di hampir seluruh penjuru kota Banda
Aceh dan letusan senjata api, Rabu malam tidak mau berkomentar
banyak.
"Saya belum
bisa menanggapi itu, sebab pihak kami sedang mencari siapa sebenarnya pelaku
peledakan bom dan yang terlibat tembak menembak," sebut Ayah Muni tadi
malam.
Menurut Ayah
Muni, pihak pimpinan AGAM/GAM Aceh Besar sampai kemarin petang terus
mengumpulkan data mengenai pelaku peristiwa yang meresahkan warga kota Rabu
malam itu. Dan, katanya, ia belum bisa memastikan apakah ada pasukan AGAM yang
terlibat. "Yang jelas di lokasi, seperti di jembatan Lamnyong di sana banyak
tampak pasukan keamanan dari unsur kepolisian," kata Ayah Muni.
(tim)
To Indek:
Danrem 011/Lilawangsa:
TNI Akan Menghormati JoU
Serambi-Lhokseumawe
TNI berjanji akan menghormati perjanjian jeda
kemanusiaan yang ditandatangani oleh wakil pemerintah RI dan GAM, di
Swiss.
"Pelaksanaan
jeda kemanusiaan hari ini, Jumat (2/6), secara efektif akan diberlakukan. Tetapi
eskalasi gangguan keamanan masih saja terjadi di Daerah Istimewa Aceh. Saya
banyak menerima laporan dari masyarakat bahwa mereka masih saja melakukan
pemerasan, perampokan, dan teror," tegas Kolonel Inf Syafnil Armen SH SIp MSc,
Kamis (1/6).
Bahkan,
katanya, aktivitas mereka bukan saja terhadap masyarakat sipil biasa, tetapi
juga terhadap aparat keamanan, baik yang masih aktif maupun sudah purnawirawan.
Seperti pada kasus penculikan dilanjutkan dengan pembunuhan terhadap Lotkol
(Purn) Sulaiman Ahmad, Kabiro Ketenagakerjaan PT KKA, penembakan terhadap
Danramil Samudera Aceh Utara Lettu Katimin, penggranatan terhadap instalasi
militer, penghadangan, dan yang terakhir terhadap anggota Babinsa Dim 0104 Aceh
Timur yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.
Lebih jauh Kolonel Syafnil
melukiskan tindakan yang tidak mencerminkan ketaatan dan penghormatan terhadap
jeda kemanusiaan (MoU) atas kejadian yang menimpa anggota Persit (isteri
tentara), yaitu seorang guru di sebuah SD di Lhokseumawe yang disandera dan
disakiti. "Saat ini masih dirawat di rumah sakit Kesrem Lhokseumawe akibat
mengalami luka dan tekanan mental," jelasnya.
Anehnya lagi, jelasnya, gerombolan yang tidak
bermoral tersebut tidak pernah mau mengakui perbuatannya. Namun demikian
sesungguhnya masyarakat telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dari
sekian peristiwa yang terjadi, gerombolan tersebut selalu mengatakan sebagai
tindakan balasan terhadap aparat keamanan terhadap masyarakat.
Aparat keamanan, kata Danrem, sudah
sejak dulu menghormati dan mendukung upaya-upaya penyelesaian masalah secara
damai seperti jeda kemanusiaan yang telah disepakati. Tapi moment seperti ini
dimanfaatkan pula oleh GBPK untuk konsolidasi antara lain dengan kegiatan yang
intinya provokasi, pengumpulan dana dengan menghalalkan segala cara dan berbagai
kegiatan yang meresahkan masyarakat. Oleh karena itu Kolonel Syafnil memohon
pada masyarakat untuk dapat membedakan aparat keamanan yang mendukung dan
menghormati jeda kemanusiaan dengan tugas pokok dari aparat
keamanan.
Tugas pokok
yang dimaksudkan oleh Danrem adalah dalam arti menindaklanjuti laporan
masyarakat yang telah dicek kebenarannya apabila terjadi pemerasan, perampokan,
penculikan, dan membawa serta menggunakan senjata api yang tidak sah demi satu
kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Karena kalau kita biarkan apa bedanya
aparat dengan para gerombolan tersebut, tegas Kolonel Syafnil
Armen.
Untuk itu
Danrem meminta kepada masyarakat untuk dapat memahami tugas dan fungsi aparat
keamanan yang bertugas secara resmi dan sah di Aceh. Selanjutnya juga meminta
kepada masyarakat agar tidak terpancing oleh provokasi dan propaganda dari
kelompok tertentu yang ingin menggunakan konflik di Aceh sebagai suatu
kesempatan mencari keuntungan, tegasnya. (tim)
To Indek:
Memasuki Jeda Kemanusiaan
Pak Syam Ajak Semua Komponen Sejukkan
Kondisi
Serambi-Banda
Aceh
Gubernur
Aceh Syamsuddin Mahmud mengajak seluruh komponen masyarakat termasuk TNI/Polri
dan GAM untuk saling membahu mengiringi proses jeda kemanusian sebagai titik
awal menyongsong Aceh baru bermartabat dan berkeadilan.
Hal itu disampaikan Gubernur kepada Serambi,
Kamis kemarin, sehubungan dengan kesepahaman jeda kemanusian yang mulai
dilaksanakan hari ini, Jumat (2/6).
"Hari ini merupakan hari yang paling historis
dan monomental bagi rakyat Aceh. Semoga Allah meridhai doa kita bersama untuk
memberikan kesejukan dan kedamaian dalam masyarakat," katanya.
Menurut Pak Syam, semua komponen
masyarakat harus ikut mensosialisasikan konsep jeda kemanusian dan sekaligus
menghormati kesepakatan yang telah 12 Mei 2000 di Swiss itu.
Untuk tercapainya kedamaian yang
didambakan seluruh masyarakat di daerah ini, diharapkan semua pihak dan komponen
masyarakat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif dan kekerasan baru
yang dapat menimbulkan korban-korban dari pihak sipil dan aparat.
Peristiwa hari ini, kata Pak Syam,
mengingatkannya kembali peristiwa tahun 1959 yang diwujudkan lewat "Ikrar
Lamteh" oleh Tgk Mohd Daud Beureuueh dan delegasi pemerintah RI yang merupakan
momentum awal terciptanya rekonsiliasi di Daerah Istimewa Aceh, akibat dari
konflik bersenjata yang terjadi waktu itu.
Peristiwa tahun 1959 itu hendaknya dapat
dijadikan proses perenungan bagi kita semua. Bagaimanapun keras dan tingginya
eskalasi konflik, ternyata musyawarah juga yang menjadi pilihan untuk
memepertemukan dan mempersatukan perbedaan pandangan.
"Saya harapkan, kesepakatan damai yang telah
ditandatangani 12 Mei 2000 tersebut, mampu memberikan energi dan semangat baru
memacu denyut nadi pembangunan di daerah, dan sekaligus mengakhiri ketegangan
yang telah berlangsung puluhan tahun dan telah banyak pula menimbulkan korban
jiwa dan harta benda," katanya.
Dampak dan ekses dari pemberlakuan DOM di
Aceh, telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap proses penataan dan
pembangunan supra dan infrastrutur di daerah ini. Baik itu berupa aspek ekonomi,
hukum, politik, keamanan, maupun sosial yang telah sangat mempengaruhi proses
penyelanaggaraan pembangunan di semua bidang.
Pasca DOM, kata Pak Syam, kita menghadapi
konflik baru dengan bentuk perlawanan-perlawanan yang mengarah pada proses dis-
integrasi bangsa. Akibatnya stiap hari kita menyaksikan jatuhnya korban jiwa,
baik dari rakyat sipil dan aparat yang jumlahnya mencapai ratusan orang
meninggal dunia, dan luka-luka, akibat penganiayaan maupun bias dari konflik
antara GAM dan TNI/Polri.
Di samping itu, ratusan bangunan, fasilitas pendidikan yang terbakar
termasuk puluhan gedung pemerintah yang semuanya mengalami kerugian milyaran
rupiah.
Makanya
melalui kesempatan yang paling bersejarah ini, Pak Syam atas nama Pemerintah
Daerah mengajak semua unsur masyarakat supaya benar-benar dapat memahami
sekaligus menghayati butir-butir jeda kemanusian yang telah disepakati itu untuk
dilaksanakan bersama- sama dengan penuh semangat baru, demi terwujudnya cinta
damai dan kembalinya harkat dan martabat rakyat Aceh. (kan)
To Indek:
Meneg HAM
Tak Ada Lagi Mitos "Kebal Hukum"
Serambi-Banda
Aceh
Meneg HAM DR
Hasballah M Saad menyatakan, peradilan koneksitas yang direkomendasi Komisi
independen pengusut tindak kekerasan di Aceh, telah mematahkan mitos bahwa ada
golongan yang tidak tersentuh hukum.
Hasil itu pula yang membuat komisi independen
lebih maju ketimbang proses hukum melalui KPP HAM yang ada di negeri ini.
Karena, KPP baru bisa bergerak pada tingkat merekomendasikan suatu
perkara.
Hal itu
dikatakannya, usai menandatangani kesepakatan kerjasama Meneg HAM dengan Forum
LSM Aceh, Kamis (1/6), di Hotel Sultan, Banda Aceh. Menurut Hasballah, peradilan
itu merupakan keberhasilan penyelesaian kasus pertama di Indonesia yang telah
mendapat kepastian hukum.
Ia mengakui, persidangan itu belum mampu memenuhi harapan masyarakat
Aceh. Namun, langkah itu dinilai sangat strategis dalam mematahkan sebuah mitos
bahwa ada golongan yang kebal hukum.
Model penyelesaian perkara seperti ini, kata
Hasballah, akan digulirkan lagi di masa mendatang. Kemungkinan, tugas seperti
ini juga akan dilakukan Forum LSM Aceh di masa mendatang.
Forum LSM Aceh, kata Hasballah,
terbatas pada tugas investigasi. Sedangkan tugas penyidikan akan ditangani
aparat penegak hukum yang dilakukan polisi atau kejaksaan.
Dengan demikian, Forum LSM Aceh
bertugas mengumpulkan data dan fakta sosial dari masyarakat. Tujuannya, untuk
membantu tugas penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Data itu, kata Hasballah M Saad,
tidak hanya terbatas pada kasus yang telah terjadi di masa lalu. Tapi juga
melakukan proses hukum pada kasus yang terjadi ke depan. Sebab, batas waktu
kerjasama antara Meneg HAM dan Forum LSM Aceh itu berlaku selama dua tahun,
sejak ditandatangani.
Dalam kesepakatan itu, Meneg HAM menunjuk Deputi Bidang Kerjasama Antar
Lembaga sebagai pelaksana. Sedangkan Forum LSM Aceh menunjuk presediumnya, Tgk
Anwar Yusuf.
Empat
Pilar
Dalam
melaksanakan kegiatan, Meneg HAM tidak mempunyai Kanwil di daerah. Untuk itu,
Meneg HAM akan membangun empat pilar di masing- masing daerah.
Pilar pertama, segera akan keluar
surat keputusan bersama tiga menteri (Meneg HAM, Mendagri, dan Meneg PAN) untuk
segera membangun Biro HAM di Setwilda tingkat I seluruh Indonesia. Biro ini akan
berfungsi sebagai cantolan kebijakan pemerintah pusat di tingkat
propinsi.
Pilar kedua
telah diusulkan agar di DPR juga ada sebuah komisi yang mengurusi tentang HAM.
Tujuannya, agar rakyat bisa mengadu ke komisi itu bila hak azasinya
dilanggar.
Pilar
ketiga dibangun di universitas terkemuka di daerah rawan HAM. Melalui lembaga
ini, akan dibangun pusat studi dan advokasi HAM. Modelnya seperti yang telah
dilaksanakan Unsyiah, sejak bulan lalu. Dimana, lembaga kampus ini bertugas
melakukan penelitian, pengembangan, dan advokasi tentang HAM. Sedangkan pilar
kerjasama yang keempat yaitu melalui NGO lokal.
Di samping itu, kata Hasballah, di tingkat
pusat akan ada kelompok kerja HAM nasional. Kelompok kerja ini anggotanya
terdiri dari belasan menteri negara dan instansi terkait. Kelompok ini akan
melaksanakan rencana aksi nasional HAM. Aksi ini direncanakan akan berlangsung
sampai tahun 2003.
Kemungkinan, kelompok kerja ini juga akan ada di tingkat propinsi. Forum
kelompok kerja ini akan melibatkan para Kakanwil dan instansi terkait.
Diantaranya Kajati, Kapolda, Ketua Pengadilan Tinggi, Kakanwil Diknas, Kakanwil
Kehakiman, dan Kakanwil Depag.(yed)
To Indek:
Aceh Pimpin Pawai Ta'aruf
Serambi-Palu
Kafilah Aceh memimpin di barisan
paling depan dalam pelaksanaan pawai ta'aruf, Kamis (1/6) pagi di Kota Palu,
Sulawesi Tengah, yaitu sehari sebelum berlangsung pelaksanaan MTQ Nasional XIX
yang dijadwalkan dibuka Presiden Gus Dur Jumat hari ini.
Di belakang kafilah Aceh baru kemudian
menyusul kafilah dari Bali, kafilah Bengkulu, dan kafilah dari propinsi lainnya.
Dalam pawai yang dilepas Dirjen Binmas Islam Depag, Aceh menampilkan berbagai
atraksi yang sangat menarik dan mendapat perhatian warga kota Bumi
Tadulako.
Sepanjang
jalan yang dilewati kafilah Aceh yang dipimpin Drs H Sofyan Muchtar (Asisten III
Setwilda Aceh) dan Kepala Perpustakaan Wilayah Sulawesi Tengah Drs Bahtiar Aziz
MM mendapat aplus yang luar biasa warga Palu yang berbaris rapi di sepanjang
jalan yang dilalui peserta pawai ta'aruf. Suara teriakan, Hidup Aceh, Hidup Aceh
terus bergema hingga pawai berakhir di Masjid Agung Palu.
Pawai ta'aruf yang yang berlangsung
sejak pagi hingga tengah hari Kamis kemarin diperkirakan melibatkan ribuan
massa, anggota kafilah, anak-sekolah, organisasi keagamaan dan organisasi
kepemudaan. Pawai yang dilepas di halaman Balaikota Palu itu berlangsung meriah
dan melewati sejumlah jalan-jalan utama di ibukota Sulawesi Tengah yang meliputi
Jln M Yamin, Juanda, Hatta, dan Jln Hasanuddin.
Dalam pawai ta'aruf, kafilah Aceh tampil
dengan melibatkan sekitar 40 kendaraan roda dua dan lima mobil hias yang
disumbangkan masyarakat Aceh yang bermukim di Palu dan sekitarnya.
Rencong berdarah
Dalam mobil hias Aceh yang
meliuk-meliuk di sepanjang jalan utama kota Palu, masyarakat bumi Tadulako
langsung tahu, bahwa kondisi keamanan di Aceh belum pulih. Hal ini terlihat di
mobil hias yang disiapkan masyarakat Aceh di Palu tergambar sebuah rencong Aceh
yang masih berlumuran darah.
Gambar rencong yang berlumuran darah itu terlihat jelas di sebuah mobil
hias yang secara pelan merangkak sepanjang kota Palu. Kecuali berhias rencong
berlumuran darah, sejumlah mobil hias lainnya memperlihatkan berbagai ciri khas
Aceh. Ada replika pesawat terbang yang pernah disumbangkan rakyat Aceh untuk
pemerintah Indonesia yang dalam keadaan sekarat di masa awal-awal kemerdekaan,
Dakota RI-001. Ada lonceng Cakradonya, sebuah lonceng yang menandakan pernah
terjalin kerajaan Aceh dengan kerajaan China, pintu Aceh, tugu Darussalam yang
kini menjadi sebuah lambang kemajuan bagi masyarakat Serambi Makkah, rumah Aceh,
dan penampilan dua pasangan pemuda berpakaian adat Aceh.
(sir)
To Indek:
PCC Soal Korban Tindak Kekerasan
"Sudah Jatuh Ketimpa Tangga"
Serambi-Banda
Aceh
People
Crisis Centre (PCC) Aceh meminta Pemerintah Daerah (negara) bertanggungjawab dan
secara serius memperhatikan para korban tindak kekerasan yang terjadi di Aceh.
Karena menurut PCC, hingga saat ini korban tindak kekerasan (oleh negara) tak
ubahnya peribahasa; "Sudah jatuh ketimpa tangga".
Dalam siaran pers yang diterima Serambi
kemarin, PCC Aceh mengatakan, nasib korban tindak kekerasan itu benar-benar
menderita. Kebanyakan mereka tidak bisa berobat secara baik karena keterbatas
ekomoni. Selain itu mereka tidak berani keluar rumah karena trauma. "Pemerintah
Daerah harus bertanggungjawab penuh terhadap penderitaan yang dialami para
korban," tegas pernyataan yang ditandatangani Health Division PCC Aceh, Yazir
Akramullah.
Tanggung
jawab negara tersebut, menurut PCC Aceh sesuai dengan maksud UU No 5 tahun 1998
tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atas penghukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dalam Pasal
14 (1) ditegaskan, negara harus menjamin agar dalam sistem hukumnya korban dari
suatu tindak penyiksaan bahwa korban dari suatu tindak penyiksaan memperoleh
ganti rugi dan mempunyai hak untuk mnedapatkan konpensasi yang adil dan layak,
termasuk rehabilitasi sepenuh mungkin.
Mengingat tindak kekerasan masih terus
terjadi di Aceh, PCC meminta Pemerintah Daerah melakukan beberapa hal, antara
lain mengintruksikan kepada pihak rumah sakit, terutama Puskesmas agar menangani
korban tindak kekerasan itu dengan serius tanpa memungut biaya.
Mengimbau kepada masyarakat agar
segera membawa korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh negara untuk
mendapatkan pelayanan medis. Pemda diharapkan agar lebih proaktif dalam
melakukan pemantauan dan pelayanan kepada masyarakat terutama masalah kesehatan
yang masih memprihatinkan.(n)
To Indek:
Ekses Pembakaran Rumah
Despot Panca Kubu Kosong
Serambi-Banda
Aceh
Desa
Potensial (Despot) Panca Kubu (eks UPT II Panca), Aceh Besar akhirnya
benar-benar kosong akibat ditinggalkan seluruh warganya menyusul terjadinya
serangkaian aksi pembakaran rumah oleh kelompok tak dikenal.
Menurut laporan yang diterima
Serambi kemarin, kosongnya desa tersebut menyusul berangkatnya empat kepala
keluarga (KK) yang terdiri 15 jiwa yang semula berusaha tetap bertahan untuk
menunggu panen jagung.
Keempat KK itu, sekitar pukul 11.00 kemarin tiba di "pemukiman" baru
yaitu Kanwil Deptrans Aceh untuk bergabung dengan rekan-rekan senasib yang sudah
lebih duluan mengungsi ke "kamp" di kawasan Geuceu Komplek, Banda Aceh
itu.
Salah seorang
dari empat KK yang tiba di Kanwil Deptrans Aceh ke- marin, yaitu Mingsun (50)
menuturkan, semula -- meski dicekam rasa takut luar biasa -- ia bersama tiga KK
lainnya berusaha bertahan karena menunggu panen jagung.
Tapi, menurut Mingsun, mereka akhirnya
menyerah. Karena pada Rabu sore (31/5), mereka didatangi tiga orang tak dikenal
yang membawa senjata tajam seperti golok, dan besi runcing.
Kelompok itu bertanya mengapa
mereka masih bertahan di Panca Kubu. Sedangkan warga lainnya sudah berangkat.
"Besok pagi kalian harus pergi semuanya dari sini," kata Mingsun mengutip
bentakan seorang anggota kelompok tak dikenal itu.
Masih menurut Mingsun, dengan bekal seadanya
pada pukul 09.00 kemarin berangkatlah mereka meninggalkan desa tempat mereka
melabuhkan hidup selama bertahun-tahun. Tanaman jagung yang hanya menunggu panen
seakan menangisi keberangkatan mereka. "Apa boleh buat. Dari pada nyawa kami
melayang, lebih baik pergi. Kini Despot Panca Kubu benar-benar kosong. Tak
seorang pun yang tersisa," kata seorang pengungsi lainnya.
Prihatin
Kondisi pengungsi asal Panca Kubu yang masih
bertahan di "kamp" Kanwil Deptrans Aceh terlihat sangat memprihatinkan. Akibat
sistem sanitasi yang kurang mendukung, sejumlah pengungsi mulai diserang
berbagai jenis penyakit. Pelayanan medis terhadap mereka dinilai masih sangat
minim.
Hingga
kemarin, jumlah pengungsi di Kanwil Deptrans Aceh mencapai 350-an jiwa atau
sekitar 62 KK. Mereka semua berasal dari kawasan Aceh Besar yaitu Despot Panca
Kubu, Leungah, dan Jalin.(n/i)
To Indek:
Hujan Peluru di Geudong
Serambi-Lhokseumawe
Hujan peluru terjadi di Geudong, ibukota
Kecamatan Samudera Aceh Utara, Rabu (31/5) siang. Akibatnya ratusan pedagang dan
warga yang sedang berbelanja di kota kerajaan Pase itu panik. Bahkan sebagian
warga terperangkap dalam toko karena takut kepada aparat keamanan yang melakukan
sweeping dalam kota itu.
Keterangan dihimpunkan Serambi di Geudong mengatakan, Setidaknya 20-an
aparat secara dadakan melakukan patroli sekaligus sweeping di berbagai lorong
kawasan kota. Seperti di Jalan ke kuburan Malikussaleh, jalan menuju ke Karieng,
jalan ke Adan, jalan ke Blang Me, dan jalan ke Teupin Beulangan.
Semua kendaraan yang lewat jalur
itu diperiksa kelengkapan surat sekaligus identitas pengandaranya. Bahkan
beberapa sepeda motor yang tidak ada kelengkapan ditangkap dan dibawa ke kantor
aparat. Bagi yang ada kelengkapan dilepaskan, tidak ada warga yang disakiti
dalam aksi sweeping itu, ungkap sumber warga di Kecamatan Samudera
kemarin.
Namun, kata
warga setempat, usai melaksanakan sweeping sekitar pukul 12.30 WIB, aparat
keamanan bubar dan sampai di depan kota Geudong mereka melepaskan tembakan ke
udara. Akibatnya aktifitas perdagangan lumpuh. Sekitar pukul 16.30 WIB kemarin,
aparat keamanan malah datang lebih banyak berkonvoi dengan sepeda motor, mereka
memblokir kawasan kota Geudong dan melepaskan tembakan beruntun ke udara,
sehingga membuat warga ketakutan.
Menurut warga Kecamatan Samudera, aksi
tembakan ke udara Rabu kemarin disinyalir ada hubungan dengan tewasnya Komandan
Koramil (Danramil) Samudera, Lettu Inf Katimin (44), Senin (29/5) yang ditembak
kelompok tak dikenal. Korban tewas berlumuran darah setelah ditembak
bertubi-tubi dua orang bersenjata pistol di sebuah toko usaha rental VCD di
Geudong. Setelah membunuh, pelaku merampas senjata api FN dan sepeda motor dinas
milik korbannya.
Saksi mata melukiskan, saat kejadian, ibukota bekas Kerajaan Pase itu
sedang ramai oleh masyarakat yang berbelanja berbagai kebutuhan. Suasana
mendadak panik menyusul terdengarnya empat letusan senjata api yang
masing-masing mengenai kening, pipi kanan, dada kiri, dan rusuk kanan Lettu
Katimin yang dikenal akrab dengan warga setempat.
Menyusul peristiwa itu, suasana tampak
mencekam. Apalagi, suara tembakan ke udara terdengar nyaris tanpa henti sejak
pukul 17.00 hingga 18.30 WIB. Tembakan seperti itu kembali terjadi Rabu kemarin,
malah suasana daerah itu seperti medan perang dan berbagai jalan diblokir
aparat, ujar warga Samudera.