Update: 05.00 Wib Jum'at,  2 Juni 2000

   Pemboman Medan Diduga TNI  Kasus pemboman beberapa gereja di Medan kini mulai terkuak menyusul keberhasilan pihak polisi "mengintip" jejak dua oknum TNI yang merupakan anggota Intel Kodimtabes Medan.

   Ribuan Warga Pidie Mengungsi   Sekitar 6.600 jiwa warga Ujongrimba Kecamatan Mutiara dan Beuraucan, Meureudu, Kabupaten Pidie, Kamis (1/6) bergerak meninggalkan rumahnya. Mereka bertahan dan mengungsi ke sejumlah masjid dan sekolah di pusat kecamatan. Para pengungsi mengaku takut setelah TNI melakukan operasi.

   Teuku Don Ditembak  Innalillahi wainnailaihi rajiun. Teuku Don Zulfahri, Sekretaris Jenderal Majelis Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM), sekitar pukul 15:00 waktu Kuala Lumpur atau 14:00 WIB hari Kamis (1/6), ditembak orang tak dikenal ketika dia sedang makan bersama dengan temannya di sebuah restoran di ibukota Malaysia.

   Gus Dur: Perdamaian akan Terbentuk di Aceh

   GAM: Mari Kita Sukseskan

   TNI Akan Menghormati JoU

   Pak Syam Ajak Semua Komponen Sejukkan Kondisi

   Tak Ada Lagi Mitos Kebal Hukum

  Aceh Pimpin Pawai Ta'aruf

   Sudah Jatuh Ketimpa Tangga

   Despot Panca Kubu Kosong

   Hujan Peluru di Geudong

   Dar, Der, Dor Jadi Simponi
 
  Gubernur Minta Kasus HPH PT Asdal Diusut
 

To Indek:


Dua Intel Ditahan
Pemboman Medan Diduga TNI

Serambi-Medan
Kasus pemboman beberapa gereja di Medan kini mulai terkuak menyusul keberhasilan pihak polisi "mengintip" jejak dua oknum TNI yang merupakan anggota Intel Kodimtabes Medan. Begitupun, Kamis tadi malam, masyarakat di Medan kembali menemukan sebuah bom yang belum sempat meledak.
Kedua oknum yang diperkirakan terlibat dalam kasus pemboman tersebut adalah Sertu Zainal dan Serma EF Duha. "Saat ini mereka sedang diperiksa dan akan diserahkan ke pihak Polisi Militer," kata Dandim 0201/BS, Letnan Kolonel M Hariyanto, Kamis kemarin.
Kendati kedua tersangka itu adalah anak buah langsung Hariyanto, namun pamen TNI-AD itu tetap akan meneruskan pemeriksaannya.
Keterlibatan kedua oknum TNI itu terungkap setelah pada hari Rabu (31/5), aparat kepolisian dari Poltabes Medan melakukan kejar-kejaran dengan pengendera mobil Toyota Crown di jalan raya sekitar pukul 14.30 WIB, selama satu jam lebih. Aparat dari Poltabes Medan terpaksa menghentikan pengejaran setelah mobil tersebut menghilang dan masuk ke sebuah kantor yang letaknya persis di samping Pengadilan Negeri Medan.
Bangunan yang ada di samping pengadilan itu, memang selama ini merupakan Markas Kodim 0201/BS atau lebih dikenal sebagai kantor Makodimtabes Medan.
Setelah aparat poltabes melaporkan kejadian ini kepada atasan mereka, terjadi kontak komunikasi antar-petinggi polisi dan TNI hingga ke Jakarta. Diketahui kemudian, mobil yang dipakai kedua pelaku adalah B 888 IM.
Namun setelah dihubungi pihak kepolisian di Jakarta, plat nomor polisi tersebut tidak terdaftar. Karenanya, dugaan aparat kepolisian di Medan bertambah kuat, dan nomor polisi tersebut adalah palsu. Setelah diselidiki, ternyata mobil tersebut biasanya digunakan Sertu Zainal.
Semula aparat Poltabes Medan sudah curiga dengan dua mobil B 888 IM dan BK 691 LA yang terlihat sedang memindahkan dua buah benda jenis granat dari sedan Toyota Crown B 888 IM ke mobil Taft BK 691 LA, tepatnya di depan pintu tol Belmera Bandar Selamat Ujung Medan.
Kecurigaan dengan mobil Toyota Crown B 888 IM itu, setelah pihak intel Poltabes Medan menerima informasi dari masyarakat di sekitar Restoran Miramar, tempat bom ke-empat meledak pada Senin (29/5) lalu.
Sedikitnya, sembilan saksi mengatakan, pada Senin (29/5) lalu sekitar pukul 04.00 WIB dinihari, mereka melihat mobil Toyota Crown B 888 IM itu beberapa kali melintas di depan restoran Miramar, dan tak lama kemudian, bom itu pun meledak di depan restoran tersebut. Kini kedua mobil yang diduga dijadikan sebagai alat mengangkut bahan peledak itu sudah disita untuk dijadikan barang bukti, dan POM masih meminta keterangan para saksi, termasuk kedua tersangka.
Seorang penduduk Medan, Zaenal Arifin yang ditanya wartawan mengenai penangkapan dua oknum militer sebagai orang yang terlibat pemboman di Medan, hanya menjawab ringan saja. Ia mengaku tak ambil pusing akan peristiwa tersebut. Karena, katanya, mendengar adanya bom meledak di Medan, nalurinya sudah menduga kalau itu kemungkinan besar pelakunya oknum aparat.
"Tak mungkin pelakunya sipil. Yang mampu secara profesional merakit bom, kami masyarakat awam sudah feeling sebelumnya, tapi karena menyangkut aparat, lebih baik kami diam, ketimbang kami berurusan dengan mereka," kata Zaenal sinis.
Diledakkan
Sementara itu, dilaporkan, sekitar pukul 20.00 Kamis tadi malam, warga di Jalan Asia Medan menemukan sebuah koper mencurigakan. Koper merk Echolac berwarna coklat ini ternyata kemudian diketahui memang berisi bahan peledak.
Sumber Serambi menginformasikan, setelah penemuan koper itu, warga segera menghubungi tim bahan peledak (Handak) Polda Medan. Polisi kemudian menjinakkan bom tersebut. Setelah meletakkan bom tersebut ke sebuah tempat khusus, pihak polisi lalu meledakkannya pada sekitar pukul 22.00 WIB tadi malam.
Suara dentuman bom yang diledakkan ini dilaporkan lumayan dahsyat sehingga mengejutkan warga kota dalam radius beberapa ratus meter. Begitupun, hingga tadi malam, Serambi belum memperoleh keterangan resmi dari pihak kepolisian tentang penemuan dan peledakan bom di Jalan Asia tadi malam itu. (lau)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

TNI Lancarkan Operasi
Ribuan Warga Pidie Mengungsi

Serambi-Sigli
Sekitar 6.600 jiwa warga Ujongrimba Kecamatan Mutiara dan Beuraucan, Meureudu, Kabupaten Pidie, Kamis (1/6) bergerak meninggalkan rumahnya. Mereka bertahan dan mengungsi ke sejumlah masjid dan sekolah di pusat kecamatan. Para pengungsi mengaku takut setelah TNI melakukan operasi.
Sejak pagi, dengan mengendarai sepeda motor, pikup, atau bahkan berjalan kaki, ribuan masyarakat yang pada umumnya berdomisili di daerah pinggiran, pergi mencari tempat lebih aman. Sejumlah warga tampak tergopoh-gopoh meninggalkan desanya.
Pantauan Serambi hingga tadi malam, komplek Masjid Abu Beureueh dipadati sekitar 2.000 jiwa pengungsi lebih, berasal dari Desa Rinti, Didoh, Kulam Ara, Blangong Basah, dan Barieh. Seluruhnya warga Kemukiman Ujongrimba Kecamatan Mutiara, berjarak sekitar 10 kilometer dengan Kota Beureunuen. "Kami sangat takut," kata Tiaman (45) warga Kulam Ara.
Kepada Serambi para pengungsi mengaku sangat takut, karena aparat dari TNI melancarkan operasi ke wilayah mereka. Karena takut terjadinya sesuatu terhadap rakyat, maka mereka memilih lebih baik mengungsi ke tampat yang lebih aman. "Semua warga takut dan trauma dengan pengalaman masa lalu," kata Kades Rinti, Abdul Muthaleb.
Apalagi, katanya, pada malam itu sepasukan TNI menginap di desa mereka. Karena tak ingin mengambil resiko, masyarakat memilih pergi.
Para pengungsi mengatakan, semenjak mereka melakukan aksi eksodus tidak ada masyarakat yang disakiti aparat. "Kami lebih baik menghindar," kata salah seorang warga lainnya.
Sedangkan pengungsi yang bertahan di Masjid Beuracan dan SDN Beuracan Kecamatan Meureudu, berasal dari Desa Lampoh Lada, Mulieng, Rumpun, Dayah Tuha, Kulam, Rambong, Grong-Grong, dan Buloh (Trienggadeng). Jumlah pengungsi dari delapan desa seluruhnya adalah sekitar 4.000 jiwa.
Alasan pengungsi asal Meureudu juga karena adanya operasi yang dilancarkan TNI. Mereka mengaku melihat banyak tentera di wilayah perkampungan tempat mereka tinggal. "Masyarakat masih sangat trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu," kata Kades Dayah Tuha, M Yusuf.
Pengungsi mengatakan, sejak dua hari lalu aparat dari kesatuan TNI sudah mulai melakukan operasi di berbagai kecamatan. Dengan berjalan kaki mereka menuju beberapa kawasan di Kecamatan Mutiara, Tiro, Bandar Baru, Glumpangtiga, Trienggadeng, dan Meureudu. Karena itu, masyarakat terpaksa menghindar dan memilih untuk mengungsi.
Patroli Rutin
Terkait dengan hal itu, pimpinan Polri di Pidie selaku pengendali operasi, mengakui adanya aktivitas anggota TNI di sejumlah titik. "Itu bukan operasi, tapi patroli rutin sebagaimana biasanya," jelas Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin.
Mereka itu, kata Bagus, merupakan anggota TNI dari Batalyon terlatih dan tergolong profesional. Karena itu, dalam setiap patroli yang dilancarkan, tidak akan ada masyarakat yang diganggu dan merasa terganggu. Karena, patroli itu merupakan kegiatan polisionil. Selain lebih melihat hukum juga tujuannya untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat.
Patroli rutin itu, menurut Bagus, hanya melakukan kegiatan supaya aparat tidak hanya duduk saja. Namun, selama melancarkan patroli, bila mendapatkan orang yang melanggar hukum tetap juga ditangkap. Misalnya, melihat sipil bersenjata dan pelanggaran hukum dalam bentuk lainnya. "Kalau ini tetap ditindak," tegas Bagus.
Karena hanya melakukan patroli rutin, papar Bagus, maka masyarakat tidak perlu takut dan sampai melakukan aksi mengungsi. Sebab, aparat TNI yang melancarkan patroli tidak akan menyakiti rakyat. "Saya imbau lebih baik pulang saja, karena rakyat juga yang menanggung ruginya," kata Bagus.
Apalagi, kata Bagus, semua pasukan TNI yang melakukan patroli agak ke pinggir kini sudah diperintahkan untuk segera ditarik. Kemungkinan ada pihak tertentu yang merasa risih apabila TNI melakukan patroli agak ke pinggir gunung. "Saya sudah perintahkan Dan Yon supaya menarik semua pasukan dan melakukan patroli di kawasan desa saja," kata Bagus.
Kapolres Bagus melihat aksi eksodus yang dilancarkan ribuan masyarakat tak lepas dari adanya pihak tertentu yang melakukan rekayasa. Apalagi dalam patroli tersebut aparat TNI menemukan sebuah markas di kawasan Desa Rinti Ujongrimba. Dan, aparat menduga itu adalah markasnya GAM.
Begitu pun, Bagus mengaku ada dua sepeda motor milik warga di Masjid Abu Beureueh yang diambil aparat. Tapi, aparat akan tetap memberikan kembali kepada siapa saja pemiliknya dengan catatan harus menunjukkan surat lengkap. "Bisa saja sepeda motor itu dicurigai, kalau lengkap surat saya rasa tidak ada masalah," katanya.(tun/ag)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Teuku Don Ditembak

Serambi-Banda Aceh
Innalillahi wainnailaihi rajiun. Teuku Don Zulfahri, Sekretaris Jenderal Majelis Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM), sekitar pukul 15:00 waktu Kuala Lumpur atau 14:00 WIB hari Kamis (1/6), ditembak orang tak dikenal ketika dia sedang makan bersama dengan temannya di sebuah restoran di ibukota Malaysia.
Istri Teuku Don, Putri Mei Abdullah, saat dihubungi Serambi melalui saluran langsung internasional (SLJ), tadi malam, mengatakan bahwa jenazah korban masih berada di sebuah rumah sakit Kuala Lumpur dan belum dibawa pulang ke rumah duka.
Dengan suara terbata-bata dan berusaha menahan tangis, Putri Mei menyebutkan, "sekarang saya tidak punya apa-apa lagi. Tolonglah. Informasikan pada rakyat Aceh bahwa Habib Adam (panggilan Teuku Don di Malaysia, red) sudah tidak ada lagi. Kenapa orang itu tega membunuhnya."
Menurut Putri, suaminya menghembus nafas terakhir di rumah sakit. Tapi, dia tidak mau menyebutkan nama rumah sakit tersebut. "Besok (hari ini, red) saya akan mengurus jenazahnya. Saya belum melihat lagi jenazahnya. Jadi saya tidak tahu dimana dia kena tembak," tutur Putri dengan logat Malaysia.
Dijelaskan, Teuku Don sedang makan bersama rekannya di sebuah restoran Kuala Lumpur. "Lalu, orang bersenjata langsung menembak Habib. Sedangkan teman makan Habib tidak terkena tembakan. Saya tidak tahu siapa pelakunya," kata Putri sambil menangis.
Melalui Serambi, dia mengharapkan rakyat Aceh dapat mendoakan Teuku Don agar diterima di sisi Allah. "Apalagi dia pergi (untuk selama- lamanya) ketika rencana kesepakatan Jeda Kemanusiaan antara pemerintah Indonesia dan GAM akan diimplementasikan," katanya tentang efektifnya perjanjian yang ditandatangani di Swiss, pada 12 Mei lalu mulai hari ini.
Dalam suatu wawancara khusus dengan kantor berita asing, Mei lalu, Teuku Don pernah mengatakan, dia ingin melihat Aceh merdeka pada akhir tahun 2004. Namun, Allah ternyata berkehendak lain. "Kendati ada perbedaan antara pimpinan GAM, saya mendukung kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan GAM di Jenewa," katanya kepada Reuters.
Profil
Suara Teuku Don selama ini sering didengar di radio dan televisi. Bahkan, pernyataan-pernyataannya kerap muncul di berbagai media cetak. Lebih menarik lagi, di kalangan GAM, ia "dicap" sebagai "kaki tangan" pemerintah RI atau bekerja untuk militer Indonesia. Teuku Don dalam berbagai kesempatan pembicaraan dengan Serambi via telepon mengakui adanya tuduhan itu. Bahkan ia pun menyadari dirinya kurang disukai di kalangan GAM yang ada di Aceh. Karena itu, Serambi berkali-kali "merayunya" untuk bersedia dimuat foto dan profil singkat pribadinya. Awalnya ia menolak, tapi akhirnya bersedia. Dan, inilah Teuku Don yang bercerita sendiri tentang dirinya dalam email yang dikirim kepada Serambi beberapa waktu lalu.
Ketika redaksi Serambi meminta saya memaparkan kisah pribadi, langsung saja saya bingung. Soalnya, saya tak biasa memperkenalkan diri sendiri kepada publik. Apalagi saya pribadi tak punya cita-cita menjadi pemimpin atau tokoh.
Cuma, saya terpancing dengan tuduhan-tuduhan liar pihak-pihak tertentu yang menuding saya ini sebagai intelijen Indonesia serta pengakuan anggota GAM di lapangan yang tak pernah kenal dengan saya. Makanya, saya memenuhi kehendak Serambi. Bagi saya, ini merupakan peluang untuk menjelaskan kepada rakyat Aceh bahwa tudingan liar itu adalah salah.
Kemunculan saya dalam GAM memang memeranjatkan banyak pihak. Malah Pak Syamsuddin Mahmud (Gubernur Aceh, red) sendiri terperanjat ketika mendapat kabar bahwa saya sudah menjadi Sekjen MP GAM.
Kawan-kawan saya, pada awalnya semua tidak percaya. Tetapi sekarang, saya pikir, mereka sudah seharusnya menerima hakikat yang sesungguhnya dan kebanyakan mereka mendukung saya sejauh perjuangan saya untuk kepentingan bangsa Aceh, kata mereka.
Terlibat dengan GAM
Pada 7 Februari 1999 siang saya ditelepon seorang sahabat yang juga pengusaha seperti saya. Katanya, ada beberapa anggota GAM angkatan I lepasan Libya ingin bertemu. Walaupun saya tidak menolak, tapi dalam hati saya bertanya, "Apa gerangan yang mereka inginkan dari saya?"
Soalnya sudah hampir 20 tahun bermukim di Malaysia, baru kali ini ada anggota GAM ingin bertemu saya. Sebenarnya, saya tak dekat dengan GAM sejak awal. Mereka pun tak pernah mengajak saya untuk bergabung. Malah ramai yang melarang. Saya juga punya kehidupan tersendiri yang berasingan dengan orang-orang Aceh lain yang kebanyakannya berpusat di Chow Kit, Kuala Lumpur.
Singkat cerita, malamnya saya datang bertemu mereka di sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Kuala Lumpur. Sahabat saya rupanya sudah mem-booking satu meja besar khusus untuk kami bisa makan malam bersama. Kebanyakan yang hadir terdiri dari adik-adik saya dalam dunia dagang dan saya kenal mereka sebagai pedagang rokok, pedagang kelontong, dan sebagainya. Sebelum ini saya tak tahu mereka adalah anggota GAM lepasan Libya angkatan I, walaupun ada yang kenal baik dengan saya, tetapi mereka tak pernah bercerita tentang GAM kepada saya.
Berawal dari pertemuan itulah saya terlibat GAM. Berlanjut lagi dengan pertemuan-pertamuan sampai akhirnya saya dipercayakan sebagai Sekjen MP GAM.
Maka, bermulalah satu episode baru dalam kehidupan saya dengan tugas dan tanggung jawab yang mahabesar serta berbagai larangan yang wajib saya patuhi. Yang paling menyusahkan saya adalah semenjak itu saya tak bisa lagi menginjakkan kaki ke Medan, Jakarta, maupun Aceh seperti biasa. Kalau sebelumnya hampir setiap minggu saya berkunjung ke Jakarta atau Medan dan hampir setiap bulan saya pulang ke Langsa atau Banda Aceh, maka sekarang saya sudah kehilangan semua "kemewahan" tersebut. Tentunya saya sedih dan merasa sangat terikat, malah sekarang ini saya menjadi buruan TNI ke mana saja saya pergi.
Di Malaysia sendiri terpaksa saya bersembunyi dan tidak bisa bergerak terlalu bebas. Untung saja saya punya banyak kawan di Malaysia, kalau tidak tentunya saya sudah dibungkus TNI dan dibawa pulang ke kandang mereka.
Kesimpulannya, keterlibatan saya dalam GAM buka sesuatu yang saya rencanakan. Keterlibatan saya dalam GAM bukan karena saya suka-suka sendiri. Keterlibatan saya dalam GAM hanya bermula pada awal tahun 1999, makanya ramai anggota GAM yang sekarang ini berada di lapangan tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan saya.
Istri dan anak-anak
Cerita tentang istri dan anak-anak ini, kalau saya paparkan dari pertama hingga akhir bisa mengejutkan Anda semua dan akan memakan kertas dan tinta yang banyak. Namun, dari tiga orang istri yang saya miliki sekarang, bisa saya katakan yang paling setia dan mendukung saya setiap saat adalah istri yang keturunan Cina. Kita hidup ini tak perlu hipokrit, tak perlu bersembunyi dan berlindung di sebalik yang baik-baik saja.
Walau bagaimanapun, yang paling menggembirakan saya adalah ketiga istri saya menjalin hubungan erat antara satu sama lain. Mereka tak pernah bertengkar dan tak bermusuhan. Insya Allah, kalau Aceh sudah merdeka nanti saya akan cari istri yang keempat di Bumi Aceh, itu pun kalau sempat dan diizinkan Allah.
Sewaktu kecil
Saya dilahirkan dalam keluarga berada dan zaman kanak-kanak saya penuh kemanjaan dengan Abu Syik dan Nek. Sebagai cucu pertama dari keluarga seorang ketua kampung dan hartawan lokal, tentunya saya mendapat perhatian penuh dari sekeliling, baik dari saudara maupun masyarakat setempat. Terlalu panjang dan akan memakan kertas yang banyak kalau saya beberkan kesemuanya kehidupan masa kecil saya. Singkatnya, saya mulai pendidikan di MIN, kelas tiga saya pindah ke SD. SMP saya di Aceh. Naik kelas dua SMA saya pindah ke Medan. Tamat SMA, saya ke Amerika. Pulang dari Amerika saya langsung menetap di Malaysia. Sejak di bangku MIN hingga SMA sewaktu di Aceh saya manyandang juara kelas dan sekolah.
Pulang ke Aceh
Pada 3 November 1996, saya mendarat untuk pertama kali di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh setelah merantau meninggalkan Aceh selama 16 tahun. Kepulangan saya ke Aceh sebagai pengusaha/investor atas undangan BKPMD Aceh yang kebetulan rekan sekelas saya di SMP yang kini menjadi pegawai. Saya bertemu kembali dengan rekan ini sewaktu Pemda Aceh menggelar pameran dagang di Kuala Lumpur pada medio tahun 1996. Dari sinilah bermulanya kembali hubungan saya dengan bumi tumpah darah saya, sehingga saya menjalin persahabatan dengan kebanyakan birkokrat dan pengusaha Aceh, sehingga saya mendapat jalur hubungan dagang dengan keluarga Cendana sebelum tumbangnya mereka.
Berbagai program investasi saya bawa pulang ke Aceh, sehingga runtuhnya ekonomi Indonesia pada tahun 1998, semuanya terhenti. Alhamdulilllah, selama saya berbakti membawa investasi ke Aceh, umumnya semua pihak memberi kerjasama yang memuaskan tanpa perlu saya sogok (tanpa KKN). Saya pulang ke Aceh dengan cara saya, dengan budaya saya yang berlawanan dengan budaya RI, tetapi rakyat Aceh bisa menerimanya dan malahan menghargainya. Saya sangat bangga dilahirkan sebagai orang Aceh.(tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gus Dur: Perdamaian akan Terbentuk di Aceh

Serambi-Jakarta
Presiden KH Abdurrahman "Gus Dur" Wahid menyakinkan bahwa Jeda Kemanusiaan yang disepakati antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di Jenewa pada 12 Mei lalu, akan menghadirkan perdamaian di bumi Serambi Mekkah.
"Saya yakin sepenuhnya bahwa dengan adanya jeda kemanusiaan ini, maka perdamaian akan terbentuk di Aceh. Dan melalui perdamaian itu pulalah, kita akan memulai upaya memakmurkan Aceh," kata Gus Dur dalam pidato menyongsong pelaksanaan Jeda Kemanusiaan yang mulai efektif berlaku hari Jumat ini (2/6). Pidato kepala negara disiarkan TVRI dan RRI di Jakarta, tadi malam.
Gus Dur, yang berpidato pelan-pelan dan terkesan sangat hati-hati, mengatakan bahwa sesuai hasil penandatanganan dokumen bersama di Jenewa antara kepala perwakilan Indonesia Hassan Wirayuda dan wakil dari Teungku Hasan Tiro, Dr Zaini, maka mulai hari ini akan dimulai jeda kemanusiaan di Aceh.
Presiden mengharapkan, dengan jeda kemanusiaan, akan dimulai suatu babak baru dalam kehidupan rakyat di Tanah Rencong. "Babak baru karena kita akan mengalami masa perdamaian. Kita nantinya akan mencapai Aceh baru yang benar-benar maju dalam pembangunan, tapi berjiwa keagamaan yang kita kenal selama ini," katanya.
Menurut Presiden, banyak orang menganggap jeda kemanusiaan adalah sebuah terobosan. "Kita berharap mudah-mudahan demikianlah adanya. Dengan kata lain, babak baru dalam kehidupan orang Tanah Rencong. Karena Aceh adalah tempat yang di samping menawan secara fisik, juga mengandung kekayaan alam melimpah-limpah dan memiliki manusia yang mempunyai daya hidup tinggi," ujar Gus Dur.
Dikatakannya bahwa Aceh adalah penyumbang terbesar bagi kemerdekaan di saat permulaan. Contohnya adalah pembelian pesawat Seulawah. Pesawat itu kita gunakan untuk kepentingan kemanusiaan dan untuk tujuan diplomatik, katanya. Di Aceh pula, kita mencatat masuknya Islam yang pertama.
"Di Aceh pulalah kita melihat bahwa terkadang aspirasi yang benar dari masyarakat terpaksa dituangkan dalam bentuk tindak kekerasan. Adakalanya itu berujung baik, yaitu ketika terjadi peristiwa Darul Islam oleh Daud Beureueh dimana akhirnya Presiden Soekarno menyetujui adanya sebuah propinsi Aceh yang berdiri sendiri, serta memiliki keistimewaan-keistimewaannya," kata Gus DUr.
Tapi setelah itu, tambahnya, kita lihat bagaimana kesulitan rakyat Aceh dengan adanya Daerah Operasi Militer (DOM) dan sebagainya. "Ribuan janda, ribuan anak-anak jadi terlantar, ribuan pula yang meninggal sebagai akibat dari hal ini," tandas Presiden.
Orang-orang Aceh banyak menjadi korban. "Karena itu tidak usah heran jika rasa tidak puas rakyat Aceh menjadi sangat besar. Ketika semua itu dituangkan dalam bentuk tindak kekerasan, segera hal itu digunakan oleh orang untuk menimbulkan hal yang tidak-tidak tentang masyarakat Aceh," katanya.
"Alhamdulillah, masa itu sudah kita lampaui. Kita telah sampai kepada tahap baru dalam kehidupan rakyat Aceh, yaitu bahwa dengan tekad bersandar kepada negara kesatuan Republik Indonesia mengikuti Undang-undang No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang memiliki keuangannya sendiri serta sumber-sumbernya sendiri, maka kita bisa melihat di masa depan pemerintah akan mendorong munculnya investasi secara besar-besaran di tanah Rencong."
Menurut Presiden, hal itu akan menimbulkan lebih banyak perubahan. Tapi Gus Dur yakin bahwa rakyat Aceh akan mampu menjawab tantangan- tantangan yang dihadapi. Karena setiap kemajuan tentu menimbulkan tantangan-tantangan. (nuh)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

GAM: Mari Kita Sukseskan

Serambi-Banda Aceh
Juru bicara Angkatan Gerakan Aceh Merdeka, Tgk Ismail Syahputra, mengimbau semua bangsa Aceh untuk bersama-sama mensukseskan dan menghormati jeda kemanusiaan yang mulai berlaku pukul 00.00 WIB tadi malam.
"Semua kita tengah berusaha untuk mengurangai kekerasan dan menghilangkan kekerasan di Aceh. Semua orang Aceh perlu kedamaian," kata Ismail Syahputra melelui telepon, Kamis tadi malam.
Ia berharap kepada semua pihak untuk bekerja sama guna menyukseskan penyaluran bantuan bangsa asing kepada rakyat Aceh, selama jeda kemanusiaan.
Kepada pemerintah, TNI dan polisi, ia mengharapkan supaya jangan melakukan kekerasan di Aceh selama berlangsungnya jeda kemanusiaan. "Mulai besok (hari ini --- red) TNI dan Polri jangan lagi masuk kampung dan mengejar orang-orang GAM," ujar Ismail.
Pada bagian lain keterangannya, Ismail Syahputra membantah keras sebuah berita yang disiarkan sebuah stasiun televisi swasta memberitakan bahwa ledakan bom di seantero kota Banda Aceh dan Aceh Besar, Rabu malam, adalah kerjaan orang-orang GAM.
"Dengan berat hati, saya bertanya kepada RCTI langsung menyiarkan berita itu, tanpa mau mengonfirmasi dengan pihak kami (GAM), itu kan tidak profesional namanya," kata Ismail Syahputra.
Berkenaan dengan pernyataan Danrem-011/Lilawangsa Kolonel Syafnil Armen bahwa GAM masih melakukan kekerasan di Aceh, menurut Ismail, itu adalah pernyataan bohong dan bertolak belakang dengan kenyataan.
"Siapa yang masuk ke kampung-kempung di Kecamatan Ulim, Meureudu, Bandardua, Trienggadeng di Pidie dan melakukan sweeping masyarakat, GAM atau TNI?" tanya Ismail Syahputra dengan nada tinggi.
Berkaitan mulai berlakunya jeda kemanusiaan, ia mengutuk keras tindakan-tindakan sweeping yang hingga kemarin masih dilakukan di Pidie dan Aceh Timur. "Dengan mengangkat 10 jari ke atas saya harap pihak Indonesia menghormati sepenuhnya perjanjian yang telah ditandatangani Perwakilan Indonesia dan Perwakilan GAM, di Swiss 12 Mei lalu," pinta Ismail Syahputra.
Pesimis Cinta Meunasah
Sementara siaran pers yang dikirim Biro Penerangan GAM Wilayah Meureuhom Daya mengingatkan bahwa operasi yang diberi nama "Operasi Cinta Meunasah" tidak akan terwujud. "Operasi 'Cinta Meunasah' dikiranya cukup menarik padahal Bangsa Aceh tidak mau lagi mendengar dan mengikutinya," kata Abu Tausi, juru bicara wilayah Meureuhom Daya.
Menurut Abu Tausi, semenjak digelar operasi militer di Aceh oleh TNI/Polri dari masa DOM hingga sekarang puluhan sandi diberi nama. "Namun tidak satupun nama sandi yang dapat menyejukkan dan mengamankan masyarakat," kata Abu Tausi.
Malahan, sebutnya, perempuan Aceh banyak yang jadi janda, anak-anak banyak yang yatim, perampasan kerap terjadi, pemerkosaan, terjadi akibat dari operasi yang digelar tersebut.
"Saya minta kepada seluruh bangsa Aceh agar tidak terpancing dengan dan terpengaruh dengan bujuk rayu dengan istilah operasi 'Cinta Meunasah' karena itu penipuan gaya baru," himbau Abu Tausi.
Sedang mencari
Sedang Komandan operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Aceh Besar, Ayah Muni yang ditanyai perihal ledakan bom di hampir seluruh penjuru kota Banda Aceh dan letusan senjata api, Rabu malam tidak mau berkomentar banyak.
"Saya belum bisa menanggapi itu, sebab pihak kami sedang mencari siapa sebenarnya pelaku peledakan bom dan yang terlibat tembak menembak," sebut Ayah Muni tadi malam.
Menurut Ayah Muni, pihak pimpinan AGAM/GAM Aceh Besar sampai kemarin petang terus mengumpulkan data mengenai pelaku peristiwa yang meresahkan warga kota Rabu malam itu. Dan, katanya, ia belum bisa memastikan apakah ada pasukan AGAM yang terlibat. "Yang jelas di lokasi, seperti di jembatan Lamnyong di sana banyak tampak pasukan keamanan dari unsur kepolisian," kata Ayah Muni. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Danrem 011/Lilawangsa:
TNI Akan Menghormati JoU

Serambi-Lhokseumawe
TNI berjanji akan menghormati perjanjian jeda kemanusiaan yang ditandatangani oleh wakil pemerintah RI dan GAM, di Swiss.
"Pelaksanaan jeda kemanusiaan hari ini, Jumat (2/6), secara efektif akan diberlakukan. Tetapi eskalasi gangguan keamanan masih saja terjadi di Daerah Istimewa Aceh. Saya banyak menerima laporan dari masyarakat bahwa mereka masih saja melakukan pemerasan, perampokan, dan teror," tegas Kolonel Inf Syafnil Armen SH SIp MSc, Kamis (1/6).
Bahkan, katanya, aktivitas mereka bukan saja terhadap masyarakat sipil biasa, tetapi juga terhadap aparat keamanan, baik yang masih aktif maupun sudah purnawirawan. Seperti pada kasus penculikan dilanjutkan dengan pembunuhan terhadap Lotkol (Purn) Sulaiman Ahmad, Kabiro Ketenagakerjaan PT KKA, penembakan terhadap Danramil Samudera Aceh Utara Lettu Katimin, penggranatan terhadap instalasi militer, penghadangan, dan yang terakhir terhadap anggota Babinsa Dim 0104 Aceh Timur yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.
Lebih jauh Kolonel Syafnil melukiskan tindakan yang tidak mencerminkan ketaatan dan penghormatan terhadap jeda kemanusiaan (MoU) atas kejadian yang menimpa anggota Persit (isteri tentara), yaitu seorang guru di sebuah SD di Lhokseumawe yang disandera dan disakiti. "Saat ini masih dirawat di rumah sakit Kesrem Lhokseumawe akibat mengalami luka dan tekanan mental," jelasnya.
Anehnya lagi, jelasnya, gerombolan yang tidak bermoral tersebut tidak pernah mau mengakui perbuatannya. Namun demikian sesungguhnya masyarakat telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dari sekian peristiwa yang terjadi, gerombolan tersebut selalu mengatakan sebagai tindakan balasan terhadap aparat keamanan terhadap masyarakat.
Aparat keamanan, kata Danrem, sudah sejak dulu menghormati dan mendukung upaya-upaya penyelesaian masalah secara damai seperti jeda kemanusiaan yang telah disepakati. Tapi moment seperti ini dimanfaatkan pula oleh GBPK untuk konsolidasi antara lain dengan kegiatan yang intinya provokasi, pengumpulan dana dengan menghalalkan segala cara dan berbagai kegiatan yang meresahkan masyarakat. Oleh karena itu Kolonel Syafnil memohon pada masyarakat untuk dapat membedakan aparat keamanan yang mendukung dan menghormati jeda kemanusiaan dengan tugas pokok dari aparat keamanan.
Tugas pokok yang dimaksudkan oleh Danrem adalah dalam arti menindaklanjuti laporan masyarakat yang telah dicek kebenarannya apabila terjadi pemerasan, perampokan, penculikan, dan membawa serta menggunakan senjata api yang tidak sah demi satu kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Karena kalau kita biarkan apa bedanya aparat dengan para gerombolan tersebut, tegas Kolonel Syafnil Armen.
Untuk itu Danrem meminta kepada masyarakat untuk dapat memahami tugas dan fungsi aparat keamanan yang bertugas secara resmi dan sah di Aceh. Selanjutnya juga meminta kepada masyarakat agar tidak terpancing oleh provokasi dan propaganda dari kelompok tertentu yang ingin menggunakan konflik di Aceh sebagai suatu kesempatan mencari keuntungan, tegasnya. (tim)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Memasuki Jeda Kemanusiaan
Pak Syam Ajak Semua Komponen Sejukkan Kondisi

Serambi-Banda Aceh
Gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud mengajak seluruh komponen masyarakat termasuk TNI/Polri dan GAM untuk saling membahu mengiringi proses jeda kemanusian sebagai titik awal menyongsong Aceh baru bermartabat dan berkeadilan.
Hal itu disampaikan Gubernur kepada Serambi, Kamis kemarin, sehubungan dengan kesepahaman jeda kemanusian yang mulai dilaksanakan hari ini, Jumat (2/6).
"Hari ini merupakan hari yang paling historis dan monomental bagi rakyat Aceh. Semoga Allah meridhai doa kita bersama untuk memberikan kesejukan dan kedamaian dalam masyarakat," katanya.
Menurut Pak Syam, semua komponen masyarakat harus ikut mensosialisasikan konsep jeda kemanusian dan sekaligus menghormati kesepakatan yang telah 12 Mei 2000 di Swiss itu.
Untuk tercapainya kedamaian yang didambakan seluruh masyarakat di daerah ini, diharapkan semua pihak dan komponen masyarakat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif dan kekerasan baru yang dapat menimbulkan korban-korban dari pihak sipil dan aparat.
Peristiwa hari ini, kata Pak Syam, mengingatkannya kembali peristiwa tahun 1959 yang diwujudkan lewat "Ikrar Lamteh" oleh Tgk Mohd Daud Beureuueh dan delegasi pemerintah RI yang merupakan momentum awal terciptanya rekonsiliasi di Daerah Istimewa Aceh, akibat dari konflik bersenjata yang terjadi waktu itu.
Peristiwa tahun 1959 itu hendaknya dapat dijadikan proses perenungan bagi kita semua. Bagaimanapun keras dan tingginya eskalasi konflik, ternyata musyawarah juga yang menjadi pilihan untuk memepertemukan dan mempersatukan perbedaan pandangan.
"Saya harapkan, kesepakatan damai yang telah ditandatangani 12 Mei 2000 tersebut, mampu memberikan energi dan semangat baru memacu denyut nadi pembangunan di daerah, dan sekaligus mengakhiri ketegangan yang telah berlangsung puluhan tahun dan telah banyak pula menimbulkan korban jiwa dan harta benda," katanya.
Dampak dan ekses dari pemberlakuan DOM di Aceh, telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap proses penataan dan pembangunan supra dan infrastrutur di daerah ini. Baik itu berupa aspek ekonomi, hukum, politik, keamanan, maupun sosial yang telah sangat mempengaruhi proses penyelanaggaraan pembangunan di semua bidang.
Pasca DOM, kata Pak Syam, kita menghadapi konflik baru dengan bentuk perlawanan-perlawanan yang mengarah pada proses dis- integrasi bangsa. Akibatnya stiap hari kita menyaksikan jatuhnya korban jiwa, baik dari rakyat sipil dan aparat yang jumlahnya mencapai ratusan orang meninggal dunia, dan luka-luka, akibat penganiayaan maupun bias dari konflik antara GAM dan TNI/Polri.
Di samping itu, ratusan bangunan, fasilitas pendidikan yang terbakar termasuk puluhan gedung pemerintah yang semuanya mengalami kerugian milyaran rupiah.
Makanya melalui kesempatan yang paling bersejarah ini, Pak Syam atas nama Pemerintah Daerah mengajak semua unsur masyarakat supaya benar-benar dapat memahami sekaligus menghayati butir-butir jeda kemanusian yang telah disepakati itu untuk dilaksanakan bersama- sama dengan penuh semangat baru, demi terwujudnya cinta damai dan kembalinya harkat dan martabat rakyat Aceh. (kan)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Meneg HAM
Tak Ada Lagi Mitos "Kebal Hukum"

Serambi-Banda Aceh
Meneg HAM DR Hasballah M Saad menyatakan, peradilan koneksitas yang direkomendasi Komisi independen pengusut tindak kekerasan di Aceh, telah mematahkan mitos bahwa ada golongan yang tidak tersentuh hukum.
Hasil itu pula yang membuat komisi independen lebih maju ketimbang proses hukum melalui KPP HAM yang ada di negeri ini. Karena, KPP baru bisa bergerak pada tingkat merekomendasikan suatu perkara.
Hal itu dikatakannya, usai menandatangani kesepakatan kerjasama Meneg HAM dengan Forum LSM Aceh, Kamis (1/6), di Hotel Sultan, Banda Aceh. Menurut Hasballah, peradilan itu merupakan keberhasilan penyelesaian kasus pertama di Indonesia yang telah mendapat kepastian hukum.
Ia mengakui, persidangan itu belum mampu memenuhi harapan masyarakat Aceh. Namun, langkah itu dinilai sangat strategis dalam mematahkan sebuah mitos bahwa ada golongan yang kebal hukum.
Model penyelesaian perkara seperti ini, kata Hasballah, akan digulirkan lagi di masa mendatang. Kemungkinan, tugas seperti ini juga akan dilakukan Forum LSM Aceh di masa mendatang.
Forum LSM Aceh, kata Hasballah, terbatas pada tugas investigasi. Sedangkan tugas penyidikan akan ditangani aparat penegak hukum yang dilakukan polisi atau kejaksaan.
Dengan demikian, Forum LSM Aceh bertugas mengumpulkan data dan fakta sosial dari masyarakat. Tujuannya, untuk membantu tugas penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Data itu, kata Hasballah M Saad, tidak hanya terbatas pada kasus yang telah terjadi di masa lalu. Tapi juga melakukan proses hukum pada kasus yang terjadi ke depan. Sebab, batas waktu kerjasama antara Meneg HAM dan Forum LSM Aceh itu berlaku selama dua tahun, sejak ditandatangani.
Dalam kesepakatan itu, Meneg HAM menunjuk Deputi Bidang Kerjasama Antar Lembaga sebagai pelaksana. Sedangkan Forum LSM Aceh menunjuk presediumnya, Tgk Anwar Yusuf.
Empat Pilar
Dalam melaksanakan kegiatan, Meneg HAM tidak mempunyai Kanwil di daerah. Untuk itu, Meneg HAM akan membangun empat pilar di masing- masing daerah.
Pilar pertama, segera akan keluar surat keputusan bersama tiga menteri (Meneg HAM, Mendagri, dan Meneg PAN) untuk segera membangun Biro HAM di Setwilda tingkat I seluruh Indonesia. Biro ini akan berfungsi sebagai cantolan kebijakan pemerintah pusat di tingkat propinsi.
Pilar kedua telah diusulkan agar di DPR juga ada sebuah komisi yang mengurusi tentang HAM. Tujuannya, agar rakyat bisa mengadu ke komisi itu bila hak azasinya dilanggar.
Pilar ketiga dibangun di universitas terkemuka di daerah rawan HAM. Melalui lembaga ini, akan dibangun pusat studi dan advokasi HAM. Modelnya seperti yang telah dilaksanakan Unsyiah, sejak bulan lalu. Dimana, lembaga kampus ini bertugas melakukan penelitian, pengembangan, dan advokasi tentang HAM. Sedangkan pilar kerjasama yang keempat yaitu melalui NGO lokal.
Di samping itu, kata Hasballah, di tingkat pusat akan ada kelompok kerja HAM nasional. Kelompok kerja ini anggotanya terdiri dari belasan menteri negara dan instansi terkait. Kelompok ini akan melaksanakan rencana aksi nasional HAM. Aksi ini direncanakan akan berlangsung sampai tahun 2003.
Kemungkinan, kelompok kerja ini juga akan ada di tingkat propinsi. Forum kelompok kerja ini akan melibatkan para Kakanwil dan instansi terkait. Diantaranya Kajati, Kapolda, Ketua Pengadilan Tinggi, Kakanwil Diknas, Kakanwil Kehakiman, dan Kakanwil Depag.(yed)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Aceh Pimpin Pawai Ta'aruf

Serambi-Palu
Kafilah Aceh memimpin di barisan paling depan dalam pelaksanaan pawai ta'aruf, Kamis (1/6) pagi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yaitu sehari sebelum berlangsung pelaksanaan MTQ Nasional XIX yang dijadwalkan dibuka Presiden Gus Dur Jumat hari ini.
Di belakang kafilah Aceh baru kemudian menyusul kafilah dari Bali, kafilah Bengkulu, dan kafilah dari propinsi lainnya. Dalam pawai yang dilepas Dirjen Binmas Islam Depag, Aceh menampilkan berbagai atraksi yang sangat menarik dan mendapat perhatian warga kota Bumi Tadulako.
Sepanjang jalan yang dilewati kafilah Aceh yang dipimpin Drs H Sofyan Muchtar (Asisten III Setwilda Aceh) dan Kepala Perpustakaan Wilayah Sulawesi Tengah Drs Bahtiar Aziz MM mendapat aplus yang luar biasa warga Palu yang berbaris rapi di sepanjang jalan yang dilalui peserta pawai ta'aruf. Suara teriakan, Hidup Aceh, Hidup Aceh terus bergema hingga pawai berakhir di Masjid Agung Palu.
Pawai ta'aruf yang yang berlangsung sejak pagi hingga tengah hari Kamis kemarin diperkirakan melibatkan ribuan massa, anggota kafilah, anak-sekolah, organisasi keagamaan dan organisasi kepemudaan. Pawai yang dilepas di halaman Balaikota Palu itu berlangsung meriah dan melewati sejumlah jalan-jalan utama di ibukota Sulawesi Tengah yang meliputi Jln M Yamin, Juanda, Hatta, dan Jln Hasanuddin.
Dalam pawai ta'aruf, kafilah Aceh tampil dengan melibatkan sekitar 40 kendaraan roda dua dan lima mobil hias yang disumbangkan masyarakat Aceh yang bermukim di Palu dan sekitarnya.
Rencong berdarah
Dalam mobil hias Aceh yang meliuk-meliuk di sepanjang jalan utama kota Palu, masyarakat bumi Tadulako langsung tahu, bahwa kondisi keamanan di Aceh belum pulih. Hal ini terlihat di mobil hias yang disiapkan masyarakat Aceh di Palu tergambar sebuah rencong Aceh yang masih berlumuran darah.
Gambar rencong yang berlumuran darah itu terlihat jelas di sebuah mobil hias yang secara pelan merangkak sepanjang kota Palu. Kecuali berhias rencong berlumuran darah, sejumlah mobil hias lainnya memperlihatkan berbagai ciri khas Aceh. Ada replika pesawat terbang yang pernah disumbangkan rakyat Aceh untuk pemerintah Indonesia yang dalam keadaan sekarat di masa awal-awal kemerdekaan, Dakota RI-001. Ada lonceng Cakradonya, sebuah lonceng yang menandakan pernah terjalin kerajaan Aceh dengan kerajaan China, pintu Aceh, tugu Darussalam yang kini menjadi sebuah lambang kemajuan bagi masyarakat Serambi Makkah, rumah Aceh, dan penampilan dua pasangan pemuda berpakaian adat Aceh. (sir)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PCC Soal Korban Tindak Kekerasan
"Sudah Jatuh Ketimpa Tangga"

Serambi-Banda Aceh
People Crisis Centre (PCC) Aceh meminta Pemerintah Daerah (negara) bertanggungjawab dan secara serius memperhatikan para korban tindak kekerasan yang terjadi di Aceh. Karena menurut PCC, hingga saat ini korban tindak kekerasan (oleh negara) tak ubahnya peribahasa; "Sudah jatuh ketimpa tangga".
Dalam siaran pers yang diterima Serambi kemarin, PCC Aceh mengatakan, nasib korban tindak kekerasan itu benar-benar menderita. Kebanyakan mereka tidak bisa berobat secara baik karena keterbatas ekomoni. Selain itu mereka tidak berani keluar rumah karena trauma. "Pemerintah Daerah harus bertanggungjawab penuh terhadap penderitaan yang dialami para korban," tegas pernyataan yang ditandatangani Health Division PCC Aceh, Yazir Akramullah.
Tanggung jawab negara tersebut, menurut PCC Aceh sesuai dengan maksud UU No 5 tahun 1998 tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atas penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dalam Pasal 14 (1) ditegaskan, negara harus menjamin agar dalam sistem hukumnya korban dari suatu tindak penyiksaan bahwa korban dari suatu tindak penyiksaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak untuk mnedapatkan konpensasi yang adil dan layak, termasuk rehabilitasi sepenuh mungkin.
Mengingat tindak kekerasan masih terus terjadi di Aceh, PCC meminta Pemerintah Daerah melakukan beberapa hal, antara lain mengintruksikan kepada pihak rumah sakit, terutama Puskesmas agar menangani korban tindak kekerasan itu dengan serius tanpa memungut biaya.
Mengimbau kepada masyarakat agar segera membawa korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh negara untuk mendapatkan pelayanan medis. Pemda diharapkan agar lebih proaktif dalam melakukan pemantauan dan pelayanan kepada masyarakat terutama masalah kesehatan yang masih memprihatinkan.(n)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Ekses Pembakaran Rumah
Despot Panca Kubu Kosong

Serambi-Banda Aceh
Desa Potensial (Despot) Panca Kubu (eks UPT II Panca), Aceh Besar akhirnya benar-benar kosong akibat ditinggalkan seluruh warganya menyusul terjadinya serangkaian aksi pembakaran rumah oleh kelompok tak dikenal.
Menurut laporan yang diterima Serambi kemarin, kosongnya desa tersebut menyusul berangkatnya empat kepala keluarga (KK) yang terdiri 15 jiwa yang semula berusaha tetap bertahan untuk menunggu panen jagung.
Keempat KK itu, sekitar pukul 11.00 kemarin tiba di "pemukiman" baru yaitu Kanwil Deptrans Aceh untuk bergabung dengan rekan-rekan senasib yang sudah lebih duluan mengungsi ke "kamp" di kawasan Geuceu Komplek, Banda Aceh itu.
Salah seorang dari empat KK yang tiba di Kanwil Deptrans Aceh ke- marin, yaitu Mingsun (50) menuturkan, semula -- meski dicekam rasa takut luar biasa -- ia bersama tiga KK lainnya berusaha bertahan karena menunggu panen jagung.
Tapi, menurut Mingsun, mereka akhirnya menyerah. Karena pada Rabu sore (31/5), mereka didatangi tiga orang tak dikenal yang membawa senjata tajam seperti golok, dan besi runcing.
Kelompok itu bertanya mengapa mereka masih bertahan di Panca Kubu. Sedangkan warga lainnya sudah berangkat. "Besok pagi kalian harus pergi semuanya dari sini," kata Mingsun mengutip bentakan seorang anggota kelompok tak dikenal itu.
Masih menurut Mingsun, dengan bekal seadanya pada pukul 09.00 kemarin berangkatlah mereka meninggalkan desa tempat mereka melabuhkan hidup selama bertahun-tahun. Tanaman jagung yang hanya menunggu panen seakan menangisi keberangkatan mereka. "Apa boleh buat. Dari pada nyawa kami melayang, lebih baik pergi. Kini Despot Panca Kubu benar-benar kosong. Tak seorang pun yang tersisa," kata seorang pengungsi lainnya.
Prihatin
Kondisi pengungsi asal Panca Kubu yang masih bertahan di "kamp" Kanwil Deptrans Aceh terlihat sangat memprihatinkan. Akibat sistem sanitasi yang kurang mendukung, sejumlah pengungsi mulai diserang berbagai jenis penyakit. Pelayanan medis terhadap mereka dinilai masih sangat minim.
Hingga kemarin, jumlah pengungsi di Kanwil Deptrans Aceh mencapai 350-an jiwa atau sekitar 62 KK. Mereka semua berasal dari kawasan Aceh Besar yaitu Despot Panca Kubu, Leungah, dan Jalin.(n/i)

To Indek:



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Hujan Peluru di Geudong

Serambi-Lhokseumawe
Hujan peluru terjadi di Geudong, ibukota Kecamatan Samudera Aceh Utara, Rabu (31/5) siang. Akibatnya ratusan pedagang dan warga yang sedang berbelanja di kota kerajaan Pase itu panik. Bahkan sebagian warga terperangkap dalam toko karena takut kepada aparat keamanan yang melakukan sweeping dalam kota itu.
Keterangan dihimpunkan Serambi di Geudong mengatakan, Setidaknya 20-an aparat secara dadakan melakukan patroli sekaligus sweeping di berbagai lorong kawasan kota. Seperti di Jalan ke kuburan Malikussaleh, jalan menuju ke Karieng, jalan ke Adan, jalan ke Blang Me, dan jalan ke Teupin Beulangan.
Semua kendaraan yang lewat jalur itu diperiksa kelengkapan surat sekaligus identitas pengandaranya. Bahkan beberapa sepeda motor yang tidak ada kelengkapan ditangkap dan dibawa ke kantor aparat. Bagi yang ada kelengkapan dilepaskan, tidak ada warga yang disakiti dalam aksi sweeping itu, ungkap sumber warga di Kecamatan Samudera kemarin.
Namun, kata warga setempat, usai melaksanakan sweeping sekitar pukul 12.30 WIB, aparat keamanan bubar dan sampai di depan kota Geudong mereka melepaskan tembakan ke udara. Akibatnya aktifitas perdagangan lumpuh. Sekitar pukul 16.30 WIB kemarin, aparat keamanan malah datang lebih banyak berkonvoi dengan sepeda motor, mereka memblokir kawasan kota Geudong dan melepaskan tembakan beruntun ke udara, sehingga membuat warga ketakutan.
Menurut warga Kecamatan Samudera, aksi tembakan ke udara Rabu kemarin disinyalir ada hubungan dengan tewasnya Komandan Koramil (Danramil) Samudera, Lettu Inf Katimin (44), Senin (29/5) yang ditembak kelompok tak dikenal. Korban tewas berlumuran darah setelah ditembak bertubi-tubi dua orang bersenjata pistol di sebuah toko usaha rental VCD di Geudong. Setelah membunuh, pelaku merampas senjata api FN dan sepeda motor dinas milik korbannya.
Saksi mata melukiskan, saat kejadian, ibukota bekas Kerajaan Pase itu sedang ramai oleh masyarakat yang berbelanja berbagai kebutuhan. Suasana mendadak panik menyusul terdengarnya empat letusan senjata api yang masing-masing mengenai kening, pipi kanan, dada kiri, dan rusuk kanan Lettu Katimin yang dikenal akrab dengan warga setempat.
Menyusul peristiwa itu, suasana tampak mencekam. Apalagi, suara tembakan ke udara terdengar nyaris tanpa henti sejak pukul 17.00 hingga 18.30 WIB. Tembakan seperti itu kembali terjadi Rabu kemarin, malah suasana daerah itu seperti medan perang dan berbagai jalan diblokir aparat, ujar warga Samudera.