: 00.30 Wib Selasa, 6 Juni
2000
Gubernur
Melantik Sekda Aceh Barat dan Sabang
Gubernur Syamsuddin Mahmud, Senin kemarin,
melantik Drs Nyak Ali Umar SH sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat dan
Drs Suradji Junus sebagai Pj Sekda Sabang. Selain kedua pejabat eselon II/b
tersebut, melalui acara yang berlangsung di lantai dasar Kantor Gubernur Aceh
itu juga disekaliguskan dengan pelantikan 6 pejabat eselon III dan IV dari
lingkungan Dinas Perindustrian Aceh dan Dinas PU Pengarian Aceh.
Seanjutnya
Mahathir
Prihatinkan Pembunuhan Teuku Don Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad menyatakan prihatin atas
kasus penembakan Sekjen MP-GAM Teuku Don Zulfahri dan berjanji menyelidiki
keberadaan pembunuh bayaran di negaranya. Sementara itu, polisi Malaysia,
kemarin, mengumumkan akan memberikan hadiah 5.000 ringgit (lebih Rp 15 juta)
bagi siapa saja yang mempunyai informasi menyangkut kasus
tersebut.
Sweeping
Massa Marak Lagi Aksi sweeping
massa terhadap kendaraan penumpang umum di lintasan Medan - Banda Aceh kembali
marak selama berlangsungnya jeda kemanusiaan di Aceh. Namun, dari beberapa aksi
dalam empat hari terakhir, sejauh ini belum ada laporan korban
jiwa.
Kontak
Senjata dan Bacok Warnai Jeda Kemanusiaan Jeda Kemanusiaan di Aceh mulai ternoda menyusul pecahnya kontak senjata
di Desa Paloh Punti, Senin (5/6), dan tindak kekerasan pembacokan seorang
karyawan rekanan kilang gas PT Arun, di Desa Blang Pulo, Minggu (4/6)
malam.
Jika
Jeda Kemanusiaan Efektif, KRA tak Perlu
Tim
Pansus DPRD Aceh Besar Periksa Proyek Bermasalah
Proyek
Rumah DOM Telantar
Tim
Seleksi Crosscheck ke Lapangan
Harga
Semen Andalas di Banda Aceh Terlalu Tinggi
To Indek:
Mahathir Prihatinkan Pembunuhan Teuku
Don
* Rp 15 Juta untuk
Informan
Serambi-Kuala
Lumpur
Perdana
Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad menyatakan prihatin atas kasus
penembakan Sekjen MP-GAM Teuku Don Zulfahri dan berjanji menyelidiki keberadaan
pembunuh bayaran di negaranya. Sementara itu, polisi Malaysia, kemarin,
mengumumkan akan memberikan hadiah 5.000 ringgit (lebih Rp 15 juta) bagi siapa
saja yang mempunyai informasi menyangkut kasus tersebut.
"Malaysia mengutuk penggunaan pembunuh
bayaran untuk mengeksekusi lawan-lawan politiknya. Kami tidak ingin orang disewa
lalu dipakai membunuh lawan-lawan politiknya dan bukan budaya kami membunuh
orang hanya karena keyakinan politik mereka berbeda," ujar Mahathir seperti
dikutip harian The Star, edisi Senin (5/6).
Pernyataan Mahathir tersebut ditegaskannya
ketika menjawab wartawan menyangkut penembakan yang menewaskan Teuku Don ketika
korban sedang makan siang dengan tiga rekannya di sebuah restoran di kawasan
Ampang, Kuala Lumpur, hari Kamis (1/6) lalu.
Menurut saksi mata, Teuku Don --yang di
Malaysia lebih dikenal dengan nama Habib Adam-- ditembak oleh seorang pria yang
memakai helm. Setelah mengeksekusi korban, penembak langsung kabur lewat
belakang Restoran Al-Hayath yang terletak di Jalan 6/6 Pandan Perdana, Kuala
Lumpur. Tiga teman makan Teuku Don juga meninggalkan lokasi
kejadian.
Mahathir
memerintahkan pihak kepolisian Diraja Malaysia agar memberantas ancaman pembunuh
bayaran di negeri jiran itu. Ia juga menyatakan keprihatinannya atas pembunuhan
Teuku Don, karena adanya dugaan bahwa pelaku penembakan melibatkan pembunuh
bayaran. "Pemerintah akan menyelidiki keberadaan pembunuh bayaran,"
katanya.
Sedangkan,
Menteri Dalam Negeri Abdullah Ahmad Badawi yang membawahi kepolisian di Malaysia
memberikan jaminan bahwa pihaknya akan terus menyelidiki kasus itu guna
membongkar "misteri" pembunuhan Teuku Don. Menurut Badawi yang juga menjabat
Deputi PM Malaysia, kasus itu harus terus diselidiki tanpa melihat siapa
korban.
"Ini kasus
sangat serius dan terjadi di negara kita. Kita tak dapat membiarkan begitu
saja," tegasnya, seperti dikutip harian berbahasa Inggris The New Strait Times,
edisi Senin. Dia menambahkan polisi terus berusaha mendapat informasi untuk
mengungkap motif pembunuhan di siang bolong tersebut.
Sebagai bukti kesungguhan Malaysia membongkar
"misteri" kasus pembunuhan Sekjen MP-GAM yang berusia 40 tahun itu, polisi
Malaysia, kemarin, mengumumkan bahwa pihaknya akan memberikan hadiah sebesar
5.000 Ringgit (lebih dari Rp 15 juta) untuk siapa saja yang mempunyai informasi
mengangkut kasus tersebut.
Kepala Polisi Selangor SAC II Mangsor Ismail menyatakan bahwa siapa saja
yang melihat kejadian dan mereka yang kenal dengan ketiga lelaki yang duduk
bersama Teuku Don ketika ia ditembak agar dapat membantu polisi untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan pihaknya.
"Tiga lelaki yang duduk semeja dengan korban
melarikan diri selepas kejadian. Identitas dan apakah mereka warga Malaysia
ataupun Indonesia belum dapat dipastikan," katanya kepada para wartawan, seperti
dikutip kantor berita Bernama, kemarin.
"Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang
melihat kejadian, penembak itu menggunakan senjata jenis revolver dan berbadan
tegap. Lelaki itu segera melarikan diri melalui pintu belakang (restoran) dan
menaiki sebuah mobil jenis Honda Civic berwarna biru setelah mengeksekusi Teuku
Don," jelas Ismail.
Ditanya tentang status kewarganegaraan korban, ia mengatakan polisi
mengenal Teuku Don sebagai warga Indonesia, sementara istrinya, Putri Mei
Abdullah, adalah warga Malaysia. "Kita telah meminta keterangan istri korban dan
polisi masih meneruskan penyelidikan,"
katanya.(afp/bernama/nuh)
To Indek:
Sweeping Massa Marak Lagi
* Empat Bom
Ditemukan
Serambi-Lhokseumawe
Aksi sweeping massa terhadap kendaraan
penumpang umum di lintasan Medan - Banda Aceh kembali marak selama
berlangsungnya jeda kemanusiaan di Aceh. Namun, dari beberapa aksi dalam empat
hari terakhir, sejauh ini belum ada laporan korban jiwa.
Sementara GAM membantah keterlibatannya
karena sejak penandatanganan JoU jeda kemanusiaan, "pasukannya" sudah ditarik
dari lapangan. "Pelaku sweeping bukan kami. Seluruh prajurit GAM sudah ditarik
kembali ke barak. Mereka tidak lagi diizinkan berkeliaran di luar," sebut Abu
Sabar, staf Biro Penerangan GAM.
Menurut data yang dikumpulkan Serambi dari
masyarakat, aksi sweeping terhadap bus penumpang umum, masing-masing terjadi di
Paloh Kecamatan Muara Dua dan Lhoksukon (Aceh Utara) serta Simpang Nalan,
Jeunieb dan Peudada (Bireuen). Dari keempat aksi tersebut, dilaporkan, para
pelaku menghentikan bus yang sedang melaju dan memeriksa seluruh
penumpang.
Disebutkan
Kapolres Aceh Utara Letkol Drs Syafei Aksal, kemarin, sweeping di Desa Lhok
Drien Kecamatan Lhoksukon terjadi pada sore hari pukul 16.00 WIB. Sebuah minibus
Panther yang sedang meluncur dari Langsa menuju Lhokseumawe, dihentikan sekitar
10 orang bersenjata api dan parang. "Tiga orang di antaranya menggunakan tiga
pucuk senjata api laras panjang. Mereka hanya memeriksa penumpang sebelum
kemudian mengizinkan bus melanjutkan perjalanan," kata Syafei Aksal mengutip
keterangan seorang penumpang yang mengalami aksi sweeping.
Beberapa hari sebelumnya, aksi
sweeping terjadi di Simpang line Paloh Kecamatan Muara Dua. Bus penumpang dari
Medan yang hendak bertolak ke Banda Aceh, juga dihentikan sekelompok pria.
Ketika bus berhenti, para pelaku meminta para penumpang turun dengan menggunakan
Bahasa Indonesia. Menduga ada pemeriksaan dari aparat, para penumpang segera
menyiapkan KTP. Kernek bus tersebut kemudian menjumpai pelaku sweeping dan
meminta para penumpang tidak turun. "Mereka tentara kita," kata seorang
penumpang menirukan ucapan kernek.
Disebutkan, seorang di antara pelaku yang
sudah berumur naik ke atas bus dan memeriksa semua penumpang. Namun, ia tidak
melakukan apapun selain melihat wajah penumpang satu persatu.
Dalam aksi di Simpang Nalan
Jeunieb, Minggu malam, empat remaja menghentikan bus yang tengah meluncur menuju
Medan. Para pelaku sweeping, menurut penumpang, juga melakukan pemeriksaan
terhadap penumpang dengan selembar foto di tangan. "Sepertinya mereka sedang
mencari seseorang," kata seorang penumpang kepada Serambi, Senin
(5/6).
Ia
mengungkapkan, pelaku sweeping yang berlagak seperti aparat itu, memiliki granat
tangan dan borgol yang tergantung di pinggang. "Namun tidak ada penumpang yang
diganggu. Begitupun, ada juga penumpang yang ketakutan," sebut penduduk
Lhokseumawe yang minta identitas tidak disebut.
Menanggapi meruyaknya kembali aksi sweeping
massa, Kapolres Syafei menyatakan akan mengambil tindakan tegas bagi setiap
tindakan yang mengganggu ketenangan masyarakat. "Kami mengimbau masyarakat agar
tidak segan-segan melapor kepada aparat jika terjadi aksi serupa,"
katanya.
Sweeping
massa sempat ngetrend ketika awal bergejolaknya situasi keamanan di Aceh. Bahkan
dalam sebuah aksi yang dilakukan di Lhoknibong, Aceh Timur, tujuh anggota TNI
ditemukan tewas setelah menjadi korban sweeping massa.
Temukan bom
Sementara itu, empat bom rakitan
siap ledak yang dipasang agak tersembunyi di komplek Sekolah Menengah Umum (SMU)
Bayu, Senin (5/6) kemarin, berhasil dideteksi dan dijinakkan Tim Penjinak Bahan
Peledak (Jihandak) Polres Aceh Utara.
Keberadaan empat bom di komplek sekolah yang
baru siap direhab setelah dibakar kelompok tak dikenal Juni 1999 lalu, menurut
Kapolres Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung
Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, diketahui berdasarkan laporan pihak sekolah
yang menerima pengaduan sejumlah siswa yang melihat keberadaan benda aneh
tersebut.
Menurut
kapolres, bom itu dipasang secara terpisah di pangkal dua tiang bendera. Pada
masing-masing tiang itu dikibarkan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bom
di antaranya dipasang pada pangkal tiang bendera yang ditancapkan di atap kantor
sekolah dan dua lainnya di atas pohon cemara halaman sekolah.
Kapolres menduga, besar kemungkinan
bom itu dipasang sebagai jebakan untuk mencelakai aparat keamanan yang selama
ini aktif menertibkan pengibaran bendera GAM yang dilakukan para aktivis dan
simpatisannya sejak berlakunya Jeda Kemanusiaan.
Menurut keterangan yang dikumpulkan Serambi
di lokasi kejadian, ketika bom itu ditemukan para siswa sekolah dimaksud sempat
dilanda ketegangan hebat. Para siswi sempat ketakutan sebelum akhirnya bom itu
dijinakkan Tim Jihandak Polres Aceh Utara. (tim)
To Indek:
Kontak Senjata dan Bacok Warnai Jeda
Kemanusiaan
* Ratusan Ibu Datangi Mapolres Aceh
Utara
Serambi-Lhokseumawe
Jeda Kemanusiaan di Aceh mulai ternoda
menyusul pecahnya kontak senjata di Desa Paloh Punti, Senin (5/6), dan tindak
kekerasan pembacokan seorang karyawan rekanan kilang gas PT Arun, di Desa Blang
Pulo, Minggu (4/6) malam.
Menyusul baku tembak antara pasukan TNI dan enam pria berseragam loreng
yang diklaim kepolisian sebagai GBPK di desa kawasan Kecamatan Muara Dua itu,
sekitar dua ratusan ibu-ibu mendatangi Mapolres Aceh Utara menuntut pelepasan
seorang warga desa dimaksud, Syarifuddin (27), yang ditangkap aparat pada saat
melakukan pengejaran pelaku 'penyanggongan' TNI.
Keterangan yang dikumpulkan Serambi
menginformasikan, kontak senjata antara pasukan TNI dan enam orang --satu di
antaranya wanita-- bersenjata api laras panjang berawal ketika satu truk
berisikan pasukan yang sedang dalam perjalanan ke Batuphat ditembak di lintasan
jalan pipa MOI kawasan Desa Paloh Punti, sekitar pukul 10.00 WIB.
Menurut Kapolres Aceh Utara Letkol
Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan Kapten Pol AM
Kamal, pasukan TNI saat itu sedang patroli rutin untuk mengawasi dan menertibkan
pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka.
Truk pasukan TNI ditembak dari sisi kiri
jalan sehingga meletupkan aksi saling tembak selama beberapa menit sebelum
akhirnya kelompok penyerang menghilang ke semak belukar. "Pelarian" penyerang
itu ditindaklanjuti pasukan TNI dengan pengejaran.
Seorang pemuda Paloh Punti, Syarifuddin, yang
sedang minum kopi di sebuah warung begitu melihat pasukan tentara langsung
melarikan diri. Aparat yang curiga dan mengejar serta menangkap untuk kemudian
membawa Syarifuddin bersama sepeda motornya yang terparkir di depan warung kopi
ke Makodim Aceh Utara.
Penangkapan Syarifuddin menghebohkan Paloh Punti dan desa-desa
sekitarnya. Dan sekitar empat jam kemudian, sekitar dua ratusan ibu-ibu dari
desa tersebut dan sembilan desa lainnya dengan menggunakan berbagai jenis
angkutan mendatangi Mapolres seraya menuntut pelepasan
Syarifuddin.
Pihak
kepolisian sempat terkejut dengan kedatangan ibu-ibu itu apalagi mereka minta
penglepasan tahanan. "Kita tidak menangkap dan menahan Syarifuddin," jelas
seorang perwira kepada rombongan wanita desa dimaksud.
Dari berbagai informasi yang berkembang
Syarifuddin memang tidak ditahan di Polres, tetapi diamankan di Makodim. "Kalau
sudah terlanjur menangkap, saya minta anak saya dan sepeda motornya dilepaskan.
Ia tidak terlibat dalam kelompok GAM. Seorang anak desa yang sangat takut ketika
melihat aparat keamanan memasuki perkampungan," tutur ibu korban, Syarifah (50),
di depan Mapolres kemarin.
Dua ratusan ibu-ibu dari Kecamatan Muara Batu yang mendatangi Mapolres,
kemarin, terdiri dari Desa Paloh Punti, Meunasah Dayah, Blang Poroh, Blang Pulo,
Cot Trieng, Meunasah Manyang, Meunasah Blang, dan Meuria Paloh.
Sekitar pukul 18.15 WIB ibu-ibu itu
kembali ke desanya setelah terjadi kesepakatan bahwa hari Selasa (6/6) ini,
wakil mereka dengan dibantu Kasat Bimmas Polres, Kapten Pol Drs AM Kamal,
sebagai utusan kepolisian akan melakukan pembicaraan dengan pihak
Kodim.
Selama berada
di depan Mapolres sejak pukul 15.00, rombongan ibu- ibu tersebut sempat
menghalang-halangi jalan sehingga arus lalulintas macet selama beberapa
menit.
Karyawan
dibacok
"Pemerkosaan" terhadap jeda kemanusiaan juga ditandai dengan upaya
pembunuhan terhadap karyawan N3 (kontrak-red) PT Arun, di Lorong Aman Desa Blang
Pulo, Kecamatan Muara Dua, Minggu (4/6) pukul 21.10 WIB. Korban yang bernama
Arief Supriyanto (40), mengalami luka bacok di sekujur tubuh dan kini masih
mendapat perawatan medis di RS Arun.
Informasi yang dihimpun Serambi dari
masyarakat dan pihak aparat kepolisan menyebutkan, malam naas itu Arief yang
sedang berbincang bersama tetangganya, didatangi enam pria bersenjata api dan
golok. Menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, malam Senin,
para pelaku menyeret korban sekitar enam meter dari lokasi. "Korban sempat
diborgol para pelaku sebelum diserang dengan golok," sebut Kapolres Syafei Aksal
yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan kapten Pol Drs AM Kamal, Minggu
malam.
Kapolres
menduga penganiayaan terhadap Arief erat hubungannya dengan pemerasan yang
ditampik korban. "Beberapa hari sebelumnya, para pelaku sudah pernah mendatangi
korban dengan tujuan pemerasan. Namun, korban terpaksa menolak karena jumlah
yang diminta terlalu besar," sebut Syafei.
Petugas medis di RS Arun yang dihubungi Senin
siang, mengungkapkan kondisi kesehatan Arief kian membaik. "Kesadarannya sangat
baik. Ia bisa menceritakan kronologis itu dengan rinci," sebut seorang petugas
medis.
Dari
pembicaraan petugas medis dengan korban, diketahui bahwa tidak terjadi
penyanderaan terhadap istri dan anak korban oleh para pelaku seperti yang
terbetik sebelumnya. "Ketika mengetahui suaminya dibacok, ia (istri Arief-red)
bersembunyi," katanya. Arief mengalami luka di bagian leher kanan, dagu, bahu
depan.
Sumber Serambi
di PT Arun menyebutkan, Arief merupakan karyawan yang dikontrak CV Hoka Setia.
Korban bekerja sebagai ground keeping (tukang potong rumput) di perusahaan
pengolahan minyak. (tim)
To Indek:
Jika Jeda Kemanusiaan Efektif, KRA tak
perlu
Serambi-Jakarta
Kongres Rakyat Aceh (KRA) tidak
akan diperlukan lagi apabila Jeda Kemanusiaan yang kini sedang berlangsung di
Aceh, ternyata efektif dan bisa menjawab semua masalah.
Demikian Menteri Negara Urusan HAM (Menneg
HAM) Dr Hasballah M Saad kepada pers di Jakarta, Senin (5/6), menjawab
pertanyaan tentang kapan KRA bakal digelar. Hasballah mengatakan, saat ini
pihaknya sedang menunggu proses Jeda kemanusiaan. "Siapa tahu Jeda Kemanusiaan
ternyata bisa menjawab semua masalah," katanya.
Sebaliknya, lanjut Hasballah, kalaupun KRA
masih diperlukan dilaksanakan, itupun akan dibicarakan secara bersama-sama
dengan kelompok Jeda Kemanusiaan.
Hasballah mengatakan rakyat Aceh sangat
berharap bahwa Jeda Kemanusiaan itu bisa berjalan dengan baik. Itu direfleksikan
dengan perasaan syukur dengan melakukan doa bersama.
Hasballah tidak menampik adanya "salah
tafsir" dari sebagian masyarakat Aceh yang menganggap seolah-olah 2 Juni adalah
awal merdekanya Aceh. Padahal, kata Hasballah, pada tanggal itu merupakan awal
pelaksanaan Jeda Kemanusiaan seperti yang disepakati dalam Joint of
Understanding (JoU) yang diteken oleh GAM dan pemerintah RI di
Swiss.
Untuk
meluruskan kesalahan anggapan itu, kata Hasballah lebih lanjut, di Jakarta akan
dibentuk media centre yang dipimpin oleh ahli komunikasi DR Bachtiar Aly MA dan
di Aceh juga dibentuk semacam lemba publik realition (PR). Kedua lembaga inilah
yang nantinya akan menjelaskan tahapan-tahapan program per hari atau per minggu
kepada masyarakat luas.
Menurut Hasballah, munculnya kesalahpahaman itu, bisa jadi akan
memunculkan kerawanan baru. "Dan ini sudah dibicarakan dengan kelompok Jeda
Kemanusiaan," katanya.
kemarin, mengutip seorang sumber dari panitia, kantor berita Antara
memberitakan bahwa kepanitiaan KRA telah dibubarkan, karena KRA yang seyogianya
dilaksanakan pada pertengahan Mei lalu batal, setelah adanya kesepakatan bersama
"Jeda Kemanusiaan untuk Aceh".
Menurut sumber itu, seharusnya panitia KRA
tersebut secara resmi pada hari Minggu (4/6) dibubarkan, tapi karena sejumlah
pengurus teras tidak hadir pada acara tersebut maka acara pembubaran panitia
ditunda. "Menurut undangan yang saya terima pada hari Minggu ini ada acara
pembubaran panitia KRA, tapi karena sejumlah pengurus teras kepanitiaan KRA baik
dari Aceh maupun Jakarta belum hadir, maka acara tersebut ditunda," kata salah
seorang panitia KRA yang engan menyebut jatidirinya.
Transparan
Menteri Hasballah lebih lanjut mengatakan,
penyaluran bantuan kemanusiaan baik yang dimobilisasi oleh Henry Dunant Centre
(HDC) maupun pemerintah akan disampaikan secara transparan, baik jumlah bantuan,
bentuk bantuan, maupun penerima bantuan. "Semua recources itu harus dilola
secara transparan dan diumumkan secara luas kepada masyarakat,"
katanya.
Ia
mengatakan bantuan dari luar negeri akan dihimpun oleh HDC, dan bantuan dari
pemerintah, APBN maupun swasta dalam negeri dikoordinasikan oleh satu tim di
Menko Kesra dan Taskin. Semua bantuan itu selanjutnya dibawa ke Aceh, dan oleh
tim yang ada di Aceh baru diputuskan kemana bantuan itu disalurkan dan oleh
siapa.
Menyinggung
tentang bantuan dari Sultan Brunei Darussalam, Menteri Hasballah mengatakan,
Presiden Abdurrahman pasti akan menyampaikan secara jelas dan rinci mengenai hal
itu.(fik)
To Indek:
Sekda Aceh Barat dan Sabang
Dilantik
Serambi-Banda
Aceh
Gubernur
Syamsuddin Mahmud, Senin kemarin, melantik Drs Nyak Ali Umar SH sebagai
Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat dan Drs Suradji Junus sebagai Pj Sekda
Sabang.
Selain kedua
pejabat eselon II/b tersebut, melalui acara yang berlangsung di lantai dasar
Kantor Gubernur Aceh itu juga disekaliguskan dengan pelantikan 6 pejabat eselon
III dan IV dari lingkungan Dinas Perindustrian Aceh dan Dinas PU Pengarian
Aceh.
Nyak Umar Ali
yang sebelumnya adalah Kepala Biro Kepegawaian Setwilda Aceh sejak beberapa
bulan lalu memang telah menduduki kursi Sekda Aceh Barat dalam kapasitas sebagai
pelaksana tugas (Plt). Kala itu, Nyak Umar Ali ditunjuk sebagai Plt menggantikan
Drs Zulkarnaen yang diangkat menjadi Pembantu Gubernur Aceh Wilayah
III.
Sedangkan
Suradji Junus selama ini menjabat sebagai Kepala Inspektorat Kota Sabang. Ia
diangkat sebagai Pj Sekda Sabang untuk menggantikan Drs Sofyan Haroen yang sejak
beberapa bulan lalu telah dipercayakan sebagai walikota defenitif di Pulau Weh
tersebut.
Sementara
enam pejabat eselon III dan IV yang dilantik bersama kedua Sekda tersebut
adalah, empat dari lingkungan Dinas Perindustrian dan dua lainnya dari Dinas PU
Pengairan.
Dari Dinas
Perindustrian Aceh terdiri dari; Kiran Daud BBA dilantik sebagai Kasubdin Aneka
Industri menggantikan Drs Zaini Aziz MM. Sedang Zaini Azis dilantik sebagai
Kasubdin Penyiapan Progam dan Evaluasi menggantikan Madjdan Husin yang digeser
sebagai Kasubdin Industri Logam Dasar. Tempat yang ditinggalkan Kiran Daud
sebagai Kabag TU dipercayakan kepada Drs Z Abidin Usman yang selama ini sebagai
Kasubdin Industri Logam Dasar.
Sedangkan pejabat di lingkungan Dinas PU
Pengarian Aceh adalah Drs Darwis MS dilantik menjadi Kabag Tata Usaha. Tempat
yang ditinggalkan Darwis sebagai Kasubdin Perizinan dan Penyuluhan dipercayakan
kepada Ir Zainal Abdin BIE yang selama ini merupakan staf di lembaga
tersebut.
Melalui
kesempatan itu, Gubernur Syamsuddin Mahmud antara lain mengharapkan para pejabat
baru agar mereka tidak terbelenggu dan dibelenggu oleh pola pikir lokal. "Tetapi
sebaliknya kita dituntut untuk berpikir global yang diaplikasikan secara lokal.
Segala bentuk kemacetan seperti kreatifitas kinerja aparatur harus segera
dipecahkan dengan pola kerja yang terprogram dan sistematis," ujar Syamsuddin
Mahmud. (rul)
To Indek:
Tim Pansus DPRD Aceh Besar Periksa Proyek
Bermasalah
Serambi-Jantho
Tim Panitia khusus (Pansus)
Gabungan DPRD Aceh Besar, mulai Rabu besok hingga 16 Juni mendatang dijadwalkan
turun ke seluruh kecamatan untuk menyerap berbagai aspirasi masyarakat sekaligus
memeriksa kebenaran janji eksekutif untuk memperbaiki sejumlah proyek
bermasalah.
Wakil
Ketua DPRD Aceh Besar, Bachtari Arahas kepada Serambi tadi malam melaporkan,
khusus tiga tim yang telah di SK-kan untuk turun ke Kecamatan Pulo Aceh yang
seyogyanya berangkat mulai kemarin sampai Rabu besok terpaksa ditunda sementara
karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. "Kepada masyarakat Pulo Aceh kami
mohon maaf dan mohon bersabar sampai kondisi cuaca memungkinkan kami
menyeberang," kata Bachtari yang juga Ketua DPD-PAN Aceh Besar.
Meskipun ada tiga tim yang ditunda
sementara ke Pulo Aceh, tapi anggota dewan yang tergabung dalam tim Pansus
Gabungan tersebut tetap akan melakukan tugas di seluruh kecamatan daratan Aceh
Besar.
Sasaran kerja
tim, menurut Bachtari, selain menyerap berbagai aspirasi secara langsung dari
masyarakat, sekaligus melihat berbagai pelaksanaan pembangunan tahun 1999/2000
di seluruh keca- matan, termasuk menghimpun data lengkap pemekaran kecamatan
pembantu.
Dalam
melakukan peninjauan ke lapangan, tim Pansus Gabungan juga akan memeriksa
sejumlah proyek 1998/1999 yang dilaporkan bermasalah, sekaligus memeriksa apakah
janji eksekutif untuk membenahi proyek bermasalah itu sudah dilaksanakan atau
belum. "Kalau eksekutif mengatakan proyek telah diperbaiki, kita akan periksa
langsung ke lapangan apakah benar sudah diperbaiki atau hanya janji-janji saja,"
tandas Bachtari.
Penundaan
Berdasarkan SK Ketua DPRD Aceh Besar No 02/SK/PIM/DPRD/2000, ada tiga
tim Pansus Gabungan yang akan diturunkan ke Kecamatan Pulo Aceh.
Tim Pansus Gabungan I diketuai Drs
Tgk Sri Darmawan didampingi sekretaris tim Ir Mawardi Ali plus delapan anggota
dan tiga pendapmping. Tim yang dikoordinir Ketua DPRD Aceh Besar, Tgk HM Amin
Hasan ini akan turun ke Lampuyang.
Tim II diketuai Taslim A Jalil didampingi
sekretaris Muhammad SH dengan lima anggota berkunjung ke Meulingge. Tim ini
dikoordinir Wakil Ketua DPRD Bachtari Arahas.
Sedangkan tim III diketuai Anwar Ahmad SE
dengan sekretaris T Raden Sulaiman beserta tujuh anggota dan dua pendamping. Tim
yang dikoordinir Wakil Ketua DPRD Amiruddin Usman Daroy itu turun ke Kemukiman
Pulo Nasi.(asi/gus)
To Indek:
Proyek Rumah DOM Telantar
Serambi-Langsa
Sekitar 100-an dari 700 lebih
proyek rumah untuk korban DOM di Aceh Timur, tahap I (1998/1999) dan tahap II
(1999/2000), kini dalam keadaan telantar. Umumnya surat tanda terima rumah telah
lama diteken pemilik rumah, atas desakan kontraktor.
Pantauan Serambi selama sepekan terakhir
hingga Minggu (4/6) kemarin, maupun dari berbagai laporan LSM dan sejumlah tokoh
masyarakat, sebagian rumah DOM di Aceh Timur yang baru dibangun fondasi telah
ditinggalkan sub kontraktornya beberapa bulan lalu. Sebagian lainnya hanya
rampung 30-90 persen.
Mohd Yusuf Puteh, ketua FP HAM Aceh Timur, juga sudah menyurati Bupati
Aceh Timur, melaporkan bahwa 280 rumah DOM di kecamatan Peureulak yang dibangun
PT BA sampai sekarang sebagian belum selesai. "Rumah dibangun asal-asalan. Dari
kayu mangga, dan kayu sembarang lainnya. Banyak yang tak bisa ditempati,"
katanya, kepada Serambi. Ia mencontohkan rumah Haniah, warga Desa Tj Tualang,
Peureulak, dan beberapa lainnya, yang nyaris rubuh dan harus
ditumpang.
Amatan
Serambi, pembangunan rumah DOM yang asal-asalan juga terdapat di kecamatan
lainnya di Aceh Timur, di antara di Simpang Ulim, Julok, Ranto Peureulak, Idi
Rayeuk, dan Nurussalam.
Di Desa Bhom Lama, Ranto Peureulak, rumah milik Ramli Marhaban,
dindingnya juga terbuat dari sembarang. Ikatan batanya (bagian semi permanen)
cukup longgar akibat adukan semen yang buruk. "Dinding batanya, tersengkol saja,
bisa roboh," jelas Ramli.
Kendati dengan kualitas buruk dan hanya siap 60 persen (luar saja),
rumah itu telah diserah-terimakan Sub kontraktornya, Rus. Rus, kata Ramli, juga
memberinya uang Rp 1,6 juta untuk menyelesaikan rumah itu (lantai, plafon,
jendela, cat, dll). "Dari pada ribut-ribut, saya teken saja tanda terimanya.
Rencana saya, rumah ini saya runtuhkan semua, dan akan saya buat lagi
sikit-sikit," ujar Ramli.
Rumah saudaranya, Rohamah/Budiman, di desa yang sama, bahkan baru
dibangun fondasi saja seukuran 6 x 6 meter persegi, beberapa bulan lalu, kini
ditinggalkan sub kontraktornya. "Kalau pemerintah tidak mau bangun rumah untuk
kami, tidak apa-apa. Tapi jangan 'menghina' kami seperti ini," tutur Rohamah,
sedih.
Di Kecamatan
Simpang Ulim, menurut keterangan Ilyas, tokoh masyarakat setempat, sedikitnya 88
rumah DOM "tak selesai-selesai" dibangun, sementara sub kontraktornya raib entah
kemana. Empat di antaranya yang terdapat di Desa Lueng Sa yang sudah dibangun
sebagian, masing-masing milik Mahyiddin, Nurdiana, Amri Daud, dan A Hamid Puteh.
Menurut Mahyiddin, rumahnya memang sudah 100 persen dibangun. "Tapi, saya tetap
tidak mau teken tanda terima. Karena rumah itu tidak bisa dipakai. Saya
perkirakan rumah itu dibuat dengan biaya sekitar Rp 6-7 juta. Padahal kami tahu
biaya yang disediakan Rp 15 juta per rumah," ungkap Mahyiddin, setengah emosi.
Akan halnya rumah milik Nurdiana, Amri Daud, dan A Hamid Puteh kini hanya siap
30 persen dan juga ditelantarkan. Padahal mereka telah menanda-tangani serah
terima rumah.
Para
tokoh masyarakat setempat mengatakan pembangunan rumah-rumah korban yang
terlantar, tidak siap, dan berkualitas buruk umumnya dikerjakan PT Brantas
Abipraya (PT BA). "Kalau yang sekarang ini (tahap II, 1999/2000 -Red) agak bagus
sedikit," ujar Ilyas, tokoh setempat yang penduduk Meunasah Asan, Simpang
Ulim.
Mohd Yusuf
mengharapkan pembangunan rumah korban DOM ini diperhatikan serius, dan hndaknya
dilanjutkan tahap III. Mengingat sebagian korban yang benar-benar miskin saat
ini belum mendapat jatah rumah.
Cari Titik Temu
Kepala Proyek Rumah DOM PT Brantas Abipraya
di Medan, Ir Asnawi Hasan, yang dikonfirmasi Serambi via telepon interlokal,
membenarkan sebagian rumah di Peureulak belum selesai. "Akan segera kami
selesaikan," ujarnya. "Tapi, kami juga minta Pemda (Pemda Aceh Timur -Red)
mengganti kerugian kami, karena telah membangun rumah lebih. Di kecamatan
Peureulak kami bangun 287 unit. Padahal dalam kontrak hanya 280 unit. Di Simpang
Ulim juga ada lebih dua," jelas Asnawi.
Menurutnya, rumah-rumah di Peureulak yang
terkesan dibuat asal jadi, kemungkinan adalah rumah-rumah di luar kontrak,
termasuk rumah Haniah di Tj Tualang.
Pihaknya, kata Asnawi, saat ini sedang
melakukan negosiasi dengan Pemda setempat guna mencari titik temu penggantian
biaya pembangunan rumah di luar kontrak tersebut. "Tapi, ada tidaknya
kesepakatan, rumah-rumah yang 280 unit (dalam kontrak -Red) tetap akan kami
selesaikan," janjinya.
Ditanya ratusan rumah lainnya yang tak selesai di kecamatan Simpang
Ulim, Idi Rayeuk, dan kecamatan lainnya, Asnawi menyangkal. Karena, seluruh
biaya pembangunan di kecamatan-kecamatan tersebut (kecuali Peureulak) telah
diserahkan kepada sub-sub kontraktor di kecamatan masing-masing.
"Waktu itu kan ada anjuran supaya
BUMN kerjasama dengan pengusaha ekonomi lemah," kata pegawai PT BA, salah satu
BUMN di Departemen PU, ini. Namun kuantitas dan kualitas kerja sub-sub
kontraktor tersebut nyatanya memang di luar pantauan PT BA.
Diakui Asnawi, meski biaya
pembangunan rumah DOM dari pemerintah (bantuan OECF) yang diterima PT BA
berjumlah Rp 15 juta per unit, namun yang diberikan kepada sub kontraktor hanya
Rp 12,5/unit. "Kami potong untuk bayar segala macam pajak," kilah Asnawi. Rumah
DOM tahap I (1998/1999) di Aceh Timur yang dikerjakan PT BA, berjumlah 350 unit
lebih.
Koordinator
Pembangunan Rumah DOM di Dinas PU Aceh Timur, Said Fuad Kelana, kepada Serambi,
mendesak PT BA harus menyelesaikan rumah-rumah DOM yang belum rampung. Namun,
permintaan PT BA agar Pemda memperhitungkan sejumlah rumah yang dibangun di luar
kontrak, menurut Said Fuad, tidak mungkin dipenuhi.
"Pemda tidak pernah menyuruh PT Brantas
membangun rumah DOM melebihi kontrak. Makanya, rumah-rumah di luar kontrak yang
telah dibangun PT Brantas --mungkin atas permintaan masyarakat-- itu bukan
tanggung jawab Pemda," jelas Fuad.
Sumber di Dinas PU setempat menyebutkan, PT
BA berinisiatif membangun kelebihan rumah tersebut diduga bukan semata atas
permintaan masyarakat/korban DOM di kecamatan tersebut, melainkan karena mereka
berharap mendapatkan proyek lanjutannya (tahap II). Sehingga dana yang terpakai
untuk membangun rumah-rumah di luar kontrak tersebut tertutupi.
Pimpro Pembangunan Rumah DOM tahap
II, Isyafarudin BE, menginformasikan, jumlah rumah DOM yang dibangun tahap II
mencapai 352 unit di tujuh kecamatan, dengan biaya pembangunannya Rp
15,8/unit.(non)
To Indek:
Tim Seleksi Crosscheck ke
Lapangan
Serambi-Langsa
Menyikapi kecurigaan di kalangan
masyarakat adanya manipulasi data dalam penerimaan CPNS korban DOM, Panitia
Penyeleksi CPNS menurunkan tim ke lapangan. Tujuannya untuk melakukan crosscheck
dan mencari informasi tentang CPNS korban DOM tersebut.
Sejak adanya penerimaan formasi khusus CPNS
korban DOM di lingkungan Pemda Aceh Timur baru pada penerimaan tahap terakhir
ini pihak panitia seleksi turun ke lapangan. Sedangkan pada penerimaan tahap
pertama dan kedua, panitia hanya melakukan pemeriksaan kelengkapan administratif
saja.
Koordinator tim
penyeleksi, Yusuf Putih kepada Serambi mengatakan, saat ini tim penyeleksi dari
unsur mahasiwa dan LSM sedang melakukan pengecekan ke desa-desa berkaitan dengan
formasi CPNS korban DOM tersebut.
Katanya, timbul pemikiran untuk melakukan
crosschek itu sebagai menyikapi adanya kecurigaan selama ini di kalangan
masyarakat seperti adanya permainan dalam penerimaan CPNS formasi khusus ini di
Pemda Aceh Timur.
Dalam proses penerimaan CPNS DOM ini disebut-sebut sebagian dari para
pelamar kerja itu bukan korban DOM. Bahkan di antara pelamar yang bukan korban
DOM itu telah memperoleh SK pengangkantan PNS.
Untuk mencari kebenarannya maka Bupati/Wabub
mempercayakan tim seleksi untuk melakukan observasi ke lapangan.
Jika tim menemukan bukti di
lapangan, PNS itu ternyata bukan korban DOM, maka yang bersangkutan akan dipecat
dan digantikan kepada korban ekses DOM. "Itu sesuai dengan penegasan Wabub, Pak
Nabhani," kata Yusuf Puteh yang juga selaku Ketua FP HAM Aceh
Timur.
Sebelumnya
Wakil Bupati Aceh Timur, Drs Nabhani, mengatakan, jika terbukti adanya PNS yang
masuk melalui formasi khusus ekses DOM di lingkungan Pemda Aceh Timur ternyata
bukan korban DOM, PNS tersebut akan dipecat. Namun sejauh ini belum ditemukan
bukti adanya penyimpangan penerimaan CPNS Korban DOM, kata Wabub Drs
Nabhani.
Nabhani
mengemukakan hal itu di hadapan panitia seleksi formasi khusus penerimaan CPNS
ekses DOM di ruang kerjanya, Rabu (31/5) lalu menyusul adanya sinyalemen
penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan CPNS di Pemda setempat.
Isu tersebut, kata Wabub, perlu
ditanggapi dan diselidiki. Karenanya pada kesempatan itu ia menegaskan kepada
tim penyeleksi agar menyelidikinya. Masyarakat juga boleh melaporkan adanya
pegawai-pegawai bukan DOM yang masuk lewat formasi khusus. "Jika terbukti PNS
bersangkutan bukan korban DOM, kita pecat," kata Nabhani.
Jatah penerimaan CPNS foramsi
khusus ekses DOM di lingkungan Pemda Aceh Timur tercatat 724 orang. Dari jumlah
tersebut 374 orang telah menerima SK pengakatan, 70 orang masih dalam proses TK
I. Dan, sisanya untuk jatah 280 orang lagi yang merupakan penerimaan tahap
terkkhir masih dalam penyaringan tim seleksi Pemda Aceh Timur. "Jumlah pelamar
kerja formasi korban DOM tahap terkahir ini mencapai 1576 orang," kata
Syaifullah SH, Kabag Personalia Setdakab setempat. (tam)
To Indek:
Harga Semen Andalas di Banda Aceh Terlalu
Tinggi
Serambi-Banda
Aceh
Harga eceran
semen Andalas di Banda Aceh yang mencapai Rp 16.500 hingga Rp17.000 per sak
dinilai terlalu tinggi, karena harga semen yang diproduksi di Aceh Besar itu di
pasaran Medan hanya berkisar Rp 15.750 - Rp 16.500/sak.
Menurut pantauan Serambi di Banda Aceh
beberapa hari terakhir, tingginya harga semen tersebut menjadi sumber keluhan
dari pengguna semen di daerah ini. "Semen itu diproduksi di sini, tapi harganya
kok sangat mahal," ujar seorang developer perumahan di Aceh Besar.
Seharusnya, tambah developer itu,
harga semen Andalas di Banda Aceh dan Aceh jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan di pasaran Medan, karena ongkos angkutnya jauh lebih murah.
Pihak PT SAI yang dikonfirmasi
Serambi kemarin mengakui, harga semen Andalas di Medan jauh lebih rendah karena
terjadinya perang harga antarprodusen dan distributor semen nasional. "Untuk
memper- tahankan pangsa pasar di Sumut, masing-masing produsen perang harga,
termasuk PT SAI," kata seorang staf pemasaran pabrik semen yang berlokasi di
Lhoknga,Aceh Besar itu.
Harga eceran semen di Banda Aceh kini sekitar Rp 16.500 - Rp 17.000/sak
(40kg), jelasnya, sudah merupakan harga minimal. "Jika pabrik/distributor masih
mempertahankan harga jual lama Rp 15.000 - Rp 15.500/sak, bisa mengganggu
pendapatan dan juga akan membawa dampak buruk bagi kelanjutan operasi pabrik di
kemudian hari," tuturnya.
Namun demikian, katanya, bila dibandingkan dengan harga semen produk
luar yang masuk ke Aceh mencapai Rp 18.600/sak di tingkat distributor, harga
jual eceran semen Andalas Rp 16.500 - Rp 17.000/sak itu, masih jauh di bawah
harga semen luar tersebut.
Bahkan bila dibandingkan dengan harga semen Padang, di Padang malah di
atas semen andalas mencapai Rp 18.500/sak. "Itu satu bukti bahwa harga semen
Andalas masih lebih murah dari semen Padang," katanya.
Para distributor SAI mengatakan, harga semen
di Banda Aceh dan Aceh Besar sejak berproduksi kembalinya PT SAI akhir Maret
lalu menurun dari Rp 22.000/sak menjadi Rp 17.000 - Rp 16.500/sak. Bahkan kini
sejumlah toko bahan bangunan yang biasanya memasukkan semen produk luar ke Aceh,
mulai April telah menghentikannya, kecuali PT Kande Agung masih memasoknya untuk
kebutuhan Aceh Barat.
PT SAI belum bisa masuk produknya secara normal ke Aceh Barat dan Aceh
Selatan karena faktor X saja, kata seorang distributor. Truk- truk semen yang
berani mengangkut secara terangan-terangan ke Aceh Barat akan mendapat ancaman.
Karena itu, transporter semen di Banda Aceh dan Aceh Besar tidak lagi melayani
jurusan Barat dan Selatan, tetapi Banda Aceh dan sekitarnya.
Sedangkan untuk mensuplai kebutuhan
Pidie, Bireuen, Aceh Tengah, dan Aceh Timur, disuplai dari Silo SAI di
Pelabuhan, Krueng Geukueh, Lhokseumawe, Aceh Utara.(her)
To Indek: