06.30 Wib Senin,  12 Juni  2000

  Afdal Tolak Audit Pengurus Yayasan Aswaja, Afdal Yasin, menolak diaudit oleh akuntan publik, AFDAL YASINatau berkoordinasi dengan DPRD dalam soal penyaluran bantuan. Alasannya karena hibah Sultan Brunai adalah bersifat pribadi. Namun untuk sekedar dengar pendapat dengan DPRD, Afdal menyatakan kesiapannya.
Pendapat itu dikemukakan oleh Afdal Yasin kemarin dalam wawancara khusus dengan Serambi. Ketika ditanya apakah penyaluran bantuan semacam itu harus koordinasi dengan DPRD, Afdal Yasin hanya menjawab 'apa perlunya'. Sebab, bantuan itu berasal dari dana pribadi Sultan Hasanal Bolkiah ke pribadi Gus Dur. Urusan DPRD, jelasnya, kalau bantuan berasal dari negara ke negara

  Anggota DPRD A Selatan Tewas Ditembak Harun Aldy (57), anggota DPRD Aceh Selatan, Minggu (11/6) pagi ditemukan tewas dengan luka tembak di ruas jalan Desa Ruak, Kecamatan Klut Utara, sekitar 6 KM dari Kota Fajar, arah Manggamat. Jenazah setelah divisum sempat disemayamkan di kediamannya sebelum dimakamkan

  Rusli Bakal Ganti Tgk Nash di DPR-RI Drs Rusli Ibrahim dikabarkan bakal ditetapkan sebagai anggota DPR- RI antar waktu dari PPP menggantikan Tgk Nashiruddin Daud yang meninggal dunia beberapa bulan lalu.

  Menteri Pemukiman Tinjau Pesantren di Aceh Besar

  DTD Aceh Besar Hancur-hancuran

  AMIK Almuslim Jadi Milik Pribadi

  Mahasiswa Almuslim Tuntut Ketua STP Diganti

  Dibakar Dua Baot Katrol Lokal

  Korban Penembakan Bakongan Pertanyakan Bantuan DTD
 
 
 

To Indek:

 

Afdal Tolak Audit

Serambi-Banda Aceh
Pengurus Yayasan Aswaja, Afdal Yasin, menolak diaudit oleh akuntan publik, atau berkoordinasi dengan DPRD dalam soal penyaluran bantuan. Alasannya karena hibah Sultan Brunai adalah bersifat pribadi. Namun untuk sekedar dengar pendapat dengan DPRD, Afdal menyatakan kesiapannya.
Pendapat itu dikemukakan oleh Afdal Yasin kemarin dalam wawancara khusus dengan Serambi. Ketika ditanya apakah penyaluran bantuan semacam itu harus koordinasi dengan DPRD, Afdal Yasin hanya menjawab 'apa perlunya'. Sebab, bantuan itu berasal dari dana pribadi Sultan Hasanal Bolkiah ke pribadi Gus Dur. Urusan DPRD, jelasnya, kalau bantuan berasal dari negara ke negara.
"Saya orang DPR bang, tolong dimuat," ujarnya.
Karenanya, menurut Afdal, masih banyak lagi pekerjaan yang harus dituntaskan oleh DPRD. Bahkan jumlahnya lebih besar. Contohnya korupsi kenegeraan yang merupakan tanggungjawab DPRD. Namun kalau DPRD meminta penjelasan dalam dengar pendapat, Afdal mempersilakan saja. Dan ia mengaku pasti mau memeberikan penjelasan.
Kalau akuntan publik ingin mengaudit, Afdal secara tegas menolaknya. "Lho apanya yang mau diaudit. Sebab itu dana pribadi. Kalau mau diaudit ya semuanya. Apa ngak tambah kacau balau tuh," jawab Afdal Yasin.
Untuk itu, katanya, harus dipisahkan antara urusan kenegeraan dengan yang bersifat pribadi. Jikapun diaudit, yang dibantu melalaui Yayasan Aswaja adalah komponen-komponen. "Mereka punya otonomi, mau ngak mereka mereka diaudit. Hasilnya sudah tentu tidak ada kelanjutannya," jelas Afdal memberi alasan.
Menurut pikirannya, soal seperti ini tak perlu diperpanjang. Prinsipnya, Yayasan Aswaja akan melakukan apa yang bisa di pertangungjawabkan.
Menyangkut dana yang telah disalurkan, katanya, pasti sampai ke masyarakat. Afdal Yasin sangat yakin sekali semuanya sampai ke tujuan. Lagi pula, ia mengaku tidak berburuk sangka pada komponen- komponen yang bekerjasama dengan Yayasan Aswaja.
Untuk itu, seharusnya kita hormati apa yang telah dilakukan oleh seluruh komponen yang ada di Aceh. Ia mengajak semua pihak agar saling merhormati, saling menghargai, dan mari kita sukseskan apa yang menjadi tugas.
Selain itu ia memohon agar masyarakat tenang dan tidak terpancing dengan hal-hal yang tidak jelas. Juga kepada Abu-abu dari GAM yang sedang berjuang juga jangan sampai terpancing. "Jangan seperti elit-elit politik yang tidak karu-karuan," ujarnya lagi.
Untuk itu, Afdal Yasin meminta kepada orang yang telah mengeluarkan pernyataan menjurus fitnah terhadap pribadi Yayasan Aswaja atau pribadinya, agar bertangungjawab. Maksudnya supaya seimbang dan semua yang berbuat harus bertangungjawab. Karena, pernyataan tanpa mengetahui dan tidak mempunyai bukti adalah fitnah.

"Saya juga orang berkaum. Saya juga punya kaum saya, sebagai Ketua Iksas. Mereka juga resah. Saya muda-muda begini juga Ketua Adat. Itu tolong dimengerti, saya juga punya pengikut. Nah kalaulah mereka ngamuk tak karu-karuan, akhirnya kacau semua," katanya.
"Sekarang kan mulai menjurus ke situ. Sudah mulai panas-panasan. Mereka minta saya bertindak. Minta ijin mereka akan bertindak. Maksudnya betul. Saya bilang jangan, ini bukan urusan kalian," tambah Afdal lagi.
Selain itu, ia juga memeberitahukan agar yang belum jelas tentang dana itu, bertanya dan menghubungi Yayasan Aswaja. Sebab, orangnya tidak akan lari dari tanggungjawab. "Kita orang Aceh kok", katanya.
Di samping itu, ketika Serambi menanyai apakah ada dana lain yang disalurkan selain dari pribadi Sultan Brunei, secara tegas ia menyebutkan tidak ada. Menjawab Serambi kenapa bantuan dari Gus Dur itu sampai ke Aswaja, ia menyebutkan ada pertimbangannya. "Yaitu, di dalam Aswaja ada Afdal Yasin," katanya lagi.
Jadi, jelasnya lagi, kita belum pernah terima dari manapun baik dari Pemda, konglomerat, apalagi dari DPRD. Begitupun, ia mengakui bahwa persoalan dana Brunei saja sudah repot sekali.
Ia juga menjelaskan bahwa, Yayasan Aswaja yang beralamat di Jalan Residen Dano Broto No 32, Geuceu Komplek, Banda Aceh ini berdiri sejak April 1999. Mulai awal Januari 2000 yayasan ini mulai menyalurkan bantuan tahap demi tahap.
Dengan demikian, ia sangat kesal jika ada yang menyebutkan dana itu dikelola oleh Yayasan Aswaja. Karena, beberapa proposal baru dinaikkan (ke H Masnuh--red) secara kelompok.
Ia juga mengklarifikasi bahwa nilai bantuan dana Brunei untuk Aceh, seperti yang dikatakan Gus Dur di DPR-RI. Yaitu 600.000 dolar US, atau kurang lebih Rp 4-5 Milyar.
Ajukan proposal
Pengurus Yayasan Ashlusunnah Waljamaah (Aswaja) itu juga menpersilahkan bila ada komponen masyarakat Aceh yang ingin mengajukan proposal. Karena, Aswaja berusaha untuk memperjuangkan melalui bantuan-bantuan kepada pribadi KH Abdurrahman Wahid yang dananya dipegang H Masnuh.
Kalau ternyata nanti diajukan, ternyata dana dari Sultan Brunei sudah tidak ada, katanya, mungkin bisa mengalihkan melalui dana dari Raja Arab Saudi atau dari Kuwait. Kalau bantuan yang dibutuhkan ternyata banyak, tambah Afdal Yasin, maka tetap akan diperjuangkan. Namun untuk yang akan datang, ada catatannya.
Maksudnya, dana yang disalurkan tidak boleh tumpang tindih dengan yang disalurkan komite Jeda Kemanusiaan. Artinya, mana yayasan, komponen-komponen, atau LSM-LSM yang mau membantu masyarakatnya, harus bekerjasama dengan komite-komite itu.
Jadi, katanya, ada batasan-batasan yang bisa disalurkan melalui Yayasan Aswaja, tanpa menggangu nota kesepahaman itu. Contohnya, tidak boleh menyalurkan bantuan kemanusiaan secara langsung seperti membantu beras. Tapi membantu pemberdayaan ke masyarakat boleh dilakukan. Sebab, tidak ada dalam nota kesepahaman itu. Tujuannya agar jangan sampai komite-komite itu marah kepada lembaga yang menyalurkan bantuan seperti Yayasan Aswaja. (yed)

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Anggota DPRD A Selatan Tewas Ditembak

Serambi-Banda Aceh
Harun Aldy (57), anggota DPRD Aceh Selatan, Minggu (11/6) pagi ditemukan tewas dengan luka tembak di ruas jalan Desa Ruak, Kecamatan Klut Utara, sekitar 6 KM dari Kota Fajar, arah Manggamat. Jenazah setelah divisum sempat disemayamkan di kediamannya sebelum dimakamkan.
Informasi tewasnya Harun Aldy yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PDI-Perjuangan Aceh Selatan itu, baru beredar di Tapaktuan pada petang harinya. Para kolega korban sampai tadi malam belum mengetahui persis musibah yang menimpa rekannya itu.
Kapolres Aceh Selatan, Mayor Pol Drs Supriadi Djalal didampingi Kasat Serse, Kapten Teddy JS kepada Serambi tadi malam mengatakan, jenazah korban ditemukan sekitar pukul 07.00 WIB oleh masyarakat dilintasan Desa Ruak, persis di depan Pos Pemuda Desa Ruak atau sekitar 1,5 KM dari rumah korban di Dusun Gunung Pudung. Temuan itu dilaporkan Kades bersama dua anggota masyarakat ke Polsek Kluet Utara.
Kondisi mayat korban ketika ditemukan sangat menggenaskan. Terdapat luka tembak di bagian pelipis, serta 10 luka tusuk benda tajam pada bagian belakang dan satu tusukan pada bagian dadanya. Didekat jenazah, ditemukan sebilah rencong yang sudah patah berlumuran darah yang diduga alat membunuh korban. Selain itu juga ditemukan satu unit sepeda motor bebek jenis Kawasaki milik korban.
Menurut Kapolres, pagi kemarin Harun Aldy berangkat dari rumahnya menuju Kotafajar dengan mengendarai sepeda motor. Setelah berjalan sejauh 1,5 KM di suatu tempat yang sunyi jauh dari pemukiman penduduk, korban dihadang oleh pelaku yang belum diketahui identitasnya.
Aparat Polsek bersama sejumlah anggota Brimob yang di BKO di tempat itu, setelah menerima laporan segera mendatangi TKP dan selanjutnya mengevakuasi jenazah korban ke Puskesmas Kutafajar. Setelah divisum, mayat korban diserahkan kepada keluarganya untuk dikebumikan di desanya.
Motif pembunuhan anggota DPRD Aceh Selatan itu belum diketahui. "Pelakunya masih dalam penyelidikan. Sampai kemarin petang Polsek Klut Utara telah memintai keterangan sejumlah saksi. Untuk penyidikan lebih lanjut, kasus pembunuhan anggota dewan itu kita tarik ke Polres," kata Mayor Supriadi Djalal.
Beberapa anggota dewan yang ditanyai Serambi tadi malam menyangkut tewasnya Harun Aldy, menyatakan sangat terkejut. "Kami benar-benar berduka atas kepergian rekan kami itu. Semoga amal baik almarhum dalam membela dan memeperjuangkan aspirasi rakyat, hendaknya mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT," katanya.
Harun Aldy, putra kelahiran Labuhan Haji, menikah dengan wanita dari Klut Utara. Dikalangan anggota dewan, almarhum dikenal sebagai figur yang sangat menyenangkan.
Kepergian almarhum dinilai rekan-rekannaya sangat cepat. Rabu (7/6) lalu Harun Aldy masih sempat menyampaikan pemandangan umum dewan menanggapi RAPBD Aceh Selatan Tahun 2000. Tanpa disadari, pidato yang disampaikannya itu merupakan yang terakhir dalam memeperjuangkan aspirasi rakyat Aceh Selatan. Malahan, dalam kesempatan itu, almarhum sempat menyoroti beberapa ketimpangan. Terakhir Harun Aldy masih terlihat hadir dipersidangan pada Sabtu (10/6) pada acara mendengar jawaban Bupati Aceh Selatan atas pemandangan umum anggota dewan.
Harun Aldy, dilantik menjadi anggota DPRD Aceh Selatan hasil Pemilu 1999 lalu mewakili Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia merupakan satu-satunya wakil PDI-P di lembaga legeslatif setempat. Setelah menjadi anggota dewan, ia bergabung dengan Fraksi Poros Tengah bersama beberapa partai lainnya. (tim)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Rusli Bakal Ganti Tgk Nash di DPR-RI

Serambi-Banda Aceh
Drs Rusli Ibrahim dikabarkan bakal ditetapkan sebagai anggota DPR- RI antar waktu dari PPP menggantikan Tgk Nashiruddin Daud yang meninggal dunia beberapa bulan lalu.
Informasi itu disampaikan sumber Serambi dari kalangan pengurus DPP PPP tadi malam. Namun, Wakil Ketua DPW PPP Aceh, Drs Mustafa A Geulanggang yang dihubungi Minggu (11/6) tadi malam, mengaku belum bisa memastikannya. Tapi, Mustafa mengakui bahwa Rusli Ibrahim yang asal daerah pemilihan Aceh Timur itu termasuk sebagai salah seorang calon pengganti yang direkomendasikan DPW PPP Aceh sebagai pengganti almarhum Tgk Nashiruddin Daud.
Selain nama Rusli Ibrahim, kata Mustafa Geulanggang, DPW juga merekom tujuh nama Caleg pusat lainnya dari asal pemilihan Aceh. "Keputusan akhirnya tentang siapa yang akan menggantikan jabatan itu, akan ditentukan oleh DPP," katanya.
Yang jelas, kata Mustafa, sampai Sabtu (10/6), DPW belum menerima SK presiden yang menetapkan Rusli Ibrahim sebagai pengganti. Sehingga DPW belum punya pegangan apakah informasi itu benar atau tidak.
Dijelaskan juga, Rusli Ibrahim adalah Caleg tetap DPR-RI asal pemilihan Aceh Timur. Ia lahir di Kecamatan Manyak Payed dan besar di Kabupaten Aceh Besar. Saat ini ia tinggal dan menetap di Desa Tanjung, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.
Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, Tgk Nashiruddin Daud ditemukan meninggal dunia di kawasan Sumatera Utara sekitar akhir Januari 2000 lalu setelah beberapa hari sebelumnya diculik kelompok tak dikenal. Hingga kini kasus pembunuhan ulama tersebut belum juga terungkap. Melalui Pemilu 1999, Tgk Nash dari unsur Perti itu, terpilih menjadi DPR-RI dari PPP mewakili daerah pemilihan Aceh Selatan. (yed)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Menteri Pemukiman Tinjau Pesantren di Aceh Besar

Serambi-Banda Aceh
Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah, Ir Erna Witoelar, Minggu (11/6) kemarin, meninjau pembangunan Pesantren Terpadu Tgk Chik Eumpee Awee di Kemukiman Bukit Baro Kecamatan Montasik, Aceh Besar, sekitar 3 km arah Tenggara Bandar Udara Sultan Iskandar Muda.
Didampingi Gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud beserta sejumlah kepala dinas terkait, Erna Witoelar yang kedua kali datang ke pesantren itu, disambut para santri dan pimpinan yayasan Tgk Chik Eumpee Awee di wilayah perbukitan kawasan tersebut.
Pada kesempatan itu, Erna Witoelar menyatakan kegembiraannya karena telah menyaksikan langsung pembangunan enam lokal baru bertingkat dan asrama bertingkat yang kini sedang dipacu pembangunannya.
Untuk menunjang pembangunan sarana dan parasana di pesantren ini, Erna berjanji untuk terus membantu penyediaan dana dari pusat. "Insya Allah , tahun 2000 ini juga akan kita usahakan dana untuk pengaspalan jalan tembus dari lokasi pesantren menuju Indrapuri," katanya disambut tepukan gembira dari masyarakat yang hadir.
Erna juga menyambut baik pernyataan Bupati Aceh Besar yang mengharapkan pembanguanan pesantren terpadu ini dapat diselesaikan pembangunannya dengan "keroyokan". Istilah keroyokan ini, disambut oleh Erna Witoelar seraya menyatakan, untuk membangun pesantren terpadu yang membutuhkan dana sekitar Rp 76 milyar lebih ini, memang perlu kita lakukan secara "keroyokan".
"Tanpa keroyokan, sulit bagi kita untuk segera menyelesaikan seluruh sarana dan prasarana yang diperlukan pesantren ini. Tak mungkin, kalau hanya satu pihak saja yang mengusahakan pembangunannya. Saya yakin, dengan kerja keras dari bupati dan Pak M Asyik Ibrahim selaku wakil pimpinan pesantren, dapat menggalang dana dari lapisan masyarakat dan donatur lainnya. Sehingga pesantren terpadu ini segera terwujud," harap Erna Witoelar.
Kehadiran pesantren terpadu di daerah ini, kata Erna Witoelar, sangat penting artinya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berahklakulkarimah. Para jebolan pesantren ini kelak, diharapkan dapat menjadi pemimpin-pemimpin umat. Sehingga Aceh di masa depan dapat lebih berkembang dan makmur.
Dalam kesempatan itu, Erna Witoelar memperkenalkan pimpinan badan- badan PBB di Indonesia yang ikut dalam rombongan menteri berkunjung ke Aceh. Pimpinan Badan PBB itu selama ini ikut menangani masalah pembangunan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Pesantren terpadu yang berlokasi sangat stretegis di kawasan pebukitan dan lembah Kecamatan Montasik itu nantinya akan mendidik santri-satri pria dan wanita mulai dari tingkat MTsN, MAN sampai S1.
Saat ini, sedang dikerjakan pembangunan enam lokal belajar dua tingkat dan satu bangunan asrama dua tingkat yang dapat menampung 500 santri, dengan bantuan dana dari APBN tahun anggaran 1999/2000.
Menurut Wakil Ketua Yayasan Tgk Chik Eumpee Awee, M Asyik Ibrahim, untuk lokasi pesantren telah tersedia 102 ha tanah milik adat Kemukiman Bukit Baro yang telah dihibahkan kepada yayasan, ditambah 20 hektar tanah milik pengusaha Lukman CM yang juga telah dihibahkan ke yayasan.
Selain itu, di bidang pertanian para santri telah pula menanam 3.500 batang pinang di areal seluas 6 ha. Di samping itu telah pula dilakukan pencetakan sawah baru seluas 35 ha dari areal 70 hektar yang tersedia.
Untuk menunjang kehidupan santri dan masyarakat sekitarnya diprogramkan membangun waduk dan jartingan irigasi. Sehingga, nantinya para santri di kawasan itu dapat mengusahakan pertanian, peternakan, dan perikanan.
"Jika semua sarana dan parasaran dan fasilitasnya sudah terbangun, maka pesantren terpadu ini nantinya merupakan terbesar di Aceh," kata M Asyik Ibrahim.
Seusai meninjau pesantren terpadu, Erna Witoelar dan rombongan langsung meninjau pembangunan pelabuhan Ulee Lheue. Di tempat itu, Ketua Bappeda Banda Aceh Ir Nasruddin Daud didampingi Walikota Drs Zulkarnaen melaporkan secara rinci pembangunan Pelabuhan Ulee Lheue, lengkap dengan berbagai fasiltas pendudkung lainnya.
Namun, menteri mengingatkan untuk membangun kawasan itu harus diperhatikan benar Amdalnya. "Jangan sampai nanti, dibangunnya kawasan itu membuat Banda Aceh menjadi genangan banjir kembali. Tolong, diteliti benar amdalnya," harap Erna Witoelar.
Siang kemarin, Erna Witoelar berangkat dengan pesawat helikopter menuju Lhokseumawe untuk meninjau pembangunan perumahan kumuh kawasan Pantai Pusong. (kan)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

DTD Aceh Besar "Hancur-hancuran"

Serambi-Banda Aceh
Dua anggota DPRD Aceh Besar, Taslim A Jalil (Partai Bulan Bintang) dan Razami (Partai Abulyatama) menilai pelaksana proyek Dana Tanggap Darurat (DTD) di daerah itu tidak transparan dan terkesan "hancur-hancuran". Forum Perwakilan Masyarakat (FPM) yang dipercaya melakukan pendataan dan penyaluran dana kemanusiaan tersebut terindikasi tidak bisa menjalankan fungsi seperti diharapkan. "Bap- peda sebagai lembaga yang sangat berkompeten dengan proyek ini harus bertanggung jawab," tegas Razami dibenarkan Taslim.
Kepada Serambi Sabtu (10/6), Razami selaku Wakil Ketua Komisi D (bidang pembangunan), dan Taslim A Jalil dari Komisi B (bidang keuangan) mengungkapkan, salah satu permasalahan yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada mereka adalah menyangkut pelaksanaan proyek DTD.
Laporan tersebut ada yang disampaikan melalui surat atau secara langsung ketika mereka (yang tergabung dalam Pansus IV DPRD Aceh Besar) turun ke kecamatan sejak Sabtu (10/6). "Kami mendapat tugas ke Kecamatan Lhoknga (termasuk Leupueng), Peukan Bada, dan Lhoong. Di Kecamatan Lhoknga, laporan permasalahan seputar DTD ini termasuk menonjol, selain laporan di luar itu," kata Taslim.
Secara resmi, menurut Taslim, laporan atau masukan yang mereka terima akan dibahas lebih lanjut di forum dewan. Karenanya, kedua wakil rakyat itu meminta Serambi agar tidak mempublikasikan dulu laporan kasus-kasus per kasus yang mereka dapatkan.
Khusus menyangkut DTD, secara garis besar Taslim dan Razami menduga penyebab terjadinya persoalan di lapangan akibat tidak becusnya FPM maupun Forum Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang telah diatur.
"Di Kecamatan Lhoknga, banyak masyarakat yang sebenarnya berhak ternyata tidak kebagian dana tersebut. Malah ada bantuan yang overlaping. Semua ini akan kami bahas lebih lanjut dan dilaporkan ke sidang pleno dewan. Kita juga akan minta penjelasan dari pihak eksekutif," tandas Taslim dan Razami.
Tanggung jawab Bappeda
Meskipun FPM dan Forum Pengawas DTD di Aceh Besar terindikasi tidak becus dalam melaksanakan fungsinya, tapi pihak Bappeda tidak bisa lepas tangan.
Menurut Razami, Bappeda sebagai lembaga yang paling berkompeten harus bertanggung jawab terhadap timbulnya berbagai persoalan seputar proyek DTD tersebut. "Tidak bisa hanya mengatakan soal itu adalah tanggung jawab FPM atau Forum Pengawas. Apalagi ada yang mensinyalir FPM dan Forum Pengawas sudah distel sedimikian rupa oleh oknum-oknum di Bappeda," kata Taslim dibenarkan rekannya Razami.
Mengenai masuknya nama-nama sejumlah anggota DPRD Aceh Besar dalam FPM maupun Forum Pengawas DTD, dinilai oleh Taslim dan Razami bisa- bisa saja sejauh yang bersangkutan mampu menjalankan fungsi kontrol sebagaimana mestinya. "Anehnya ada rekan-rekan anggota dewan yang direkrut oleh Bappeda tak tahu apa-apa tentang proyek DTD di daerahnya. Benar-benar aneh," ungkap Razami.
Pengadaan traktor
Lebih lanjut Razami dan Taslim mengungkapkan, DTD Aceh Besar senilai Rp 5.757.000.000 diarahkan antara lain untuk pengadaan lima unit traktor, dengan harga per unitnya Rp 205 juta.
Namun sebagaimana laporan yang diterima kedua anggota dewan tersebut, hingga saat ini kelima unit traktor itu belum dibeli. Padahal, kebutuhan sedang mendesak karena petani sudah mulai turun ke sawah. "Karena traktor itu belum juga dibeli, muncul dugaan macam-macam dari masyarakat. Jangan-jangan uangnya singgah dulu di deposito. Kecurigaan itu muncul akibat tidak transparannya pengelolaan DTD," ujar Razami.
Mengenai belum dibelinya traktor sebanyak lima unit itu, Ketua Bappeda Aceh Besar, Drs Razali Amin kepada Serambi sebelumnya beralasan, bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti peng- adaan lima unit traktor, pengadaan boat untuk Pulo Aceh, rehab berat dok nelayan, sarana perlengkapan nelayan dan bantuan untuk pembasmi hama karang laut masih dalam proses.
Sorotan YLBPI
Sorotan terhadap kinerja Bappeda Aceh Besar, bukan hanya datang dari kalangan anggota dewan, tapi juga dari LSM Yayasan Lembaga Bantuan Pertanian Indonesia (YLBPI) Aceh.
Dalam siaran pers-nya tertanggal 08 Juni 2000, Direktur Eksekutif LSM-YLBPI Aceh, Muliyadi menandaskan, menyangkut masalah DTD Aceh Besar yang hingga kini belum tuntas disalurkan hendaknya ditanggapi serius oleh Bappeda dengan meningkatkan profesionalisme kerja. "Cukup banyak masyarakat yang sebenarnya berhak dengan bantuan itu. Herannya kenapa terkesan sangat sulit mendistribusikan dana itu," kata Muliyadi.
LSM YLBPI juga menilai, dana DTD Aceh Besar sepertinya kurang menyentuh masyarakat petani. Padahal mayoritas masyarakat daerah ini adalah petani yang masih miskin. Kalau pun ada pengalokasian dana untuk pembelian traktor, ternyata hingga kini traktor itu pun belum jelas. "Ketika DTD itu diperjuangkan, yang dijual adalah masyarakat miskin dan korban konflik. Karenanya LSM-YLBPI mengharapkan agar peruntukannya sesuai dengan yang diusulkan. Jangan sampai muncul pengkhianat," tandas Muliyadi melengkapi keterangan pers-nya.(asi)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

AMIK Almuslim Jadi Milik Pribadi

Serambi-Bireuen
Musyawarah V Yayasan Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen, Sabtu (10/6) berlangsung alot, menyusul ketidakpuasan peserta yang menyorot pengalihan status AMIK Almuslim Lhokseumawe.
Seperti yang disaksikan Serambi saat pertanggunganjawab pengurus yayasan Almuslim periode sebelumnya, mendapat sorotan peserta musyawarah, khususnya menyangkut pengalihan status AMIK Almuslim yang berlokasi di Lhokseumawe.
Ketidakpuasan itu, setelah Akademi Managemen Informatika dan Komputer (AMIK) yang sejak tahun 1995 bernaung di bawah Yayasan Almuslim Peusangan, berubah status menjadi milik pribadi lewat bentukan yayasan baru, Yaitu Yayasan Bina Bangsa pada tahun 1998.
Kenyataan itu, kata Hanafiah Ibrahim Suri, sangat menyesakkan masyarakat Peusangan yang merasakan reputasi Almuslim Peusangan semakin terpuruk. Kondisi seperti itu, semakin menyakitkan, karena kemudian AMIK Lhokseumawe yang sebelumnya bernaung di bawah yayasan Almuslim, telah berubah status kepemilikan.
Dengan raut wajah kecewa, mantan anggota DPRD Aceh Utara itu, mengibaratkan kasus tersebut seperti mawah leumo. Saat lembunya sudah beranak, ternyata pemiliknya tidak merasakan hasilnya. "Anak lembunya pun hilang, dan dijual tanpa sepengetahuan pemiliknya," tamsil Hanafiah.
Karenanya Hanafiah mengecam perubahan status kepemilikan AMIK Lhokseumawe maupun penjualan asset bergerak Almuslim, hanya atas kesepakatan segelintir orang, tanpa melibatkan mayoritas pengurus yayasan.
Dalam laporan Ketua Yayasan Almuslim, HMA Jangka, yang disampaikan Direktur AMIK Almuslim, Drs Amiruddin Idris terungkap, sejak tahun 1998, AMIK Lhokseumawe sudah mempunyai yayasan tersendiri, yaitu Yayasan Bina Bangsa dengan ketua perdana Drs Amiruddin Idris.
Sedangkan pemilik modal pada awal pendirian AMIK Lhokseumawe masing-masing HMA Jangka, Drs Amiruddin Idris, Asnawi Hasan SE, Drs Amiruddin Ali, Drs Bukhari Yusuf, Drs M Ali Abdullah, Iskandar Z.Kom, Drs Marwan Hamid, dan Drs Hambali. Dengan perubahan status tersebut, maka AMIK Lhoksemawe tidak lagi menggunakan Yayayasan Almuslim.
Namun, dalam laporan itu tidak disinggung menyangkut persentase saham Almuslim maupun besarnya fee. Karena, sejak awal pendirian AMIK Lhokseumawe menggunakan nama Yayasan Almuslim Peusangan. "Awal berdirinya AMIK Lhokseumawe menggunakan Yayasan Almuslim. Setelah berkembang, mencampakkan Yayasan Almuslim dan membuat yayasan pribadi. Maunya, janganlah yayasan milik masyarakat Peusangan itu dimanfaatkan untuk mengejar kepentingan pribadi oleh sekelompok orang," tanggap tokoh ekponen '66 Drs Ibrahim Hasyimi kepada Serambi seusai musyawarah.
Peserta musyawarah lainnya kepada Serambi mengatakan, bagaimanapun, hadirnya AMIK Lhokseumawe adalah andil Yayasan Almuslim. Karena, untuk membuat yayasan lain saat itu, membutuhkan waktu dan dana yang besar. Jikapun, yayasan Almuslim tidak punya kas untuk mendirikan AMIK di Lhokseumawe waktu itu, tentu andil yayasan tidak hilang begitu saja, dan harus menjadi pemegang saham, atau setidak-tidaknya mendapat fee selaku pemegang "lisensi".
Waktu itu, setiap pribadi mengeluarkan modal sekitar Rp 1,5 juta. "Padahal lebih mulia, jika modal mereka diwakafkan untuk Almuslim, seperti masyarakat Peusangan lainnya yang telah banyak mewakafkan tanahnya," tanggap peserta tadi.(mu)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Mahasiswa Almuslim Tuntut Ketua STP Diganti

Serambi-Bireuen
Peserta Musyawarah V Yayasan Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen, Sabtu (10/6) dibuat heboh, karena aksi demo mahasiswa setempat yang minta Ketua Sekolah Tinggi Pertanian (STP) dicopot dari jabatannnya, karena dinilai telah melakukan berbagai ketimpangan.
Musyawarah yang dibuka Bupati Bireuen yang diwakili Djafar Abbas BA, sempat terganggu dengan aksi demo serta pemajangan spanduk dan pamplet di sekitar arena musyawarah. Namun, kegiatan rutin lima tahunan tersebut dapat berlangsung sampai tuntas, setelah pihak yayasan menerima "gugatan" yang disampaikan mahasiswa, menyangkut tudingan terhadap ketua STP.
Dalam spanduk yang dipajang tertera tulisan "Copot Ketua STP dan Hilangkan Praktek Money Politic". Tulisan dalam spanduk lainnya berbunyi "Jangan Lakukan Bisnis di Kampus Rakyat, Segera Reformasi Kampus". Tulisan tersebut, sepertinya bukan hanya ditujukan kepada ketua STP, namun terhadap kebijaksanaan lainnya yang terjadi di perguruan tinggi milik rakyat Peusangan itu.
Sedangkan secarik "gugatan" yang disampaikan BEM-STP, menyangkut penyimpangan yang terjadi di STP yang dilakukan oleh ketuanya. Antara lain disebutkan, bahwa STP sudah dijadikan lahan bisnis pribadi. Setiap mengajukan makalah kemahasiswaan, mahasiswa harus menyelesaikan dengan uang.
Kuliah kerja nyata (KKN) dibuat asal-asalan, dan pemotongan beasiswa Rp 100 ribu/mahasiswa. Selain itu, dituding tidak administratif dan tidak difungsikan bagian-bagian sebagaimana ditentukan oleh akademik. Tidak ada koordinasi dengan bawahannya dalam mengambil keputusan, serta tidak disiplin dan visi yang jelas sebagai ketua STP.
Mereka juga mengajukan kriteria bagi calon Ketua STP mendatang, yang antara lain memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi, sehingga kedisiplinan dan kepemimpinan tercermin jauh ke depan. Pemimpin yang akan datang, tanggap dan aspiratif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus mengupayakan kebutuhan mahasiswa dalam proses belajar mengajar, serta perlu peningkatan dosen.
Belum diperoleh konfirmasi menyangkut tuntutan mahasiswa tersebut, mengingat pengurus Yayasan Almuslim Peusangan belum lagi terbentuk. Tim formatur hanya berhasil memilih Ketua Yayasan saja, yaitu Drs H Muhammad Ali Ishak. Sedangkan kepengurusan lengkap diserahkan kepada ketua terpilih untuk memilih "kabinetnya" dengan batas waktu, satu bulan. Dalam kesempatan tersebut, tim formatur juga tidak berhasil memilih Majelis Permusyarawatan Almuslim (MPA) periode mendatang.
Bupati Bireuen Drs H Hamdani Raden menjawab Serambi menginginkan perguruan tinggi Almuslim Peusangan menjadi satu-satunya lembaga pendidikan tinggi di Kabupaten Bireuen. Kepada pengurus nantinya, mampu mengelola Almuslim dengan transparan. Kelak, diharapkan bisa menjadi asset Pemda yang anggarannya disesuaikan dengan dinas-dinas yang ada di Kabupaten Bireuen. "Nantinya, tidak terkesan milik orang Matang, kendati yang mengelolanya adalah putra Peusangan, mengingat sejarah Almuslim yang memang milik masyarakat Peusangan itu sendiri," ujar bupati.(mu)
 
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Dibakar Dua Baot Katrol Lokal

Serambi-Langsa
Dua unit boat katrol lokal masing-masing bernama KM Tantin dan GT-7 musnah terpanggang api di perairan Aceh Timur, persisnya di kawasan pantai Telaga Tujuh. Baot pukat harimau dibakar oleh sejumlah warga nelayan sekitar pukul 24.00 Wib Kamis (8/6). Razali, salah seorang ABK boat katrol KM GT 7 yang dibakar itu mengatakan pada malam itu tiga buah boat kecil dari arah Telaga Tujuh menghampiri boat mereka yang sedang melabuh jaring. Para pemuda itu membawa parang (golok).
Setelah naik ke boat katrol, para kawanan pemuda itu langsung mengancam ABK boat katrol berjumlah lima orang itu. Mereka juga mengambil uang milik ABK. Uang sejulah Rp 600 ribu dan arloji milik tekong kami disikat kawanan pemuda itu," kata Razali.
Selain boat GT-7 para kawanan pemuda itu juga menangkap boat katrol KM Tantin. Selanjutnya kedua boat katrol yang telah dikuasai kawanan pemuda itu dibawa ke arah Telaga Tujuh.
Sesampai di kawasan Telaga Tujuh boat katrol malang itu dikandaskan ke pantai. Selanjutnya terjadilah aksi pembakaran itu, setelah terlebih dahulu ABK-nya diturunkan ke darat.
Setelah mendapat laporan adanya aksi pembakaran boat itu, petugas Kamla terdiri dari aparat Marinir dan Pol Airud Kuala Langsa , pada Jumat (9/6) pagi melakukan penyelidikan ke TKP untuk mencari tahu motif pembakaran itu.
Komandan Pol Airud Kuala Langsa, Letda Pol Hasan Yusuf kepada Serambi kemarin membenarkan adanya aksi pembakaran itu.
Pihaknya juga sudah mengambil keterangan dari para korban yakni ABK kedua boat katrol yang dibakar itu. Berdasarkan keterangan korban, aksi pembakaran itu bukan dilakukan massa nelayan. Karena para pelaku pembakaran ini juga menyikat uang dan barang pribadi milik ABK. Bisa saja pembakaran itu bermotif kriminal," kata Letda Pol Hasan Yusuf.
Massa nelayan jika menangkap boat katrol, tidak mengambil barang-barang milik ABK seperti uang, arloji dan lainnya. Keanehan lainnya lain para kawanan pelaku penbakaran itu juga mebakar alat penangkap ikan (pukat harimau).
Berbeda dengan aksi yang dilakukan massa, jika pun melakukan pembakaran boat, massa nelayan tidak memusnahkan alat penangkapan ikannya. Karena pukat harimau itu akan dijaidikan sebagai barang bukti. Tapi aksi pembakaran kali ini boat dan pukatnya dibakar.
Menurut Dan Pol Airud, ABK kedua boat katrol yang dibakar itu dalam memberikan keterangan kepada aparat Kamla mengaku mengenal para pelaku pembakaran boat itu.
Masalah boat katrol ini merupakan masalah yang sangat dilematis. Sebab, boat katrol yang terdapat di Aceh Timur itu juga ABKnya merupakan warga nelayan di daerah itu. Jika boat katrol ini diberantas ribuan nelayan akan kehilangan kerja.
Sekarang ini sduah banyak nelayan tradisional beralih ke boat katrol. Karena mereka menyadari tidak mungkin terus bertahan dengan alat penangkap ikan kelasik. Karena jika tetap bertahan dengan alat penangkap ikan tradisonal itu, para nelayan bersangkutan tidak akan dapat meningkatkan kehidupan ekonominya.
Sementara sekarang ini nelayan -nelayan yang ada di daerah lain semakin pesat kemajuannya. Para nelayan dari luar daerah itu malah menangkap ikan ke perairan Aceh. Mereka sangat leluasa menjarah ikan di periaran Aceh Timur. "Sementara kita terus menjadi penonton yang budiman," kata Said Abdurrahman, warga nelayan Desa Sungai Raya.(tam)
 

To Indek:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Korban Penembakan Bakongan Pertanyakan Bantuan DTD

Serambi-Meulaboh
Salah seorang korban penembakan orang tak dikenal, Afrizal Ahmad (30) warga Desa Keranji, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, mempertanyakan bantuan dana tanggap darurat (DTD) untuk membantu biaya pengobatannya. Karena hingga saat ini, Afrizal yang sudah satu bulan lebih menjalani perawatan di RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh, belum pernah menerima dana bantuan kemanusiaan tersebut dari pemda setempat.
Sementara, Bupati Aceh Selatan yang sudah disurati oleh pihak korban sejak 8 Mai 2000 lalu, ternyata sampai saat ini belum memberikan tanggapan sama sekali. "Saya dengar dana DTD untuk membantu biaya pengobatan akan diberikan untuk saya. Tapi nyatanya sudah satu bulan lebih saya diopname di RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh, dana tersebut belum pernah saya terima," ujar Afrizal didampingi abang kandungnya Muhrizal kepada Serambi, Sabtu (10/6) sore.
Isi surat yang disampaikan kepada Bupati Aceh Selatan, Afrizal mengharapkan agar pimpinan daerah itu, mau mengerti terhadap keluhan yang diderita selama ini. "Saya ini sudah tidak berdaya lagi, maka saya memohon bantuan atau uluran tangan dari bapak yang dermawan," demikian bunyi surat yang disampaikan kepada Bupati Aceh Selatan.
Lelaki yang sudah memiliki dua putra itu, sejak masuk ke RSU Cut Nyak Dhien, 3 Mai 2000, berdasarkan kwitansi pengambilan obat telah banyak sekali biaya pengobatan yang telah dikeluarkan hampir mencapai Rp 4 juta. Biaya pengobatan yang telah dikeluarkan itu, terpaksa meminjam pada orang lain. Untuk itu, Afrizal berharap kepada Pemda Aceh Selatan dapat mengerti keluhan yang diderita selama ini. "Saya mohon dana DTD jatah saya itu dapat disalurkan saja melalui RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh, karena saya sangat membutuhkan bantuan," harap Afrizal.
Akibat membengkaknya biaya pengobatan, Afrizal sekarang terpaksa pulang ke rumah di abangnya di Meulaboh dengan status berobat jalan. Dengan tertatih-tatih, korban tetap berobat jalan ke rumah sakit Cut Nyak Dhien.
Menurutnya, setelah ia ditembak oleh orang tak dikenal di depan rumahnya, Rabu (3/5) malam, korban segera dirujuk ke RSU Cut Nyak Dhien. Dan rujukan itu, sesuai arahan Camat Bakongan. Anehnya, sekarang ini pimpinan kecamatan itu seolah-olah lepas tangan sama sekali. Dan setibanya di rumah sakit tersebut, korban terpaksa dioperasi kaki kirinya akibat diterjang peluru.
Menurut pengakuan korban, sekitar satu minggu berada di RSU Cut Nyak Dhien, Afrizal langsung menyurati Bupati Aceh Selatan memohon bantuan dana, lebih-lebih lagi korban mengetahui memang ada jatah dana tanggap darurat untuk meringankan beban selama menjalani pengobatan di rumah sakit tersebut. Tapi nayatanya, hingga saat ini sudah satu bulan lebih, bupati belum memberikan tanggapan sama sekali, ujar Afrizal sambil memperlihatkan bukti surat permohonan bantuan kepada bupati.(za)
 

To Indek: