Saat Iran memperingati 20 tahun pengambilalihan Kedubes AS
dengan retorika anti-Amerika, banyak warga Iran yang perlahan-lahan
menerima budaya negara yang mereka benci itu.
Ketika pemerintah menyerukan kata-kata revolusioner dengan menyebut
negara Paman Sam sebagai ''Great Satan'' (Setan Besar) dan
''Kecongkakan Dunia'', generasi muda Iran tengah menikmati fried
chiken (ayam goreng ala Amerika), hamburger, dan film-film
Hollywood.
Pada malam menjelang peringatan ''Hari Melawan Keangkuhan Global''
Rabu (03/11), pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan
tak akan ada perubahan sikap terhadap Washington. ''Tujuan imperialisme
Amerika di dunia adalah dominasi, dan tak ada yang disembunyikan. Itu
sangat jelas. Bahkan Eropa merasa tak senang dengan agresi kebudayaan
Amerika,'' kata Khamenei.
Hambatan besar yang menghadang pengembalian hubungan dengan AS adalah
Israel. ''Isunya adalah isu Zionis,'' katanya. ''Isu pendudukan Israel
di jantung bangsa-bangsa Islam. Ini merupakan bencana besar bagi rakyat
Islam. Ini seperti sebuah kanker.'' ''Kita harus tahu musuh seseorang.
Dia bertindak sebagai teman,'' kata Khamenei di hadapan sekitar seribu
mahasiswa di Masjid Teheran. Dia mengatakan Iran menolak seruan AS untuk
membuka hubungan politik.
Pada tanggal tersebut Kedubes AS diduduki oleh kelompok garis Iran
selama 444 hari. Mereka menyandera warga AS di dalamnya. Krisis sandra
itu mengakibatkan retaknya hubungan kedua negara yang berakibat
pemutusan hubungan diplomatik. Tiap tahun rakyat Iran memperingati hari
itu dengan membakar bendera Amerika di depan bekas Kedubes AS.
Meski Khamenei mengecam AS, fakta penerimaan budaya negara adi daya
itu muncul di kalangan muda Iran tak bisa diabaikan. Pada hari Rabu
sehari sebelum peringatan, ratusan mahasiswa Iran turun ke jalan untuk
mendukung program reformasi Presiden Muhammad Khatami dan menyerukan
hubungan lebih baik dengan AS.
Dengan memasang potret Khatami ratusan mahasiswa berkumpul di masjid
Universitas Tehran dalam ''semangat dialog'' sebagai counter atas
perayaan yang digelar oleh kelompok konservatif memperingati
pengambilalihan Kedubes AS pada tanggal 4 November 1979.
''Semua orang berarti bagi kami,'' kata Ibrahim Sheikh, dari kantor
bagi Konsolidasi dan Persatuan (OCU), organisasi pro-reformasi yang
mengorganisasi pawai. ''Tak ada ruang bagi penekanan. Kami menolak
despotisme dan imperialisme.''
Sheikh berdiri di depan spanduk yang bertuliskan Kami bisa
membedakan antara orang Amerika dengan pemerintahannya. Spanduk lain
bertuliskan Kebijakan kami adalah diskusi antar peradaban, yang
merupakan slogan dari Khatami.
Khatami adalah pahlawan bagi gerakan mahasiswa. Pemimpin bergaris
moderat ini menyerukan reformasi bagi masyarakat Iran sejak naik tampuk
kekuasaan dua tahun lalu. Tak mengherankan dia mendapatkan dukungan
penuh dari kalangan muda dan perempuan.
''20 juta dari kami bersama anda Khatami,'' teriak para mahasiswa.
Mereka juga menyerukan penentangan terhadap upaya politisi garis keras
untuk menghadang program reformasi Presiden.
''Anda telah memonopoli kekuatan! Para musuh Khatami turunlah!''
teriak sejumlah mahasiswa ketika mereka bertemu dengan kelompok lain
yang memasang slogan Amerika Turun! Tuhan akan menuntut orang yang
memimpikan Amerika.
Sebagai seorang penggagas reformasi Khatami mendapat tantangan yang
sangat berat dari kelompok garis keras yang menguasai parlemen. Termasuk
dari pemimpin ulama tertinggi Iran, Khamenei. Bahkan salah satu rekan
dekatnya, Abdulah Nouri, saat ini tengah menghadapi tuntutan peradilan
atas dakwaan melakukan serangan terhadap Islam dan rejim. Para mahasiswa
menyebarkan pamflet-pamflet dukungan terhadap Nouri.
Beberapa mahasiswa mengatakan mereka tak menyalahkan penyanderaan
warga Amerika. Namun mereka mengatakan peristiwa itu adalah masa lalu.
Dan sekarang saatnya untuk memikirkan kembali kebijakan Teheran atas
Washington.
Khatami sendiri pada hari Jumat (29/10) saat melakukan kunjungan ke
Paris --kunjungan pertama pemimpin pertama Iran ke Prancis-- mengatakan
dialog antara ilmuwan dan intelektual Amerika dengan Iran terus
berlangsung. Hubungan tersebut merupakan langkah bagus untuk memperkuat
pertukaran tak resmi antara dua negara.
Namun dia mengatakan pendirian dialog politik antara dua negara
adalah masalah lain. ''Perlu seseorang yang opresor untuk
mengesampingkan sikap opresornya dan merubah kebijakannya,'' katanya
yang ditujukan bagi AS.
Dalam pidato di depan badan PBB Unesco, Khatami mengatakan terdapat
sedikit pilihan selain ''dialog antar kebudayaan ddan peradaban''
sebagai '' poros utama di abad mendatang.'' Keinginan Khatami untuk
berbaik-baik dengan AS tersebut mendapat tantangan keras dari kelompok
konservatif. Rabu pagi pemimpin konservatif parlemen juga menyatakan
menentang AS.
Dan ini bisa menjadi hambatan terberat bagi Khatami dalam menjalankan
reformasinya, sebab dia tak memiliki kekuatan veto di parlemen.
''Tak ada yang berubah, AS memiliki kecongkakan dan penindasannya
seperti sebelumnya,'' kata Ali Akbar Nateq-Nuri kepada parlemen. Dia
menambahkan AS tetap akan hidup di bawah payung Zionisme.