Serambi: Aceh Seperti Georgia Bagi AS

CONTENTS

Sabtu, 28 Agustus 1999
Di Indonesia, Aceh Sama dengan Georgia bagi AS

Serambi-New York
Pakar politik dan Indonesianis dari Amerika Serikat, Prof Donald K Emmerson mengatakan, Presiden Habibie dalam suatu wawancara dengan wartawan Washington Post pernah mengatakan bahwa Timtim mirip dengan Puerto Rico bagi AS. Sedangkan Aceh sama dengan Georgia bagi AS. Anda tidak bisa memisahkan Georgia dari AS. Bagi pula, Aceh tak bisa dipisahkan dari RI.

Emmerson, ahli masalah Asia Tenggara dari Universitas Wiscounsin, Madison, dalam majalah Mother-John edisi terbaru yang terbit di Amerika Serikat hari Kamis (26/8) mengatakan, adanya ribut-ribut di sejumlah provinsi Indonesia secara fundamental disebabkan oleh masalah ekonomi. "Kasus kebencian etnis murni sulit ditemukan. Biasanya terkait dengan masalah krisis ekonomi," katanya.

Pernyataan Habibie bahwa Aceh bagi Indonesia sama dengan Georgia bagi AS, dimaksudkan, bahwa keberadaan Aceh cukup penting baik secara historis maupun ekonomi bagi Indonesia. Makanya, Emmerson yakin, jika Aceh dan provinsi-provinsi bermasalah lainnya mendapat kekuatan politik dan kucuran ekonomi yang lebih besar, ia percaya bahwa Indonesia masih kuat dipersatukan.

Emmerson pun yakin bahwa identitas nasional Indonesia akan terbukti cukup kuat dalam menghadapi masa-masa tidak stabil dalam periode demokratisasi sekarang ini. Emmerson juga percaya, "Balkanisasi" atau terpecah-pecahnya Indonesia tak akan terjadi seperti yang terjadi di Balkan. "Indonesia bukan Yugoslavia dan Habibie bukan Slobodan Milosevic," kata Emmerson merujuk pada sejumlah perbedaan kunci antara kedua negara, Indonesia dan Yugoslavia. Indonesia, meski beragam suku bangsa dan agama, tidak memiliki sejarah panjang pertentangan dan kebencian antar etnis sebagaimana yang ada di Balkan. Juga, kata Emmerson, ketika kelompok etnis Yugoslavia berada dalam sisi saling bertentangan pada Perang Dunia II, kelompok etnis Indonesia justru bersatu melawan pendudukan Jepang dan angkat senjata bersama-sama untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda.

Emmerson malah mengatakan bahwa mereka yang beranggapan bahwa dengan melepas Timtim akan timbul desintegrasi bangsa adalah "meremehkan kekuatan identitas kebangsaan Indonesia". (ant)


Anggota Koramil Trienggadeng Tewas Didor * Tiga Mayat Belum Teridentifikasi

Serambi-Sigli
Serda Ridwan Hanafiah (40) anggota Koramil Trienggadeng, Pidie, tewas ditembak sekelompok pemuda bersenjata, Jumat (27/8) sekitar pukul 08.30 Wib. Tubuh korban "dihujani" sekitar 10 tembakan sehingga membuatnya roboh dan tewas di tempat.

Danrem 011/Lilawangsa Kol Inf Syafnil Armen menyatakan sangat menyesalkan peristiwa yang menimpa Serda Ridwan dan menilai pemberondongan itu sangat biadab. "TNI itu juga manusia biasa yang punya anak dan istri. TNI juga membutuhkan perlindungan dan rasa aman. Kita sayangkan pemberondongan itu terjadi di saat semua pihak berupaya menciptakan suasana yang kondusif," kata Danrem seperti disampaikan Kapenrem Letda Eddy Haryanto.

Keterangan yang dikumpulkan Serambi menyebutkan, pagi itu korban berencana pulang ke rumahnya di Desa Mee Puduek setelah bertugas di Koramil Trienggadeng. Diduga, korban sudah dibuntuti empat pemuda yang mengendarai dua sepeda motor. Begitu sampai di depan Pos Kamling desa tersebut, Ridwan yang masih berada di atas sepeda motor, langsung didor dari arah belakang. "Korban tak sempat memberikan perlawanan," kata Dandim, Letkol Inf Iskandar MS kepada Serambi, kemarin. Ketika itu, korban yang bertubuh tegap roboh ke dalam parit jalan. Sementara, sejumlah warga yang berada di pos kamling lari ketakutan. Setelah pemuda yang menembak korban menjauh, baru warga setempat mengangkat jenazah korban yang sudah berlumuran darah sekujur.

Menurut Dandim Iskandar, korban mengalami luka tembak yang cukup parah, terutama di bagian kepala dan dada. Diperkirakan mencapai 10 lubang. Lokasi penembakan hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah korban. Dandim Iskandar bersama anak buahnya kemarin melayat ke rumah korban, sekaligus penguburan secara militer di desa tempat tinggal korban. "Saya harap, semoga semua pihak harus menahan diri. Apalagi yang diinginkan, sementara TNI sudah ditarik dari desa," ungkapnya.

Selama ini, tegas Iskandar, tak ada lagi pasukan ditempatkan di desa-desa, semuanya sudah ditarik ke pusat kecamatan. Namun, pihaknya mengakui bila selama ini sering melakukan patroli ke berbagai desa. "Kita hanya bertujuan mengamankan teritorial dan masyarakat setempat," ungkapnya.

Bukan polisi

Sementara itu, tiga mayat yang ditemukan setelah penggalian dua lubang di kawasan Desa Cot Rheum Blang Awee Kecamatan Meureudu, Pidie, hingga Jumat (27/8), belum terindentifikasi dan masih masih disimpan di RSU Sigli. Tapi sudah dapat dipastikan, ketiga jenazah itu bukan anggota polisi yang diculik oleh orang-orang tak dikenal selama ini.

"Mayat-mayat itu sudah dilihat para istri polisi yang hilang. Tapi sudah jelas mayat itu bukan polisi," ungkap Kapolres Pidie, Letkol Pol Drs Endang Emiqail Bagus kepada Serambi, kemarin. Masyarakat, kata Bagus, dapat melihat etiga jenazah itu di ruang mayat RSU Sigli. Kemungkinan mayat-mayat dapat dikenali lewat pakaian yang dipakai.

Pada ketiga jenazah itu tak ditemukan satu pun identitas. Kecuali, dalam kantong mereka ditemukan beberapa lembar uang ribuan. "Kalau memang orang sini, kemungkinan ada yang mengenalnya," ungkap Bagus. Bila hingga hari ini (Sabtu) tak ada yang mengenalinya, tambah Bagus, maka pihak kepolisian akan mengebumikan ketiga jenazah tersebut. Karena itu, ia meminta kepada masyarakat untuk dapat melihatnya di rumah sakit. "Saya rasa akan ada warga yang mengenali salah satu dari mayat-mayat tersebut," katanya.

Kemarin sejumlah warga Kota Sigli dan sekitarnya banyak yang melihat tiga mayat tersebut. Namun, belum ada satu pun yang mengaku mengenalinya. Apalagi, ketiga wajah dari mayat-mayat tersebut sangat sulit dikenali, kecuali celana dan bajunya yang masih kelihatan warnanya.

Sebagaimana diberitakan harian ini sebelumnya, ketiga mayat tersebut diangkat pada kedalaman sekitar satu meter di kawasan Cot Rheum Blang Awee Meureudu. Diketahuinya ada anak manusia yang terkubur di tempat itu, ketika pasukan TNI melakukan pembersihan di wilayah tersebut.

Seorang petugas, Letda Inf Marthin mengatakan pasukannya melihat suatu lokasi yang mencurigakan, kemudian melaporkan hal itu kepada atasannya. Akhirnya, dengan melibatkan sekitar 50-an pasukan dari berbagai kesatuannya, lokasi itu digali. Maka ditemukanlah ketiga jenazah tersebut. Sejauh ini, belum diketahui siapa yang menimbun tiga mayat tersebut secara tak wajar.(tim)


Guru Takut, Ribuan Siswa tidak Belajar

Serambi-Bireuen
Proses belajar mengajar di Peusangan, Aceh Utara sampai, Jumat (27/8) masih tetap lumpuh, menyusul adanya seruan orang tak dikenal yang minta guru-guru tidak hadir ke sekolah, sejak Kamis (27/8). Keterangan yang dihimpun Serambi mengungkapkan, ribuan siswa SLTP, SMU di Matanggeulumpangdua, sejak Kamis (27/8) tidak dapat belajar, mengingat gurunya tidak hadir ke sekolah. Begitu juga dengan murid-murid sekolah dasar yang mengalami nasib yang sama, menyusul adanya seruan orang tak dikenal terhadap para guru untuk tidak ke sekolah.

Para siswa yang telanjur ke sekolah, akhirnya kembali lagi ke rumah, setelah mendapatkan kenyataan di sekolah, tidak ada guru yang hadir. Tidak mengherankan, jika keesokan harinya, Jumat (27/8), nyaris tidak ada siswa yang pergi ke sekolah, karena menduga, guru-guru tidak ada yang datang, dan kenyataannya memang begitu. Kendati demikian, ada sejumlah siswa yang coba-coba datang ke sekolah, dan kemudian harus pulang lagi, sekitar pukul 09.00 WIB.

Begitupun, hampir dipastikan hari ini, Sabtu (28/8) proses belajar mengajar akan lancar kembali, menyusul keterangan juru bicara Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF) Tgk Ismail Syahputra. Jubir ASNLF itu, menyatakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak pernah menyerukan disertai ancaman agar anak didik di Aceh Utara tidak bersekolah, sebagaimana isu yang belakangan ini tersebar di kabupaten tersebut.

Beberapa kepala sekolah menyatakan sangat lega dengan penjelasan dari ASNLF, sehingga guru-guru dapat menjalankan tugas lagi. Namun, pihak sekolah agak mengalami kendala dalam menghadirkan siswanya, karena siswa masih menduga guru-guru datang lagi ke sekolah. "Semoga penjelasan juru bicara ASNLF sampai kepada siswa, sehingga proses belajar mengajar akan lancar lagi," ujar salah seorang kepala sekolah.

Seperti diberitakan harian ini, Jubir ASNLF berkali-kali menegaskan. Apa yang berkembang itu hanya isu yang dihembuskan pihak-pihak yang ingin memojokkan perjuangan GAM. Karena GAM sendiri tak pernah membuat seruan seperti itu. "Libur" dadakan itu, hanya terjadi di Peusangan, sedangkan di Bireuen dan beberapa kecamatan lainnya, proses belajar mengajar tetap lancar. Seperti di SLTP maupun siswa SMU, serta SMK di Cot Gapu Bireuen, tidak mengalami kendala, dan guru-gurunya tetap masuk sekolah.(tim)


Hari Ini, Delapan Menteri di Aceh

Serambi-Banda Aceh
Delapan menteri Kabinet Reformasi yang dipimpin Menkokesra/Taskin Haryono Suryono, Sabtu pagi ini, dijadwalkan tiba di Banda Aceh untuk melakukan kunjungan khusus. Melalui kunjungan sehari ini, para menteri yang juga turut disertai sekitar 16 pejabat eselon I dari berbagai departemen, antara lain akan menyerahkan sejumlah dana proyek dan bantuan, termasuk sumbangan kepada para pengungsi.

Selain Menkokesra/Taskin Haryono Suryono, para menteri lainnya adalah; Mendagri Syarwan Hamid, Menteri Sosial Yustika Baharsyah, Menteri Pekerjaan Umum Rachmadi Bambang Sumadhijo, Menteri Agama Malik Fajar, Mendikbud Juwono Soedarsono, Menpen Yunus Yosfiah, dan Menteri PPN/Kepala Bapennas Dr Budiono. Rombongan tersebut juga turut disertai sejumlah anggota Tim Penasehat Presiden untuk Kasus Aceh, seperti Ir Usman Hasan, Mustafa Abubakar, Said Zainal Abidin, dan Hasballah M Saad.

Selain menyerahkan sejumlah dana proyek dan berbagai bantuan lainnya dalam upaya pengentasan kemiskinan di Aceh, para menteri juga mengadakan tatap muka dengan berbagai komponen masyarakat Aceh termasuk yang berada di Medan atau Jakarta. Pertemuan ini terutama untuk mencari berbagai masukan dalam upaya memulihkan kembali situasi dan kondisi Aceh. Wagub Aceh Bustari Mansyur yang didampingi Ramli Ridwan (pejabat dari Depdagri yang juga mantan Bupati Aceh Utara), kepada Serambi, kemarin, menyatakan, pemerintah pusat menaruh perhatian khusus untuk memulihkan kehidupan masyarakat Aceh yang belakangan ini cukup menderita.

Situasi memprihatinkan itu, kata Wagub, terutama setelah ratusan ribu warga melakukan pengungsian, meninggalkan rumah mereka akibat memburuknya situasi keamanan di daerah ini. Keadaan tersebut, tambah Ramli Ridwan, telah membuat masyarakat Aceh benar-benar sangat menderita. Selama pengungsian, bukan hanya jiwa mereka menderita, tetapi juga banyak harta benda yang hilang, termasuk sebagian di antaranya kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka dibakar.

Kata Ramli, pemerintah pusat sudah bertekad untuk membantu memulihkan kembali kehidupan rakyat Aceh. Seperti menyantuni biaya hidup para pengungsi yang kembali ke rumah dan juga memberikan modal usaha untuk memulai kembali usaha sehari-hari.

"Berbagai bantuan yang diberikan, termasuk rencana pembangunan berbagai fasilitas penunjang, diharapkan bisa meningkatkan kembali kesejahteraan rakyat Aceh," kata Ramli Ridwan. (kan)


Pakar IAIN Ar-Raniry: Sebelum Diterapkan, Hukum Islam Perlu Disosialisasi

Serambi-Banda Aceh
Pelaksanaan hukum Islam sebagai implementasi penerapan syariat Islam di Aceh perlu disosialisasikan terlebih dahulu. Selain itu, dalam merumuskan undang-undangnya perlu dilibatkan intelektual- intelektual Islam dari daerah Aceh. Demikian sari pendapat yang dikumpulkan Serambi, Jumat (27/8), dari tiga pakar hukum Islam IAIN Ar-Raniry Banda Aceh yang dijumpai secara terpisah. Mereka adalah Drs A Hamid Sarong SH MH, Dr Yusni Saby MA, dan Dr Rusydi Ali Muhammad SH.

Menurut Hamid Sarong, sosialisasi (pemasyarakatan) pelaksanaan hukum Islam sangat diperlukan agar masyarakat tidak bingung menanggapinya. "Pelaksanaan hukum Islam bukanlah persoalan mudah. Sebab masih banyak masyarakat yang belum memahaminya secara benar," kata PD I Fakultas Syariah itu. Hampir sejalan dengan pemikiran Hamid, Yusni Saby menganggap, sebelum dilaksanakan, penerapan hukum Islam haruslah terlebih dahulu dirumuskan dalam satu UU. "Agar pelaksanaannya tidak sewenang-wenang," papar dosen Pasca-sarjana IAIN tersebut.

Dalam merumuskan UU inilah, seorang pakar lainnya, Rusydi Ali melihat perlunya dilibatkan intelektual Islam yang ada di Aceh. "Karena intelektual daerah lebih tahu tentang kultur masyarakatnya. Ini apabila memang pemerintah (pusat) benar-benar ingin melaksanakan syariat Islam di Aceh," katanya.

Dekan Fakultas Dakwah ini mengharapkan hendaknya Pusat dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Aceh mencakup semua unsur, seperti pendidikan, rekruitmen pegawai negeri lebih banyak dari sarjana agama, dan pemberdayaan ekonomi Islam. "Sehingga penerapan syariah Islam tidak hanya lips service," ujarnya. Begitupun, Rusydi Ali mengatakan implementasi dan makna syariat Islam yang dikemukakan pemerintah belum jelas, terutama dalam soal hukum had (pidana Islam). Sebab, bisa berbenturan dengan KUHP yang berlaku secara nasional.

Tak mudah

Menanggapi pernyataan Mendagri Syarwan Hamid yang mengatakan meskipun nantinya syariat Islam diberlakukan di Aceh, tapi hukum pancung tidak berlaku, ketiga pakar IAIN Ar-Raniry ini menyatakan kemasygulannya. Sebab, hukum pancung (salah satu bentuk pelaksanaan qishas) tidak bisa dipisahkan dari hukum Islam. "Jangan menakut- nakuti masyarakat dengan istilah hukum pancung, karena tidak semudah itu dilaksanakan", kata Rusydi.

A Hamid Sarong menimpali, hukum pancung baru dapat dilaksanakan bila terhukum memenuhi unsur-unsur pidana Islam dan bukti-bukti (saksi) mencukupi. "Hukum qishas itu ada dalam Islam. Tapi jangan bayangkan bahwa kalau hukum ini dilaksanakan, maka setiap hari akan ada orang yang mati karena diqishas. Tidak," katanya. "Kalau ada bukti yang cukup, sah-sah saja hukum itu dilaksanakan," ujarnya menambahkan.

Pendapat yang hampir sama juga dilontarkan Yusny Saby. Menurutnya, hukum pancung merupakan hukuman mati. Hukuman mati bukanlah suatu hukum yang aneh, buktinya masih banyak negara-negara maju yang melaksanakan hukum itu. Tetapi hanya mekanismenya yang berbeda. Seperti ditembak, disetrum dengan listrik, dll.

Begitupun, Yusny mengharapkan, bila hukum qishas dilaksanakan, maka harus dijalankan sesuai dengan tuntutan agama, dan jangan ada diskriminasi. "Keputusan pengadilan merupakan suatu acuan untuk menyatakan hukum mati atau tidak," katanya.(y)

------------------------------
Campaign & Networking Division
Koalisi N.G.O HAM Aceh
N.G.O's Coalition for Human Rights
------------------------------