Ahmad Soemargono, Kagum
Bung Karno
Eh, diam-diam
Margono menjadi pengagum berat Bung Karno, tokoh proklamatorr RI itu. "Saya
kagum pada Bung Karno, karena keberpihakannya kepada rakyat kecil,"
katanya pada silahturahmi DPC PBB Solo beberapa waktu lalu.
Bila sekarang ia kerap bersebrangan dengan PDIP, partai penerus ajaran
Soekarno, menurut Gogon, demikian panggilan akrabnya, karena partai berlambang
banteng itu sekarang menjadi sarang orang-orang anti Islam. Dan itu telah
diisyaratkan dengan masuknya Theo Syafei. "Jadi kalau nanti mereka
berkuasa, kita jadi marginal lagi," ujar salah satu ketua PBB itu
khawatir.
Lahir 1 Februarri l943 di Jakarta dari pasangan R. Sumantri dan R.R.
Sumariah. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil, Ketua Harian KISDI ini
lantas diasuh pamannya. Sebagai anak Betawi, dua hal yang ia kerjakan,
mengaji dan belajar silat. "Kebetulan paman saya seorang guru silat,"
tambahnya.
Menginjak remaja, minat Gogon terhadap ilmu bela diri makin besar. Ia
tak ragu berburu ke Banten, berguru ilmu kebal. "Tapi itu dulu, istilah
saya zaman jahiliah, belum kenal Tuhan," aku ayah empat orang anak
dan kakek satu cucu itu.
Minatnya mulai berubah saat ia menjadi mahasiswa UKI. Ia sangat kepencut
dengan ajaran Marhaen, yang disebarkan Soekarno. Nyaris saja ia menjadi
aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), andaikan tidak pindah
kuliah di UI jurusa Ekonomi. Di sinilah ia "digarap" Fahmi Idris,
dan Mar'ie Muhammad, saat aktiv di HMI.
"Garapan" seniornya itu ternyata berhasil. Mantan general
manajer perusahaan swasta ini secara konsisten membela kepentingan-kepentingan
Islam.
Abu Syauqi,
Jihad Ambon
Awal bulan ini
Abu Syauqi, Lc akan berkeliling ke Eropa. Alih-alih melancong ke Belanda
dan Jerman, Direktur Ummul Quro Foundation ini akan mengabarkan persoalan
yang sesungguhnya terjadi di Ambon. Media massa di Eropa, menurut rekan-rekan
Abu Syauqi di sana, memberitakan bahwa Muslimlah yang telah mendahului
menyerang dan membunuhi kaum Nasrani. Gambar-gambar disajikan di televisi
dan majalah dengan sangat meyakinkan.
Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, ungkap lelaki kelahiran 31 tahun
yang lalu ini getir. Yang menyakitkan lagi, tambahnya, tidak ada satu organisasi
Islampun yang concern membantu mereka. Padahal, LSM dari Barat banyak sudah
banyak yang turun tangan.
Keprihatinnya yang sangat dalam itulah yang menyebabkan ustadz berputra
enam yang menikah dalam usia 21 tahun ini meninggalkan 80 persen kegiatan
ceramahnya. Diganti dengan kerja nyata mengurusi yatim syuhada dan para
pengungsi korban kerusuhan. Saat ini, yayasan yang dipimpinnya menampung
200 anak yatim dari Ambon dan 300 anak terlantar di Bandung.
Menurut ustadz energik yang pernah berkunjung ke Ambon pasca kerusuhan,
orang Nasrani di Ambon tidak berani bertempur secara jantan. Ketika ditantang
mubarazah (perang tanding) 10 lawan 10 dan 100 lawan 100 di lapangan terbuka
dengan saksi dari aparat, mereka lari terbirit-birit. Bahkan ketika ditantang
100 Nasrani lawan 50 Muslim, mereka tetap tidak berani. Yang mereka lakukan
adalah mengepung daerah-daerah minoritas muslim, memutus jalur telepon
dan membantai. Kaum muslimin di Ambon butuh handy talky, ungkapnya.
Menurut Abu Syauqi, perdamaian di Ambon tidak mungkin lagi karena kaum
Nasrani telah empat kali melanggar perjanjian. Hanya saja, kita kalah persenjataan.
Kerusuhan yang terakhir, tuturnya, lebih 90 persen luka yang terjadi adalah
luka tembak. Kita baru punya senjata setelah merebut. Begitulah sejarah
kaum di Afghan dan di tempat lain, katanya mantap. Bagi Abu Syauqi, jihad
adalah solusi terbaik bagi persoalan Ambon. Tidak ada solusi lain lagi.
Harun Alrasid, Penceramah
Asongan
Mundur dari
KPU bukan berarti membuat Harun Alrasid sepi kegiatan. Justru tindakan
yang banyak mengundang simpati itu membuat pakar Hukum Tatanegara dari
UI ini makin sibuk, saking ngetop-nya. Hari ini ke kota A, besok ke kota
B, lusa C, dst. Tiap hari, rumahnya di kawasan Rawamangun hanya sempat
disinggahi beberapa jam, terutama saat istirahat malam. Sisa waktu itu
pun beberapa di antaranya selalu tersita untuk melayani tamu yang, entah,
saat ini begitu banyak datang ke rumahnya.
Semua itu berkaitan erat dengan pekerjaan rutinnya saat ini. Ya, menurut
pengakuannya, kini wakil ketua Partai Ummat Islam ini punya profesi baru
yang membuatnya pontang-panting. Apa itu? "Penceramah asongan,"
akunya kepada Sahid, sembari tertawa.
Lho, alih profesi membina para pedagang asongan? "Nggak, justru
saya yang menjadi pedagang asongan," lanjut Harun yang rajin puasa
Senin-Kamis ini. Maksudnya, kini ia harus melayani banyak sekali pesanan
ceramah di berbagai kampus dan seminar. Sosok bersahaja ini pun ikut saja
wong namanya bagi-bagi ilmu dan pengalaman. Ia juga nurut ketika ditodong
berbagai macam tema seputar suhu politik akhir-akhir ini. "Itu kan
sama dengan asongan."
Ketika ditanya perihal "ulah" teman-temannya di KPU yang hingga
kini masih hobi ribut &emdash;dan itu yang membuat Harun tak betah
di sana, lelaki kelahiran Palembang 6 Februari 1930 ini geleng-geleng kepala,
tak habis pikir. "Saya benar-benar nggak ngerti dengan teman-teman
di KPU itu. Maunya apa sih? Rakyat sudah menunggu karyanya, ternyata masih
saja ribut berkepanjangan yang tak banyak manfaatnya."
Iya Prof, KPU kan sudah tak punya "hati nurani" &emdash;julukan
dari Andi Mallarangeng untuk Harun.
Sjechul Hadi Permono,
Ngotot
Andaikan RUU
Zakat yang kini sedang digodok di DPR lolos, itu tak luput dari jerih payah
Prof Dr Sjechul Hadi Permono, SH. MA. Dialah yang paling ngotot agar rukun
Islam ke empat itu diundangkan. Alasannya, "Agar lebih efektif,"
katanya kepada Sahid.
Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel ini memang sudah sejak lama
punya perhatian serius kepada zakat. Desertasi doktornya di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pun juga soal zakat. Sekitar tahun 70-an, ia pernah
diminta membuat konsep Perda Jatim tentang zakat. Sayang, saat Perda ini
diusulkan jadi undang-undang, ditolak oleh Mendagri Amir Mahmud. "Apa-apaan
ini, mau mengembalikan Piagam Jakarta ya," hardik Amir.
Menjadi anggota DPR dari Golkar sejak tahun l992, semangatnya makin
besar. Apalagi, KH Zaki Gufron, Ketua Yayasan RSI Surabaya yang juga ketua
PWNU Jatim ikut mengompori. "Apa gunanya Sampean (Anda) ada di DPR,
bila tidak bisa menggolkan undang-undang (zakat) ini," ujar Sjechul
menirukan komentar rekannya itu.
Lewat ketua MDI, KH Thohir Wijaya, yang dekat dengan Presiden Soeharto,
Pak Sjech, begitu ia biasa dipanggil, menjual idenya. Lagi-lagi ide ini
ditolak Soeharto, "Zakat kan sama dengan shalat, masa shalat juga
diundangkan," katanya. Sjechul, lewat Thohir, menjawab "Bapak
bilang, zakat bisa digunakan untuk pembangunan." Baru Soeharto memberi
lampu hijau.
Namun Soeharto keburu jatuh. Toh ide itu jalan terus. Bahkan pengasuh
pesantren mahasiswa Darul Hikmah Surabaya ini ditunjuk sebagai Ketua Tim
Kompilasi Hukum Bidang Pengumpulan, Penyaluran dan Pendayagunaan Zakat.
Ironisnya, di DPR Sjechul berada di Komisi VII yang tidak ada sangkut pautnya
dengan keagamaan. "Tapi kan bisa saja," ujar ayah 10 anak itu
enteng. Targetnya, katanya, undang-undang itu harus beres sebelum periode
DPR sekarang habis. "Sebab, periode berikutnya bisa lain lagi,"
ujarnya. Maklum, mayoritas DPR nanti kan PDIP.