Suara Hidayatullah : September 1999 / Jumadil Awal-Jum. Akhir 1420  

Ahmad Soemargono, Kagum Bung Karno

Eh, diam-diam Margono menjadi pengagum berat Bung Karno, tokoh proklamatorr RI itu. "Saya kagum pada Bung Karno, karena keberpihakannya kepada rakyat kecil," katanya pada silahturahmi DPC PBB Solo beberapa waktu lalu.

Bila sekarang ia kerap bersebrangan dengan PDIP, partai penerus ajaran Soekarno, menurut Gogon, demikian panggilan akrabnya, karena partai berlambang banteng itu sekarang menjadi sarang orang-orang anti Islam. Dan itu telah diisyaratkan dengan masuknya Theo Syafei. "Jadi kalau nanti mereka berkuasa, kita jadi marginal lagi," ujar salah satu ketua PBB itu khawatir.

Lahir 1 Februarri l943 di Jakarta dari pasangan R. Sumantri dan R.R. Sumariah. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil, Ketua Harian KISDI ini lantas diasuh pamannya. Sebagai anak Betawi, dua hal yang ia kerjakan, mengaji dan belajar silat. "Kebetulan paman saya seorang guru silat," tambahnya.

Menginjak remaja, minat Gogon terhadap ilmu bela diri makin besar. Ia tak ragu berburu ke Banten, berguru ilmu kebal. "Tapi itu dulu, istilah saya zaman jahiliah, belum kenal Tuhan," aku ayah empat orang anak dan kakek satu cucu itu.

Minatnya mulai berubah saat ia menjadi mahasiswa UKI. Ia sangat kepencut dengan ajaran Marhaen, yang disebarkan Soekarno. Nyaris saja ia menjadi aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), andaikan tidak pindah kuliah di UI jurusa Ekonomi. Di sinilah ia "digarap" Fahmi Idris, dan Mar'ie Muhammad, saat aktiv di HMI.

"Garapan" seniornya itu ternyata berhasil. Mantan general manajer perusahaan swasta ini secara konsisten membela kepentingan-kepentingan Islam.

 

Abu Syauqi, Jihad Ambon

Awal bulan ini Abu Syauqi, Lc akan berkeliling ke Eropa. Alih-alih melancong ke Belanda dan Jerman, Direktur Ummul Quro Foundation ini akan mengabarkan persoalan yang sesungguhnya terjadi di Ambon. Media massa di Eropa, menurut rekan-rekan Abu Syauqi di sana, memberitakan bahwa Muslimlah yang telah mendahului menyerang dan membunuhi kaum Nasrani. Gambar-gambar disajikan di televisi dan majalah dengan sangat meyakinkan.

Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, ungkap lelaki kelahiran 31 tahun yang lalu ini getir. Yang menyakitkan lagi, tambahnya, tidak ada satu organisasi Islampun yang concern membantu mereka. Padahal, LSM dari Barat banyak sudah banyak yang turun tangan.

Keprihatinnya yang sangat dalam itulah yang menyebabkan ustadz berputra enam yang menikah dalam usia 21 tahun ini meninggalkan 80 persen kegiatan ceramahnya. Diganti dengan kerja nyata mengurusi yatim syuhada dan para pengungsi korban kerusuhan. Saat ini, yayasan yang dipimpinnya menampung 200 anak yatim dari Ambon dan 300 anak terlantar di Bandung.

Menurut ustadz energik yang pernah berkunjung ke Ambon pasca kerusuhan, orang Nasrani di Ambon tidak berani bertempur secara jantan. Ketika ditantang mubarazah (perang tanding) 10 lawan 10 dan 100 lawan 100 di lapangan terbuka dengan saksi dari aparat, mereka lari terbirit-birit. Bahkan ketika ditantang 100 Nasrani lawan 50 Muslim, mereka tetap tidak berani. Yang mereka lakukan adalah mengepung daerah-daerah minoritas muslim, memutus jalur telepon dan membantai. Kaum muslimin di Ambon butuh handy talky, ungkapnya.

Menurut Abu Syauqi, perdamaian di Ambon tidak mungkin lagi karena kaum Nasrani telah empat kali melanggar perjanjian. Hanya saja, kita kalah persenjataan. Kerusuhan yang terakhir, tuturnya, lebih 90 persen luka yang terjadi adalah luka tembak. Kita baru punya senjata setelah merebut. Begitulah sejarah kaum di Afghan dan di tempat lain, katanya mantap. Bagi Abu Syauqi, jihad adalah solusi terbaik bagi persoalan Ambon. Tidak ada solusi lain lagi.

 

Harun Alrasid, Penceramah Asongan

Mundur dari KPU bukan berarti membuat Harun Alrasid sepi kegiatan. Justru tindakan yang banyak mengundang simpati itu membuat pakar Hukum Tatanegara dari UI ini makin sibuk, saking ngetop-nya. Hari ini ke kota A, besok ke kota B, lusa C, dst. Tiap hari, rumahnya di kawasan Rawamangun hanya sempat disinggahi beberapa jam, terutama saat istirahat malam. Sisa waktu itu pun beberapa di antaranya selalu tersita untuk melayani tamu yang, entah, saat ini begitu banyak datang ke rumahnya.

Semua itu berkaitan erat dengan pekerjaan rutinnya saat ini. Ya, menurut pengakuannya, kini wakil ketua Partai Ummat Islam ini punya profesi baru yang membuatnya pontang-panting. Apa itu? "Penceramah asongan," akunya kepada Sahid, sembari tertawa.

Lho, alih profesi membina para pedagang asongan? "Nggak, justru saya yang menjadi pedagang asongan," lanjut Harun yang rajin puasa Senin-Kamis ini. Maksudnya, kini ia harus melayani banyak sekali pesanan ceramah di berbagai kampus dan seminar. Sosok bersahaja ini pun ikut saja wong namanya bagi-bagi ilmu dan pengalaman. Ia juga nurut ketika ditodong berbagai macam tema seputar suhu politik akhir-akhir ini. "Itu kan sama dengan asongan."

Ketika ditanya perihal "ulah" teman-temannya di KPU yang hingga kini masih hobi ribut &emdash;dan itu yang membuat Harun tak betah di sana, lelaki kelahiran Palembang 6 Februari 1930 ini geleng-geleng kepala, tak habis pikir. "Saya benar-benar nggak ngerti dengan teman-teman di KPU itu. Maunya apa sih? Rakyat sudah menunggu karyanya, ternyata masih saja ribut berkepanjangan yang tak banyak manfaatnya."

Iya Prof, KPU kan sudah tak punya "hati nurani" &emdash;julukan dari Andi Mallarangeng untuk Harun.

 

Sjechul Hadi Permono, Ngotot

Andaikan RUU Zakat yang kini sedang digodok di DPR lolos, itu tak luput dari jerih payah Prof Dr Sjechul Hadi Permono, SH. MA. Dialah yang paling ngotot agar rukun Islam ke empat itu diundangkan. Alasannya, "Agar lebih efektif," katanya kepada Sahid.

Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel ini memang sudah sejak lama punya perhatian serius kepada zakat. Desertasi doktornya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pun juga soal zakat. Sekitar tahun 70-an, ia pernah diminta membuat konsep Perda Jatim tentang zakat. Sayang, saat Perda ini diusulkan jadi undang-undang, ditolak oleh Mendagri Amir Mahmud. "Apa-apaan ini, mau mengembalikan Piagam Jakarta ya," hardik Amir.

Menjadi anggota DPR dari Golkar sejak tahun l992, semangatnya makin besar. Apalagi, KH Zaki Gufron, Ketua Yayasan RSI Surabaya yang juga ketua PWNU Jatim ikut mengompori. "Apa gunanya Sampean (Anda) ada di DPR, bila tidak bisa menggolkan undang-undang (zakat) ini," ujar Sjechul menirukan komentar rekannya itu.

Lewat ketua MDI, KH Thohir Wijaya, yang dekat dengan Presiden Soeharto, Pak Sjech, begitu ia biasa dipanggil, menjual idenya. Lagi-lagi ide ini ditolak Soeharto, "Zakat kan sama dengan shalat, masa shalat juga diundangkan," katanya. Sjechul, lewat Thohir, menjawab "Bapak bilang, zakat bisa digunakan untuk pembangunan." Baru Soeharto memberi lampu hijau.

Namun Soeharto keburu jatuh. Toh ide itu jalan terus. Bahkan pengasuh pesantren mahasiswa Darul Hikmah Surabaya ini ditunjuk sebagai Ketua Tim Kompilasi Hukum Bidang Pengumpulan, Penyaluran dan Pendayagunaan Zakat. Ironisnya, di DPR Sjechul berada di Komisi VII yang tidak ada sangkut pautnya dengan keagamaan. "Tapi kan bisa saja," ujar ayah 10 anak itu enteng. Targetnya, katanya, undang-undang itu harus beres sebelum periode DPR sekarang habis. "Sebab, periode berikutnya bisa lain lagi," ujarnya. Maklum, mayoritas DPR nanti kan PDIP.