Sekitar 2.000 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI), bergamis
putih plus kopiah serta ikat pinggang dan selendang hijau, mengepung
Kantor Gubernur DKI Jakarta, Senin (13/12) lalu. Mereka menduduki gedung
yang tak jauh dari Istana Wapres itu, dengan memblokir keempat pintu
gerbangnya. Aksi yang dimulai Subuh, sehingga lepas dari penciuman
aparat, ini demi menekan gubernur agar menutup total semua tempat
hiburan berbau maksiat selama Ramadhan dan seminggu sesudahnya.
Aksi FPI ini bukan yang pertama. Pada 2 Desember 1999 lalu mereka
juga mendatangi Kantor Gubernur untuk tujuan yang sama. Namun, mereka
gagal. Bukan saja karena tak bertemu dengan Gubernur Sutiyoso yang
sedang ke Surabaya. Namun, tuntutan mereka untuk menutup total
tempat-tempat maksiat itu tak digubris Pemda DKI.
Tak cuma FPI yang menekan gubernur. Aksi serupa juga dilakukan oleh
Shaum (Suara Hati Ummat) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia). Sebelum ratusan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Shaum
mendatangi Kantor Gubernur pada 10 Desember lalu, KAMMI telah duluan
menyambangi kantor Sutiyoso itu pada 8 Desember 1999.
Di bulan Ramadhan dan pekan sebelumnya, unjuk rasa anti-maksiat
memang banyak digelar oleh masyarakat. Mereka meneriakkan slogan
anti-narkoba, anti-pelacuran, dan anti-perjudian. Tak cukup hanya dengan
unjuk rasa, mereka pun 'menggelar' amuk massa. Ini misalnya dilakukan
oleh masyarakat Parung dan warga Jakarta.
Amuk massa oleh warga dari empat desa di Parung yang berlangung Rabu
(8/12), sehari menjelang Ramadhan, telah merusak dan menghanguskan
sedikitnya 60 bangunan -- 3 panti pijat, dua sanggar hiburan, 1 karaoke,
hotel Pendopo 45, dan 48 warung remang-remang yang selama ini menjadi
tempat maksiat. Pengrusakan dan pembakaran tempat hiburan, hotel dan
warung remang-remang ajang maksiat itu hanya terjadi dalam waktu sekitar
tiga jam saja.
Sementara warga Ibukota membakar tiga gubuk yang terletak di dalam
kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) yang oleh warga --terdiri dari
mahasiswa, pemuda dan ulama-- diyakini sebagai tempat berlangsungnya
transaksi dan sekaligus pesta narkoba.
Lalu mengapa warga main hakim sendiri? Tentu saja semua peristiwa di
atas tidak terjadi begitu saja. Keluhan dan keresahan mereka demi
melihat maraknya penyalahgunaan narkoba, maraknya perjudian, dan
prostitusi yang dilakukan secara terang-terangan di depan hidung warga,
tak digubris oleh aparat. Bahkan tak sedikit oknum aparat yang bahkan
terlibat di dalamnya. Sebagai backing atau malah pelaku perbuatan
maksiat. Karena tak digubris itulah masyarakat akhirnya menempuh caranya
sendiri.
Namun, menurut Pimpinan Majelis Taklim Rahmatal lil Alamin
Jakarta, Habib Husein Alatas, maraknya kaum Muslimin memerangi
praktik-praktik maksiat di berbagai daerah dan tempat akhir-akhir ini
merupakan panggilan fitrah dari masyarakat itu sendiri. Karena, ''Baik
mereka yang ikut tenggelam dalam kemunkaran maupun yang tidak, fitrah
mereka sendiri sebenarnya membenci perbuatan berdosa ini.''
Menurut Husein, fitrah manusia sendiri sebenarnya membenci segala
perbuatan yang berdosa. Karena itulah Alquran menyebutnya sebagai
perbuatan yang munkar, yang artinya sebagai perbuatan yang berlawanan
dengan fitrah dan norma-norma kemanusiaan.
Selain itu, giatnya warga masyarakat memerangi kemaksiatan dipicu
oleh kebebasan di era reformasi yang membuka kesempatan bagi mereka
untuk mengekspresikan hal-hal yang mereka tidak setuju dan mereka nilai
sangat merusak norma-norma masyarakat. ''Sesuatu yang sebelumnya sangat
ditabukan, dihalang-halangi dan berbagai penekanan lainnya, kini bisa
mereka wujudkan,'' ujar Husein kepada Republika.
Dan, momentum untuk memerangi kegiatan-kegiatan maksiat itu makin
mendapat tempat selama bulan suci Ramadhan ini. ''Saat pintu-pintu surga
oleh Allah dibuka lebar-lebar, pintu neraka ditutup rapat-rapat dan
setan-setan terkekang. Dalam suasana Ramadhan yang demikian sakral
dengan nilai-nilai moral itulah, manusia terpanggil untuk kembali dalam
fitrahnya,'' katanya.
Ibadah
Sementara itu Koordinator Geram (Gerakan Rakyat Anti Madat), Sofyan
Ali, menilai penting penutupan tempat hiburan, diskotik, dan tempat lain
berbau maksiat selama bulan Ramadhan ini. Sebab, katanya, selain untuk
ajang maksiat tempat-tempat itu juga digunakan sebagai tempat transaksi
narkoba dan minuman keras.
Karena itu Sofyan meminta aparat tidak menyalahkan warga masyarakat
yang melakukan amuk massa demi memerangi maksiat itu. ''Jangan salahkan
masyarakat misalnya bila satu dua kali keluhan yang mereka laporkan
tidak ditindaklanjuti kemudian ketiga kalinya terjadi peristiwa yang
tidak dikehendaki, seperti yang terjadi di TIM baru-baru ini,'' katanya
kepada Republika saat menghadiri tabligh akbar dan deklarasi
Geram di lapangan Ahmad Yani, Kodya Tangerang, Senin (13/12) lalu.
''Masyarakat sudah cukup lama memberitahu di situ sering digunakan
untuk tempat transaksi narkoba tapi dibiarkan saja, sehingga mereka
kehilangan kesabaran dan membakarnya,'' ujar Sofyan.
Genderang perang terhadap maksiat tak cuma bertalu di Jakarta, Bogor,
dan Tangerang saja. Warga Bandung juga meniup terompet perang terhadap
maksiat. Dengan dikomandoi oleh KH Abdullah Gymnastiar, ketua Forum
Masyarakat Bandung Bersatu, mereka memberantas perjudian yang marak di
kota kembang itu.
Dalam aksinya menggusur perjudian di Bandung baru-baru ini, tak
kurang dari 30 ribu orang turun ke jalan menggempur bandar-bandar judi.
Aksi ini berlangsung damai. ''Kendati bersifat masal dalam simulasi
penggempuran bandar-bandar judi di seluruh kota Bandung itu, kami sangat
peduli dengan kode etik,'' ujarnya kepada Republika.
Ia misalnya melarang warga untuk menyentuh mobil yang sedang
diparkir. Apalagi membakarnya. Di sepanjang jalan yang mereka lalui,
mereka juga bersikap ramah dengan menyampaikan salam. ''Tidak boleh ada
kata-kata kotor menghujat, tidak boleh membawa senjata. Jadi benar-benar
halus sopan dan beretika,'' lanjutnya.
Sementara itu Menteri Negara Koperasi/Pengusaha Kecil dan Menengah,
Zarkasih Nur, yang hadir di lapangan Ahmad Yani, Tangerang, menegaskan
jika masyarakat menuntut pemerintah supaya menutup pabrik-pabrik minuman
keras atau produsen narkoba, pasti pemerintah akan memenuhinya.
''Kita doakan saja semoga kabinet yang terdiri dari semua unsur ini
mampu menjalankan misinya,'' kata Zarkasih.
Karena itulah, ia menyambut baik pendeklarasian Geram di Tangerang
--kota kelahiran Zarkasih-- itu. Ia berharap, dengan cara ini pemuda
akan bangkit dan sadar bahwa masa depan bangsa itu terletak di tangan
pemuda itu sendiri. Untuk memegang masa depan dengan baik, ungkapnya,
pemuda harus terhindar dari hal-hal yang negatif. ''Salah satu yang
negatif itu adalah madat atau narkoba.''
Zarkasih menekankan, karena gerakan anti narkoba sangat penting
dilihat dari kelangsungan hidup bangsa, maka semua pihak termasuk
pemerintah wajib mendukungnya. ''Jangan sampai bangsa kita terpuruk.
Mari kita bersatu mengangkat bangsa yang sedang terpuruk,'' harap salah
seorang ketua DPP PPP tersebut.
Dalam bulan suci Ramadhan ini, kata Zarkasih, perbuatan memberantas
kemaksiatan merupakan bagian dari ibadah. ''Akan mendapat ridha dari
Allah SWT dan tentu saja pahalanya akan berlipat ganda.''
Tetapi, Zarkasih menegaskan, dalam memberantas narkoba masyarakat
jangan melakukan tindakan yang merugikan. ''Artinya jangan bertindak
sendiri-sendiri,'' ungkapnya. ''Masyarakat harus tetap menegakkan dan
menghargai supremasi hukum. Tetap serahkan pada aparat yang berwenang
dan saya yakin aparat akan memperhatikan apa yang diharapkan
masyarakat,'' sambungnya.
Upaya memberantas narkoba melalui tabligh akbar, kata Zarkasih, hanya
merupakan salah satu bagian dari upaya pemberantasan narkoba secara
menyeluruh. Gerakan anti-narkoba, menurutnya, harus menjadi gerakan
massa.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah kegiatan penyuluhan ke
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. ''Penyuluhan merupakan salah satu
gerakan yang sinergi dengan kegiatan tabligh akbar,'' paparnya.n
rus/lha/hfi/kho