Republika Online edisi:
17 Dec 1999

Ayo Sikat Maksiat

Sekitar 2.000 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI), bergamis putih plus kopiah serta ikat pinggang dan selendang hijau, mengepung Kantor Gubernur DKI Jakarta, Senin (13/12) lalu. Mereka menduduki gedung yang tak jauh dari Istana Wapres itu, dengan memblokir keempat pintu gerbangnya. Aksi yang dimulai Subuh, sehingga lepas dari penciuman aparat, ini demi menekan gubernur agar menutup total semua tempat hiburan berbau maksiat selama Ramadhan dan seminggu sesudahnya.

Aksi FPI ini bukan yang pertama. Pada 2 Desember 1999 lalu mereka juga mendatangi Kantor Gubernur untuk tujuan yang sama. Namun, mereka gagal. Bukan saja karena tak bertemu dengan Gubernur Sutiyoso yang sedang ke Surabaya. Namun, tuntutan mereka untuk menutup total tempat-tempat maksiat itu tak digubris Pemda DKI.

Tak cuma FPI yang menekan gubernur. Aksi serupa juga dilakukan oleh Shaum (Suara Hati Ummat) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Sebelum ratusan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Shaum mendatangi Kantor Gubernur pada 10 Desember lalu, KAMMI telah duluan menyambangi kantor Sutiyoso itu pada 8 Desember 1999.

Di bulan Ramadhan dan pekan sebelumnya, unjuk rasa anti-maksiat memang banyak digelar oleh masyarakat. Mereka meneriakkan slogan anti-narkoba, anti-pelacuran, dan anti-perjudian. Tak cukup hanya dengan unjuk rasa, mereka pun 'menggelar' amuk massa. Ini misalnya dilakukan oleh masyarakat Parung dan warga Jakarta.

Amuk massa oleh warga dari empat desa di Parung yang berlangung Rabu (8/12), sehari menjelang Ramadhan, telah merusak dan menghanguskan sedikitnya 60 bangunan -- 3 panti pijat, dua sanggar hiburan, 1 karaoke, hotel Pendopo 45, dan 48 warung remang-remang yang selama ini menjadi tempat maksiat. Pengrusakan dan pembakaran tempat hiburan, hotel dan warung remang-remang ajang maksiat itu hanya terjadi dalam waktu sekitar tiga jam saja.

Sementara warga Ibukota membakar tiga gubuk yang terletak di dalam kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) yang oleh warga --terdiri dari mahasiswa, pemuda dan ulama-- diyakini sebagai tempat berlangsungnya transaksi dan sekaligus pesta narkoba.

Lalu mengapa warga main hakim sendiri? Tentu saja semua peristiwa di atas tidak terjadi begitu saja. Keluhan dan keresahan mereka demi melihat maraknya penyalahgunaan narkoba, maraknya perjudian, dan prostitusi yang dilakukan secara terang-terangan di depan hidung warga, tak digubris oleh aparat. Bahkan tak sedikit oknum aparat yang bahkan terlibat di dalamnya. Sebagai backing atau malah pelaku perbuatan maksiat. Karena tak digubris itulah masyarakat akhirnya menempuh caranya sendiri.

Namun, menurut Pimpinan Majelis Taklim Rahmatal lil Alamin Jakarta, Habib Husein Alatas, maraknya kaum Muslimin memerangi praktik-praktik maksiat di berbagai daerah dan tempat akhir-akhir ini merupakan panggilan fitrah dari masyarakat itu sendiri. Karena, ''Baik mereka yang ikut tenggelam dalam kemunkaran maupun yang tidak, fitrah mereka sendiri sebenarnya membenci perbuatan berdosa ini.''

Menurut Husein, fitrah manusia sendiri sebenarnya membenci segala perbuatan yang berdosa. Karena itulah Alquran menyebutnya sebagai perbuatan yang munkar, yang artinya sebagai perbuatan yang berlawanan dengan fitrah dan norma-norma kemanusiaan.

Selain itu, giatnya warga masyarakat memerangi kemaksiatan dipicu oleh kebebasan di era reformasi yang membuka kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan hal-hal yang mereka tidak setuju dan mereka nilai sangat merusak norma-norma masyarakat. ''Sesuatu yang sebelumnya sangat ditabukan, dihalang-halangi dan berbagai penekanan lainnya, kini bisa mereka wujudkan,'' ujar Husein kepada Republika.

Dan, momentum untuk memerangi kegiatan-kegiatan maksiat itu makin mendapat tempat selama bulan suci Ramadhan ini. ''Saat pintu-pintu surga oleh Allah dibuka lebar-lebar, pintu neraka ditutup rapat-rapat dan setan-setan terkekang. Dalam suasana Ramadhan yang demikian sakral dengan nilai-nilai moral itulah, manusia terpanggil untuk kembali dalam fitrahnya,'' katanya.

Ibadah

Sementara itu Koordinator Geram (Gerakan Rakyat Anti Madat), Sofyan Ali, menilai penting penutupan tempat hiburan, diskotik, dan tempat lain berbau maksiat selama bulan Ramadhan ini. Sebab, katanya, selain untuk ajang maksiat tempat-tempat itu juga digunakan sebagai tempat transaksi narkoba dan minuman keras.

Karena itu Sofyan meminta aparat tidak menyalahkan warga masyarakat yang melakukan amuk massa demi memerangi maksiat itu. ''Jangan salahkan masyarakat misalnya bila satu dua kali keluhan yang mereka laporkan tidak ditindaklanjuti kemudian ketiga kalinya terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki, seperti yang terjadi di TIM baru-baru ini,'' katanya kepada Republika saat menghadiri tabligh akbar dan deklarasi Geram di lapangan Ahmad Yani, Kodya Tangerang, Senin (13/12) lalu.

''Masyarakat sudah cukup lama memberitahu di situ sering digunakan untuk tempat transaksi narkoba tapi dibiarkan saja, sehingga mereka kehilangan kesabaran dan membakarnya,'' ujar Sofyan.

Genderang perang terhadap maksiat tak cuma bertalu di Jakarta, Bogor, dan Tangerang saja. Warga Bandung juga meniup terompet perang terhadap maksiat. Dengan dikomandoi oleh KH Abdullah Gymnastiar, ketua Forum Masyarakat Bandung Bersatu, mereka memberantas perjudian yang marak di kota kembang itu.

Dalam aksinya menggusur perjudian di Bandung baru-baru ini, tak kurang dari 30 ribu orang turun ke jalan menggempur bandar-bandar judi. Aksi ini berlangsung damai. ''Kendati bersifat masal dalam simulasi penggempuran bandar-bandar judi di seluruh kota Bandung itu, kami sangat peduli dengan kode etik,'' ujarnya kepada Republika.

Ia misalnya melarang warga untuk menyentuh mobil yang sedang diparkir. Apalagi membakarnya. Di sepanjang jalan yang mereka lalui, mereka juga bersikap ramah dengan menyampaikan salam. ''Tidak boleh ada kata-kata kotor menghujat, tidak boleh membawa senjata. Jadi benar-benar halus sopan dan beretika,'' lanjutnya.

Sementara itu Menteri Negara Koperasi/Pengusaha Kecil dan Menengah, Zarkasih Nur, yang hadir di lapangan Ahmad Yani, Tangerang, menegaskan jika masyarakat menuntut pemerintah supaya menutup pabrik-pabrik minuman keras atau produsen narkoba, pasti pemerintah akan memenuhinya.

''Kita doakan saja semoga kabinet yang terdiri dari semua unsur ini mampu menjalankan misinya,'' kata Zarkasih.

Karena itulah, ia menyambut baik pendeklarasian Geram di Tangerang --kota kelahiran Zarkasih-- itu. Ia berharap, dengan cara ini pemuda akan bangkit dan sadar bahwa masa depan bangsa itu terletak di tangan pemuda itu sendiri. Untuk memegang masa depan dengan baik, ungkapnya, pemuda harus terhindar dari hal-hal yang negatif. ''Salah satu yang negatif itu adalah madat atau narkoba.''

Zarkasih menekankan, karena gerakan anti narkoba sangat penting dilihat dari kelangsungan hidup bangsa, maka semua pihak termasuk pemerintah wajib mendukungnya. ''Jangan sampai bangsa kita terpuruk. Mari kita bersatu mengangkat bangsa yang sedang terpuruk,'' harap salah seorang ketua DPP PPP tersebut.

Dalam bulan suci Ramadhan ini, kata Zarkasih, perbuatan memberantas kemaksiatan merupakan bagian dari ibadah. ''Akan mendapat ridha dari Allah SWT dan tentu saja pahalanya akan berlipat ganda.''

Tetapi, Zarkasih menegaskan, dalam memberantas narkoba masyarakat jangan melakukan tindakan yang merugikan. ''Artinya jangan bertindak sendiri-sendiri,'' ungkapnya. ''Masyarakat harus tetap menegakkan dan menghargai supremasi hukum. Tetap serahkan pada aparat yang berwenang dan saya yakin aparat akan memperhatikan apa yang diharapkan masyarakat,'' sambungnya.

Upaya memberantas narkoba melalui tabligh akbar, kata Zarkasih, hanya merupakan salah satu bagian dari upaya pemberantasan narkoba secara menyeluruh. Gerakan anti-narkoba, menurutnya, harus menjadi gerakan massa.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. ''Penyuluhan merupakan salah satu gerakan yang sinergi dengan kegiatan tabligh akbar,'' paparnya.n rus/lha/hfi/kho

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999