GRONZY -- Cina menyatakan mendukung aksi Rusia terhadap
Chechnya. Bagi Cina, masalah Chechnya adalah ''masalah internal Rusia''.
''Dengan menghargai upaya Pemerintah Rusia untuk menyelamatkan
persatuan nasional, integritas nasional, dan stabilitas nasional, Cina
menyampaikan pengertian dan dukungan kami,'' tutur juru bicara
kementerian luar negeri Cina, Zhang Qiyue, kemarin.
Dukungan Cina ini datang setelah beberapa saat sebelumnya Kanselir
Jerman Gerhard Schroeder mengkritik Rusia. Menurut Schroeder, ''Perang
tidak bisa menjadi jawaban atas terorisme.''
Awal Oktober lalu, Cina-Rusia merayakan hubungan diplomatik mereka
selama 50 tahun. Meski sempat terputus pada 1960, namun hubungan
diplomatik keduanya tersambung kembali pada 1989.
Kemarin, sumber pejabat Pemerintah Rusia menyatakan gerilyawan
Chechnya mempersiapkan serangan terhadap instalasi nuklir Rusia. Ia juga
menyebutkan para gerilyawan akan melakukan serangan ''tabrak lari''
terhadap pasukan federal di Chechnya. Namun ia sendiri tak menyebutkan
dasar perkiraan tersebut.
Senin lalu, komando batalyon ke-58 Rusia, Jenderal Vladimir Shamanov,
menyatakan ''membunuh Basayev akan menjadi semacam medali kehormatan
bagi pasukannya''. Shamanov menyatakan hal itu dalam sebuah pertemuan
dengan tokoh senior Chechnya di kawasan Nadterenchny.
Pada kesempatan itu, Shamanov mengaku telah berhasil mengepung dan
memojokkan panglima perang Chechnya, Shamil Basayev, di sebuah desa
Goragorsky, Chechnya. Namun klaim ini ditampik Gronzy.
Kawasan Nadterenchny disebut Moskow menjadi wilayah pertama yang
dikuasai pasukan federal Rusia di bagian selatan sungai Terek. Sejak
pasukan Rusia melakukan perebutan kembali wilayah Chechnya, sungai Terek
telah berubah menjadi zona pembagi antara wilayah yang dikuasai pasukan
Republik Chechnya di sebelah selatan dan pasukan federal Rusia yang
menguasai wilayah utara sungai Terek.
Pada hari yang sama, Basayev mengancam akan melancarkan serangan
anti-teroris besar-besaran terhadap Rusia. Hal itu akan dilakukannya
jika Rusia tidak menghentikan serangan militer ke Chechnya.
''Kepemimpinan Rusia akan segera punya kesempatan untuk
mendemonstrasikan bagaimana mereka melawan terorisme terhadap warga
Rusia,'' ujar Basayev.
''Ini akan segera terjadi. Saya punya cukup orang dan perlengkapan
untuk melakukan operasi semacam itu,'' tambahnya.
Basayev menarik perhatian internasional pada Juni 1995 ketika
memimpin serangan heroik di Budennovsk, kota di selatan Rusia. Serangan
ini menjatuhkan moral Rusia sehingga akhirnya terjadi gencatan senjata
sementara. Perang Chechnya yang dimulai pada 1994 ini berakhir Agustus
1996. Rusia terpaksa membiarkan Chechnya menyatakan kemerdekaannya
secara de facto.
Basayev dan bawahannya, Letnan Khattab, kemudian disebut-sebut
sebagai pelaku utama dibalik penyusupan ke Dagestan pada Agustus dan
September lalu. Penyusupan ini dilakukan oleh para gerilyawan yang
berkeinginan untuk mendirikan negara Islam Chechnya dan Dagestan,
seperti halnya terjadi pada abad ke-19.
Kedua tokoh itu lebih lanjut dituduh Moskow mengotaki aksi pemboman
sejumlah apartemen di ibu kota Rusia pada bulan lalu. Namun Basayev dan
Khattab menyangkal tuduhan tersebut.
Meski Maskhadov menjaga jarak dari aktivitas Basayev dan Khattab, ia
terpaksa untuk bergabung kembali dengan keduanya dan para panglima
perang lainnya -- yang selama ini telah merongrong kekuasaannya.
Pasalnya, usul Maskhadov untuk melakukan perundingan damai dengan
Presiden Boris Yeltsin telah ditolak Moskow.
Sementara itu, hingga Ahad lalu serangan udara dan altileri Rusia di
Chechnya sejak 5 September lalu telah mengakibatkan tewasnya lebih dari
700 orang. Sepuluh desa dilaporkan telah benar-benar hancur dalam
sejumlah serangan selain 70 sasaran yang dicurigai.
''Antara 5 September hingga 10 Oktober, pemboman dan serangan Rusia
di Chechnya, yang menjadikan sebagian besar daerah perbatasan sebagai
sasaran, mengakibatkan 700 orang tewas,'' ujar salah seorang juru bicara
Maskhadov. n afp/ant/yyn