Halmahera Utara Bergolak, 11 Tewas 75 Luka-luka
[http://www.bidik.com/news.asp?id=3168451984&idt=n200005]
Jakarta, Bidik.com-Pulau Halmahera Utara kembali bergolak, terutama di
Galela dan Tobelo, menyebabkan 11 orang tewas dan 75 lainnya luka-luka.
Seperti dilaporkan LKBN Antara dari Ternate, Kabupaten Maluku Utara kembali
tegang, Kamis dini hari sekitar pukul 05.00 WIT. Pertikaian antar warga di
Desa Mamuya wilayah pesisir, Kecamatan Galela, menyebabkan warga Mamuya dan
beberapa desa sekitarnya panik dan lari menyelamatkan diri ke tempat-tempat
yang dinilai relatif lebih aman.
Sampai berita ini diturunkan, 49 warga di Tobelo dan Galela yang mengalami
luka berat dan ringan dievakuasi ke Rumah Sakit Sinode GMIH Tobelo.
Sementara itu, suasana di sekitar pesisir Halmahera Utara dilaporkan masih
mencekam dan sebagian warga masih bertahan di Desa Maketa, sekitar sembilan
km dari Kota Kecamatan Galela, Soa Sio.
Perwira operasi pada Sektor Pemulihan Keamanan di Propinsi Maluku Utara,
Mayor Inf. Puguh, Kamis di Ternate, membenarkan pertikaian antar kelompok
etnis di Kecamatan Galela itu.
Namun, situasi keamanan di Tobelo dan Galela telah terkendali setelah 20
anggota TNI dari Kompi C Batalion Inf. 732 Banau Maluku Utara di Tobelo
diterjunkan ke lokasi guna menghalau kedua pihak yang bertikai.
Selain korban jiwa, pertikaian itu mengakibatkan sekitar 150 rumah rusak
terbakar, termasuk satu buah rumah ibadah. Pencarian korban lainnya sampai
pukul 14.45 WIT dilaporkan masih dilakukan.
Pj. Gubernur Maluku Utara Muhyi Effendi secara terpisah menyatakan,
prihatin yang sangat mendalam atas peristiwa tersebut dan menyampaikan
belasungkawa terhadap korban jiwa dan harta yang ditimbulkannya.
"Kejadian ini bisa menghambat proses pengembalian pengungsi ke daerah asal
yang dicanangkan Pemda tanggal 18 Mei lalu di Ternate," katanya.
Muhyi mengaku, menerima laporan dari sumber lain di Tobelo yang menyatakan
bahwa korban meninggal dunia 24 orang, luka ringan dan berat yang dirawat
di Rumah Sakit 52 orang, sementara laporan aparat korban tewas 11 dan 75
luka.
"Perbedaan data ini akan kita cek kebenarannya," kata mantan staf Depdagri
ini.
Desa Mamuya adalah salah satu desa yang menolak keberadaan aparat TNI
karena dinilai tidak netral, tetapi menjelang kejadian, aparat keamanan
tetap melaksanakan tugasnya.
<***/brk>
32 Tewas dan Puluhan Lainnya Luka-luka di Galela
AMBON-Sedikitnya 32 orang meninggal dunia dan lebih dari 52 lainnya
menderita luka ringan atau berat ketika terjadi kerusuhan antarkelompok
yang kembali merebak di Desa Mamuya, Kecamatan Galela, Provinsi Maluku
Utara sejak Kamis Subuh sekitar pukul 05.00 WIT.
Wakil Ketua Majelis Pekerja Sinode Gereja Masehi Injil Halmahera (GMIH),
Biso STh, yang dikonfirmasi Antara via pesawat telepon dari Ambon, Kamis
petang, menjelaskan bahwa penyerangan terhadap Desa Mamuya dilakukan para
perusuh dari arah laut dan gunung.
"Akibatnya warga kami yang tewas mencapai 25 orang ditambah 52 orang
menderita luka ringan atau berat dan telah dilarikan ke Rumah Sakit
Bethesda Tobelo sementara delapan penyerang tewas dalam kerusuhan itu,"
ujar Biso.
Dia juga menjelaskan bahwa dari delapan korban para penyerang, dua di
antaranya teridentifikasi sesuai KTP atas nama Sulaiman beralamat di Jalan
Lintas Trans HP 1 nomor 106 Maure Lawai, Kecamatan Muara Enim (Sumsel) dan
Rosika P Pryai beralamat di jalan Melati nomor 1 kompleks Muncis Sapau
(Sumatera Utara).
"Penyerangan dengan menggunakan beberapa pucuk senjata organik dilakukan
perusuh dengan jalan membarikade laut oleh puluhan speed boat dan ada yang
langsung masuk ke Mamuya kemudian secara bersamaan dari arah bukit para
penyerang juga melakukan aksinya," tuturnya.
Sementara Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen Max Tamaela yang juga selaku
Komandan Satgas Bantuan Militer (Banmil) wilayah Maluku dan Provinsi Maluku
Utara ketika dikonfirmasi Kamis malam, membenarkan adanya kerusuhan di
wilayah itu.
"Saya sudah mendengarnya tapi belum mendapat laporan yang jelas dan rinci
baik menyangkut korban meninggal, luka-luka atau kerugian material,"
tandasnya.
Pangdam juga mengatakan bahwa aparat yang ditugaskan di wilayah itu berasal
dari Batalyon Infanteri (Yonif) 512 Brawijaya namun sejauh ini penduduk
setempat menolak penempatan pos-pos pengamanan pasukan TNI di wilayah itu.
Namun yang jelasnya, lanjut Pangdam, pihaknya akan tetap berupaya memasang
pos-pos keamanan di wilayah-wilayah yang sangat rawan potensi konflik
antarwarga itu. n ant
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh
(DI-26/05/00)