Kamp Pengungsi Dikepung Aparat

CONTENTS

Polisi Diberondong, 4 Tewas


Serambi-Lhokseumawe
Empat prajurit Polri tewas dan beberapa lainnya luka-luka di Aceh Utara dan Pidie akibat berondongan orang-orang bersenjata. Sedangkan sumber-sumber resmi kepolisian hanya menyebut tiga orang meninggal. Menyusul aksi kelompok bersenjata itu, kemarin aparat keamanan di Aceh Utara dan Pidie melakukan operasi penyisiran di lokasi-lokasi yang dianggap rawan, guna mencari orang-orang bersenjata itu. Dalam aksi penyisiran itu, di Aceh Utara sempat terjadi kontak senjata. Berbagai keterangan yang dihimpun menyebutkan, di Aceh Utara, dua anggota polisi tewas dan empat lainnya menderita luka tembak akibat berondongan terhadap mobil rombongan Polsek Meurah Mulia. Beberapa saat kemudian, aparat melancarkan penyisiran hingga terjadi kontak senjata, pada Selasa (12/10). Dalam peristiwa itu, dua anggota masyarakat dilaporkan ikut menderita luka-luka dan dua anggota kelompok bersenjata itu disebut aparat meninggal dunia.

Dalam peristiwa penghadangan mobil rombongan Polsek Meurah Mulia yang baru kembali dari rapat dinas di Mapolres, menurut sumber resmi, seorang polisi tewas. Yakni, Kopka Iskandar Abbas (42) dan dua lainnya luka tembak yaitu Serma Ali Akbar dan Serda Fransisco Amarau, anggota Brimob Resimen I Yon B Jakarta yang di BKO-kan ke Mapolres Aceh Utara. Tapi, sumber lainnya mengatakan ada dua anggota polisi di Aceh Utara yang tewas dalam serangkaian aksi itu kemarin. Namun, identitasnya belum diketahui. Kecuali itu, pada saat terjadi clash itu dua anggota polisi yang masuk tim penyisir juga menderita luka tembak. Namun, sejauh ini belum diketahui nama lengkapnya.

Aksi pemberondongan mobil rombongan Polsek, menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi Wakapolres Mayor Pol Drs Eko Para SS, terjadi sekitar pukul 16.30 WIB di Desa Keude Karieng, Meurah Mulia. Keterangan yang berhasil dihimpun Serambi hingga pukul 23.00 WIB tadi malam menyebutkan, sejumlah anggota Polsek Meurah Mulia dan Brimob yang di BKO ke Mapolres Aceh Utara dengan mengendarai mobil Daihatsu Carry warna putih sekitar pukul 16.30 WIB bertolak dari Mapolres menuju Polsek Meurah Mulia di Jungka Gajah.

Namun, setiba di Keude Karieng, sekitar 26 Km dari Lhokseumawe, mobil tersebut dihadang dan diberondong sekawanan lelaki bersenjata api yang mengendarai mobil Daihatsu Taft warna hitam tanpa plat polisi.

Akibat penghadangan secara dadakan tersebut, anggota Polsek Meurah Mulia Kopka Iskandar Abbas (42), tewas ditembus peluru dan dua anggota masyarakat yang kebetulan sedang melintas di jalan itu, samping mobil rombongan Polsek, ikut menjadi korban luka tembak. Tapi, tidak diketahui namanya.

Menyusul penghadangan yang disertai pemberondongan itu, aparat keamanan dan kepolisian melakukan penyisiran lokasi kejadian dan sekitarnya di kawasan Desa Bayi dan Alue Mirah Kecamatan Tanah Luas.

Pada saat berlangsungnya penyisiran di kawasan tersebut, dari seberang sebuah alur yang ditutupi semak-semak tiba-tiba tim penyisir diserang dengan rentetan tembakan oleh kelompok bersenjata tak dikenal yang mengakibatkan meletusnya kontak senjata. Baku tembak selama belasan menit di tengah kegelapan malam sekitar pukul 19.00 WIB itu membuat suasana di kawasan tersebut kian mencekam.

Dalam insiden kontak senjata tersebut, sebut kapolres, dua anggota polisi mengalami luka-luka tembak. Tapi, sumber lain mengatakan ada anggota Polri yang juga ikut tewas tertembak di sini.

Sementara dari pihak penyerang, ditambahkan kapolres, dua orang meninggal dunia. Namun sejauh ini belum diperoleh nama kedua korban.

Keseluruhan korban luka tembak dan yang tewas dan baru berhasil dievakuasi secara total sekitar pukul 21.00 WIB, sampai berita ini dilaporkan masih dalam perawatan intensif di RS Kesrem Lhokseumawe.

Pada saat keseluruhan korban sedang dalam proses penanganan medis, suasana duka tampak menyelimuti keluarga besar Polres Aceh Utara. Ibu-ibu Bhayangkari dan keluarga korban, memadati mushalla RS Kesrem menunggu prosesi visum jenazah sebelum dibawa pulang. Sementara puluhan anggota kepolisian yang terlihat berjaga-jaga sekitar kawasan rumah sakit diliputi suasana sama.

Bahkan Kapolres Syafei Aksal seakan tidak mampu memberikan penjelasan saat ditanya wartawan. Ia terlihat sangat terpukul sehingga kalimat yang meluncur dari bibirnya terdengar bergetar.

Sedangkan di kawasan Kecamatan Tanah Luas, khususnya Desa Alue Ie Mirah, Desa Bayi, dan sejumlah desa lainnya yang berdekatan dengan lokasi kontak senjata, sebagian besar terpaksa meninggalkan rumah. "Keadaan di sini sangat mencekam," ungkapan seorang warga di Desa Alue Ie Mirah ketika dihubungi pukul 22.30 WIB tadi malam. Bahkan, seorang warga lainnya menyarankan wartawan dalam dua hari ini untuk tidak berkunjung ke daerah tersebut.

Disebutkan, selepas maghrib kemarin, hampir semua pemuda di desa sekitar lokasi kontak senjata meninggalkan rumah karena cemas terhadap kemungkinan adanya kontak senjata susulan dan penyisiran yang bisa berisiko terhadap jiwa mereka. Bersamaan dengan itu, seluruh kedai tutup secara mendadak.

Kapolres mengharapkan segenap lapisan masyarakat di Aceh Utara untuk bersama-sama membangun suasana kondusif sehingga masalah kekisruhan Aceh tidak berkepanjangan tanpa tepi. "Marilah sama-sama kita ciptakan kedamaian dan ketenteraman di daerah ini. Siapa lagi yang menjaga Aceh kalau bukan kita-kita orang Aceh," seru kapolres. Di Kecamatan Matangkuli, masyarakat yang bermukim dekat kantor Polsek, dan yang berbelanja ke pasar kecamatan setempat, Selasa (12/10) menjelang siang, dikejutkan suara tembakan ke udara sekitar pukul 10.45 WIB. Masyarakat lari kucar-kacir dan terpaksa mencari tempat perlindungan. Begitupun, para pedagang tidak menutup tokonya, karena suara tembakan itu reda sesaat kemudian, tanpa menimbulkan insiden lainnya.

Diculik

Kopka Erdi Alamsyah (anggota Polsek Gandapura) dan Bukhari Hasan (seorang kades di Gandapura) diculik orang tak dikenal, baru-baru ini. Menurut sumber, Erdi yang warga Geulanggang Teungoh, Jeumpa diculik saat membawa pinang dengan Chevrolet Luv ke Jeunieb, Aceh Utara, Jumat (8/10). Diduga, Erdi diculik di perjalanan, mengingat korban belum sempat menjual pinangnya ke pedagang di kota tujuannya itu. Begitupun, penculik tidak membawa serta mobil Erdi, dan mobil tersebut ditinggalkan di kawasan simpang empat Kota Bireuen.

Sementara itu, Kades Cot Jabet, Kecamatan Gandapura, Bukhari Hasan dikabarkan telah diculik orang tak dikenal, Minggu (10/10 malam. Korban yang juga Kepala Mukim Buket Rata, Gandapura, saat di "jemput" tidak mengunakan baju, dan hanya berkain sarung. Belum ada keterangan rinci menyangkut motif penculikan terhadap Erdi Alamsyah dan Bukhari Hasan.

Polisi tewas

Di Pidie, dua anggota Polsek Tiro Truseb, tewas ditembak orang tak dikenal di kawasan Jalan Beureunuen-Tiro, Desa Ulee Gampong Kecamatan Mutiara. Peristiwa yang mengagetkan warga setempat, terjadi sekitar pukul 09.00 WIB. Pagi itu, kedua korban sedang menuju Kota Sigli dari Tiro.

Anggota polisi yang menjadi korban penembakan orang tak dikenal adalah Sertu Arinda Jaya Putra dan Sertu Simon Lazarus Hasibuan. Kedua mayat korban sudah diterbangkan ke kampung halamannya, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emiqail Bagus mengatakan, penembakan terhadap dua anggota itu, sangat disesalkan. Kedua korban ditembak ketika sedang berboncengan menuju Kota Sigli. "Penembak memang sudah menunggu, sehingga dengan mudah melakukan aksinya," kata Bagus.

Kedua korban, menurut Bagus, tewas di tempat karena mengalami pendarahan cukup serius. Empat peluru bersarang di tubuh Sertu Arinda dan dua tembakan mengenai tubuh temannya Sertu Simon. Sehingga, kedua mereka roboh dan tewas di tempat kejadian.

Setelah peristiwa penembakan itu, polisi melakukan pembersihan di sekitar lokasi kejadian. Sejumlah rumah penduduk dan tempat-tempat yang dicurigai digeladah aparat. Sehingga, terpaksa warga setempat melancarkan aksi eksodus ke Masjid Abu Beureueh. (tim)

______________________________________________________

Aparat Kepung Kamp Pengungsi

* Enam Orang Ditangkap


Serambi-Sigli
Para pengungsi yang membangun camp di Masjid Abu Beureueh, menjelang petang kemarin, ketakutan dan kocar-kacir, karena aparat mengepung lokasi itu sambil melepas tembakan beruntun ke berbagai arah. Puluhan wanita pingsan, enam orang ditangkap.

Aksi pengepungan secara dadakan itu terjadi sekitar pukul 15.15 WIB, menyusul tewasnya dua anggota Polsek Tiro Truseb. Kendati aparat hanya beraksi di luar pagar masjid, namun membuat pengungsi dan warga sekitar ketakutan. Sejumlah kaum wanita dan anak-anak yang berada dalam komplek masjid menangis, karena suara tembakan seakan-akan mengarah ke tempat mereka.

Sebagian pengungsi yang sedang berada di luar pagar masjid, buru-buru lari ke dalam posko mahasiswa, yang berada di depan masjid. Warga yang sudah ketakutan diminta untuk mengeluarkan identitas dan disuruh membuka baju dengan todongan senjata.

Kapolres Pidie Letkol Pol Endang Emiqail Bagus mengatakan, pengepungan yang dilakukan di sekitar lokasi pengungsian berkaitan erat dengan peristiwa penembakan dua anggota polisi. "Kami tak beraksi dalam camp pengungsi, itu hanya dilakukan di luar saja," katanya.

Dalam pengepungan yang dipimpinnya, jelas Bagus, berhasil ditangkap enam warga. Mereka yang ditangkap itu, bukan pengungsi. Bahkan ada di antaranya yang mengaku lepasan luar negeri dan sudah lama dicari aparat, bahkan sudah tercatat dalam daftar pencarian orang (DPO). "Kami terus melakukan pengembangan," katanya.

Dalam aksi pengepungan yang melibatkan Gegana dan Brimob, menurut Bagus, tak dilakukan penembakan terhadap masyarakat dan orang yang dicurigai. Tembakan beruntun yang dilancarkan hanya sebagai terapi pengejut, untuk melumpuhkan kondisi dan situasi yang ada di tempat tersebut. Enam warga yang berhasil ditangkap adalah Hasbi M Yusuf, M Nur Usman, Sulaiman B, T Taufik, Ridwan, dan Muzakir Yunus.

Koordinator posko mahasiswa Beureunuen, Said Rezal Fahlevi kepada Serambi, kemarin mengatakan aksi yang dilancarkan aparat sangat terpukul bagi pengungsi. "Saya sangat sedih melihat warga tak bersalah diperlakukan secara kasar," ungkap Said sedih.

Mereka yang sedang berada di luar pagar masjid sebagian besar pengungsi. Dari data yang berhasil mereka kumpulkan, sebanyak enam pengungsi terpaksa dilarikan ke rumah sakit, karena mendapatkan perlakukan kasar. Mereka adalah M Amin Mahmud (25), Salihin (30), Iskandar (26), Mudek (26), Alibasyah (38) semuanya warga Geumpang yang sedang mengungsi, dan Abdurrahman warga Jaman Masjid Mutiara.

Menurut Said, ada sebagian warga yang diminta untuk tiarap dan harus membuka baju dengan todongan senjata. Sehingga membuat mereka tak bisa berkutik.

Wanita pingsan

Tembakan beruntun ke arah tidak menentu, bahkan ada tembakan yang mengarah ke gedung dayah komplek masjid, tempat pengungsi berlindung. Kondisi tersebut membuat pengungsi semakin ketakutan, bahkan puluhan wanita jatuh pingsan. Apalagi aksi penembakan berlangsung lebih 15 menit.

Tgk Abdul Muthaleb TJ, seorang pengungsi melukiskan peristiwa pengepungan lokasi pengungsi oleh aparat, telah membuat sebagian besar pengungsi trauma. "Saya melihat sendiri banyak wanita jatuh pingsan, ketika mendengar suara tembakan tak henti-hentinya itu," katanya.

Pengungsi, tambah Muthaleb, merasa bingung ketika aparat melakukan pengepungan. Kendati aparat hanya beraksi di luar pagar masjid, namun dampak pisikologis terhadap pengungsi sangat terasa dan mencekam.

Apalagi, menurut Muthaleb, sebagian muncong senjata aparat sudah diarahkan ke komplek pengungsi, lewat celah tembok pagar masjid. Dilaporkan, sejumlah pengungsi cepat-cepat menghindar dari ancaman maut tersebut. "Begitu melihat moncong senjata, saya terus pindah," kata seorang pengungsi. (tim)

______________________________________________________

PDI-P untuk Aceh

Referendum tidak, Otonomi Khusus Ya


Serambi-Jakarta
Fraksi PDI Perjuangan MPR RI secara implisit menolak adanya referendum bagi Aceh. Sebagai jalan keluar, fraksi terbesar di MPR RI itu menawarkan otonomi khusus yang pemerintah pusat hanya mengatur soal moneter, peradilan, luar negeri, dan pertahanan keamanan terhadap serangan luar.

Sikap itu disampaikan kepada Solidaritas Mahasiswa untuk Kasus Aceh (Somaka) yang berdelegasi ke fraksi tersebut di Gedung MPR RI, Selasa (12/10) siang kemarin. Tokoh-tokoh FPDI Perjuangan yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Prof JE Sahetapi, Drs T Bachrum Manyak, Zoelvan B Lidan, dan sejumlah anggota fraksi lainnya. Sedangkan delegasi Somaka dipimpin Fajran Zein.

Di luar tuntutan referendum, FPDI menyatakan sependapat dan akan memperjuangkannya melalui SU MPR, seperti pengadilan terhadap pelaku-pelaku pelanggaran HAM semasa DOM dan pasca DOM.

"Referendum sampai saat ini belum bisa diterima. Mereka kemudian menawarkan otonomi khusus bagi Aceh," kata anggota delegasi Somaka Idham Julana mengutip pernyataan FPDI seusai pertemuan.

Selain tuntutan referendum, Somaka juga menyampaikan tuntutan agar MPR RI mengeluarkan sebuah ketetapan yang memerintahkan kepada pemerintah yang baru untuk menyelesaikan masalah Aceh secara adil.

Tuntutan lainnya adalah meminta pertanggungjawaban mantan Presiden Soeharto berikut pejabat militer dan sipil yang terlibat dalam mendisain DOM di Aceh. Pertanggungjawaban serupa diminta kepada Presiden Habibie atas tindakan kekerasan pasca DOM.

"Kecuali referendum, FPDI Perjuangan setuju dengan tuntutan itu. Bahkan mereka minta agar masalah Aceh diselesaikan secara tuntas," kata Idham.

Pertemuan Somaka-FPDI Perjuangan berlangsung di kamar 625 ruang Nusantara I dilukiskan berlangsung dalam suasana dialogis. Aktivis Somaka saat meninggalkan ruang pertemuan tiba-tiba membentangkan sebuah spanduk bertuliskan "Rakyat Aceh bersatu tuntut referendum, Wakil rakyat Harap Mahfum." Mereka menggotong spanduk putih dengan tulisan merah itu berjalan kaku hingga ke depan ruang Nusantara IV. Tentu saja aksi bentang spanduk itu mengundang perhatian sejumlah anggota dewan dan wartawan.

Sebelumnya, bersama-sama dengan sejumlah LSM, Somaka bertemu dengan Ketua Panitia Ad Hoc II yang membahas materi non GBHN. Rombongan LSM, selain Somaka, antara lain YLBHI, Elsam, Solidaritas Perempuan dan lain-lain. Beragam persoalan mereka sampaikan kepada Ketua Panitia Ad Hoc Sabam Sirait yang didampingi sejumlah anggota. Sedangkan Somaka yang mendapat giliran menyampaikan aspirasi langsung memanfaatkan forum tersebut menyuarakan tuntutan penyelesaian masalah Aceh.(fik)

______________________________________________________

Satu Meninggal Kena Tembakan

* Dua Mayat Ditemukan


Serambi-Meulaboh
Tgk Nyak Iman, mantan KKPS di Desa Ujong Lamie, Kecamatan Darul Makmur, Aceh Barat tewas ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya. Selain itu, empat warga Desa Krueng Semanyam dilaporkan sudah dua pekan menghilang dan sampai Selasa (12/10) belum diketahui nasibnya.

Sedangkan warga Desa Matang Cot Paseh, Peusangan dikagetkan dengan ditemukannya mayat lelaki tanpa identitas di satu kebun kosong desa setempat, Senin (11/10).

Dari Aceh Selatan dikabarkan, warga Desa Krueng Luas Kecamatan Trumon, pada Minggu (10/10) pagi menemukan mayat Dermawan (35) warga Desa Ladang Rimba kecamatan setempat yang menghilang beberapa hari lalu.

Kapolres Aceh Barat Letkol Pol Her Aris Sumarman mengaku sudah menerima laporan dari Polsek Darul Makmur tentang kasus penembakan yang terjadi di Desa Ujong Lamie. Namun, Kapolres mengaku tidak tahu persis bagaimana kejadian yang sebenarnya. "Korban ditembak orang tak dikenal dan korban sudah dikebumikan di desa itu," katanya.

Mengenai kehilangan empat warga Desa Krueng Seumayam Kecamatan Darul Makmur, Kapolres mengaku belum mendapat informasi itu. "Akan kita cek dulu ke Polsek setempat sejauh mana kebenaran laporan itu," ujarnya.

Kasus penembakan terhadap Tgk Nyak Iman, menurut sumber masyarakat, terjadi Senin (10/10) malam sekitar pukul 20.00 - 21.00 WIB. Tapi masyarakat setempat, tidak tahu persis kronologis yang sebenarnya. "Yang kami tahu korban ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya. Setelah itu pelakunya menghilang," kata sumber di Alue Bilie, ibukota Kecamatan Darul Makmur.

Masih menurut sumber itu, di mayat mantan KPPS Desa Ujong Lamie itu ditemukan satu titik tembakan bagian dada. Korban baru diambil anggota keluarganya beberapa jam kemudian dan dikebumikan Senin (11/10) pagi.

Hilang

Sementara itu, empat warga Desa Krueng Seumayam Kecamatan Darul Makmur yang berangkat dari desanya tanggal 28 September 1999 lalu dengan sepeda motor sampai dengan Selasa (12/10) belum kembali ke rumah masing-masing. Keempat warga yang dilaporkan hilang itu adalah Edi Saputra (25), Suryadi ((28), Abdul Aziz (25), dan Salma (21).

Menurut keterangan Hasanuddin, koordinator LSM KIPP Aceh Barat berdasarkan laporan yang disampaikan Catari --orang tua Salman -- mereka berangkat dari desanya menggunakan dua unit sepeda motor tujuan Desa Gampong Baroh Kecamatan Setia Bakti, Aceh Barat untuk mengunjungi ayah Suryadi, Abdul Mutaleb.

Namun, para keluarganya baru mengetahui mereka menghilang sekitar sepekan kemudian ketika Abdul Mutaleb pulang ke Desa Krueng Seumayam yang menanyakan di mana mereka sekarang berada. Pertanyaan itu membuat Abdul Mutaleb kebingungan karena mereka tidak pernah datang ke Gampong Baroh. Saat berangkat, Edi Saputra membawa uang Rp 2,5 juta dan Suryadi membawa uang Rp 100.000. Selain itu mereka juga membawa 8 buah durian.

Hingga Selasa (12/11), kata Hasanuddin, keempat mereka yang masih mempunyai hubungan famili itu belum diketahui nasibnya. "Yang jelas mereka sudah dua pekan belum kembali ke rumah masing-masing dan mereka hilang itu pun tidak ada yang tahu persis," kata Koordinator KIPP itu.

Tak dikenal

Warga Desa Matang Cot Paseh, Peusangan dikagetkan dengan ditemukannya mayat lelaki tanpa identitas di salah satu kebun kosong desa mereka, Senin (11/10).

Mayat lelaki itu ditemukan masyarakat setempat di kebun kosong, dengan posisi tersembunyi. Petugas medis Peusangan kemudian membawa mayat itu ke RSU Lhokseumawe menggunakan ambulans.

Identitas mayat tersebut belum diketahui, mengingat tidak satupun petunjuk mengani jati diri korban yang diduga sudah dua hari berada di kebun kosong itu. Korban diperkirakan berumur lebih 30 tahun, tinggi badan sekitar 160 Cm, bertubuh sedang. Saat ditemukan hanya mengenakan celana dalam, dengan baju T-Shirt, warna hitam.

Mayat di sawah

Dermawan (35), warga Desa Ladang Rimba Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, yang dikabarkan menghilang sejak beberapa hari lalu, Minggu (10/10) ditemukan sudah menjadi mayat. Jasad Dermawan tergeletak di sawah kawasan Desa Krueng Luas. Pembantu Bupati Wilayah Bakongan, Drs Zulachfi MSi, kepada wartawan kemarin di Tapaktuan mengakui adanya temuan mayat yang diidentifikasikan adalah Dermawan, penduduk Desa Ladang Rimba, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang. Dan jenazahnya dikebumikan Senin (11/10).

Menurut keterangan yang dihimpun, Dermawan menghilang sejak Rabu (6/10). Tidak diperoleh keterangan rinci tentang peristiwa menghilangnya laki-laki itu. Tapi kepergian Dermawan menimbulkan tanda tanya bagi keluarganya, sampai akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat.

Pjs Kapolres Aceh Selatan, Letkol Pol Drs Teuku Dourman yang dihubungi kemarin membenarkan adanya temuan mayat di Krueng Luas yang diduga tewas akibat kekerasan. Belum diketahui apa motif pembunuhan Dermawan, dan jajarannya kini tengah melakukan penyelidikan. (tim)

______________________________________________________

Soal Abdul Ghafur

Demokratis jangan Dilihat dari Mekanisme Pemilihan


Serambi-Banda Aceh
Pemilihan dr H Abdul Ghafur sebagai seorang dari lima anggota MPR- RI Utusan Daerah Istimewa Aceh, dilakukan lewat sistem yang sangat demokratis. Meskipun ia diajukan Fraksi Partai Golkar, tapi Ghafur juga didukung 30 anggota DPRD Tingkat-I Aceh lainnya. Sehingga dalam voting yang dilakukan Sabtu pekan lalu, mantan Wakil Ketua DPR-RI itu memperoleh 38 suara dukungan.

Demikian antara lain kesimpulan yang disaring dari penjelasan ketua-ketua fraksi DPRD Aceh dalam pertemuan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsyiah di gedung DPRD Aceh, Selasa (12/10).

Mencermati penjelasan bahwa pemilihan Ghafur dilakukan sangat demokratis, BEM menyatakan demokrasi jangan dilihat dari segi mekanisme, tapi aspirasi-aspirasi di luar juga harus diserap.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu, pihak BEM tetap tidak setuju kehadiran Ghafur sebagai anggota MPR untusan Aceh. Sebab, selama ini, kata BEM Ghafur tidak pernah bersuara dalam mencermati penderitaan Aceh. Mereka mendesak, Golkar menarik kembali Ghafur dari keanggotaan MPR.

Namun, Drs M Nasir Djamil pimpinan sementara DPRD Aceh dari unsur termuda menyebutkan terpilihnya Ghafur dilakukan lewat sidang pleno DPRD Aceh. Oleh sebab itu, Fraksi Golkar tidak berwenang menariknya. "Kelima anggota MPR-RI itu dipilih lewat sidang pleno, dan bila mau ditarik juga harus dilakukan lewat sidang pleno," kata Nasir.

Ketua Fraksi Golkar DPRD, H Azhari Basar dalam pertemuan itu, mengatakan bahwa pengajuan nama Abdul Ghafur oleh fraksinya setelah dilakukan berbagai pertimbangan. Di antaranya ia menyebutkan, bahwa Ghafur seorang putra Aceh yang duduk di DPP Golkar. Ghafur juga Korwil Aceh dan dalam pemilu lalu ia juga dicalonkan lewat Kabupaten Aceh Barat untuk anggota DPR-RI. "Pada Pemilu Ghafur kalah dengan Pak AR Rasyidi," kata Azhari Basar. "Kakek Pak Ghafur (Tgk Idris) adalah seorang ulama berpengaruh di Aceh Barat, karena itu kita ingin mengikat emosional yang lebih erat dengan beliau,". Menanggapi, pernyataan BEM bahwa Ghafur sabagai pendukung Orde Baru dan tidak reformis, menurut Azhari Basar penilaian tidak reformis itu sangat relatif.

Azhari Basar mengajak BEM menyatukan persepsi dan meminta para anggota DPR-RI dan anggota MPR-RI utusan Aceh menyuarakan aspirasi rakyat pada Sidang Umum MPR sekarang ini.

Pada pertemuan yang dihadiri enam Ketua Fraksi DPRD Aceh yaitu, Abdullah Saleh (FPP), Azhari Basar (F-PG), T Bustami (F-Reformasi), Zaini Jalil (F-PDI-P), HM Daud Mansur (F-Aliansi Reformasi), dan Kolonel Marinir Yusri Hadjerat (F-TNI/Polri), Ketua BEM Unsyiah, Mukminan kembali membacakan pernyataan yang intinya menyesalkan tindakan wakil rakyat Aceh yang telah meloloskan Abdul Ghafur seba- gai utusan daerah mewakili Aceh.

"Di daerah lain, seperti di Sumatera Selatan Ghafur ditolak, apakah Aceh lebih bodoh dibanding Sumsel?" tanya seorang anggota BEM.

Menanggapi hal ini, M Nasir Djamil selaku ketua sementara mengatakan, bahwa proses pemilihan Ghafur sudah berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan prosedur. Namun, dia pribadi tidak membantah bila ada warna-warni dalam pemilihan tersebut.

Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan, Abdullah Saleh memberitahukan BEM, bahwa tidak semua anggota DPRD Aceh puas dengan terpilihnya Ghafur. Tetapi karena itu merupakan hasil pemilihan lewat sistem sangat demokratis, DPRD Aceh harus menerima keputusan tersebut.

Dengan banyaknya suara yang meminta Ghafur ditarik, kata Sekretaris PDI Perjuangan, Zaini Jalil SH supaya ia sadar. Ia harus bangun membawa aspirasi rakyat Aceh, kalau tak sanggup DPRD Aceh akan meminta pertanggungjawabannya. Pertanggungangjawaban tersebut tidak hanya dari Ghafur, tapi dari seluruh mereka yang mewakili Aceh. (ism)

______________________________________________________