Buntut Penembakan Warga Sipil: Kapolres Aceh Selatan Dicopot

CONTENTS

BERITA UTAMA WASPADA
RABU, 6 OKTOBER 1999

Buntut Penembakan Warga Sipil:
Kapolres Aceh Selatan Dicopot


BANDA ACEH (Waspada): Kapolda Aceh Kolonel Pol Drs Bachrumsyah mencopot Kapolres Aceh Selatan Letkol Pol. Drs Gatot Subroto dari jabatannya. Pencopotan ini sebagai buntut penembakan terhadap warga sipil dalam insiden unjuk rasa 11 September lalu, kata sumber.

Menurut keterangan yang Waspada peroleh, proses pencopotan jabatan Kapolres itu berlangsung bersamaan upacara serahterima Kadispen Polda Aceh di aula Machdum Sakti, Mapolda Aceh Senin (4/10).

Senin pekan lalu, Kapolda Aceh juga mencopot Waka Polres Aceh Selatan Mayor Pol Drs Edy Rianto dari jabatan akibat peristiwa yang sama. Jabatan Waka Polres waktu itu diserahterimakan kepada penggantinya Mayor Pol. Tassar, sedangkan jabatan Kapolres, untuk sementara tetap dipegang Kapolda Aceh sendiri.

Jabatan Kadispen Polda Aceh yang selama dijabat Mayor Polwan P.Budiastuti, BA diserahterimakan kepada Mayor Pol Said Husaini. Mayor Pol Husaini sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris SPN Saree, sedangkan Mayor Polwan yang dikenal akrab dengan wartawan itu, menduduki jabatan baru sebagai Kabag. Redawan (Pembinaan Remaja Pemuda dan Wanita) di Mapolda Aceh.

Keterangan lain yang Waspada kumpulkan, jabatan Kapolres yang sekarang dipegang langsung Kapolda Aceh, dalam waktu dekat akan diserahterimakan kepada Letkol Pol Drs T Dorman, yang masih menjabat sebagai Kadit Diklat Polda Aceh.

Kapolda Aceh Kolonel Pol. Drs Bachrumsyah ketika Waspada hubungi Senin tengah malam membenarkan penarikan Kapolres itu. Penarikan ini untuk klarifikasi benar tidaknya terlibat anggotanya dalam penembakan warga sipil katanya. Kalau benar terlibat, berarti yang bersangkutan melanggar disiplin. (b02)

----------end----------


Korban Petrus Tewas
Tergeletak Di Pinggir Jalan


BANDA ACEH (Waspada): Aksi penembakan misterius (petrus) di Aceh Selatan kembali merenggut korban. Kali ini menimpa Taduk, 50, warga desa Kepala Bandar Kecamatan Susoh. Korban tewas yang ketiga belas itu ditemukan telah menjadi mayat tergeletak di pinggir jalan negara Banda Aceh - Tapaktuan, persis di desa Baharu Kecamatan Blang Pidie, Selasa (5/10) pagi. Keterangan yang Waspada peroleh menyebutkan, kondisi ma-yat ketika ditemukan sangat mengenaskan. Di beberapa bagian tubuhnya mengalami luka tembak seperti pada pelipis mata kiri dan dada. Di duga korban sebelum dihabisi sempat mengalami penganiayaan.

Sejumlah warga setempat yang menemukan mayat korban segera melaporkan kepada pihak Polsek Blang Pidie dan selanjutnya dievakuasi ke kediamannya di Kepala Bandar Susoh setelah divisum di Puskesmas Blang Pidie.

Korban menurut para warga setempat pada Senin malam dijemput beberapa orang tak dikenal di kediamannya. "Ternyata pagi harinya korban ditemukan telah menjadi mayat," ucap sumber di Mapolsek Blang Pidie, yang Waspada hubungi via SLJJ, dari Banda Aceh, Selasa (5/10) malam.

Menurut catatan Waspada, dengan tewasnya korban Taduk ini merupakan korban ketiga belas yang tewas akibat aksi petrus di Aceh Selatan atau korban ke 18 termasuk lima diantaranya yang selamat.

Adapun 12 korban yang tewas sebelumnya adalah Chairunas, 30 warga Sawang, Hamdan 29, warga Krueng Batee Kluet Utara, Syaifuddin, 40, warga Kuta Buloh Meukek, Serda Syamsuddin, anggota Koramil Kuala Batee, Halim, 32, warga Rasian Kluet Utara, Abdurrahman, 34, warga Gelanggang gajah, Kuala Batee, Kopka Pol Salihin, anggota Polsek Kluet Utara, M. Nur, 50 warga Dusun Lhok Gayo Pante Rakyat Kuala Batee, Zainuddin, 23, warga Kedai Baro Kuala Batee, M. Yahya alias Pitung, 50 warga Blang Pidie dan Ahmadsyah alias Mian, 34, warga Desa Buloh Didi Kluet Selatan.

Sedangkan lima warga yang selamat akibat aksi yang sama diantaranya Bintara Yakob, 55, warga Menggamat Kluet Utara, Buyung Medan, 35, warga Kota Fajar Kluet Utara, T. Nyak Ibrahim, kepala Mukim Bahagia Meukek, dan Serda Salamuddin, anggota Koramil Blang Pidie. (tim)

----------end----------


Keamanan Non Muslim Di Aceh Terjamin


BANDA ACEH (Waspada) : Orang non Muslim terjamin keamanan dan ketentraman kehidupannya di Aceh, kata Prof Dr HM Hakim Nyak Pha SH DEA di Banda Aceh, Selasa (5/10).

Kerukunan beragama, ujar Hakim dosen senior Unsyiah dalam Seminar Nasional Syariat Islam di Auditorium IAIN Ar Raniry berjalan cukup harmonis di daerah ini. Di Aceh bukan hanya ada Gereja Protestan dan Katolik, tetapi juga Kelenteng dan Kuil. "Kendati Islam sebagai agama yang dianut orang Aceh, namun hubungan antar pemeluk dari berbagai agama, tetap berjalan baik," tambahnya dipandu moderator Drs H Yusny Saby MA PhD.

Menyinggung pemberlakuan syariat Islam secara kaffa (total, red) di Aceh, menurut Hakim Nyak Pha, masyarakat sangat yakin segala kejahatan akan dapat dihilangkan, atau sekurang-kurangnya ditekan sekecil mungkin.

Kesempatan untuk berkembangnya perbuatan maksiat sudah pasti akan dapat ditekan, sebab syariat Islam tidak hanya memangkas daun-daun kejahatan dan pucuk-pucuk kejahatan, tapi juga membongkar kejahatan tersebut, sambungnya. Selama ini, ucap Prof Hakim upaya membongkar akar kemaksiatan sulit dilakukan karena hanya didasarkan pada aturan-aturan yang dibuat manusia, yang tentu saja tidak sempurna. Maka berlandaskan hukum agama insya Allah akar kejahatan akan dapat dibongkar dan dibuang jauh.

Pemakalah lainnya pada hari yang sama, Dr Al Yasa Abukabar mengemukakan adanya keraguan dan kekhawatiran di kalangan kaum perempuan bahwa pelaksanaan syariat Islam akan mengekang dan bahkan memundurkan kedudukan serta peran sosial mereka.

Namun menurut PR I IAIN Ar Raniry ini, kedatangan Islam adalah pembawa rahmat, bukan hanya untuk kaum lelaki tetapi juga untuk kaum perempuan. Bukan hanya untuk kaum Muslim saja tetapi juga untuk semua manusia. Dr Daniel Djuned MA yang juga salah seorang pemakalah dari IAIN Ar Raniry, mengusulkan dalam forum tersebut, agar lembaga-lembaga keagamaan dan adat di desa dikembalikan ke fungsi lamanya, untuk penguatan pelaksanaan syariat Islam. Struktur organisasi lembaga-lembaga itu ia sarankan berada di bawah naungan Dewan Pertimbangan Syariat, sebagaimana di masa lalu.

Namun ia juga mengharapkan perlu adanya modifikasi managerial lembaga-lembaga tersebut sesuai kebutuhan masa kini, serta diperkaya dengan beberapa komponen lainnya. (b03/cik)

----------end----------


Ribuan Mahasiswa Gelar
Show Of Force Di Banda Aceh


BANDA ACEH (Waspada): Perayaan HUT TNI di Aceh tampaknya berbeda jauh dengan daerah lain. Kenapa? Bila di tempat lain dilaksanakan dengan beragam kegiatan dan atraksi untuk memeriahkan HUT-nya, di Banda Aceh justru mahasiswa lebih berperan dan melakukan show of force.

Ribuan mahasiswa, Selasa siang kemarin, melakukan konvoi keliling kota Banda Aceh. Aksi yang menyedot perhatian warga kota itu terbagi dua. Rombongan pertama berjalan kaki, sedangkan satu lagi menggunakan ratusan kenderaan roda dua dan delapan bus.

Sekitar 2000 mahasiswa yang bergerak dari kampus Unsyiah dan IAIN Ar Raniry itu, ternyata bukan seluruhnya dari PTN dan PTS di Aceh. Ada seratus lebih mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia turut dalam aksi yang menghujat eksistensi TNI tersebut.

Partisipasi mahasiswa luar daerah dalam aksi tersebut, sebenarnya datang ke Aceh bukan itu tujuan utama mereka. Tapi di Banda Aceh bertepatan dilangsungkannya Lokakarya Mahasiswa Nasional IV (4 - 9 Oktober).

Meskipun sempat memacetkan arus lalu lintas, aksi mahasiswa gabungan ini masih berjalan dalam bingkai kewajaran. Namun ya itu tadi, suara teriakan bahkan maki-makian seakan tak terbendung, ketiga konvoi mahasiswa berhenti di institusi strategis seperti Makorem 012/TU dan Mapolda Aceh.

Di dua lembaga pengendali keamanan tersebut mahasiswa sempat membacakan pernyataan sikap dan orasi bebas. Inti tuntutan masih tetap sama, yaitu cabut dwi fungsi ABRI/TNI, menolak pembentukan Kodam di Aceh, tarik TNI dari bumi Serambi Mekkah dan mereka mendesak agar pelanggaran HAM oleh TNI di seluruh tanah air dipertanggungjawabkan. "HUT ini harus dijadikan momentum bagi TNI melakukan instrospeksi terhadap sikap dan tindakannya selama ini. Dan kita tuntut TNI melaksanakan tugas lebih profesional," kata Mukminan, Ketua Umum BEM Unsyiah.

Pada aksi kemarin, tampaknya soal pelanggaran HAM terutama di Aceh, lebih mendapat porsi jauh lebih besar. Hal itu tercermin tidak hanya melalui bentuk tulisan yang terpampang di spanduk, poster dan selebaran, sejumlah mahasiswa juga memperlihatkan puluhan korban (masyarakat sipil) yang menjadi korban tindakan refresif militer, dalam bentuk foto ukuran besar.

Foto-foto korban pelanggaran HAM itu disusun secara rapi pada sebuah triplek ukuran besar dan diperlihatkan kepada khalayak, khususnya oleh rombongan mahasiswa pejalan kaki dari kampus IAIN Ar Raniry berkeliling kota Banda Aceh. Show of force ribuan mahasiswa gabungan itu berlangsung lebih dua jam. Mereka bergerak dari kampus waktunya bersamaan dengan berakhirnya upacara peringatan HUT TNI ke-54 di Blang Padang, yaitu pukul 10:00.

Waspada juga melihat peringatan HUT TNI kali ini lain dari tahun-tahun sebelumnya. Setelah Komandan Korem 012/TU Kol Inf Syarifuddin Tippe usai membacakan amanat Jenderal Wiranto, komandan upacara langsung membubarkan acara dan para undangan pun pulang. Di situ tidak ada atraksi dari personil prajurit dan acara lainnya, seperti yang dikemas pada peringatan sebelumnya.


Insiden

Aksi mahasiswa yang semula berlangsung damai akhirnya berakhir dengan anarkisme. Tindakan menjurus brutal tersebut, bermula ketika mahasiswa dari kelompok SMUR melakukan aksi di kantor Gubernur Aceh Jln. T Nyak Arief. Sedangkan mahasiswa gabungan yang sebelumnya melakukan konvoi keliling kota, menurut informasi tak ikut bergabung dalam aksi di kantor Pemda Aceh dan mereka langsung menuju kampus Darussalam kemudian membubarkan diri.

Mahasiswa yang dikomandoi Arie Maulana itu minta agar Gubernur Syamsuddin Mahmud dapat menerima mereka. Permintaan itu disetujui gubernur. Namun ketika mahasiswa memaksa agar Syamsuddin Mahmud membacakan pernyataan sikap mahasiswa, rupanya tuntutan itu ditolak gubernur "Saya tidak mau membacakan pernyataan sikap mahasiswa," ujar Gubernur. Penolakan secara spontan itu membuat mahasiswa emosi dan terjadi dorong dorongan, sementara gubernur yang ketika itu didampingi Wagub Bustari Mansyur dan pejabat lainnya menginggalkan kerumunan Mahasiswa.

Emosi yang tak terkontrol itu ada beberapa mahasiswa yang menerjang pintu yang mengakibatkan tiga pintu kaca lantai dasar kantor gubernur ini pacah. Namun aksi ini tidak dilanjutkan pada aksi susulan yang menjurus tindakan fisik. Mengomentari keengganan gubernur membacakan pernyataan sikap mahasiswa, Nasir Zalba, Humas Pemda Aceh menyatakan, memang sudah ada komitmen dengan pimpinan mahasiswa bahwa yang membacakan pernyataan itu mahasiswa sendiri, sedangkan gubernur hanya mendengarkan. "Kejadian ini patut kita sesalkan, mestinya tindakan yang brutal dan destruktif itu tidak pantas dilakukan mahasiswa," tandas Nasir Zalba. (b06/b07)

----------end----------