JAKARTA -- Sekitar lima ratus massa membakar Kompleks Yayasan
Doulos, di RT 04/04 Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta
Timur. Dalam amuk bernuansa SARA itu, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi
Teologi (STT) milik yayasan itu, tewas dikeroyok massa. Dua lainnya luka
parah dan delapan orang luka ringan. Pihak berwajib telah menahan enam
tersangka pelaku pembakaran.
Akibat amuk massa pada Rabu malam lalu itu, semua bangunan di
kompleks seluas dua hektar, di antaranya Sekolah Tinggi Teologi (STT)
Doulos dan panti rehabilitasi penderita narkoba, serta empat kendaraan
roda empat, hangus. Staf SDM Yayasan Doulos, Andrew, menaksir kerugian
yang ditanggung pihak yayasan, hingga Rp 2 miliar.
Akibat lain dari peristiwa tersebut, ratusan umat Kristiani -- yang
sebagian besar mahasiswa STT Doulos -- mendatangi DPR, kemarin. Mereka
mendesak para wakil rakyat untuk menindaklanjuti kasus pembakaran
tersebut.
Saksi mata mengisahkan, aksi tersebut diawali dengan kehadiran
ratusan massa ke tempat kejadian. Staf yayasan, Andrew, mengungkapkan
kehadiran massa itu, terdiri atas tiga gelombang. Gelombang pertama
sekitar 50 orang menyerbu sekitar pukul 20:30. Mereka membakar pos jaga
dan satu sepeda motor. Tak lama kemudian, gelombang kedua dan ketiga,
datang bersamaan dari arah samping bangunan.
Menurut Andrew, massa membawa berbagai jenis senjata tajam dan bom
molotov. Mereka mulai membakar bangunan sekitar pukul 21:00. ''Saat
massa menyerbu para mahasiswa sedang belajar. Tidak ada yang melakukan
perlawanan. Semuanya melarikan diri.''
Api segera menjilat bangunan berupa kantor pusat, dua unit perumahan
staf, sebuah bangunan taman kanak-kanak, sebuah perpustakaan dua lantai,
dua buah bangunan asrama, sebuah rumah rehabilitasi jiwa dan narkoba,
serta sebuah ruangan doa.
Pendeta Nusremas -- yang memimpin delegasi mengadu ke DPR, saat
diterima Komisi II DPR Amin Aryoso di Gedung DPR, kemarin siang --
mengungkapkan, massa tersebut membawa senjata tajam dan bom molotov. Ia
pun melukiskan, massa yang ditaksirnya sekitar 200-an orang itu
berpakaian putih dan topi putih.
Namun, pimpinan asrama milik yayasan itu, Wiwi, kepada
Republika mengisahkan, tak seorang pun mengenakan jubah putih dan
mengenakan surban atau kopiah putih. Di saat api membakar tempat doa,
Wiwi berusaha menyelamatkan diri keluar. Namun, menurutnya, ia dihadang
tiga pria di antaranya berambut gondrong. Akhirnya, Wiwi bersama
penghuni lainnya, menyelamatkan diri dari pintu belakang.
Hal senada pun diungkapkan Ferdi Salhotoru. Mahasiswa STT Doulos ini
mengisahkan, saat kejadian ia sempat diserang dua pemuda. ''Saya
diserang orang yang memakai pakaian gelap dan memakai topeng seperti
ninja. Mereka menyerang saya dengan senjata tajam,'' kisahnya.
Nusremas menyesalkan aparat keamanan tidak segera datang. Padahal,
jarak yayasan dengan Mabes TNI berdekatan. ''Sangat ironis bahwa setelah
dua jam baru aparat datang padahal letak Doulos dengan Mabes TNI sangat
dekat,'' katanya.
Petugas yang kemudian datang, akhirnya dapat menghalau massa. Namun,
armada pemadam kebakaran yang mengalami kesulitan memasuki jalan kecil
di lokasi kejadian, baru dapat memadamkan api pada pukul 02:00.
Sedangkan sekitar 300 penghuni Wisma Doulos diungsikan ke Mapolda Metro
Jaya. Jenazah Sariman (31) yang tubuhnya terkena luka bacok, hingga
kemarin petang, masih berada di RSCM.
Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Noegroho Djajoesman, mengungkapkan
pihaknya telah menahan enam tersangka yaitu UNT, ANU, SR, HMD, SMJ, dan
HRD. Menduga keenamnya sebagai penggerak massa, Kapolda belum bersedia
menyingkap terinci jatidiri tersangka. ''Mereka itu bukan dalam kelompok
tapi perkawanan saja,'' ujarnya, seusai mengunjungi lokasi kejadian.
Kapolda menjelaskan keenam tersangka penduduk di sekitar tempat
kejadian. ''Mereka tinggal satu kecamatan. Ada yang pelajar dan
karyawan. Itu saja dulu yang kami bisa sampaikan,'' ujar Kapolda sembari
mengungkapkan usia mereka masih belia.
Kapolda pun mengungkapkan, hingga kini petugas sedang memeriksa
tersangka secara intensif. Kendati belum mengetahui persis motifnya,
Kapolda mengungkapkan para tersangka telah beberapa kali rapat, sebelum
melakukan pembakaran. Berdasarkan hal tersebut, Kapolda menduga,
''Pembakaran ini pasti sudah direncanakan.''
Menanggapi peristiwa tersebut, Menteri Agama KH Tolchah Hasan
menyesalkan peristiwa tersebut, terutama mengingat di saat Ramadhan
selaiknya semua pihak menahan diri. Ia menilai agama bukan faktor yang
mengawali aksi berbau SARA seperti di Cipayung. ''Agama di sini dipakai
sebagai pemicu,'' katanya tadi malam dalam acara buka puasa bersama
wartawan Ibu Kota.
Selain itu, ia menunjuk adanya kelompok-kelompok yang tidak
menginginkan ketentraman dan memberi sugesti kepada masyarakat untuk
melakukan tindakan sesuai keinginan kelompok tersebut. ''Seringkali
sugesti agama jadi modus di sini,'' katanya sembari menyayangkan
dipakainya agama sebagai pendorong massa membuat kerusakan.
Sementara itu, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dalam
siaran persnya, mencetuskan kekecewaan atas peristiwa tersebut. PGI
menilai peristiwa itu mencerminkan merosotnya moral dan rasa kebersamaan
di tengah masyarakat. ''Rusaknya budaya harmoni dan semakin meningginya
keinginan destruktif, kini bukan hanya melahirkan ancaman friksi
internal, tetapi akan semakin memicu keinginan-keinginan
disintegratif,'' kata Ketua Umum PGI Pdt Dr Soelarso Soepator sembari
mengharapkan agar komponen bangsa rendah hati dan menghargai pluralitas.
Sedangkan Komite Internasional untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI)
dalam siaran persnya, menyesalkan kejadian tersebut. Kendati demikian,
menurut Kahumas KISDI HM Syef Sachrudin A, KISDI dapat memahami tindakan
yang akibat kehilangan kendali emosi, karena terprovokasi kelompok
provokator yang berkedok agama Kristen. arp/bid/tid/rif
Gus Dur pun Pernah Menegur Dolous
JAKARTA -- Berdasarkan informasi yang dihimpun Republika, aksi
massa itu diduga, akibat akumulasi kekecewaan dan kejengkelan yang
berlarut-larut. Seorang warga yang enggan disingkap jatidirinya kepada
Republika mengisahkan masyarakat setempat keberatan atas
kehadiran STT, Gereja, dan panti rehabilitasi narkoba yang diresmikan
Dirjen Bimas Kristen Protestan, Pdt. P Siahaan pada 7 Agustus 1999.
Keberatan tersebut dicetuskan melalui surat, dua bulan silam, oleh
pengurus masjid, majelis taklim, dan tokoh masyarakat yang ditujukan
kepada Walikota Jakarta Timur. Salah satu surat yang ditujukan kepada
Walikota Drs HA Mappaganty tertanggal 27 September 1999, secara tegas
meminta Walikota Jakarta Timur untuk menutup wisma Doulos dan
membubarkan kegiatan Yayasan Kristen Doulos di Jl Tugu Cipayung Jakarta
Timur tersebut.
Di surat tersebut, dipaparkan berbagai alasan keberatan tersebut.
Salah satu alasan, misalkan, bangunan untuk gereja dan sebagainya, belum
mendapatkan izin seperti IMB, SIPPT, maupun Blok Plan. Ketua Yayasan
Doulos Ruyandi Hutasoit membenarkan hal tersebut. ''Memang kami belum
punya IMB. Tapi itu karena telah dua tahun kami ajukan tapi belum
mendapat persetujuan pemda,'' katanya.
Alasan lainnya, disebutkan yayasan itu melakukan penyebaran agama
dengan cara melanggar aturan dan perundangan. Sesuai Keputusan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 01/BRE/MDN-MAG/1969 dan
Keputusan Menteri Agama No 70/1978 tentang penyiaran agama, jelas
dinyatakan pelarangan untuk menyebarkan agama kepada orang yang telah
memeluk agama lain.
Berbagai sumber yang dihimpun Republika mengungkapkan yayasan
tersebut acapkali menggunakan simbol-simbol dan pakaian yang
mencerminkan Islam tetapi justru digunakan untuk mendiskreditkan Islam.
''Mereka menyebarkan agama Kristen menggunakan identitas Islam. Ini yang
membuat warga resah,'' ujar seorang tokoh masyarakat setempat kepada
Republika. Bahkan, surat yang ditujukan kepada Walikota Jakarta
Timur itu, mengungkapkan adanya prosesi pembabtisan bagi sejumlah
penderita ketergantungan narkoba yang dirawat di klinik Doulos.
Menanggapi keluhan warga, menurut Kabag Humas Walikota Jaktim Rusli
Kahar beberapa waktu lalu, pihaknya memanggil pengurus yayasan. Namun,
pihak yayasan menyangkal semua tudingan itu. Terakhir, Walikota melalui
surat bertanggal 5 November 1999 yang ditujukan kepada Ketua Yayasan
Doulos, meminta menghentikan semua kegiatan lembaga yang dipimpinnya.
Walikota beralasan antara lain kegiatan Doulos tidak sesuai dengan surat
Keputusan Menteri Agama No 70 dan Surat PBNU tertanggal 28 September
yang ditujukan kepada Walikota Jakarta Timur.
Dalam surat yang bersifat teguran Ketua PBNU [saat itu ditandatangani
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur] yang ditujukan kepada Walikota Jakarta
Timur itu, secara tegas minta dilakukan klarifikasi yang antara lain
dinyatakan Yayasan Doulos bergerak di bidang kemanusiaan bukan
Kristenisasi.
Selain dua surat tersebut, berdasarkan surat Keputusan Direktorat
Jenderal Bimas Kristen Protestan No 5 Tahun 1993 tanggal 29 Januari 1993
dalam nomor urut empat Diktum Keputusan tersebut dinyatakan, Yayasan
Doulos tidak dibenarkan menjalankan fungsi dan tugas sebagai gereja dan
atau mengarah kepada pembentukan gereja.
Namun, surat perintah Walikota itu tak diindahkan. Beberapa bulan
sebelum pembakaran, menurut Wini Rorimpande yang bekerja di yayasan itu,
pihaknya diteror. ''Ini adalah serangan yang sangat terencana. Sejak
beberapa waktu lalu kami diancam harus ditutup,'' ujarnya sembari
mengungkapkan ancaman itu menuding yayasan itu tempat pengedaran narkoba
dan Kristenisasi.
Pengajar Sekolah Tinggi Teologi Doulos, Sulaeman (44), seperti
dikutip Antara membantah bila di kompleks yayasan itu ada tempat
ibadah. Bahkan, menurutnya, tak ada rencana membangun tempat ibadah di
sana. Ia pun melukiskan hubungan pihak yayasan dengan warga setempat,
cukup baik.