Wednesday, May 31, 2000/1:54:33 PM
Ambon, 31/5 (ANTARA)- Jumlah korban yang meninggal dunia akibat pertikaian
bernuansa SARA di Desa Duma, Makete dan Ngidiho, Kecamatan Galele, Propinsi
Maluku Utara sejak Senin petang (29/5), sekitar pukul 17.00 WIT hingga Rabu
siang(31/5), sekita pukul 13.20 WIT diprakirakan ratusan jiwa.
Data yang dikonfirmasi ANTARA dari Sinode Gereja Masahi Injili
Halmahera(GMIH), Rabu siang menunjukkan, data warga Kristen yang meninggal
sebanyak 54 orang, sedangkan Islam tidak diketahui.
Korban 54 orang itu, termasuk tujuh wanita yang melakukan bunuh diri karena
tidak kuat menerima penderitaan suami dan anak-anak mereka tertembak
senjata standar dengan dugaan adanya keterlibatan oknum aparat keamanan
512/ Brawijaya.
Sebagian besar dari korban meninggal itu terkena tembakan senjata maupun
granat rakitan. Sedangkan korban luka-luka mencapai 100-an orang, di mana
sebagian dirawat di Rumah Sakit Umum(RSU) Tobelo maupun RS Betesdha.
ANTARA yang menghubungi Posko MUI, baik di Ambon, Ternate maupun Tobelo,
tidak bisa mengkonfirmasi jumlah korban karena berdasarkan penjelasan
sejumlah personilnya masih didata pasti sehingga terjamin keakuratannya.
"Kami siap memberikan data bila telah diinventarisasi secara akurat," tutur
salah seorang staf Posko MUI wilayah Maluku di Ambon yang tidak bersedia
menyebutkan. identitasnya.
Para tokoh masyarakat dan pimpinan agama di Tobelo dan Galela mengharapkan,
aparat keamanan bisa bertindak tegas dan netral sehingga tidak meresahkan
masyarakat, terutama kaum wanita yang bila terus diperlakukan tidak adil
siap melakukan bunuh diri dalam jumlah besar.
"Kami pun telah mengutus Ketua Sinode GMIH yang mengikuti pertemuan Dewan
Gereja se- Asia di Tomohon, Sulut untuk menyampaikan kemungkinan warga
gereja di Halmahera meminta suaka politik ke Australia,"tutur sejumlah
pimpinan agama yang enggan identitasnya disebutkan.
"Yang pasti secara de facto tetap merupakan bagian dari warga negara
kesatuan RI. Namun, de jure, warga gereja pun tengah berkonsolidasi untuk
meminta suaka poliltik ke Australia," tandas mereka.
Mereka pun menghimbau Pangdam XVi/Pattimura, Brigjen TNI. Max Tamaela
selaku Dansat Banmil Maluku dan Maluku Utara agar menindak tegas
oknum-oknum yang memasok senjata api, pistol dan amunisi berbagai jenis ke
Maluku Utara sebagaimana digagalkan penyelundupannya oleh satuan Marinir di
dermaga feri Bastiong, Ternate, Selasa sore (30/5), sekitar pukul 18.00
WIT.
"Jumlahnya masih simpang siur. Tapi, yang pastinya pemasokan senjata secara
ilegal itu sangat meresahkan masyarakat," tutur mereka, seraya menambahkan,
personil Marinir yang telah tiba di Tobelo hendaknya ditempatkan untuk
melakukan pengamanan.
Sementara itu, Pangdam Tamaela, ketika dikonfirmasi secara terpisah
mengingatkan masyarakat agar senantiasa memberikan kepercayaan kepada
aparat keamanan untuk menangani kerusuhan.
"Masyarakat hendaknya tidak macam-macam dalam bertindak terhadap aparat
keamanan yang siap melakukan tugas sesuai sumpah prajurit dan Sapta Marga.
Sekiranya ada yang menyimpang, maka itu pasti oknum,"katanya.
"Begitu pun adanya kemungkinan untuk meminta suaka ke Australia itu
hendaknya tidak memperuncing situasi. Pemerintah Indonedia tidak tinggal
diam untuk menangani "tragedi kemanuisiaan","tandasnya.
Tentang digagalkannya selundupan senjata di Ternate, ia membenarkannya, di
mana rincian jumlahnya dua senjata pucuk M-16, 11 pucuk pistol FN-45, 10
magazin M-16, 532 butir peluru pistol dan 296 butir peluru M-16.
"Jadi tidak benar apa informasi yang berdar di masyarakat bahwa jumlahnya
puluhan hingga ratusan pucuk senjata maupun pistol," demikian Pangdam
Tamaela. (U.ABN02/PK02/B/RND01/31/05/:0 13:50)
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh
(DI-31/05/00)