Ambon, 22 September 1999
Bismillahirrahmaanirrahim
JIHAD MEMANGGIL
Tak tahu melangkah kemana
ketika mesiu guncang Ambon'
galau hati mencari sanak saudara
pilu kurasa puing yang kujumpa
Detik melaju penuh prahara
seiring menghempas gelora durjana
kehormatan kini tiada harga
tangis habis ditelan duka
Tiada pria tiada wanita
tiada remaja tiada balita
tiada anak tiada bunda
semua tercabik terkoyak
Ambon, negeri yang penuh prahara
kan'kah kelak hanya tinggal cerita
jawablah wahai saudara muslim sedunia
Ya muslimin...ya muslimin
jihad memanggil ..... Akankah kau bangun...
Saudaraku kaum muslimin.
Tak terasa, kerusuhan Ambon telah memasuki bulan ke sembilan.
Telah berjuta derai air mata dari anak yang kehilangan orang tuanya.
Telah tercecer ratusan darah syuhada membasahi tanah Ambon yang kini tak lagi manis
Wajah suci dengan azzam jihad telah membawa mereka pada cita tertinggi dalam kehidupan ini.
Saat kaum durjana menyapu rata perkampungan yang selama ini tentram, ribuan umat menjadi pengungsi dan kembali ke tempat asal. Mereka tak membawa bekal apa-apa kecuali beberapa lembar pakaian dan barang yang bisa dibawa.
Ribuan orang bersesak-sesak di pelabuhan untuk menuju ke kapal. Mereka tak tau harus kemana. Mereka ingin kembali ke tanah nenek moyang mereka, tapi dimana mereka harus berteduh....??
Telah puluhan tahun mereka hidup di Ambon. Saat Ambon telah menjadi tanah tentram untuk mengais masa depan, mereka diusir dengan suara anti BBM (Bugis Buton Makasar).
Suadaraku, kuingin bertanya,.... pernahkah di belahan bumi indonesia ini ada anti terhadap kelompok tertentu kemudian mereka terusir dan tanah dimana kelompok ini berada dianggap sebagai milik mereka sendiri...??
Saudaraku, ribuan orang eksodus itu terpaksa harus menderita lagi di tanah asal mereka. Marilah kita buka mata hati kita untuk mendengar rintahan mereka. Hari ini, kita masih berteduh diruangan sejuk ber AC, tapi mereka berpanas-panas dibawah terik matahari dengan terpal tipis menjadi peneduhnya.
Hari ini, kita masih menikmati nasi dengan lauk lengkap di restoran mahal. Tapi mereka bingung berpikir untuk mendapatkan makanan. Jeritan bayi-bayi kecil yang mereka timang membuat kebingungan bertambah. Perang dan kedurjanaan telah membuat mereka harus kehilangan mata kehidupan. Untuk mendapatkan sesuap nasi, mereka harus menanti dari donatur-donatur yang masih bermurah hati. Saudaraku, itupun hanya beras dengan beberapa bungkus supermi dan sebungkus gula untuk stok beberapa hari dengan tanggungan keluarga yang banyak.
Saudaraku.... masihkah kita biarkan mereka......
Saat anak-anak remaja berseragam menikmati pendidikan dengan nyaman, puluhan anak-anak mereka harus memegang botol berisi bensin, atau anak panah, parang dan berikat kepala putih dengan kombinasi hijau. Perang telah merubah watak sekelompok generasi ini untuk terlibat dan menyaksikan sebuah kebiadaban. Walau mereka tidak menikmati pendidikan, wajah suci mereka penuh senyum ikhlas. Tetesan wudhu dari wajah mereka membuat kilau wajah mereka menjadi bersinar dengan azzam untuk berjihad. Apakah kita masih diam untuk membiarkan mereka hidup tanpa masa depan...???
Saudaraku, kuingin membagi duka ini kepadamu. Kuingin engkau merasakan apa yang kurasakan.
Biarkan sejarah mencatat semua ini
kekejaman keji telah merusak kehidupan hakiki
tapi setapakpun tidak akan kami beranjak
pilar islam tak boleh tumbang
biarpun hanya setengah tiang
Kalimat Allah pasti takkan pupus
bahkan sayup - sayup kalimat itu
terdengar kian lantang
keringat darah dan air mata menjadi saksi
bahwa perjuangan tidak akan berhenti
hingga kebebasan ditegakkan kembali
Wahai saudaraku mari bersama
kita bersatu berjuang
menegakkan panji ilahi
agar berjaya selamanya
Hidup di dunia hanya sementara
jangan kau sampai terlena
bersiaplah mulai saat ini
menuju hidup abadi
Mari ...... bersama kita bahu membahu
untuk menggapai tujuan mulai
mendapat ridho ilahi
Ya Allah, ya ilahi rabbi
teguhkanlah iman kami
dalam menempuh jalan-Mu.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Suhfi Majid
ikhwan@ambon.wasantara.net.id
|