Berikut laporan aktual Ambon, diambil dari Sabili :
====================================================
Laporan Aktual Ambon I
====================================================
Serangan mereka kini lebih matang dan terencana. Ratusan senjata
organik buatan Belanda, Belgia, dan Israel ditemukan di Pulau Seram dan
Desa Hutumury.
Gema takbir membahana, mengiringi letusan tembakan dan ledakan bom
yang terdengar di mana-mana. Sejumlah pemuda muslim bersiaga membawa
parang, tombak, dan sejumlah senjata tradisional. Memakai ikat kepala
putih, mereka mengangkat senjata menyongsong serangan pasukan merah.
Para pengungsi yang memadati Masjid Al-Fatah berdzikir melepas
mujahidin .
Kesabaran muslimin Ambon telah mencapai titik kulminasinya. Sejak
tragedi Tual meletus Maret silam, kaum muslimin nyaris tak kuasa
menahan marah. Dalam laporan Pos Komando Ummat Al-Hurriyah 45 yang
diterima SABILI, kaum Kristiani memang telah melakukan tindakan
yang luar biasa keji. Selain membantai, mereka juga melecehkan Islam
dengan memajang tanda salib dari kayu atau menggambarnya di masjid dan
mushola yang dihancurkan. Sasaran mereka adalah sarana pendidikan
Islam, antara lain pesantren Al-Ikhlash milik Yayasan Al-Hilal Tual.
Mereka juga menghancurkan Sekolah Dasar dan Puskesmas di desa yang
mereka serang.
Cerita-cerita tragis dan mengerikan dipaparkan dalam laporan tersebut.
Antara lain, pembunuhan keji terhadap Imam masjid Ar-Rahman Bapak H.
Abdul Aziz Rahanyamtel yang sedang sholat dzuhur. Korban dicekik
lehernya hinga menemui ajalnya. Kemudian mayatnya dipotong-potong,
dibungkus sajadah dan permadani, lalu dibakar bersama dengan mimbar
masjid Desa Larat Kecamatan Kei Besar.
Setelah tragedi Tual agak mereda, kini umat Kristiani memicu kembali
api pertempuran. Sabtu (24/7), warga muslim yang tinggal di Perumnas
Desa Poka diganggu oleh sekelompok orang. Rumah mereka dibakar dan
dirusak dengan senjata rakitan dan bom pembakar. Warga muslim yang
memang minoritas akhirnya mengungsi ke Masjid Al-Muhajirin Poka. Sejak
itu, Perang Salib Ambon tahap kedua pun berkobar. Serangan pihak
kuffar, yang umumnya menggunakan ikat kepala merah, datang silih
berganti.
Ratusan rumah, toko, dan warung di kawasan desa Poka dan Perumnas,
Kecamatan Baguala, Ambon, dirusak dan dibakar.
Menurut data KONTRAS, sejak 15 Juli hingga 5 Agustus 1999 tercatat 82
orang korban meninggal, 141 orang luka, dan 4 orang hilang (lihat
boks: Nama Dusun yang Dibakar/Dirusak).
Hari berikutnya (25/7), kerusuhan kembali pecah di Desa Poka. Sebagian
dosen muslim Universitas Pattimura jadi korban. Rumah mereka dibakar
tak bersisa. Mereka diserang ketika masih tidur lelap. Seorang dosen
berusaha menyelamatkan diri dengan speed boat yang bocor.
Sementara seorang dosen lainnya dihadang dengan senjata tajam ketika
berusaha menyelamatkan keluarganya. Di daerah Poka seperti Perumnas,
Rumah Tiga, dan Waelela,
sebagian dosen dan mahasiswa mengungsi karena rumah mereka hancur dan
terbakar.
Dua hari berikutnya, Desa Wainitu dan Tanah Lapang Kecil diserang pihak
merah dari segala penjuru. Seperti ditulis dalam laporan Posko Umat
Islam Masjid Muhajirin Perumnas Tihu, kedua daerah itu dibumihanguskan.
Masyarakat muslim berenang ke laut dan ditolong dengan perahu untuk
kemudian dibawa ke dermaga Yos Sudarso Ambon. Satu korban bernama Hi
Lamoni ditemukan tanpa kepala dekat perusahaan air minum di Wainitu.
Jenazah Lamoni terpaksa dikuburkan tanpa kepala.
Perang Salib terus berkobar. Pada 28 Juli 1999, Ambon kembali jadi
lautan api. Pasukan muslimin yang berada di Batu Merah berhadapan
dengan pasukan Kristen di sekitar pertokoan AY Patty. Para mujahid
Waihaong dan Soabali bergerak menuju Talake Dalam. Kobaran api dan
kepulan asap kembali menyelimuti Ambon. Dalam delapan jam, si jago
merah melalap pertokoan AY Patty yang kini tinggal puing-puing
berserakan.
Mirip konflik Palestina - Israel, pertempuran berlangsung tidak
seimbang. Kaum muslimin yang hanya bersenjatakan parang, tombak, batu,
dan golok harus berhadapan dengan musuh Kristen yang memiliki senjata
organik dan bom. Beberapa waktu lalu, ditemukan 12 peti kemas senjata
api dan amunisi gelap dari Jakarta melalui kapal barang di Ambon.
Senjata dan amunisi itu, menurut laporan Media Indonesia, masih
disimpan di pulau Seram dan Desa Hutumury.
Menurut laporan Bakin, seperti dikutip Media Indonesia, kedua belas
peti kemas itu memang berisi senjata dan amunisi yang berasal dari
Belgia, Israel, dan Belanda. Senjata laras panjang jenis PNC-1 yang
penuh amunisi ini jumlahnya mencapai ribuan pucuk.
Beberapa waktu sebelumnya, ditemukan lokasi pembuatan senjata rakitan
di bengkel Suka Maju Glala Ambon milik Ernes Ririmase. Selain itu,
senjata rakitan juga ditemukan di bengkel Fakultas Teknik dan
Politeknik Universitas Pattimura (Unpati). Saat ini sebagian besar
kelompok Kristen di Ambon tidak lagi menggunakan senjata tajam berupa
parang, tombak, dan anak panah. Mereka sudah menggunakan senjata
organik buatan Belanda, Belgia, dan Israel itu. Sejumlah narasumber
yang dihubungi SABILI di Ambon membenarkan hal itu. Buktinya, banyak
korban yang meninggal akibat luka tembak. Kelompok Kristen pun beberapa
kali melontarkan bom dengan bazooka rakitan ke arah pasukan muslimin.
Menurut Yusuf Rahimi, ketua Masyarakat Ambon, pasukan Kristen juga
menggunakan senjata sejenis AK-47.
====================================================
Laporan Aktual Ambon II
====================================================
Ketua Advokasi MUI Ambon, Najib Attamimi SH, membenarkan adanya
dukungan persenjataan berat buatan Yahudi Israel kepada pasukan ikat
kepala merah. Menurutnya, dalam pertikaian kontak fisik antara dua
kelompok, mereka tidak lagi menggunakan senjatan tajam
atau benda keras lainnya. “Sudah ada kelompok yang menggunakan senjata
api buatan Israel,” katanya.
Takutkah warga muslim? Tidak. Umat Islam Ambon, seperti disebutkan
dalam pernyataan pers Posko Umat Islam Masjid Muhajirin, malah menuntut
agar diberikan kesempatan untuk melakukan perang tanding secara satria
dengan pasukan Kristen. “Penyelesaian peristiwa ini akan tuntas,
apabila diberikan kesempatan bagi kedua belah pihak perang tanding
secara satria di lapangan terbuka, di mana aparat keamanan sebagai
wasit.” Demikian bunyi pernyataan umat Islam Masjid Muhajirin.
Menurut Najib Attamimi, hingga kini sudah sekitar 80 % kantong-kantong
daerah yang dikuasai kelompok ikat kepala merah. "Kami melihat ada
upaya pembersihan etnis dan agama di balik peristiwa Ambon," katanya.
Celakanya, hingga kini keberpihakan oknum aparat Brigade Mobil (Brimob)
semakin transparan. Nara sumber SABILI yang menyaksikan langsung di
tempat kejadian menegaskan bahwa penyerangan pasukan Kristen itu
dibantu oleh oknum pasukan Brimob berpakaian preman. Senin (9/8),
menjelang maghrib, sekelompok polisi Brimob dengan ikat kepala putih
menjalankan aksinya. Mahmud, warga Asrama Batu Merah menuturkan pada
SABILI, “Mereka menabrak oto Galunggung di depan masjid. Namun insiden
itu tidak selesai karena aparat Brimob itu lari ke wilayah merah.”
Muhammad Kasuba, Ketua DPW Partai Keadilan Maluku, mengatakan, “Hari
ini (10/8), terjadi penembakan yang dilakukan oleh aparat Brimob dari
pihak Kristen. Pihak muslim banyak terkena tembakan dari mereka.
Termasuk tiga orang aparat Kostrad dari kesatuan PHH yang tertembak
kakinya.” Ia melanjutkan, “Sekarang, takbir yang dikumandangkan di
sekitar lokasi kejadian melalui masjid-masjid bersahut-sahutan. Massa
sangat berkonsentrasi untuk saling menyerang.”
Belakangan, buntut peristiwa penabrakan itu, terjadi tembak menembak
antara pasukan Brimob dan Kostrad. “Itu karena keberpihakan Brimob
tadi, masyarakat Kristen yang menembak Kostrad. Kemudian pasukan
Brimob dipukul mundur oleh Kostrad,” ujar Yusuf Rahimi. Setelah
peristiwa itu, lanjut Yusuf, umat Islam jadi tidak sabar. “Gerakan maju
menghalau Brimob ini diikuti di belakangnya oleh Umat Islam. Karena
tidak mampu menahan emosi, mereka melawan orang-orang Kristen.”
Kapolres Pulau Ambon dan Pulau Lease Letkol Pol. Ghufron bersama
Dandim 1504 Pulau Ambon dan Pulau Lease Letkol (inf) Aries M
membenarkan terjadi kontak senjata antara aparat Kostrad dan Brimob.
Delapan orang anggota Kostrad tertembus peluru.
Dalam kasus lain, keberpihakan oknum aparat memang banyak dirasakan
oleh pihak muslim. Sulaiman Rahman, Sekjen MUI Ambon, memberi contoh,
pihak keamanan melakukan sweeping untuk memeriksa KTP dan senjata
tajam terhadap warga muslim. Sementara komunitas Kristen dibiarkan
bebas begitu saja.
====================================================
Laporan Aktual Ambon III
====================================================
Jalan keluar krisis Ambon tampaknya makin berbelit tak jelas ujung
pangkalnya. Abdullah, tokoh pemuda yang tinggal di Batu Merah pesimis.
“Kalau untuk solusi kita sudah tidak ada jalan lagi. Mau damai kita
sudah damai. Tanggal 11 dan 12 Mei itu puncak perdamaian. Pada saat
itu, datang juga Panglima ABRI Wiranto. Kenyataannya perdamaian tak
pernah terwujud,” katanya. Dengan menahan emosi, Abdullah berkata lagi,
“Kita mau damai apa lagi. Tinggal perang saja yang kita ikut.”
Pernyataan Abdullah beralasan. “Kita umat Islam sudah mau damai, tapi
kaum Kristen yang dibeking kelompok tertentu tidak mau. Mereka sudah
jelas-jelas sudah berpihak, tapi tak ada penyelesaian. Aparat menembak
umat Islam, kenapa tidak diproses? AD yang menembak
mat Islam, kenapa tidak diproses?” sesalnya.
Menurut Muhammad Kasuba, kompleksnya masalah Ambon lantaran tidak jelas
siapa yang salah. “Di Kosova, yang dianggap bersalah Serbia, di Aceh
yang bersalah mungkin PPRM dan GAM Gadungan. Tapi di Ambon, sampai
saat ini tidak dapat diidentifikasi secara jelas, siapa yang bersalah,”
tuturnya.
Sejumlah nara sumber yang dihubungi SABILI umumnya menuntut aparat agar
tidak berpihak. Menurut mereka, ini adalah salah satu kunci
penyelesaian. Yusuf Rahimi
menegaskan, “Netralitas keamanan itu sangat diperlukan. Sepanjang
masih ada aparat keamanan lokal yang terlibat dalam kerusuhan, maka
netralitasnya sangat sulit. Selalu ada keberpihakan, memihak Kristen.
Soalnya, boleh dibilang aparat keamanan itu kan umumnya
Kristen.”
Menurut Kapolri, Jendral Roesmanhadi, kerusuhan Ambon telah menyebabkan
458 unit rumah terbakar. Selain itu telah dirusak 168 unit toko, satu
buah bank, tiga unit gedung pemerintah, satu unit sekolah, empat unit
kantor swasta, dua masjid, dua hotel dan satu gereja.
Gelombang eksodus Ambon mengalir ke Ujung pandang. Muhammad Nasir (23)
asal Desa Niwe, Kecamatan Nusa Liwe Ambon menduga penumpang KM Lambelu
mengangkut para eksodus sekitar 3000 orang. Sekitar 2000 an orang turun
di Baubau, selebihnya di Ujung pandang.
Kini, menurut data Tim Investigasi Posko Keadilan Peduli Umat di Ambon,
terdapat sekitar enam belas ribu jiwa menyebar di kamp-kamp
pengungsi. Rumah bersalin berubah menjadi rumah sakit umum, sebab
rumah sakit umum berada di kawasan merah. Irwan, ketua umum Pengurus
Wilayah Maluku Pelajar Islam Indonesia (PII) menggambarkan
keprihatinan itu. “Sampai sekarang, bantuan dari luar mungkin ada, tapi
sifatnya hanya
paket-paket kecil saja.” Irwan juga menyampaikan keheranan kaum
muslimin Ambon yang merasa tidak diperhatikan oleh
saudara-saudaranya. “Mereka bertanya-tanya, kok media massa hanya
mengambarkan fisik Timtim, sementara Ambon tidak pernah tergambar
secara lebih jelas. Mereka agak patah semangat dengan bantuan dari
luar. Tapi alhamdulillah, semangat jihad para mujahidin kita di sini
sudah terkoordinir,” katanya.
Minimnya bantuan medis juga membuat kaum muslimin Ambon semakin
menderita. Hal ini diceritakan Diah Fajriah. “Korban yang masuk
beruntun ditampung di rumah sakit Al-Fatah, apa adanya. Persediaan
obat-obatan pun terbatas karena kita tidak punya apotek, sementara
kebutuhan obat-obatan harus dipenuhi secepatnya.” Ketua Departemen
Kajian dan Strategi KAMMI Jarda Maluku ini bercerita, “Menjelang
tengah malam, permintaan cairan infus dari rumah sakit terus
bertambah.
Sementara persiapan cairan infus dan perlengkapannya
habis. Kemana kita mencari? Adakah kaum muslimin dan muslimat yang
masih peduli dengan kami?” ujarnya lirih.
M. Lili NA
Laporan: Wasilah, Eman, Furqon
|