Republika Online edisi:
14 Oct 1999

Mashkadov: Adakan Dialog atau Bencana akan Menimpa Rusia

GROZNY -- Pesawat-pesawat tempur dan artileri Rusia terus menggempuri wilayah Chechnya. Sementara itu, Presiden Chechnya Aslan Mashkadov menyerukan ultimatum kepada Moskow: mengadakan dialog damai dengan pemerintah Grozny demi menyelesaikan masalah yang ada, atau menanggung kekalahan sebagaimana dalam yang dialami dalam Perang Chechnya 1994-1996 silam.

Sejumlah pejabat Chechnya, Rabu (13/10), mengatakan artileri jarak jauh Rusia menghujani kawasan Goragorsky, di sebelah barat Grozny. Di pihak lain, komandan angkatan udara Rusia, Jenderal Anatoly Kornukov, menyatakan pesawat-pesawatnya telah menghancurkan target-target yang diincarnya selama ini.

''Di Chechnya saja, lebih dari 100 target yang telah dihancurkan. Angkatan udara federal telah melumpuhkan semua infrastruktur milik gerilyawan,'' ujar Kornukov.

Dalam kesempatan itu, para pejabat Rusia kembali mengulangi klaim mereka bahwa tentara-tentara Rusia telah berhasil mengepung pemimpin gerilyawan Muslim Shamil Bassayev, dan saat ini tengah terlibat dalam adu senjata sengit dengan kubu gerilyawan pimpinan mantan pejuang Chechnya itu.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Rusia Igor Sergeyev menyatakan pasukan-pasukan Chechnya menderita ''kerugian cukup besar,'' sedangkan kerugian yang dialami pasukan-pasukan Rusia ''masih di bawah batas minimal.''

Dalam serangan-serangannya hari Selasa, Rusia diberitakan menggempuri sejumlah titik di front utara Grozny dan dekat kota di bagian barat Chechnya, Bamut.

Rusia akan terus melaksanakan kampanye militer di Chechnya sampai Rusia berhasil memegang kontrol penuh atas republik itu, ujar Sergeyev. ''Pasukan-pasukan kami takkan berhenti. Mereka akan menunaikan kewajiban mereka untuk menumpas kelompok-kelompok bersenjata dan gerombolan-gerombolan teroris di sana,'' tambah Sergeyev, dikutip oleh kantor berita Itar-Tass.

Rusia mulai melakukan serangan udara ke Chechnya sejak awal September lalu. Serangan yang disusul dengan serangan darat yang mulai dilakukan sejak awal Oktober lalu itu, menurut Rusia, terpaksa dilakukan untuk menumpas kelompok gerilyawan Muslim di bawah pimpinan Bassayev yang mendirikan basis-basis persembunyian di wilayah Chechnya.

Rusia meyakini, Bassayev dan kaki tangannya layak ditumpas karena telah mendalangi serangkaian peledakan bom di wilayah Rusia dan membangkitkan semangat separatisme di wilayah Rusia, yaitu Dagestan.

Tudingan Rusia bahwa Bassayev bersembunyi di wilayah Chechnya telah dibantah oleh Presiden Chechnya Aslan Mashkadov, yang berkali-kali menyerukan dialog damai untuk menyelesaikan masalah itu.

Rusia tak menggubris usul Mashkadov. Menurut Moskow, pihaknya baru akan menghentikan operasi militer mereka di Chechnya, bila Grozny ''menyerahkan'' semua gerilyawan yang melakukan aksi-aksi terorisme di wilayah Rusia.

Pasukan Rusia saat ini diberitakan telah menduduki tak kurang dari sepertiga wilayah Chechnya, khususnya wilayah bagian utara Sungai Terek. Menurut para pejabat Rusia, pasukan-pasukan mereka saat ini tengah membangun pertahanan untuk melindungi wilayah kekuasaan mereka.

Para pejabat kementerian pertahanan Rusia menyatakan Bassayev dan seorang mantan pejuang Chechnya lainnya, Salman Raduyev, telah merencanakan aksi-aksi terorisme berskala besar di wilayah Rusia. Mereka juga menuding Bassayev telah melatih sejumlah wanita untuk melakukan aksi-aksi terorisme di wilayah Rusia selatan.

Para pejabat itu tak bisa memberikan bukti-bukti nyata tuduhan mereka itu. Pun begitu, mereka berkeras menyatakan Raduyev telah memimpin 15 orang untuk melakukan ''serangkaian pelanggaran di wilayah Rusia, khususnya situs-situs nuklir.''

Senin lalu, Mayjen Vladimir Shamanov, salah seorang komandan dalam jajaran Angkatan Bersenjata Rusia, menyatakan kepada stasiun televisi ORT bahwa kekuatannya telah berhasil ''mengepung'' Bassayev di kawasan sekitar Goragorsky. ''Dia berlarian seperti anjing yang ketakutan,'' ujarnya.

Namun, pernyataan itu dibantah oleh Mashkadov. Menurut Mashkadov, Bassayev tak berada di Goragorsky dan pasukan-pasukan Chechnya melakukan perlawanan gigih di kawasan itu.

Sementara itu, sekurangnya 166 ribu pengungsi Chechnya dilaporkan telah meninggalkan republik sempalan Rusia itu sejak sebulan terakhir, untuk menghindari gempuran Rusia. Sekitar 146 ribu di antaranya mengungsi ke Republik Ingushetia, sedangkan sekitar 82.640 lainnya masuk ke wilayah Rusia.

Para pejabat Chechnya menyatakan sedikitnya 700 nyawa warga Chechnya telah melayang sebagai korban operasi militer Rusia. Moskow sejauh ini membantah klaim Chechnya itu, dan menyatakan bahwa korban di kalangan warga sipil Chechnya jumlahnya hanya sedikit. n afp/rin

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999