GROZNY -- Pesawat-pesawat tempur dan artileri Rusia terus
menggempuri wilayah Chechnya. Sementara itu, Presiden Chechnya Aslan
Mashkadov menyerukan ultimatum kepada Moskow: mengadakan dialog damai
dengan pemerintah Grozny demi menyelesaikan masalah yang ada, atau
menanggung kekalahan sebagaimana dalam yang dialami dalam Perang
Chechnya 1994-1996 silam.
Sejumlah pejabat Chechnya, Rabu (13/10), mengatakan artileri jarak
jauh Rusia menghujani kawasan Goragorsky, di sebelah barat Grozny. Di
pihak lain, komandan angkatan udara Rusia, Jenderal Anatoly Kornukov,
menyatakan pesawat-pesawatnya telah menghancurkan target-target yang
diincarnya selama ini.
''Di Chechnya saja, lebih dari 100 target yang telah dihancurkan.
Angkatan udara federal telah melumpuhkan semua infrastruktur milik
gerilyawan,'' ujar Kornukov.
Dalam kesempatan itu, para pejabat Rusia kembali mengulangi klaim
mereka bahwa tentara-tentara Rusia telah berhasil mengepung pemimpin
gerilyawan Muslim Shamil Bassayev, dan saat ini tengah terlibat dalam
adu senjata sengit dengan kubu gerilyawan pimpinan mantan pejuang
Chechnya itu.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Rusia Igor Sergeyev menyatakan
pasukan-pasukan Chechnya menderita ''kerugian cukup besar,'' sedangkan
kerugian yang dialami pasukan-pasukan Rusia ''masih di bawah batas
minimal.''
Dalam serangan-serangannya hari Selasa, Rusia diberitakan menggempuri
sejumlah titik di front utara Grozny dan dekat kota di bagian barat
Chechnya, Bamut.
Rusia akan terus melaksanakan kampanye militer di Chechnya sampai
Rusia berhasil memegang kontrol penuh atas republik itu, ujar Sergeyev.
''Pasukan-pasukan kami takkan berhenti. Mereka akan menunaikan kewajiban
mereka untuk menumpas kelompok-kelompok bersenjata dan
gerombolan-gerombolan teroris di sana,'' tambah Sergeyev, dikutip oleh
kantor berita Itar-Tass.
Rusia mulai melakukan serangan udara ke Chechnya sejak awal September
lalu. Serangan yang disusul dengan serangan darat yang mulai dilakukan
sejak awal Oktober lalu itu, menurut Rusia, terpaksa dilakukan untuk
menumpas kelompok gerilyawan Muslim di bawah pimpinan Bassayev yang
mendirikan basis-basis persembunyian di wilayah Chechnya.
Rusia meyakini, Bassayev dan kaki tangannya layak ditumpas karena
telah mendalangi serangkaian peledakan bom di wilayah Rusia dan
membangkitkan semangat separatisme di wilayah Rusia, yaitu Dagestan.
Tudingan Rusia bahwa Bassayev bersembunyi di wilayah Chechnya telah
dibantah oleh Presiden Chechnya Aslan Mashkadov, yang berkali-kali
menyerukan dialog damai untuk menyelesaikan masalah itu.
Rusia tak menggubris usul Mashkadov. Menurut Moskow, pihaknya baru
akan menghentikan operasi militer mereka di Chechnya, bila Grozny
''menyerahkan'' semua gerilyawan yang melakukan aksi-aksi terorisme di
wilayah Rusia.
Pasukan Rusia saat ini diberitakan telah menduduki tak kurang dari
sepertiga wilayah Chechnya, khususnya wilayah bagian utara Sungai Terek.
Menurut para pejabat Rusia, pasukan-pasukan mereka saat ini tengah
membangun pertahanan untuk melindungi wilayah kekuasaan mereka.
Para pejabat kementerian pertahanan Rusia menyatakan Bassayev dan
seorang mantan pejuang Chechnya lainnya, Salman Raduyev, telah
merencanakan aksi-aksi terorisme berskala besar di wilayah Rusia. Mereka
juga menuding Bassayev telah melatih sejumlah wanita untuk melakukan
aksi-aksi terorisme di wilayah Rusia selatan.
Para pejabat itu tak bisa memberikan bukti-bukti nyata tuduhan mereka
itu. Pun begitu, mereka berkeras menyatakan Raduyev telah memimpin 15
orang untuk melakukan ''serangkaian pelanggaran di wilayah Rusia,
khususnya situs-situs nuklir.''
Senin lalu, Mayjen Vladimir Shamanov, salah seorang komandan dalam
jajaran Angkatan Bersenjata Rusia, menyatakan kepada stasiun televisi
ORT bahwa kekuatannya telah berhasil ''mengepung'' Bassayev di
kawasan sekitar Goragorsky. ''Dia berlarian seperti anjing yang
ketakutan,'' ujarnya.
Namun, pernyataan itu dibantah oleh Mashkadov. Menurut Mashkadov,
Bassayev tak berada di Goragorsky dan pasukan-pasukan Chechnya melakukan
perlawanan gigih di kawasan itu.
Sementara itu, sekurangnya 166 ribu pengungsi Chechnya dilaporkan
telah meninggalkan republik sempalan Rusia itu sejak sebulan terakhir,
untuk menghindari gempuran Rusia. Sekitar 146 ribu di antaranya
mengungsi ke Republik Ingushetia, sedangkan sekitar 82.640 lainnya masuk
ke wilayah Rusia.
Para pejabat Chechnya menyatakan sedikitnya 700 nyawa warga Chechnya
telah melayang sebagai korban operasi militer Rusia. Moskow sejauh ini
membantah klaim Chechnya itu, dan menyatakan bahwa korban di kalangan
warga sipil Chechnya jumlahnya hanya sedikit. n afp/rin