NASIONAL PANJI NO.19 TH III. 25 AGUSTUS 1999
Ambon, Masih Saja
Kerusuhan: Sudah seratus lebih korban jiwa dalam kerusuhan tahap dua
di Ambon. Sebagian mati kena tembakan. Ada pula provokator berseragam
aparat yang tertangkap tangan.
Ambon ibarat hutan yang terbakar. Dari satu titik api, dengan cepat
menyebar menjadi kebakaran luas. Bermula dari bentrokan di kawasan
Perumnas Poka, Kota Madya Ambon, kerusuhan dengan cepat menjalar ke
seantero kota. Bahkan merembet ke daerah pinggiran. Hingga saat ini,
tercatat paling tidak 104 nyawa melayang dan 400 lebih luka berat dan
ringan. Insiden terakhir dilaporkan terjadi pada Jumat petang pekan
lalu. Bentrokan antarkelompok putih dan kelompok merah meledak di
kawasan Gunung Malintang, Sirimau, Ambon.
Pada insiden di Gunung Malintang, pihak aparat mencatat, paling tidak
ada 12 warga sipil tewas. Mungkin jumlahnya lebih banyak dari itu,
mengingat ada sejumlah korban yang belum dievakuasi. "Kemungkinan
masih ada korban di kolasi kejadian. Belum dievakuasi karena lokasinya
sulit dijangkau kendaraan," kata Kepala Pusat Komando Pengendalian
Operasi (Kapuskodalops) Polres Pulau Ambon dan Pulau Lease Kapten
(Pol.) Marthen Johanis, sehari setelah bentrokan meledak.
Insiden kali itu juga mengakibatkan puluhan rumah terbakar. Hancur
dibakar massa. Menyusul terjadinya keributan, kantor-kantor dan
pertokoan langsung tutup. Seluruh karyawannya pulang mengamankan diri.
Hari itu, Kota Ambon seperti dalam suasana perang. Tak ada penduduk
yang keluar. Yang ada cuma pasukan aparat keamanan bersenjata lengkap
yang berkeliling mengamankan kota.
Memang, sejak kerusuhan kedua meletup pada 27 Juli lalu, terasa benar
ketegangan di Ambon. Seperti dituturkan Kadispen Mabes Polri Brigjen
(Pol.) Togar Sianipar, keadaan Ambon benar-benar genting dan mencekam.
Kedua kelompok yang bertikai--kelompok putih (muslim) dan kelompok
merah (nonmuslim)--sepertinya saling mengincar. Sedikit saja aparat
lengah, bentrokan segera berkobar. Dan, tak jarang membawa korban
jiwa.
Belakangan, marak pula aksi culik-menculik. Ketua Yayasan Al-Fatah
Ambon, Abdullah Soulisa, mengatakan, hampir setiap hari ada saja yang
jadi korban penculikan. Di Teluk Ambon, dalam beberapa hari ini kerap
ditemukan mayat terapung. Hanya, soal culik-menculik ini, "Kita harus
selidiki kebenarannya," kata Togar.
Pada kerusuhan tahap dua itu, tak sedikit korban yang tewas akibat
luka tembak. Inilah yang kemudian memunculkan isu bahwa ada aparat
yang ikut bermain. Apalagi ada korban yang melihat orang berseragam
Brimob ataupun tentara berdiri di salah satu kelompok. Korban yang
bernama Adja Pelu mengungkapkan, ia dan kelompoknya ditembaki
orang-orang berseragam aparat. "Jelas itu perbuatan aparat. Kami
ditembaki dengan senjata organik," kata Adja, yang kini terbaring di
RS Al-Fatah.
Kebetulan pula, dalam kasus itu, yang ditembaki adalah kelompok putih.
Seperti dituturkan sejumlah korban dari kelompok putih, serangan balik
dilakukan karena mereka diserang terus oleh kelompok merah. Nah,
ketika menyerang balik itulah tahu-tahu mereka disambut berondongan
peluru. Dan, seperti kesaksian Adja, ada orang berseragam aparat
terlihat menembaki penyerbu.
Cuma, tudingan itu langsung dibantah Kapolda Maluku Kol (Pol.) Bugis
M. Saman. Bugis yang baru bertugas beberapa bulan di Maluku
menyatakan, kontak senjata itu bukan dilakukan aparat Brimob.
"Barangkali dilakukan orang-orang sipil atau preman dari Jakarta,"
kata Bugis. Sementara itu, Pangdam XVI Patimura Brigjen Max. M.
Tamaela berjanji akan menindak setiap aparat yang terlibat dalam
bentrokan.
Lantas, kalau bukan tentara atau Brimob, lalu siapa? Kembali
keterlibatan provokator disebut-sebut. "Ini tidak lepas dari
provokator," ujar Gubernur Maluku M.S. Latuconsina. Dan, mungkin pula
ada kaitannya dengan konstelasi politik nasional. Melihat fakta-fakta
yang terungkap, mungkin ada benarnya. Misalnya, pada Kamis pekan lalu,
warga yang hendak unjuk rasa ke Mapolda Maluku, tahu-tahu ditembaki
orang tak dikenal yang menggunakan mobil kijang berwarna hijau.
Selain itu, sudah ada pula provokator yang tertangkap tangan. Namanya
M. Rumelus. Anak muda ini dipergoki beberapa kali berada di lokasi
kerusuhan. Terkadang berada di kelompok putih, lain waktu di kelompok
merah. Ia ditangkap ketika hendak melemparkan bom rakitan. Dari dalam
tasnya, petugas menemukan telepon genggam serta daftar nama tokoh
Islam dan Kristen. Cuma, bagaimana nasib Rumelus selanjutnya tak
diketahui lagi.
Sebenarnya tak hanya Rumelus yang tertangkap. Ada empat provokator
lain yang juga ditangkap saat terlibat pertikaian massa. Dari tangan
mereka, aparat menyita telepon genggam dan handy talky. Alat itu
digunakan untuk berkomunikasi dengan rekan-rekannya dalam mengompori
massa. Bahkan, mereka memakai seragam aparat, lengkap dengan
pangkatnya. Tapi tentu saja palsu.
Pertanyaannya, benarkah peluru yang merobohkan para korban berasal
dari para provokator? Ini yang belum jelas. Cuma, santer beredar isu,
ada senjata gelap sebanyak 12 peti kemas, masuk ke Ambon dua pekan
lalu. Benarkah? Kapuspen TNI Mayjen Syamsul Ma'arif mengatakan, hingga
saat ini Kodam Patimura dan Polda Ambon masih menyelidiki kebenaran
isu tersebut.
Aulia HS
Laporan: Iqbal Setyarso
|